Anda di halaman 1dari 9

VAKSIN POLIO

Secara umum imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memeberikan
kekebalan (imunisasi)pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Imunisasi polio
adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio
adalah suatu penyakit radang yang menyerang syaraf yang menyebabkan nyeri otot dan
kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan
kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan
kematian. Penularan penyakit polio ini melalui tinja orang yang terinfeksi, percikan ludah
penderita, ataupun makanan dan minuman yang dicemari.

1. Jenis Vaksin Polio


 Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau Inactived
Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV dihasilkan dengan cara membiakkan
virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan
atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat
menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel
VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.

Gambar 1. Vaksin IPV

1
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan polimiksin. IPV
harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan
cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2
bulan.

Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan


OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai
daya tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV.

 Oral Polio Vaccine (OPV)

Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di
Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini
terbuat dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma
Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin
yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan
ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1,
tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih
dari 10 mcg.

Gambar 2. OPV sediaan vial

2
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di usus dan
memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang
mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu
tidak berpengaruh pada respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda karena
hal ini. Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis
berikutnya akan memberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru
lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh
pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang
beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan).
Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu
kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang diberikan
bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio

Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat
meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan
meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke dalam mulut anak. Imunisasi ini jangan
diberika pada anak yang sedang diare berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa
kejang.

· Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1
(brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon).yang dilemahkan, dibuat dalam biakkan sel-vero
: asam amino, antibiotic, calf serum dalam magnesium clorida, dan fenol merah.

-Vaksin yang berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.

-Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)

·Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu

3
-Penyimpana pada suhu 2-8ºC

2. Tujuan Imunisasi Polio

Imunisasi polio digunakan untuk untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimielitis atau penyakit polio yang biasanya disebabkan oleh virus polio, yang terbagi menjadi
tiga tipe yaitu tipe P1, P2 dan P3.

3. Strategi Eradikasi Polio dengan Perubahan Jenis Vaksin Polio

Berdasarkan data statistic, imunisasi merupakan upaya pencegahan yang terbukti sangat
cost ef-fective. Banyak kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, dengan salah satu berupa imunisasi polio. Eradikasi polio secara
global akan memberi keuntungan secara finansial. Berdasarkan studi, biaya jangka pendek yang
dikeluarkan untuk mencapai tujuan eradikasi tidak akan seberapa dibanding dengan keuntungan
yang akan didapat dalam jangka panjang, seperti terhindarnya anak-anak yang menjadi cacat
karena polio.

Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas polio bersama dengan negara anggota
WHO di South East Asia Region. Namun keberhasilan tersebut masih menyisakan pekerjaan
rumah yang harus segera diselesaikan. Diantaranya, berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan
oleh WHO tahun 2011 sampai 2014, Indonesia dinyatakan berisiko tinggi terhadap importasi
virus polio dan Komite Penasehat Ahli Imunisasi (ITAGI) merekomendasikan Indonesia untuk
melaksanakan kegiatan PIN Polio.

Berdasarkan kondisi diatas, saat ini Indonesia serius melakukan gerakan eradikasi penyakit
polio. Pada bulan Mei 2012, World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan bahwa eradikasi
polio adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu disusun suatu strategi
menuju eradikasi polio (Polio Endgame Strategy).

Target eradikasi polio dunia sendiri merupakan salah satu komitmen global yang harus dicapai
pada tahun 2018. Salah satu kesepakatan global dalam rangka mencapai tujuan eradikasi polio,
berupa pelaksanaan Strategi Eradikasi Polio (Polio Endgame Strategy) yang terdiri dari beberapa
rangkaian kegiatan berikut:

4
a. Pelaksanaan penguatan herd imunity dan intensifikasi rutin imunisasi dengan sweeping
dan backlog fighting,
b. Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada Maret 2016,
c. Penggantian vaksin polio tetes trivalent (tOPV) menjadi vaksin polio tetes bivalen
(bOPV) pada April 2016
d. Sosialisasi pelaksanaan vaksin polio suntik (IPV) ke dalam imunisasi rutin bayi pada Juli
2016.

Dalam rangka persiapan untuk penggantian seluruh OPV, WHO dalam position
papernya bulan Januari 2014 (Weekly Epidemiological Record, 28 Febuari 2014)
merekomendasikan bahwa semua negara yang menggunakan OPV mulai memperkuat system
imunisasi dan introduksi IPV (inactivated Polio Vaccine) setidaknya satu dosis ke dalam
program rutin pada akhir tahun 2015. Hal ini dikarenakan penggantian tOPV menjadi bOPV
sangat penting.

Terkait dengan strategi Penggantian vaksin polio tetes trivalent (tOPV) menjadi vaksin
polio tetes bivalen (bOPV), penting untuk kita ketahui, tOPV mengandung tiga serotipe (1,2,3)
dan penggunaannya telah berhasil mengeradikasi virus polio tipe 2 dimana kasus terakhir
dilaporkan tahun 1999. Saat ini lebih dari 90% kasus cVDPV dan diperkirakan 40% kasus
VAPP berkaitan dengan tipe2 sebagai komponen dari tOPV.

Pemberian minimal satu dosis IPV akan mengurangi risiko VAPP dan cVDPV. OPV
akan diganti secara bertahap, dimulai dengan menghilangkan serotipe 2 dari tOPV menjadi
bOPV yang hanya mengandung sero tipe 1 dan 3 sehingga bisa terus melindungi transmisi virus
polio liar tipe 1 dan 3. Penggunaan OPV harus dihentikan ketika semua virus polio liar sudah
dieradikasi.

Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio dilaksanakan diantaranya dengan pertimbangan


bahwa masih banyak ditemukan cluster dengan banyak sasaran imunisasi tidak lengkap atau
tidak ditemukan catatan status imunisasi polionya.

5
4. Kapan Imunisasi Polio Di Berikan?

- Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan
saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)

-Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1, yaitu pada umur lebih dari 6 minggu

-Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2, yaitu pada umur 16 minggu

-Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3, yaitu pada umur 6 bulan

-Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4, yaitu pada umur 18 bulan

-Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5, yaitu pada umur 5 tahun.

5. Kapan Imunisasi Polio Tidak Diberikan ?


a. Keadaan kekebalan tubuh yang rendah atau tinggal serumah dengan pasien yang
memiliki kekebalanm tubuh yang rendah misalnya : penyakit steroid, kanker dan
kemoterapi.
b. Muntah atau diare berat pemberian faksin di tunda
c. Inveksi HIV atau kontak langsung dengan HIV serumah
d. Ada alergi terhadap neomisin, streptomisin, polimiksin-B
e. Demam > 38,5 C pemeberian vaksin di tunda

6. Teknik Pemberian

Pemberian imunisasi polio bisa dilakukan dengan cara menyuntikannya atau dengan cara
meneteskan vaksin polio ke dalam mulut, mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Untuk saat
ini cara yang paling banyak digunakan adalah dengan cara tetes ke mulut.

Selain lebih murah dan mudah, cara ini juga merupakan cara yang paling mendekati rute
penyakit polio di dalam tubuh. Di Indonesia vaksin yang digunakan dalam imunisasi polio
biasanya berupa vaksin sabin.

6
7. Pemakaian Vaksin Polio

a. Vaksin yang akan dipakai dalam kondisi baik (label masih ada, tidak terendam air, disimpan
dalam suhu 2-8 oC), belum kadaluarsa dan VVM dalam kondisi A atau B.

b. Buka penutup vial vaksin, kemudian pasangkan penetes vaksin. Gunakan satu penetes untuk
satu vial vaksin. Tidak diperkenankan membuka vial vaksin baru sebelum vaksin yang sedang
digunakan habis terpakai.

c. Sasaran imunisasi polio adalah balita usia 0 – 59 bulan tanpa melihat status imunisasi.

d. Dosis pemberian adalah 2 tetes secara oral.

8. Pemeliharaan Vaksin Polio

a. Vaksin Polio adalah vaksin sensitif panas. Oleh karena itu di Pos pelayanan vaksin harus
tetap disimpan pada suhu 2-80C, dengan menggunakan vaccine carrier yang berisi minimal
2-4 buah cool pack (tergantung pada jenis vaccine carrier yang digunakan)

b. Vaccine carrier jangan terpapar sinar matahari langsung.

c. Vaksin yang sudah dipakai ditempatkan pada spons atau busa penutup vaccine carrier,
sedangkan vaksin yang belum dipakai tetap disimpan di dalam vaccine carrier.

d. Selalu perhatikan kondisi VVM setiap akan menggunakan vaksin. Vaksin yang bisa
digunakan adalah kondisi VVM A atau B.

7
Gambar 3. Status VVM Pada Vaksin Polio Oral

Vaksin yang belum terbuka diberi tanda dan dibawa kembali ke Puskesmas untuk
disimpan di dalam lemari es pada suhu 2 s/d 8 oC. Vaksin tersebut didahulukan
penggunaannya pada pelayanan berikutnya. Vaksin yang sudah dibuka dan masih tersisa
di akhir sesi pelayanan (di fasilitas pelayanan luar gedung) tidak boleh digunakan lagi.

9. Perhatian Khusus

Vaksin polio sangat aman diberikan, walaupun demikian terdapat beberapa kontra indikasi
pemberian vaksin polio oral, yaitu:
a. Infeksi HIV atau kontak HIV serumah. Pasien dengan HIV dapat diberikan imunisasi
dengan mikroorganisme yang inaktif

b. Immunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, sedang mendapatkan terapi


immuno supresan jangka panjang).

c. Balita yang tinggal serumah dengan penderita imunodefisiensi dianjurkan untuk


diberikan Inactivated Polio Vaccine (IPV)

8
d. Anak yang menderita diare dan demam, pemberian imunisasi polio ditunda sampai anak
tersebut sembuh

e. Bagi anak-anak dengan imunokompromais (rawat jalan maupun rawat inap di rumah
sakit) serta bagi balita yang tinggal serumah dengan pasien terse-but agar diberikan
Inactivated Polio Vaccine (IPV) di rumah sakit
f. Bayi dengan berat badan lahir rendah (≤ 2000 gram) pemberian imunisasi polio ditunda
sampai berat badan lebih dari 2000 gram atau usia lebih dari 2 bulan (dengan kondisi
klinis stabil)

Imunisasi tetap boleh diberikan pada sasaran dengan kondisi:


1. Malnutrisi

2. Sedang dalam terapi antibiotik

3. Sedang mendapat ASI

Anda mungkin juga menyukai