Anda di halaman 1dari 12

2.1.

3 IMUNISASI POLIO
A. DEFINISI
Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang
bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu strain-1
(Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini
dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari
sumsum tulang belakang akibat infeksi virus. Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus
polio vaksin/sabin,  Virus polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived
Poliovirus). VDVP merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu

1). Immunodeficient-related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi,


2). Circulating VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam masyarakat,
dan 3). Ambiguous VDPV (aVDPV)  apabila tidak dapat diklasifikasikan sebagai  cVDPV atau
iVDPV. Penetapan jenis virus yang dimaksud, ditentukan berdasarkan pemeriksaan
laboratorium. Identifikasi VDPV berdasarkan tingkat perbedaan dari strain virus OPV.

Virus polio dikategorikan sebagai VDPV apabila terdapat perbedaan lebih dari 1%  (>10
perubahan nukleotida) untuk virus polio tipe 1 dan 3, sedangkan untuk virus polio tipe 2 apabila
ada perbedaan lebih dari  0,6% (>6 perubahan nukleotida). Polio dapat menyerang pada usia
berapa pun, tetapi polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Pada awal
abad ke-20, polio adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti di negara-negara industri,
melumpuhkan ratusan ribu anak setiap tahun.

Pada tahun 1950an dan 1960an polio telah terkendali dan praktis dihilangkan sebagai
masalah kesehatan masyarakat di negara-negara industry. Hal ini setelah pengenalan vaksin yang
efektif. Pada 1988, sejak Prakarsa Pemberantasan Polio Global dimulai, lebih dari 2,5 miliar
anak telah diimunisasi polio. Sekarang masih terdapat 3 negara endemis yang melaporkan
penularan polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria. Pada Juni 2018, dilaporkan adanya kasus
polio di negara tetangga Papua New Guinea, sehingga diperlukan adanya peningkatan
kewaspadaan dini terhadap masuknya virus polio ke Indonesia.  

B. INDIKASI
Sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017, indikasi
pemberian vaksin polio oral OPV-0 diberikan saat/ dekat waktu lahir, kemudian polio-1 saat bayi
berusia 2 bulan, polio-2 saat usia 3 bulan, dan polio-3 saat usia 4 bulan. Vaksin polio-1 diberikan
bersamaan dengan Hepatitis B, DTP, Hib, PCV dan Rotavirus. Vaksin polio-2 diberikan
bersamaan dengan Hepatitis B, DTP dan Hib. Vaksin polio-3 diberikan bersamaan dengan
vaksin Hepatitis B, DTP, Hib, PCV dan Rotavirus. Rekomendasi polio booster saat anak berusia
18 bulan.
1. Pemberian Vaksin Polio-0
Bila pasien lahir di rumah, segera beri dosis vaksin polio oral-0. Bila pasien lahir
di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi akan dipulangkan
2. Pemberian Vaksin Polio-1, Polio-2, dan Polio-3
Untuk vaksin polio-1, polio-2, dan polio-3 dapat diberikan vaksin polio oral atau
inaktif. Pasien paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin inaktif saat pemberian
OPV-3
3. Penghentian Vaksin OPV
Rekomendasi IDAI masih menyarankan penggunaan vaksin OPV dengan
setidaknya satu dosis vaksin inaktif. Di sisi lain, WHO menyarankan untuk menggantikan
vaksin OPV menjadi vaksin inaktif karena risiko vaccine-associated paralytic
poliomyelitis  (VAPP) dan infeksi vaccine derived poliovirus (VDPV) pada penggunaan
vaksin oral. Penghentian ini dimulai dengan fase transisi untuk mengganti vaksin OPV
trivalen yang berisi virus polio serotipe 1-3 menjadi vaksin OPV bivalen yang hanya
berisi virus polio serotipe 1 dan 3.

C. KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi vaksin polio dibedakan berdasarkan kontraindikasi umum dan


kontraindikasi spesifik vaksin polio oral.
Kontraindikasi Umum
1. Hipersensitivitas: pasien dengan reaksi alergi berat (anafilaktik) setelah pemberian
vaksin polio, atau polymyxin B, atau neomycin
2. Kehamilan: pasien hamil tanpa risiko tambahan terhadap polio tidak disarankan
mendapat vaksin. Walaupun tidak ada bukti bahwa vaksin memberi efek buruk pada
ibu atau janin
3. Penyakit akut dengan tingkat keparahan sedang-berat (baik dengan maupun tanpa
demam)

Kontraindikasi Spesifik Vaksin Polio Oral


1. Muntah dan diare
2. Individu dengan imunosupresi / gangguan imunodefisiensi (atau orang serumah
yang berhubungan dengan pasien gangguan imunodefisiensi)

Beberapa efek samping yang bisa muncul setelah mendapat suntikan vaksin polio
adalah:

1. Pusing
2. Nyeri atau kemerahan di area penyuntikan
3. Telinga berdenging
4. Demam
5. Anak rewel atau terlihat lelah
6. Muntah

Peringatan

Peringatan penggunaan pada penderita penyakit akut. Dokter perlu menilai tingkat
keparahan dan penyebab penyakit akut pada anak sebelum mempertimbangkan perlu
tidaknya menunda vaksinasi. Pasien dengan gangguan perdarahan, termasuk
trombositopenia, perlu mendapat perhatian karena perdarahan/hematoma dapat terjadi
pada injeksi intramuskular vaksin polio inaktif. Perhatian yang sama perlu diberikan pada
pasien yang mendapat antikoagulan seperti warfarin dan heparin.

D. SYARAT RESIPIEN
a. Anak yang menderita diare dan demam, pemberian imunisasi Polio ditunda sampai
anak tersebut sembuh
b. Bagi anak-anak dengan imunokompromais (rawat jalan maupun rawat inap di rumah
sakit) serta bagi balita yang tinggal serumah dengan pasien tersebut agar diberikan
Inactivated Polio Vaccine (IPV) di rumah sakit
c. Bagi bayi dengan berat badan lahir rendah (≤ 2000 gram), pemberian imunisasi Polio
ditunda sampai berat badan lebih dari 2000 gram atau usia lebih dari 2 bulan (dengan
kondisi klinis stabil)

E. DOSIS

Sesuai dengan jadwal imunisasi yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), vaksin polio merupakan salah satu vaksin yang wajib diberikan kepada anak. Vaksin
polio pada anak akan diberikan sebanyak 4 kali dan vaksin booster sebanyak 1 kali. Berikut
adalah dosis vaksin polio berdasarkan usia pasien:

1. Anak-anak

Sebagai imunisasi primer, dosisnya adalah 0,5 ml. Dosis pertama diberikan kepada bayi sesaat
setelah lahir dalam bentuk tetes mulut (OPV). Vaksin selanjutnya diberikan saat usia 2 bulan,
3 bulan, dan 4 bulan. Vaksin booster diberikan saat anak berusia 18 bulan.

2. Dewasa

Umumnya vaksin polio sudah diberikan pada anak-anak. Namun, pada orang dewasa yang
belum pernah mendapatkan vaksin, bisa diberikan 3 dosis, 0,5 ml disuntikkan melalui otot
(intramuskular/IM) atau di bawah kulit (subkutan/SC).

Dua dosis pertama diberikan dengan jarak 1–2 bulan, dan dosis ketiga berjarak 6–12 bulan
setelah dosis kedua.

F. SEDIAAN

Vaksin polio oral tersedia dalam kontainer dosis dan 20 dosis. Vaksin polio inaktif tersedia
dalam 3 sediaan: injeksi pre-filled syringe 0.5 mL, vial 5 mL dan vial 10 mL.
G. CARA PENGGUNAAN
Cara penggunaan vaksin polio berbeda tergantung bentuk sediaannya.
1. Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine / OPV)
Vaksin polio oral diberikan kepada anak sebanyak tiga tetes. Pemberian dapat diberikan
dengan gula tetapi tidak boleh digabung dengan makanan yang mengandung pengawet

2. Vaksin Polio Inaktif (Inactivated Polio Vaccine / IPV)


Pada bayi dan anak kecil, vaksin polio inaktif diberikan melalui injeksi pada sisi anterolateral
paha. Pada anak yang lebih besar dan dewasa, injeksi diberikan secara intramuskular pada otot
deltoid, atau secara subkutan pada lengan atas bagian posterior.
Berikut cara Sebelum digunakan :
a. pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
b. Diberikan secara oral (melalui mulut). Satu dosis adalah dua tetes.
c. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru
d. Di unit pelayanan statis, vaksin Polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2
minggu dengan ketentuan:
1) Vaksin belum kadaluarsa
2) Vaksin disimpan dalam suhu 2°C s/d 8°C
3) Tidak pernah terendam air
4) Sterilitasnya terjaga
5) VVM masih dalam kondisi A atau B
e. Sedangkan di pos pelayanan imunisasi atau posyandu vaksin Polio yang sudah terbuka
tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.

H. CARA PEMBERIAN
Selalu ikuti petunjuk dan anjuran dokter sebelum menerima vaksin polio. Vaksin polio
adalah salah satu vaksin yang wajib diberikan kepada anak. Vaksin polio ada 2 macam, yaitu
vaksin polio oral atau oral polio vaccine (OPV) dan vaksin polio tidak aktif atau inactivated
polio vaccine (IPV). OPV mengandung virus polio hidup yang dilemahkan, sedangkan IPV
menggunakan virus yang tidak lagi aktif.
Pemberian vaksin polio jenis OPV ditetes melalui mulut diberikan kepada bayi sesaat
setelah lahir. Selanjutnya, bisa diberikan OPV lanjutan atau IPV melalui suntikan ke otot
(intramuskular/IM) atau di bawah kulit (subkutan/SC) bagian lengan dan paha. Untuk
memperoleh hasil yang optimal, vaksin polio biasanya akan diberikan sejak bayi lahir.
Setelahnya, pemberian vaksin akan dilakukan kembali pada usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
Vaksin polio booster diberikan saat anak berusia 18 bulan. Jika pemberian vaksin polio
pada bayi atau anak terlambat, dapat terus dilanjutkan hingga dosis lengkap tanpa perlu
diulang dari awal.
2.1.4 DPT (DIFTERI,PERTUSIS, TETANUS)
A. DEFINISI
Imunisasi DPT adalah vaksin yang diberikan untuk melindungi anak dari
penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin ini perlu diberikan sebelum anak berusia 1
tahun. Tak hanya melindungi, vaksin DPT juga dapat mencegah komplikasi yang
disebabkan ketiga penyakit tersebut. Penyakit difteri, pertusis, dan tetanus adalah tiga
jenis penyakit berbeda yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu,
pemerintah memasukkan imunisasi DPT sebagai salah satu imunisasi dasar
lengkap yang wajib diperoleh oleh anak sebelum usia 1 tahun.
Difteri, pertusis, dan tetanus masuk ke dalam tubuh dengan cara yang
berbeda. Seseorang bisa tertular difteri dan pertusis saat ia tidak sengaja menghirup atau
terkena percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk dan bersin. Sementara
itu, bakteri tetanus dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit, seperti luka
akibat tertusuk paku dan jarum atau luka karena gigitan hewan. Berikut ini adalah
penjelasan lebih jauh seputar ketiga penyakit tersebut:
1. Difteri

Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium


diptheriae. Penyakit ini menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan.Meski
tidak selalu menimbulkan gejala, penyakit ini biasanya ditandai oleh munculnya selaput
atau lapisan tebal berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita.

Bakteri penyebab difteri menghasilkan racun yang bisa merusak jaringan di


hidung dan tenggorokan. Bahkan, racun ini juga bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh.

2. Pertusis

Pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis, yang


sangat mudah menular. Infeksi bakteri ini menyebabkan peradangan pada saluran
pernapasan. Untuk melawan infeksi bakteri pertusis, tubuh memproduksi banyak lendir
pada tenggorokan. Hal inilah yang menyebabkan penderita pertusis sering kali batuk
disertai dahak. Bila tidak ditangani, pertusis dapat menyebabkan berbagai komplikasi
serius, seperti pneumonia, mimisan, perdarahan otak, gangguan paru-paru, dan bahkan
kematian.

3. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Clostridium tetani, bakteri


yang banyak ditemukan pada tanah dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat masuk ke
dalam tubuh melalui luka pada kulit. Saat masuk ke dalam tubuh, bakteri tetanus akan
menyerang saraf yang mengendalikan otot. Hal ini menyebabkan penderita penyakit
tetanus mengalami kaku atau kejang pada otot rahang, leher, dada, dan perut.

Tetanus yang tidak diobati dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius,


seperti gangguan pernapasan, pneumonia, dan kerusakan otak karena kekurangan
pasokan oksigen. Bahkan, risiko terjadinya patah tulang bisa terjadi saat penderitanya
mengalami kejang hebat.

Pemberian imunisasi DPT dapat mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis,


dan tetanus. Meski terjangkit pun, anak yang sudah mendapat imunisasi DPT akan
mengalami gejala yang lebih ringan daripada anak yang tidak diberikan imunisasi.

B. INDIKASI

Indikasi Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan
sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena
pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai
meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin
difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan
tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-
anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih
ringan.

C. KONTRAINDIKASI
Jangan menggunakan vaksin DPT jika mempunyai kondisi medis di bawah ini:

1. Riwayat alergi atau hipersensitivitas


2. Riwayat ensefalopati akibat vaksin pertusis dalam 7 hari terakhir
3. Riwayat kelainan neurologis progresif (epilepsi, spasme infantil)

Semua jenis imunisasi memang dapat menyebabkan efek samping, termasuk


imunisasi DPT. Namun, efek samping ini biasanya ringan dan tidak membahayakan,
seperti

1. bengkak dan rasa sakit pada area suntik,


2. demam ringan
3. serta penurunan nafsu makan.
4. Sakit kepala

Untuk meredakan rasa sakit pada area suntik, dapat mengompres area tersebut
dengan kain basah dan bisa memberikan obat penurun panas jika anak mengalami demam
setelah menjalani imunisasi. Selain itu, hindari memakaikan pakaian atau selimut yang
terlalu tebal pada anak setelah imunisasi, karena hal ini justru dapat memerangkap panas
di dalam tubuh dan membuat demam tidak kunjung turun.

Pada kasus yang sangat jarang terjadi, imunisasi DPT dapat menimbulkan reaksi
alergi berat pada anak, mulai dari demam tinggi, pembengkakan pada wajah atau
tenggorokan, kejang, hingga penurunan kesadaran. Jika anak mengalami efek samping
yang tidak kunjung reda atau reaksi alergi  setelah imunisasi DPT, segera bawa ke dokter
atau fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pertolongan.

D. SYARAT RESIPIEN

Pemberian DPT sebaiknya tidak dilewatkan. Sebelum memberikan imunisasi


DPT orangtua perlu mencari tahu informasi mengenai pemberian imunisasi dan efek
sampingnya pada anak. Jika Si Kecil sedang sakit, sebaiknya tunda pemberian imunisasi
sampai anak benar-benar pulih.

E. DOSIS
Berdasarkan jadwal imunisasi yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), imunisasi DPT primer diberikan sebanyak 3 kali dan imunisasi DPT tambahan
atau booster  sebanyak 2 kali.

Berikut ini adalah dosis dan jadwal pemberian imunisasi DPT pada anak:

1. Dosis 1–3 diberikan ketika anak berusia 2, 3, dan 4 bulan atau 2, 4, dan 6 bulan
dengan dosis sebanyak 0,5 ml setiap pemberian.
2. Dosis keempat atau booster pertama diberikan sebanyak 0,5 ml ketika anak
berusia 18 bulan.
3. Dosis kelima atau booster kedua sebanyak 0,5 ml diberikan saat anak berusia
5–7 tahun.
4. Dosis booster selanjutnya dapat diberikan pada anak saat ia berusia 10–18
tahun. Booster  vaksin tetanus dan difteri juga dapat diberikan lagi setiap 10
tahun sekali.

Jika anak sedang sakit, pemberian imunisasi DPT dapat ditunda hingga kondisinya
membaik. Anak perlu mendapatkan seluruh dosis imunisasi DPT yang sudah
ditentukan. Jika Anda tidak sengaja melewatkan salah satu dosis imunisasi, segera ke
fasilitas kesehatan terdekat untuk menerima dosis yang terlewat.

F. SEDIAAN

Vaksin difteri tersedia dalam bentuk injeksi dan kombinasi dengan vaksin


penyakit lainnya, seperti pertusis, tetanus, hepatitis B, Haemophilus influenzae tipe b
(Hib), ataupun poliomielitis (inactivated polio vaccine / IPV. 

G. CARA PENGGUNAAN

Cara penggunaan vaksin DPT ini adalah secara intramuskular. Intramuskular


maksudnya adalah disuntik langsung ke otot tubuh anak. Lokasi penyuntikan dilakukan
di bagian aspek anterolateral (bagian depan dan bagian samping) paha dan juga di otot
deltoid lengan atas (sekitar pundak dan lengan atas). Vaksin DPT akan disuntikkan ke
otot (intramuscular/IM). Pada bayi yang berusia 6 minggu hingga 1 tahun, penyuntikan
vaksin akan dilakukan ke otot paha, sedangkan pada anak yang berusia lebih dari 1
tahun, vaksin akan disuntikkan ke otot lengan atas.

Penyuntikan tidak boleh dilakukan di bagian otot gluteal (sekitar pantat dan paha
bagian belakang) dan juga tidak boleh dilakukan di bagian tubuh yang ada batang saraf
utamanya. Selama empat pemberian pertama vaksin DPT, penyuntikan di titik yang
sama tidak boleh dilakukan. Saat menyuntik juga harus hati-hati agar vaksin DPT tidak
masuk ke pembuluh darah.

H. CARA PEMBERIAN

Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan


diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara
memberiakan vaksin ini, sebagai berikut:

1. Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki
telanjang.
2. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
3.  Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk.
4.  Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat.
5.  Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam
otot.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio-9
https://hmkm.fkunud.com/imunisasi-dpt-difteri-pertusis-tetanus/
Kementerian Kesehatan, & Indonesia, R. (2015).
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Rencana Strategis Kementerian
KesehatanTahun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun.
https://doi.org/351.077 Ind r Satgas Imunisasi PP IDAI. 2011. Panduan Imunisasi Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Immunise, A. P. (2016). Difteri, tetanus, dan pertussis (batuk rejan). Pemerintah Victoria: 1
Treasury Place. Melbourne.

Anda mungkin juga menyukai