Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta pertjalanan
penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya
berdasarkan penemuan klinis pada inspeksi dan frekuensi pernapasan.1 Risiko
terbesardarikematian akibat pneumonia dimasa anak-anak ialah pada masa neonatal.
Setidaknya sepertiga dari 10,8 juta kematian pada anak-anak di seluruh dunia terjadi pada 28
hari kehidupan, dengan proporsi yang besar diakbiatkan oleh pneumonia. Diperkirakan
bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750.000 dan 1,2 juta kematian neonatal
pertahun, terhitung 10% kematian anak secara global. Dari semua kematian neonatal, 96%
terjadi di Negara berkembang.2
Kongenital dan neonatal pneumonia sering sulit untuk di identifikasi dan diobati,
Manifestasi klinis sering tidak spesifik, temuan. Laboratorium juga memiliki nilai yang
terbatas, dengan upaya untuk mengidentifikasi mikroba tertentu sering tidak berhasil karena
kesulitan dalam pengambilan sampel yang berasal dari intrapulmonal tanpa kontaminasi.
Bukti dari hasil pemeriksaan radiologi dapat di akibatkan non infkesi seperti aspirasi
mekonium. Kebanyakan sistem pertahanan paru-paru pada janin dan neonatal terganggu,
termasuk barier non-spesifik seperti glottis dan pita suara, escalator cilary, fagosit saluran
napas, sekresi antibodi, jaringan limfoid mukosa, antimikroba protein dan opsonin.2
Proporsi gangguan pernapasan pada neonatal yang disebabkan oleh pneumonia akan
tergantung pada sumber populasi (rumah sakit tersier, rumah sakit kabupaten, atau
komunitas), tahap dalam periode perinatal, usia kehamilan bayi dan ketersediaan fasilitas
intensive care unit. Dari 150 neonatus dengan gangguan pernapasan di rumah sakit di India,
sebanyak 103 (68.7%) didiagnosis pneumonia. Berbeda dengan kasus di sebuah rumah sakit
pendidikan di Brasil, sebanyak 318 bayi mengalami gangguan pernapasan dalam 4 hari
pertama kehidupan, sebanyak 31 (9,7%) didapatkan infeksi memlalui pemeriksaan kultur
bakteri dan dengan hasil radiografi dengan tanda pneumonia didapatkan sebanyak
62(19,5%).3
Kompetensi dokter umum untuk kasus bronkopneumonia adalah tingkat kemampuan
4 A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Pemahaman mengenai kasus bronkopneumonia
sangat dibutuhkan untuk mengenali gejala dan tanda awal, serta memberikan tatalaksana

1
yang tepat dan mencegah komplikasi akibat keterlambatan penatalaksanaan
bronkopneumonia.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : By. Indriana
Tgl Lahir : 8 Desember 2017 / 2 hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Berat Badan Lahir : 3150 gr
Panjang Badan Lahir : 49 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Dada : 31 cm
Agama : Islam
No. RM : 54.78.15

Nama Ayah : Budi Arta


Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Indriana
Usia : 22 tahun
Alamat : Jln. Dwikora 3, Palembang

2.2. Allownamnesis (8 Desember 2017)


Keluhan Utama : menangis lemah
Keluhan Tambahan : sesak napas, merintih

Riwayat Perjalanan Penyakit


Bayi laki-laki, lahir di ruang OK RSUD Palembang Bari secara sectio caesarea,
ditolong oleh dokter spesialis kebidanan, dari ibu G2P1A0 aterm. Saat lahir langsung

2
menangis, APGAR 8/9, riwayat ibu demam saat perinatal tidak ada, riwayat ketuban
pecah sebelum waktunya (-), riwayat ketuban hijau(-), ketuban bau (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Anak pertama dari orang tua pasin memiliki keluhan yang sama.
Riwayat penyakit jantung bawaan dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan
GPA : G2P1A0
Periksa Kehamilan : 4 kali
Riwayat ibu demam : (-)
Riwayat ibu hipertensi : (-)
Riwayat ibu anemia : (-)
Riwayat ibu asma : (+)
Minum alkohol : (-)
Merokok : (-)
Makanan obat-obatan tertentu : (-)

Riwayat Persalinan
Presentasi : kepala
Cara persalinan : sectio caesarea
KPSW : (-)
Riwayat demam saat persalinan : (-)
Riwayat ketban kental, hijau, bau : (-)

Kondisi Bayi Saat Lahir


Jenis kelamin : lak-laki
Kelahiran : tunggal
Kondisi saat lahir : langung menangis, menangis lemah
Berat badan lahir : 3150 gr
Panjang badan : 49 cm

2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum (8 Desember 2017)
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 3150 gr
Panjang badan : 49 cm
Aktivitas : gerak hipoaktif
Reflek hisap : lemah
Reflek tangis : lemah
Anemis : negatif
Sianosis : negatif
Dispneu : negatif
Ikterik : negatif
Nadi : 155 x/menit

3
Pernapasan : 66 x/menit
Suhu : 36,8o C
SpO2 : 90%

Keadaan Spesifik
Kepala : normocepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sekret (-/-),sklera ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (+)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor : BJ I/II (+) normal, bunyi jantung tambahan (-)
Pulmo : nafas vesikuler, whezzing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Genital : laki-laki, testis turun
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3detik, sianosis

2.4. Pemeriksaan Penunjang


- Rencana pemeriksaan laboratorium: darah rutin, LED, CRP, GDS.
- Rencana pemeriksaan Ro thorax

2.5. Diagnosis Seentara


Neonatus : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Ibu : G2P1A0
Lahir : sectio caesarea
Anak : RDS e.c susp Bronkopneumonia DD/ PJB

2.6. Diagnosis Banding


NCB-SMK + RDS ec susp Bronkopneumonia
NCB-SMK + RDS ec susp PJB
NCB-SMK + RDS ec susp TTN

2.7. Diagnosis Kerja


NCB-SMK + RDS ec susp Bronkopneumonia

2.8. Tatalaksana
Non-Farmakologis:
- Rawat di ruang NICU

Farmakologis:
- Konsul dr. Ridhayani, Sp. A
- CPAP F1O2 mulai 30% Peep mulai 7 target SpO2 88-92%
- IVFD D10% 500 cc + Ca Glukosa 10% 40 cc = 180 cc/24 jam = 8 cc/jam
- Stop oral
- Injeksi Ampicilin 3x80 mg
- Injeksi Gentamisin 3x8 mg
- Cek darah rutin, LED, CRP, golongan darah, BSS, AGD
- Rontgen thoraks AP

2.9. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
4
Ad fungsional : dubia ad malam

2.10. Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan

9 Desember 2017 S : merintih P : kebutuhan cairan 189


(07.00) O : KU : sakit sedang cc/24 jam
HR 160x/m, RR 67x/m, T 36,8oC, - Aminofusin 1gr/kgBB
SpO2 90%  64 cc/24 jam = 2,6
Aktivitas : kuat cc/jam
Tangis : kuat - IVFD D10% 500cc +
Hisap : kuat Ca Glukonas 10% 40 
Anemis : negatif 125 cc/24 jam = 5
Sianosis : negatif cc/jam
Dispnue : negatif - Inj. Ampicilin 3x80 mg
Ikterik : negatif (1)
- Kepala : normocepali, NCH (-/-) - Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Thoraks : simetris, retraksi dinding - CPAP F1O2 40% Peep 7
dada (+ ) substernal minimal target 88-92%
 Cor: BJ I/II (+) N, mur (-), gal (-) - Pasang intubasi 1 venti
 Pulmo: vesikuler (+) N, wh(-), - Ro thoraks belum
ron (-) diexpertise
- Abdomen : datar, lemas, BU (+) N - Pasang ETT
- Ekstremitas : akral hangat, CRT <3” - Periksa Echocardiografi
Hasil darah rutin:
Hb 16 g/dl, trombosit 335.00/ul,
leukosit 20.400, LED 4 mm/jam,
hematokrit 49%, diffcount
0/1/2/65/26/6, CRP ngatif, CRP
kuantitatif <5, BSS 75
A : NCB-SMK + RDS ec susp
Bronkopneumonia

9 Desember 2017 S : saturasi oksigen turun mencapai 59% P : Ventilasi Tekanan


(17.00) O : KU : lemah Positif target SpO2 88-92%
o
HR. 170x/m, RR. 68 x/m, T. 36,7 C,
SpO2 59%
A : RDS ec susp. BP DD/ PJB

9 Desember 2017 S : apneu P : Bagging neopuff target


(21.00) O : HR 170x/m, RR -, SpO2 - SpO2 88-92%
A : Apneu

10 Desember 2017 S : saturasi oksigen turun mencapai 25% P : Bagging neopuff + VTP
(14.00) O : KU : lemah
HR 130x/m, SpO2 25%

10 Desember 2017 Pasien meninggal -


5
(16.30)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1. Definisi
Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau
sistemik pada parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar
dan perfusi sering terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan
dapat mengubah pertukaran gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan
dan organ dan berkontribusi terhadap kualitas hidup seseorang.2
Pada neonatus,agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini
seringdiperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan
lahir,tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Tanda-tanda
klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat non-spesifik. Kegagalan untuk
mengobati pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkankematian, karena itu semua
neonatus menunjukkan tanda-tanda distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi
yang jelas harus dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.3
Neonatus dengan gangguan pernapasan seperti salah satu dari gejala berikut
seperti; takipneu, bising, sulit bernapas, retraksi dinding dada, batuk, grunting
(mendengus) yang memiliki hasil kultur darah positifatau dua atau lebih hal berikut:4

6
a. Faktor predisposisi, Ibu demam (>38˚C), air ketuban berbau, air ketuban pecah
(>24 jam)
b. Gejala klinis sepsis, seperti; malas makan, lethargy, refleks yang buruk,
hipotermia atau hipertermia, dan distensi abdomen
c. Radiograf sugestif pneumonia (nodular atau infiltrate patchy kasar, difus atau
granularity, air bronchogram, lobar atau konsolidasi segmental), perubahan
radiologi tidak kembali dalam waktu 48 jam
d. Layar sepsis Positif (salah satu dari berikut); Band >20% dari leukosit, hitung
leukosit dari kisaran referensi, peningkatan protein C reaktif, peningkatan
sedimentasi eritrosit

3. 2. Epidemiologi
Infeksi saluran pernapasan bawah pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai
bawaan dan infeksi patogen yang didapat. Kongenital pneumonia biasanya bagian dari
infeksi transplasenta, sedangkan pneumonia neonatal dapat berkembang dari intrauterin
atau setelah proses melahirkan. Pneumonia neonatal dapat diklasifikasikan berdasarkan
onset awal dan akhir. Pada onset awal secara umumadalahpresentasi klinis dalam 48
jam pertama sampai dengan 1minggu kehidupan, sedangkan onset akhir neonatal
pneumonia terjadi pada 3 minggu berikutnya.2
Intrauterine pneumonia merupakan subkelompok onset awal neonatal pneumonia
dan memiliki hasil yang buruk seperti bayi meninggal setelah lahir. Apgar skor rendah
atau distress pernapasan dan biasanya berhubungan dengan chorioamnionitis ibu. Dari
hasil aspirasi cairan ketuban dalam rahium ibu didapatkan cairan ketuban
terinfeksi,atau selama kelahiran neonatus terkena infeksi.2
Studi otopsi neonatal telah menunjukkan bahwa infeksi intrauterindan onset awal
pneumonia terjadi pada 10-38% dari bayi yang lahir meninggal dan 20-63% dari bayi
lahir hidup yang kemudian meninggal. Penyelidikan awal terhadap penyebab kematian
bayi di 48 jam pertama kehidupan ditemukan pneumonia dalam 20-38% kasus,dengan
insiden tertinggi pada kelompok social ekonomi rendah. Berat lahir dan onset usia
sangat menentukan risiko kematian akbiat pneumonia. tingkat kasus kematian yang
lebih tinggi untuk bayi berat badan lahir rendah, infkesi intrauterine dan onset awal
pneumonia. Epidemiologi dari postpartum terutama pada onset akhirpada umumnya
cenderungterkait dengan infeksi nosokomial, seperti bakteri pathogen yang berasal dari
chorioamniotitis atau intervensi medis.2

7
3. 3. Etiologi
Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur.
neonatus sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum
didapatkan ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan
penularan yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan
pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur
prasekolah, virus dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan
pneumonia, sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasmapneumoniae,
Haemophilus influenzaetipe B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus, dan
Moraxellacatarrhalis.5
Pneumoniadapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis
yang disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat
menyebabkan pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan
mikobakteri. Usia pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap
agen patogen, dan riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang
mengarahkan kepada agen yang menginfeksi.6
Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit
dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen
patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena
Streptococcus pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal pneumoniae seperti
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing
14% dan9%, Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat
memiliki penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multi variabel
menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4°C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi
pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri.6
Pada bayi baru lahir(usia 0-30hari), beberapa organisme bertanggung jawab
terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi
sepsis neonatorum dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genito
urinary ibu dan flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan
infeksi pada neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes,
atau gram negatif batang (misalnya, Escherichiacoli, Klebsiella pneumoniae)
merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di
dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pasca
kelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.6
8
Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan
pada tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam
mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E.
coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau
kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae
(NTHI), Basil Gram negative, enterococci, dan Staphylococcus aureus.6
Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan kejanin dalam
rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi
kongenital kronis, seperti CMV, Treponemapallidum (penyebab pneumoniaalba),
Toxoplasmagondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama
kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain.6
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada
pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua.Virus yang paling sering
terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu
penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur
diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat
rentan untuk mendapatkan infeksi.6

Tabel 1.Penyebab dari Community-Acquired Pneumonia (CAP) berdasarkan


kelompok usia7

Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang


Lahir-20 hari Bacteria Escherichia coli Bacteria Anaerobic
organisms

Group B streptococci Group D streptococci


Listeria monocytogenes Haemophilus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Viruses Cytomegalovirus

Herpes simplex virus

3 mgg - 3 bln Bacteria Bacteria

9
Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
S. pneumonia H. influenzae type B and
nontypeable
Viruses Adenovirus Moraxella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus U. urealyticum
1,2,and 3
Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus

4 Bln – 5 Thn Chlamydia pneumoniae Bacteria H. influenzae type


B
Mycoplasma pneumoniae M. catarrhalis
S. pneumonia Mycobacterium
tuberculosis
Viruses Adenovirus Neisseria meningitis

Influenza virus S. aureus


Parainfluenza virus Virus Varicella-zoster virus

Rhinovirus
Respiratory syncytial virus

10
3. 4. Patogenesis
Infeksi dapat terjadi intrauterine yang disebabkan cairam amnion yang telah
terinfeksi atau terjadi korioamnionitis atau pada saat persalinan atau setelah beberapa
hari setelah bayi lahir dengan sumber infeksi dari lingkungan.17

3. 5. Manifestasi Klinis
Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir,
dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi
dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan
bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak
hampir sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik
rejimen yang sama. Takipneu merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam
60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-
56%), ketidak mampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%),dan batuk (30-
84%).3
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan,
letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa
bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus/merintih), tachypnea,
retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan
ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan
infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi,
perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru
atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea,
takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan
kolaps sirkulasi.8
3. 6. Diagnosis
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan sesak napas, takipnu, dan biru,
retraksi, ekspirasi grunting, pada auskultasi bunyi napas vesikuler meningkat dapat
terdengar ronki basah halus nyaring, segera dilakukan pemeriksaan foto thoraks.17
Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan
pencitraan dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis
pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal
kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau
perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax
konvensional tetap menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress

11
pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi
supine dan dalam proyeksi anteroposterior.9
Pada pneumonia didapatkan perbercakan dengan pola garis di perihilar yang
dapat menyerupai TTN, Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B
dapat menyerupai HMD dengan penurunan volume paru.Bayi aterm dengan gambaran
HMD harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada
25% kasus.10

Gambar 1. Neonatal pneumonia.Bercak konsolidasi diseuluruh kedua lapangan paru3

Gambar 2. Pada kebanyakan kasus pneumonia, perbercakan asimetris dan hiperaerasi dapat
terlihat.10

12
Gambar 3. Perbercakan retikulogranular seperti pada HMD dapat terlihat, terutama pada
pneumonia akibat S.pneumoniae grup B.10

Gambar 4. Konsolidasi pada lobus superior kiri paru akibat S. pneumonia.9

Gambar 5.Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B11

13
Gambar 6.Pneumonia aspirasi. Tampak granular kasar dengan aerasi tidak teratur dari aspirasi
bahan yang terkandung dalam cairan ketuban, seperti verniks kaseosa, sel-sel epitel, dan
mekonium.7

Gambar 7. Pneumotoraks sisi kiri, merupakan komplikasi dari pneumonianeonatal9

14
Gambar 8.Pneumonia pada paru kiri lobus atas10

Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas,


Banyak hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal.
Ada beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai
tanda “ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak
spesifik ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat
memberikan gambaran serupa.7
Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi
antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru
terlibat. Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama paru kanan
menunjukkan aspirasi postnatal.7
Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas
parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi.Tanda air
bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak
spesifik dan mungkin berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles
terkait dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia.7
Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi
dengan parau-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah
densitas alveolar bilateral (77%).Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang
luas, perubahan densitas alveolar dengan air bronchograms yang banyak.Kehadiran
efusi pleura pada penyakit membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama
1-2 hari merupakan tanda yang sangat membantu membantu dalam diagnosis
pneumonia neonatal. Perubahan radiografi yang didapat dapat membantu dalam
diagnosis pneumonia neonatal, terutama jika informasi ini berkorelasi dengan
gambaran klinis.7
CT scan dapat membantu meningkirkan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh
darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.

15
Gambar 9.CT scan axial menggambarkan bayanngan udararuang yang luas pada
kedua paru dan konsolidasi pada basal paruyang berhubungan dengan air
bronchogram yang berasal dari pneumonianeonatal.6

Ultrasonography merupakan pemeriksaan radiografi yang berguna dalam keadaan


tertentu.Ultrasonography sangat berguna untuk mengidentifikasi dan melokalisasi
cairan dalam ruang pleura dan perikardial.Ultrasonography merupkana teknik
noninvasif yang cocok untuk neonatus.Ultrasonography memiliki sensitivitas yang
tinggi dalam mendeteksi efusi pleura dan mendeteksi konsolidasi di basis paru-paru.
Tidak ada radiasi yang terlibat dan prosedur dapat diulang berkali-kali.7

3. 7. Differensial Diagnosis
Diagnosis differensial dari patologi paru berdasarkan volume dan densitas paru.12

Table 2.Diagnosis banding berdasarkan densitas paru.

16
Gambar 10.Foto thorax normal anak usia 2 hari12

Pemeriksaan foto thorax pada gambar 11 a dan b yang mengalami aspirasi


pneumonia didapatka gambaran:
a. Tampak corakan kasar, globular, glabulated pada seluruh lapangan paru. Volume
paru meningkat.
b. Hyperexpansiondan corakan kasar diseluruh lapangan paru.

A B

17
Gambar 11.Aspirasi Meconium12

Pemeriksaan foto thorax pada gambar 12 a dan b yang mengalami Transient


tachypnea of the newborndidapatkan gambaran:

a. Bayi baru lahir dengan section tampak bayangan “strand-like”yang luas pada bagian
hilus pada kedua paru. Volume paru meningkat.
b. Tampak cairan pada fissure mayor

A B

Gambar 12.Transient tachypnea of the newborn.

Pemeriksaan foto thorax pada gambar 13 a dan b yang mengalami Transient


tachypnea of the newborndidapatkan gambaran:

a. Pada bayi premature diteumkan tanda “ground-glass appearance” pada kedua paru.
Volume paru normal. Tampak endotracheal tube dalam carina.
b. Tampak tanda granular yang disebabkan oleh atelectatic surfactant-deficient alveoli
(terminal air sacs)

A B

Gambar 13.Hyaline membrane disease.12

3. 8. Pengobatan
Pneumonia neonatus dapat diberikan terapi cairan berupa dekstrose 7,5% atau
10% + Ca glukonas sesuai kebutuhan bayi, mulai hari ke 2 ditambahkan Nacl 3%

18
sebanyak 30cc/Kolf. Bila terdapat tanda dehidrasi, atasi dehidrasi.Bila belum bisa
makan per oral berikan larutan asam amino 2-3g/kgbb/hari. Bila sudah bisa minum
peroral beri ASI atau susu formula. Selain itu, berikan terapi oksigen. Pemberian
antibiotik dimulai dari ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis dengan lama
pemberian 5-7 hari.17
WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam
minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam,
ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan
ampicilin seperti benzyl penicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti
amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten
terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan
ampicillin.2
Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali
gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb,
sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan.
Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg
dalam minggu kedua tau lebih.Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok
lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotik dengan generasi
ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan
level obat dapat di monitor.2
Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics
dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan
jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5
mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-
amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzyl
penicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau
amoxicillin.13
Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya
Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan
diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat
diberikan co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.14
Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko
tinggi dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes
Simplex diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti

19
yang disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan
amfoterisin B atau vorikonazol.15
Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang
diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri
pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga
diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di
rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.16
3. 9. Perawatan Supportif
Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil
akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian.Hal ini termasuk penggunaan
oksigen, deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan
pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan
suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan
kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal
atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik
dengan dextrose5-10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan
rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan bebas bebas menurun pada bayi
dengan infeksi pneumonia akut.2

3. 10. Komplikasi
Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab
terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi
sepsis neonatorum dini.

3. 11. Prognosis
Umumnya baik.
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungsionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam

3. 12. Pencegahan
Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan
intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan
primer, kabupaten dan rumah sakit tersier.2 Langkah-langkah yang telah terbukti efektif
dalam pencegahan pneumonia neonatal meliputi:

20
a. Manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban
b. Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif
c. Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif dimana akibat
infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli,
Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas.sp), Staphylococcus koagulase negatif
dan S. Aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers,
ventilator tabung, infus, probetemperatur.
Peralatan (misalnyastetoskop) dan sarung tangan tangan merupakan awal
terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan adalah hal yang paling sederhana dan dan
paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan
pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.2

Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama


pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia HIB
telah menurun secara signifikan. Namun, diagnosis masih harus dipertimbangkan pada
orang yang tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur yang lebih muda dari 2 bulan,
yang belum menerima suntikan pertama mereka.15

Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir dengan
penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan
palivizumab dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi, merupakan
rekomendasi.15

21
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Seorang bayi laki-laki berusia 0 hari lahir Sectio Cesaria dengan indikasi riwayat sectio
cesaria satu kali, ibu G2P1A0 hamil aterm 37-42 minggu dengan ketuban keruh, ketuban bau
(-), kelainan bawaan (-).
Pada saat baru lahir, bayi langsung menangis, tetapi tangisan lemah. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan anak tampak sakit sedang, berat badan lahir 3.150 gram, panjang badan lahir
49 cm, hipoaktif, reflek hisap lemah, tangis merintih, HR 155x/m, RR 66x/m, T 36,6 oC dan
didapatkan retraksi dinding data subcostal. Bayi lalu dikirim ke NICU (Neonatal Intensive
Care Unit) RSUD Palembang Bari untuk dilakukan perawatan.
Pasien ini didiagnosa dengan suspect bronkopneumonia karena adanya gejala sesak
napas, biru pada daerah ekstremitas, dan grunting (merintih) pada pasien. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya retraksi (+). Hal ini sesuai dengan teori bahwa salah satu gejala awal
adanya bronkopneumonia yaitu adanya sesak napas, grunting (merintih), dapat ditemukan
retraksi dinding dada, ketidakmampuan untuk makan, demam dan sianosis. Pada pemeriksaan
penunjang berupa Ro Thorax pada pasien belum diexpertise karena itu diagnosis banding
RDS et cause PJB belum dapat disingkirkan.
Etiologi adanya bronkopnemunia pada pasien ini mungkin terjadi karena adanya apirasi
ketuban yang terinfeksi. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa agen patogen
dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak
pasca kelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.
Pasien ini didiagnosis sebagai NCB karena lahir pada usia kehamilan aterm 37-42
minggu dan SMK karena berdasarkan kurva lubchenco kehamilan 37-42 minggu dengan
berat badan lahir 3150 masih didalam batas normal.
Pada terapi dilakukan pemasangan CPAP untuk memperbaiki saturasi oksigen dalam
darah. CPAP diberkan dengan F1O2 dimulai dari 30% dan Peep dimulai dari 7, target SpO 2
mencapai 88-92%. Pemberian cairan parenteral D10 bertujuan untuk menggantikan kalori
untuk tubuh, terapi IVFD D10% 500cc + Ca Gluconas 10% 40 cc  5cc/jam. Hal ini sesuai
22
dengan tatalaksana berdasarkan PPK yang mengatakan bahwa tatalaksana Pneumonia
neonatus dapat diberikan terapi cairan berupa dekstrose 7,5% atau 10% + Ca glukonas sesuai
kebutuhan bayi, mulai hari ke 2 ditambahkan Nacl 3% sebanyak 30cc/Kolf. Pasein
mendapatkan aminofusin paed 5% 1cc/kgBB/hari  3,15 cc/24 jam x 20 = 63 cc/24 jam =
3 cc/ jam yang bertujuan untuk nutrisi parental ketika pemberian nutrisi enteral/oral tidak
mencukupi. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukosit tinggi yaitu
20.400/mm3. Pasien diberikan terapi antibiotik ampicilin 3x80 mg dan gentamicin 2x8 mg.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada bronkopneumonia dapat diberikan antibiotik selektif.
Bila terdapat tanda dehidrasi, atasi dehidrasi.Bila belum bisa makan per oral berikan larutan
asam amino 2-3g/kgbb/hari. Bila sudah bisa minum peroral beri ASI atau susu formula.
Selain itu, berikan terapi oksigen. Pemberian antibiotik dimulai dari ampisilin dan
gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim 50
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis dengan lama pemberian 5-7 hari. Pada pasien ini, setelah 2 hari
pemberian ampicilin dan gentamicin pasien tidak mengalami perbaikan dan kemudian
agentamicin diganti dengan ceftacidim dengan dosis 3x160mg, hal ini sesuai dengan teori
diatas.17
Dilihat dari keadaan umum pasien, pasien memiliki prognosis buruk, karena pada
monitoring keadaan pasien yaitu berupa SpO2 pasien mengalami fluktuasi dengan angka
paling rendah yaitu 25%-50%. Kemudian dilakukan pemasangan ventilator untuk
memperbaiki pernapasan dan saturasi oksigen pasien. Pada tanggal 9 desember 2017 pukul
17.00, SpO2 pasien mengalami penurunan hingga 40% dan kemudian dilakukan VTP dan
mengalami perbaikan dengan SpO2 mencapai 80%. Pada pukul 21.00, pasien mengalami
apneu dan pasien langsung dilakukan bagging menggunakan T-Piece Resuscitation (neopuff)
dan mengalami perbaikan dengan SpO2 mencapai 90%. Pada tanggal 10 desember 201 pukul
14.00 keadaan umum pasien mulai memburuk, pasien tampak lemah, SpO 2 turun hingga 25%
dan kemudian dilakukan bagging (neopuff) dengan ventilasi tekanan positif. Namun dalam
beberapa jam kedepan pasien tidak mengalai perbaikan. Pada pukul 16.30 pasien meninggal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Antonius HP, Badriul H, Setyo H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
2. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews.
Australia: Elsevier. 2007. p195-203
3. Hardy M, Boynes S. Respiratory and cardiovascular pathology. Paediatric Radiography.
UK: Blackwell 2003. P105
4. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal.
2005;90;211-219
5. Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric
Respiratory Infections. USA: Elsevier. 2007. p961–979
6. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b4aa, diakses pada
11 Desember 2017.
7. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children. Am Fam Physician. Sep 2004; 1(7):899-908
8. Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection. Nelson
Texbook of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed. P.103.639
9. Khan NA, Irion LK, Mohammed ES. Neonatal Pneumonia Imaging. Medscape. Okt
2011. URL: http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview, diakses pada 11
Desember 2017.
10. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi
Emergency. Bandung; Rafika Aditama. 2011. P260-262
11. Holmes JE, Misra RR. Pneumonia. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University
press, USA: Greenwich Medical Media Ltd. 2004. P53
12. Heller OJ. Slovis LT. Hoshi Aparana. The Chest in the Neonate and Young Infant.
Pediatric Radiology. New York. Springer 2005. 3rd. p64-94
13. Sutton D. The Pediatric Chest. Textbook of Radiology and Imaging. UK. Elsevier 2003.
7th ed. P247-264.
14. Stack C, Dobbs P. Pneumonia. Essentials of Pediatrics Intensive Care. New York.
Greenwich. 2003. p11.80-81
15. Bannet NJ, Domachowske J. Pediatric Pneumonia Treatment & Management. Feb 2013.
URL: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview, diakses pada 11
Desember 2017.
16. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al: The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice

24
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Oxfordjournal. Aug 2011. URL: cid.oxfordjournal.org
17. Departemen/SMF Kesehatan Anak. Panduan Praktik Klinik (PPK): Divisi Neonatologi.
Palembang: RSUD Palembang Bari; 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai