IMUNISASI (PD3I)
BAGI PETUGAS SURVEILANS DI KABUPATEN/KOTA
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) sesuai pedoman yang ada
Materi pokok dan sub materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
A. Jenis-jenis Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
B. Gambaran Klinis Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
C. Surveilans AFP dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi Lainnya Yang Memiliki
Komitmen Global
MATERI 1
6
Terdapat bermacam PD3I pada program imunisasi nasional:
• Difteri
• Pertusis
• Tetanus
• Tuberkulosis
• Campak
• Rubella
• Poliomielitis
• Hepatitis B
• Meningitis
• Pneumonia
• Japanese Encephalitis
• Human Papiloma Virus
• Dan PD3I lain yang tidak termasuk dalam program imunisasi nasional
seperti Tifoid, Influenza, Rotavirus, Mumps, Varicela, Hepatitis A, Rabies
• Pertusis
• Tetanus
Neonatorum
Tetanus Diare Rotavirus Japanese Ensefalitis Cervical Cancer
Gejala:
Cacat Kebanyakan tidak menunjukkan gejala dapat tetap menularkan virus polio kepada
Menetap orang lain.
Sekitar 25% dari mereka akan menunjukkan gejala penyakit ringan (demam, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan)
Kelumpuhan terjadi pada 1% dari mereka yang terinfeksi.
Kematian terjadi sekitar 5-10% dari mereka yang lumpuh.
Masa inkubasi:
5 – 35 hari
Pengobatan :
Rojudin, Campang
Way Handak, lumpuh
Tidak ada pengobatan spesifik untuk polio.
Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat suportif.
tgl 28-05-05
Foto 03-07-’05
Anak
diimunisasi
Terbentuk
imunitas mukosa,
anak terlindung
dari polio
Proses
perpindahan
VPV pada
tubuh anak-
anak yang
Virus vaksin unimmunized
disekresikan (VPV),
PHBS rendah dapat
beredar di lingkungan
Anak sakit
• Virus Polio Vaksin (VPV) dapat “mengimunisasi” secara tdk langsung Catatan:
kontak dekat anak Di tahun 2018, ditemukan cVDPV tipe 1 di
• Sangat jarang: bila bersirkulasi di wilayah dengan cakupan rendah Yahukimo, setelah dilakukan pemeriksaan sudah
dalam beberapa tahun, VPV masuk ke tubuh anak-anak yang tidak terjadi mutasi ±60 kali. Cakupan imunisasi juga
6
kebal (unimmunized), dapat bermutasi menjadi VDPV rendah untuk waktu yang lama
Progress Eradikasi Polio Global
Rencana Eradikasi Polio Global tahun 2026
Virus polio liar tipe 2 dan tipe 3 telah dinyatakan eradikasi pada tahun 2015 dan tahun 2019,
1
sehingga tipe 2 seharusnya sudah tidak ditemukan lagi.
2 Penemuan virus tipe 2 akan menjadi suatu temuan yang penting terutama di wilayah yang sudah tidak
menggunakan OPV tipe 2 dalam program imunisasinya dan memerlukan upaya respon cepat yang
menyeluruh.
Sampai 25 Oktober 2022, telah ditemukan 22 kasus virus polio liar tipe 1 yang berasal dari negara
3
endemik (Pakistan dan Afghanistan). Pada tahun 2022, juga ditemukan 7 kasus polio liar tipe 1 di
Mozambik (kasus terakhir pada 10 Agustus 2022) yang memiliki hubungan genetik dengan kasus di
Malawi di tahun 2021.
4 16 negara masih melaporkan kasus polio virus yang bermutasi/VDPV tipe 2: Kongo, Benin,
Yaman, Nigeria, CAR (Central African Republic), Ghana, Somalia, Niger, Chad, USA, Aljazair,
Mozambik, Togo, Ukraina, Senegal, Afrika Tengah.
1
6
2016 2017 2018 2022-2023 2026
2023
14 Maret 2023
kasus VDVP tipe 2
Purwakarta
1
7
UNTUK MENDUKUNG UPAYA ERADIKASI POLIO:
SETIAP DITEMUKAN KASUS AFP YAITU SETIAP ANAK YANG BERUSIA KURANG DARI 15 TAHUN YANG
MENGALAMI KELUMPUHAN MENDADAK DAN BERSIFAT LAYUH, SERTA BUKAN DISEBABKAN OLEH RUDAPAKSA
HARUS DILAPORKAN DAN DIAMBIL SPESIMEN SERUMNYA UNTUK DIPERIKSA LABORATORIUM
TANTANGAN
ERADIKASI POLIO DI INDONESIA
•Cakupan imuniasi polio (OPV dan IPV) rendah
•Masih adanya kasus2 polio di beberapa negara,
sehingga memungkinkan adanya risiko :
• Virus polio import dari negara lain yang masih
melaporkan kasus polio (Virus liar dan VDPV)
• VDPV (Vaccine Derived Polio Virus) di daerah
cakupan imunisasi rendah
Oleh sebab itu surveilans AFP harus KUAT
Definisi LUMPUH LAYUH MENDADAK atau
AFP (Acute Flaccid Paralysis)
• Semua anak UMUR kurang dari 15 THN
• LUMPUH yang sifatnya LEMAS/LAYUH
(flaccid)
• Terjadi MENDADAK dalam 1 – 14 HARI
• Bukan disebabkan trauma
21/03/2022 20
APAKAH KASUS AFP ITU ADALAH POLIO ?
Masa inkubasi:
7 – 18 hari, rata-rata 10 hari
PENULARAN MELALUI PERCIKAN LUDAH
KECIL SAAT BICARA, BATUK, BERSIN
MENULAR
Onset
-1 -2 -3 -4 ruam
1 2 3 4
MENULAR
MENULAR
ANTIVIRAL :
VITAMIN A DOSIS TINGGI :
tidak perlu 100.000 U, per oral (usia 6 bln-
ANTIBIOTIK : 1 thn)
TERAPI SUPORTIF:
bila ada infeksi 200.000 U, per oral (usia
istirahat, >1thn),
antipiretik, sekunder bakteri diulangi pada hari ke-2 dan jika
nutrisi dan hidrasi, gizi buruk / komplikasi mata
diulang 2 minggu kmd
simptomatik
RUBELLA
Penyebab: virus rubela dapat menembus plasenta dan
menginfeksi janin.
Penularan: melalui droplet (percikan ludah saat batuk, bersin,
bicara) atau melalui cairan hidung
Sangat menular pada 7 hari sebelum dan 7 hari sesudah
munculnya bintik-bintik (ruam) kemerahan
Gejala: demam ringan, bercak merah/ruam makulopapular,
disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening pada
belakang telinga / leher belakang.
Risiko tinggi jika menginfeksi ibu hamil trimester 1 : abortus, lahir Ruam
mati atau cacat berat bawaan (Congenital Rubella
Syndrome/CRS gangguan jantung, kebutaan, gangguan
pendengaran)
Masa inkubasi : 14 – 21 hari
Manifestasi Klinis
Gejala prodromal bervariasi sesuai umur,
Pada anak : ruam, coryza ringan, diare sebelum timbul ruam.
Arthralgia dan arthritis transien umum terjadi pada anak perempuan yang
sudah cukup besar.
CONGENITAL RUBELLA SYNDROME (CRS)
Bentuk kelainan pada CRS:
Kelainan jantung: Patent Ductus Arteriosus
(PDA), Defek Septum Atrial/Atrial Septal
Congenital Rubella Syndrome (CRS) Defect (ASD), Defek Septum
adalah suatu kumpulan gejala yang Ventrikel/Ventricular Septal Defect (VSD),
merupakan akibat infeksi virus rubela Stenosis Katup Pulmonal/Pulmonary Stenosis
(PS);
selama kehamilan. Kelainan pada mata: Katarak Kongenital,
Bila infeksi rubela terjadi pada masa awal Glaukoma Kongenital, Pigmentary
Retinopathy;
kehamilan akan menyebabkan abortus Kelainan pendengaran: Tuli Sensouri Neural/
atau lahir mati Sensouri Neural Hearing Loss (SNHL);
Kelainan pada sistim saraf pusat: retardasi
Apabila bayi tetap hidup akan terjadi cacat mental, mikrocephalia dan
berat (birth defect). meningoensefalitis;
Kelainan lain: purpura, splenomegali, ikterik
Risiko infeksi dan cacat congenital paling yang muncul dalam 24 jam setelah lahir,
besar terjadi selama trimester pertama radioluscent bone, serta gangguan
kehamilan pertumbuhan.
DEFINISI OPERASIONAL KASUS CRS
1. Suspek CRS : Bayi usia <12 bln dengan
minimal satu gejala klinis pada kelompok A
2. CRS klinis: Bayi usia < 12 bln dengan: Manifestasi klinis CRS
• Dua manifestasi klinis kelompok A; ATAU Kelompok A
• Satu manifestasi klinis kelompok A DAN satu manifestasi
klinis kelompok B • Gangguan pendengaran
Yang TIDAK dilakukan pemeriksaan LAB • Penyakit jantung kongenital
• Katarak kongenital ATAU Glaukoma
3. CRS Pasti : kongenital
Kasus suspek CRS dengan hasil pemeriksaan LAB salah satu
• Pigmentary retinopathy
diantara berikut:
• jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela (+) Kelompok B
• jika usia bayi 6 - <12 bulan: • Purpura
IgM dan IgG rubela (+); atau • Splenomegali
IgG dua kali pemeriksaan dengan selang waktu 1 bulan (+) • Microcephaly
• Retardasi mental
4. Bukan CRS (Discarded CRS) : • Meningoensefalitis
Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria CRS klinis dan tidak • Penyakit “Radiolucent bone”
• Ikterik yang muncul dalam waktu 24 jam setelah
memenuhi kriteria CRS pasti lahir
36
Pencegahan rubela dan CRS:
Imunisasi Campak-Rubela
1. Imunisasi Campak Rubela (MR 1) 9 bulan
2. Imunisasi Campak Rubela (MR 2) 18 bulan
KASUS DIFTERI
GEJALA KLINIS DIFTERI
Percikan
ludah
Kolonisasi
Terhirup di tenggorokan
dan memproduksi toksin
Miokarditis,
Toksin diserap dan masuk
neuritis
ke peredaran darah menyebar
ke otot jantung, ginjal,
syaraf perifer
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable Diseases, 1996d.
APAKAH DIFTERI DAPAT DISEMBUHKAN?
Komplikasi berat :
Radang paru, henti napas, kematian mendadak
Pengobatan:
Antibiotika
Pencegahan:
Imunisasi lengkap sesuai usia: DPT-HB-Hib
Penggunaan masker dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Pemberian antibiotika pada kontak erat kasus
TETANUS NEONATORUM
Penyebab : bakteri tetanus yang menghasilkan neurotoksin (tetanospasmin) neurotoksin
menyebabkan rasa sakit yang berat dan kejang pada otot dapat menyebabkan kematian
Gejala :
Pada anak dan orang dewasa gejala rahang terkunci (trismus atau lock jaw) umum terjadi diikuti
oleh kaku pada otot leher, otot perut atau otot punggung (opisthotonus), sulit menelan, kejang otot,
berkeringat dan panas badan.
Pada bayi (tetanus neonatorum) terdapat juga gejala berhenti menetek antara 3 sampai dengan 28
hari setelah lahir Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.
Komplikasi:
o Otot pernafasan terkena kesulitan bernafas KEMATIAN
o Pneumonia
o Tulang belakang dan tulang lainnya terpengaruh posturnya akibat otot spasmus &
kejang
o Kelainan saraf pada orang-orang yg bertahan hidup dari tetanus neonatorum
Cara penularan :
tidak menyebar langsung dari orang ke orang
masuk ke luka yang tak bersih, kuku yang kotor, luka
dalam akibat gigitan binatang, pemotongan tali pusat bayi
yang tidak steril, pisau, peralatan persalinan yang tidak
steril pada saat bayi lahir
Masa inkubasi :
sekitar 21 hari dan dapat juga sampai beberapa bulan
tergantung keadaan lukanya.
Pengobatan:
pemberian anti tetanus serum, antibiotik, perawatan luka dan
pengobatan suportif
Pencegahan:
Imunisasi Tetaus Toxoid ( DPT-HB-Hib, DT, Td)
Persalinan yang bersih dan steril tetap harus dilakukan walaupun ibu
hamil tersebut sudah mendapatkan imunisasi Td.
Pemotongan tali pusat secara steril
Orang yang sembuh dari tetanus tetap harus diberi imunisasi tidak
punya kekebalan dan dapat terinfeksi kembali
TUBERKULOSIS
• Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang
biasanya menyerang paru-paru. Namun bisa juga menyerang bagian tubuh yang
lain seperti tulang, sendi, dan otak.
• Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang melalui udara, pada saat penderita
batuk atau bersin. Tuberkulosis menular sangat cepat terutama pada orang-
orang yang hidup di daerah padat dan kumuh, akses terhadap pelayanan
kesehatan kurang, serta masyarakat yang kurang gizi.
• Waktu antara infeksi sampai timbul gejala klinis sekitar 4-12 minggu, dapat juga
infeksi berlangsung beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya
gejala klinis.
• Gejala klinis seorang penderita tuberkulosis antara lain badan lemah, berat
badan turun, demam dan keringat pada waktu malam.
• Pencegahan yang paling efektif adalah dengan dilakukan pemberian imunisasi
BCG (Bacillus – Calmette – Guerin) pada bayi usia 1 bulan, dapat mencegah
terjadinya meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis berat pada anak balita.
HEPATITIS B
Penyakit hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyerang hati.
Orang dewasa yang terinfeksi virus hepatitis B (HB) 90% akan sembuh
sempurna namun apabila virus hepatitis B menginfeksi bayi saat lahir atau
sebelum usia satu tahun maka 90% akan menjadi kronis.
Virus hepatitis B disebarkan melalui kontak langsung dengan darah atau
cairan tubuh yang mengandung hepatitis B dalam berbagai situasi seperti:
a. tertular dari ibunya saat proses melahirkan bayi;
b. penularan dari anak ke anak melalui luka kecil, karena teriris barang
tajam, gigitan, garukan;
c. penularan melalui hubungan seksual;
d. melalui suntikan dengan jarum terkontaminasi atau transfusi darah
yang berasal karier hepatitis B. Secara umum HepB, 50- 100 kali lebih
infeksius dibandingkan HIV.
HAEMOPHILUS INFLUENZAE TIPE B
• Haemophilus influenza adalah bakteri yang ditemukan di hidung dan tenggorokan anak. Hib
merupakan penyebab pneumonia akut, meningitis dan penyakit invasif lainnya, terutama
pada anak usia di bawah lima tahun.
• Hib ditularkan dari orang ke orang melalui percikan ludah yang dilepaskan pada saat batuk
atau bersin.
• Penyakit serius yang paling sering terjadi disebabkan oleh Hib adalah pneumonia dan
meningitis, meskipun Hib bukanlah satu- satunya penyebab.
• Gejala pneumonia seperti demam, menggigil, batuk, nafas cepat dan dada tertarik ke dalam
• Gejala meningitis seperti demam, nyeri kepala, sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk,
delirium dan kesadaran menurun.
PNEUMOKOKUS
• Penyebab : bakteri Streptococcus pneumoniae
• Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak. Pneumokokus juga
menyebabkan meningitis (infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang), bakteriemia
(infeksi aliran darah), otitis media, sinusitis dan konjungtivitis terutama pada baduta dan
lansia.
• Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi pneumokokus antara lain umur
(balita dan lansia lebih rentan), tidak mendapatkan imunisasi lengkap, tidak mendapatkan
ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan (misalnya asap rokok), berat badan
lahir rendah (BBLR), kepadatan penghuni rumah serta kurang ventilasi dalam rumah.
• Pneumokokus disebarkan dari orang ke orang melalui percikan ludah pada saat batuk,
bersin, atau kontak erat.
JAPANESE ENCEPHALITIS
• Japanese Encephalitis (JE) adalah infeksi pada jaringan otak yang disebabkan oleh virus.
• Virus JE disebarkan melalui gigitan nyamuk. Biasanya virus JE menginfeksi burung dan
binatang peliharaan lainnya terutama burung dan babi yang bertindak sebagai reservoir.
Seseorang akan tertular apabila nyamuk telah menggigit binatang yang terinfeksi kemudian
menggigit orang tersebut.
• Infeksi JE pada umumnya bergejala ringan bahkan tanpa gejala sama sekali. Secara umum
hanya satu orang dari 250 orang yang terinfeksi JE akan menunjukkan gejala, pada 4-14
hari setelah terinfeksi.
• Gejalanya seperti influenza, demam, menggigil, nyeri kepala, mual dan muntah.
• Pada anak nyeri perut terjadi pada saat awal infeksi. Tanda berupa bingung dan koma
timbul 3-4 hari kemudian. Penderita pada anak sering disertai kejang.
HUMAN PAPILLOMA VIRUS
• Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang ditularkan melalui hubungan seksual dan
dapat menyebabkan condyloma dan kanker.
• HPV dapat menyebabkan kanker pada anus, alat kelamin bagian luar, kanker mulut pada laki-
laki dan perempuan. Sedangkan pada perempuan 99% kanker serviks disebabkan oleh HPV.
• Kanker serviks adalah penyebab utama kematian pada perempuan dewasa di negara
berkembang. Merupakan jenis kanker nomor dua pada umumnya pada perempuan di seluruh
dunia. Hampir 85% kematian karena kanker serviks terjadi di negara berkembang.
• HPV menyebar dengan sangat mudah melalui kontak kulit. Hampir semua orang yang aktif
secara seksual telah pernah terinfeksi, pada umumnya sudah terjadi saat awal kehidupan
seksual mereka.
MATERI 3
1 2 3 4 5
Eliminasi Eliminasi
Eradikasi Pengendalian Pengendalian
Campak- Tetanus
Polio Difteri Pertusis
Rubela / CRS Neonatorum
• 2014 SEARO • 2023 Indonesia • 2015 Tetanus Target Nasional Target Nasional
bebas polio eliminasi Campak Neonatorum Indonesia Indonesia
(Indonesia) dan Rubela / CRS eliminasi di seluruh
region
• 2026 Eradikasi • 2023 SEARO
Polio eliminasi Campak • Indonesia
dan Rubela / CRS mempertahankan
status Eliminasi
TN
57
SURVEILANS DAN INDIKATOR PENCEGAHAN PD3I
Polio dan Campak-Rubela
- Tidak ada lagi kasus polio - Non Polio AFP rate ≥ 2 per 100.000 penduduk usia <15
- Tidak ada transmisi virus Surveilans AFP adekuat setiap tahun
polio liar tahun - Persentase Spesimen Adekuat minimal 80%
- Tidak ada transmisi VDPV
Eliminasi Campak
Catatan:
VDPV = virus polio vaksin yang bermutasi
AFP = Acute Flaccid Paralysis
Non Polio AFP rate = Proporsi penemuan kasus AFP yang dibuktikan bukan karena polio 58
KEBIJAKAN SURVEILANS AFP DAN SURVEILANS CAMPAK-RUBELA/CRS
AFP CAMPAK-RUBELA/CRS
Penelusuran kontak erat dan pemberian Profilaksis Penelusuran kontak erat dan pemberian Profilaksis
Pemeriksaan spesimen di laboratorium provinsi / RS / B- Jejaring lab. pertusis melalui surveilans labkesmas
BTKLPP / Nasional
60
MEMPERTAHANKAN ELIMINASI TETANUS MATERNAL & NEONATAL
(TMN)
Persalinan & perawatan tali pusat Persalinan & perawatan tali pusat
yg bersih dan aman yg bersih dan aman
61
URAIAN MATERI
1. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Ditjen P2P Kemenkes RI: Jakarta.
2. Pedoman Surveilans Congenital Rubella Syndrome (CRS). Subdit Surveilans, Direktorat
Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen P2P, 2019
3. Pedoman Surveilans dan Penanggulangan Difteri. Subdit Surveilans, Direktorat Surveilans dan
Karantina Kesehatan, Ditjen P2P, 2019
4. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Ditjen P2P Kemenkes RI: Jakarta.
5. World Health Organization. 2017. Imunization in Practice : A Practical Guide for Health Staff --
2004 Update. World Health Organization : Geneva, Switzerland.
6. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Disease CDC, 6 th edition, 2000
7. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2017. Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi Measles
Rubella (MR), Indonesia.
8. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2017. Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi Japanese
Encephalitis, Indonesia.
9. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2019. Pedoman Surveilans Campak- Rubela, Indonesia.
10. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2019. Pedoman Surveilans Congenital Rubella Syndrome
(CRS), Indonesia.
11. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2019. Pedoman Surveilans dan Penanggulangan Difteri,
Indonesia.
12. Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan. 2019. Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP),
Indonesia.