Anda di halaman 1dari 4

2.

1 IMUNISASI POLIO
2.2.1 Definisi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes, 2000).
Istilah Imunisasi atau kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan
terhadap suatu penyakit tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (A. Aziz Alimul, 2008).
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak, dan
kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (A. Aziz alimul, 2008).
Gejala awal pada poliomyelitis tidak jelas, dapat timbul gejala demam ringan
dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul gejala paralisis yang
bersifat flaksid yang mengenai sekelompok serabut otot sehingga timbul kelumpuhan.
Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota badan, saluran napas, dan otot menelan.
Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal. Pencegahan dapat dilakukan
dengan imunisasi menggunakan vaksin polio, bahkan dapat eradikasi dengan cakupan
polio 100% (Yupi Supartini, 2002).
Imunisasi polio adalah tindakan imunisasi dengan memberikan vaksin polio
(dalam bentuk oral) atau dikenal dengan sebutan oral polio vaccine (OPV) yang
bertujuan untuk memberi kekebalan dari penyakit poliomelitis, dapat diberikan empat
kali dengan interval 4-6 minggu (A. Aziz Alimul Hidayat, 2007).

2.2.2 Waktu Pemberian


Saat ini ada dua jenis vaksin polio, yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV
(Inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan IPV
diberikan melalui suntikan (dalam kemasan sendiri atau kombinasi DpaT) (Cahyono,
2010).
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir (0 bulan) kemudian dilanjutkan
dengan imunisasi dasar. Imunisasi dasar diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan. Pada
Pekan Imunisasi Nasional semua balita harus mendapat imunisasi tanpa memandang
status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun
(imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat tidak dianjurkan mengulang
pemberiannya dari awal tetapi melanjutkan dan melengkapi imunisasi sesuai dengan
jadwal. Pemberian imunisasi polio pada remaja dan dewasa yang belum pernah
imunisasi dan pekerjaan kontak penderita polio atau anak yang diberi OVP. Bagi ibu
yang anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar.
Imunisasi polio ulangan (penguat) diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan
dosis berikutnya diberikan saat usia 15-19 tahun (Suharjo, 2010).

2.2.3 Cara Pemberian


Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan
imunisasi dasar. Untuk imunisasi dasar diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan. Bila
pemberiannya terlambat maka vaksin tidak boleh diberikan dari awal lagi tetapi
dilanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Pemberian imunisasi polio
pada remaja dan dewasa yang belum pernah imunisasi dan pekerjaan kontak dengan
penderita polio atau anak yang diberi OPV. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV,
diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air susu ibu tidak
berpengaruh dengan respon pembentuk daya tahan tubuh terhadap polio, jadi saat
pemberian vaksin anak masih dapat meminum ASI (Suharjo dkk, 2010: 79).
Imunisasi polio ulang atau penguat diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun)
dan dosis berikunya diberikan saat usia 15-19 tahun. Sejak 2007, semua calon jemaah
haji dan umroh dibawah 15 tahun harus mendapatkan 2 tetes OPV (Suharjo dkk, 2010:
79).
A. Dosis dan jadwal:
OPV : 2 tetes kemulut
IPV : 0,5 ml denga suntikan di lengan
Imunisasi dasar pada usia 2,4,6 bulan
Untuk Remaja dan dewasa diberikan 3 dosis dengan jarak 4-8 minggu.
B. Alat dan bahan
1. Vaksin polio dalam tremos es/flakon berisi vaksin polio
2. Pipet plastik
C. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Jelaskan kepada orang tua prosedur yan akan dilaksanakan
3. Ambil vaksin polio dalam termos es
4. Atur posisi bayi dalam posisi terlentang di atas pangkuan ibunya dan pegang
dengan erat
5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang diprogramkan atau yang
dianjurkan, yakni 2 tetes.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi.

2.2.4 Efek Sampinng


Poliomielitis pernah dilaporkan sebagai dampak setelah diberikan vaksin polio.
Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala pusing, diare ringan,
dan nyeri otot. Selain itu OPV tidak diberikan pada bayi yang masih di rumah sakit
karena OPV berisi virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa disekresikan
(dibuang) melalui tinja selama 6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain.
Untuk bai yang dirawat di rumah sakit disarankan pemberian IPV (Suharjo
dkk,2010:79).

2.2.5 Indikasi
Adapun indikasi dari pemberian imunisasi polio (dr. J.B. Suharjo, 2010):
1. Imunisasi rutin
2. Remaja dan dewasa yang belum pernah imunisasi polio
3. Orang tua yang anaknya di imunisasi polio
Untuk imunisasi terhadap polio, vaksin inaktif diindikasikan jika orang yang
akan divaksin atau salah satu orang serumah mengalami imunodefisiensi; pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya belum divaksinasi, maka orang tersebut sebaiknya
mendapat vaksin karena anak tersebut beresiko lebih besar mengalami risiko paralisis
akibat vaksin (William Schwartz, 2005).

2.2.6 Kontraindikasi
Terdapat dua jenis vaksin polio yaitu OPV (Oral polio vaccine) dan IPV
(Inactivated polio vaccine). Kontraindikasi pada pemberian OPV dan IPV yaitu
(Suharjo dkk, 2010:80):
a. Demam
b. Muntah
c. Diare
d. Pengguna obat imunosupresif
e. Keganasan
f. HIV
g. Alergi
Menurut Schwartz (2004) pemberian OPV tidak dapat diberikan pada pasien
dengan imunodefisiensi, termasuk pada psien yang menerima terapi imunosupresan
atau pasien yang memiliki anggota keluarga penderita imunodefisiensi. Pada saat
keadaan ini harus diberikan IPV

Anda mungkin juga menyukai