Anda di halaman 1dari 31

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Divisi : Neurologi, Kardiologi & Nefrologi

Refleksi Kasus

Sindroma Nefrotik

Disusun oleh:
Famela Asditaliana 1310029044

Pembimbing:
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD A.W. Sjahranie Samarinda
April 2016

LEMBAR PENGESAHAN
TUTORIAL KLINIK
Sindroma Nefrotik
Dipresentasikan pada tanggal 26 April 2016

Disusun oleh :
Famela Asditaliana 13100290

BAB I
PENDAHULUAN
Pembimbing,

2.1

Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri
dari

proteinuria

massif

(40

mg/m2

LPB/jam

atau

rasio

dr.pada
Sherly
protein/kreatinin
urineYuniarchan,
sewaktu >2Sp.A
mg/mg atau dipstick 2+),

hipoalbuminemia

(2,5

gr/dL),

edema,

dan

dapat

disertai

hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).


Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar
antara 2-7 per 100.000 anak berusia dibawah 18 tahun per tahun,
sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun,
sedangkan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom
nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal
ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan anak
laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sistemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,
terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan
kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk

BAB II
LAPORAN KASUS
1.1

Identitas
Nama

: An. AK

Usia

: 5 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Sendawar

Anak ke

: 2 dari 2 saudara

Tanggal masuk RS : 01-04-16


No.RM
1.2

: 899104

Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 04 April 2016, pukul 13.00 WITA

Keluhan Utama

Bengkak pada wajah sejak 4 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Bengkak diawali pada daerah kelopak mata terutama pada pagi hari saat bangun
tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan sore hari yang kemudian menyebar ke
daerah muka, dan kemaluan pasien. Ibu penderita mengaku frekuensi BAK 4 kali
dalam sehari. Keluhan Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk BAK
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas, muntah, demam, dan
kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau
kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas ringan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Anak baru pertama kali mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa nama
obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak makin menjalar.

Riwayat Alergi

Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

Riwayat Psikososial

Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur
dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Tetapi
akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan. Lahir spontan di rumah
ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 3000 gram. PB 48 cm. Anak langsung
menangis.

Riwayat Pemberian Makan

Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 10 bulan, lalu dilanjutkan susu formula
setelah umur 10 bulan dan bubur susu dengan bubur tim setelah umur 14 bulan,
dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi

Pasien telah mendapat imunisasi lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang

BB Lahir
PB Lahir
Gigi keluar

: 3000 gr
: 48 cm
:-

BB sekarang
TB sekarang
Berdiri

: 20 kg
: 110 cm
: 8 bln

Tersenyum

:-

Berjalan

: 12 bln

Miring

:-

Berbicara 2 suku kata : -

Tengkurap

:-

Masuk TK

:-

Duduk

:-

Masuk SD

:-

Merangkak

:-

Sekarang kelas

:-

1.3

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Suhu

: 36,40C

Tek. Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 kali per menit

Pernafasan

: 30 kali per menit

Antropometri
BB saat di RS : 20 kg
TB

BB dulu

: 15 kg

: 110 cm

Status Gizi
BB/U

: > - 2 SD - < 1 SD

Kesan

: Gizi Baik

Status Generalis
Kepala

: Normocephali. Muka sembab (+)

Mata

: Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-. Refleks pupil +/+


isokor. Edema palpebra +/+.

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thoraks

: Bentuk dan gerak simetris. Pernapasan Vesikuler antara kanan


dan kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-. Bunyi Jantung I dan II murni
regular. Retraksi ICS (-)

Abdomen

: Perut supel, distensi abdomen (-), Bising usus (+) normal, heparlien tidak teraba, asites (-), suara timpani di seluruh lapang
abdomen.

Urogenital

: Edema Skrotum (+)

Ekstremitas

1.4

Atas

: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema -

Bawah

: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +

Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi rutin

Lab
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Kolesterol total
Protein total
Albumin
Asam Urat
GDS
Ureum
Creatinin
Na
K
Cl

01/04/16
12,3
36,3
12,2
338
509
3,83
1,9
4,1
92
34,3
0,7
136
5,2
112

04/04/16
12,4
37,3
7,37
440

05/04/16
12,7
37,7
13,5
384

2,1

2,0

147
3,7
107

11,5-15,5 g/dL
32-42%
4,5-10,5 103/ul
150-450 103/ul
< 200 mg/dl
6,7-7,8 g/dl
3,5-5,0 g/dl
1,5-3,0 g/dl
60 150 mg/dl
10-40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
135-155
3,5-5,5
95-108

Urine rutin

1/4/16

4/4/16

5/4/16

7/4/16

8/4/16

9/4/16

11/04/16

Warna

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kejernihan

Agak
Keruh

Jernih

Jernih

Agak
keruh

Jernih

Jernih

Jernih

Batas
Normal

Jernih

Berat jenis

1,010

1,006

1,090

1,010

1,009

1,015

1,014

1,013-1,030

pH

5,0

5,3

6,5

7,0

7,5

6,5

6,5

4,6-8,0

Protein urin

+4

+3

+3

+3

+3

+3

Negatif

Hb/Darah

+1

+2

Negatif

Leukosit

1-2

0-1

2-5

1-2

0-1

3-5

0-1

<10 /LPB

Eritrosit

1-2

0-1

1-4

0-1

0-3

1-2

0-1

0-1 /LPB

Epitel

ESBACH

>12

Sedikit
0 1,5 gr %

Immuno-Serologi
C3 Komplemen : 101 mg/dL (74-148)

1.5

Resume
Anamnesis : Bengkak pada wajah dan kemaluan sejak 4 minggu yang lalu. BAK
berwarna keruh. Frekuensi normal.
Pem.Fisik : Tekanan darah 110/80 mmHg. Puffy face (+). Edema palpebra (+). Edema
Skrotum (+)
Hasil lab: leukositosis, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, protein urin +4

1.6

Diagnosis
Diagnosa Kerja

1.7

: Sindrom Nefrotik

Penatalaksaanaan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
-

Pemeriksaan darah rutin, urin lengkap/24 jam, LED, C3, Urine Esbach, FL
(diruangan)

Pemeriksaan Thorax Foto Ap/Lat

Mantoux Test

Tampung Urin output/ 24 jam

Asupan cairan input/ 24 jam

Terapi :

Pasang Venflon

Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)

Pembatasan garam 1-2 gram/hari.

Pembatasan intake cairan 1000 cc/hari

Diet TKCPRG

Kortikosteroid : prednisone 60 mg/m2 LPB/hari (selama 4 minggu)


Prednisone 60 x 0,78 = 47 mg/ hari 3-3-2 (1 hari 8 tab)

1.8

Transfusi Albumin 20% 100cc selang 2 hari (Pre dan post lasix 20mg/iv)

Lasix inj 20 mg/iv

Captopril 3 x 6,25 mg

Vit. B complex 1 x 1 tab

Cefixime syr 2 x 1 cth

Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanatiam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP Pasien di Ruang Melati


TGL

4/4/16

5/4/16

Bengkak wajah,
dan kemaluan.
Batuk berdahak
(+)

Bengkak wajah,
dan kemaluan.
Batuk berdahak
(+)

O
N: 100 x/min;
RR: 18x/min;
T: 36.9oC
KU: cukup
BB = 19,5 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
N: 98 x/min;
RR: 20 x/min;
T: 36.8oC
KU: cukup
TD: 110/80 mmHg
BB = 19 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);

Sindroma Nefrotik +
ISPA
-

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2

Sindroma
Nefrotik +
Hipertensi
+ ISPA

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG

10

abd soefl, BU(+)N;


akral hangat
P 50 = 95/53
P 90= 108/68
P 95=112/72
P 99=120/80

6/4/16

7/4/16

8/4/16

Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
(+)

Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<

Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<

Skor TB : 1
N: 102 x/min;
RR: 22 x/min;
T: 37oC
KU: cukup
TD: 100/80 mmHg
BB = 18 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

- Jus Ikan Gabus

Sindroma Nefrotik + Hipertensi


+ ISPA
-

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
Jus Ikan Gabus

N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 17,5 Kg
Edema palpebral (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

Sindroma Nefrotik + ISPA


-

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG

N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 16,5 Kg
Edema palpebral (-)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

Sindroma Nefrotik + ISPA


-

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG

11

9/4/16

11/4/16

Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<

Bengkak wajah
dan kemaluan(-)
Batuk
berdahak(-)

N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 16 Kg
Edema palpebral (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

Sindroma Nefrotik + ISPA


-

N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 15 Kg
Edema palpebral (-)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

- Jika Hasil Protein urin hari


ini +1 atau negatif (-),
pasien ACC KRS
Sindroma
Prednison
3-3-2 tab
Nefrotik
- Captopril 3x6,25
- Vit. B Complex 1x1 tab

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2
mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai
hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara
lain :
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam)
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m 2 LBP/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan
pertama atau 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan
prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

13

3.2

Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda
pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 8590% pasien dibawah umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per
100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya
44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4%
merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan
berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3
tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai
onset sebelum berusia 10 tahun.

3.3

Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik
primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis :sindrom nefrotik
kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit
berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan
ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.
Klasifikasi

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)

14

Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat
normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan
matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif,
dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM
berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)


Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya
peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan mikroskop
biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM
mesangial dan/atau IgA. Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari
sel mesangial dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar
50% pasien dengan lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental glomerulosclerosis/FSGS)


Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus memperlihatkan
proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan
mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM
dan C3 pada area yang mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft
disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat
terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesicoureteral, dan penyalahgunaan
heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi
prednisone. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat
melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir
(end stage renal disease) pada kebanyakan pasien.

Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)


Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi seluler
(hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan mikroskop cahaya, MBG

15

menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan
matriks mesangial. Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler
perifer, menyebabkan reduplikasi membrane basalis (jejak-trem atau kontur
lengkap). Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi
streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan
tipe II.

Glomerulopati membranosa (GM)


Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara
morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang ditemukan pada
anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus, sedangkan yang lain masih
normal. Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrane basalis yang
terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.

2. Sindrom nefrotik sekunder


Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :

Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom


Alport, miksedema

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,


AIDS

Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun


serangga, bisa ular

Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura


Henoch-Schinlein, sarkoidosis

3.4

Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal

Patofisiologi

Protenuria

16

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam
urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai

mekanisme

penghalang

untuk

mencegah

kebocoran

protein.

Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan


yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua mekanisme
penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi molekul protein juga
menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi
selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui
urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya
albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan
struktur MBG.

Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium dan
terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan
plasma

terjadi

hipovolemia

dan

ginjal

melakukan

kompensasi

dengan

meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan

17

memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya


hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga
terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan
menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem Reninangiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormone aldosteron yang
akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium
sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi
kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan
tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan
penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi
penurunan ekskresi natrium.

Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.

3.5

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari
daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan
oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di
sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.

18

Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan
edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi
dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema
adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis,
dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan
anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila
tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun
21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada
pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini
disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor
lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan
hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of Kidney
Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik,
15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum
darah yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai
gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated
Renal

Disorders,

Focal

Segmental

Glomerulosclerosis,

Glomerulonephritis

akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.


3.6

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :

Urinalisis dan bila perlu biakan urin

Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada
urin pertama pagi hari

19

Pemeriksaan darah antara lain


o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
o Kadar albumin dan kolesterol plasma
o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
o Titer ASTO
o Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear
antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :


- Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid
3.7

Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux.
Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus.
Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended

20

Daily Allowances) yaitu 2 gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan


malnutrisi energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam
(1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian
prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari),
dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung
berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednisone
dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian
steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan
remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi
pada remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan
dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)
secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah
4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat di
gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4 minggu.

21

Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa


edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari
pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi, diberikan
antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian antibiotic kemudian proteinuria
menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps,
dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu :
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,
dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4
pilihan, yaitu :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik

22

4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)


Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di gigi
atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps
sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednisone dosis
penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan
perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan
relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut threshold dan
dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya
anak usia sekolah dapat mentolerir prednisone 0,5mg/kgBB dan anak usia pra
sekolah sampai 1mg/kgBB secara alternating.

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4


minggu), dialnjutkan dengan prednisone alternating 40 mg/m 2 LPB/hari dan
imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal
selama 8 minggu

23

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4


minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2
LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan
prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian
prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan,
dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2
bulan).
Atau
prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama
12 minggu dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu.
Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1
bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off
2 bulan).
d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid
1. Siklofosfamid
Sebagai

alkylating

agent,

siklofosfamid

bersifat

sitotoksik

dan

imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang


masa remisi dan mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan
siklofosfamid yaitu bila terjadi kegagalan mempertahankan remisi dengan
menggunakan terapi prednisone tanpa menyebabkan keracunan steroid.
Siklofosfamid diberikan 3 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12
minggu. Terapi prednisone selang sehari tetap diberikan selama
penggunaan siklofosfamid ini.
Selama pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek samping yang
mungkin terjadi antara lain : leucopenia, gangguan gastrointestinal, infeksi
varicella

disseminate,

sistisis

hemoragik,

alopesia,

keganasan,

azoospermia, dan infertilitas. Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar


leukosit perlu diperiksa setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan
dahulu bila kadar leukosit menjadi 5000/mm3.

24

2. Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam
menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan kambuh
sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari selama
8-12 minggu.
3. Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini juga
mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi sifatnya
memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5 mg/kgBB
diberikan selang sehari selama 4-12 bulan.
4. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan
steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang efektif.
Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena
memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan
histologist bahkan pada penderita yang ginjalnya normal sekalipun. Efek
samping lain yang sering ditemukan yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi,
gejala gastrointestinal, dan hipertensi.
e. Penderita lama (pengobatan relaps)

Relaps tidak frekuen : prednisone 2mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis,


diberikan 3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermitten dibagi
dalam 3 dosis selama 4 minggu.

Relaps frekuen : berikan prednisone dosis penuh sampai remisi,


kemudian dilanjutkan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid
atau klorampusil bersama-sama dengan prednisone dosis intermiten
selama 8 minggu.

25

f. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan,


mengukur tinggi badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda
lainnya

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah


tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada
situasi
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total

(tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++ tanpa
edema dan disertai gejala infeksi, berikan antibiotika (ampisillin atau
amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuria maka dianggap sebagai relaps.
g. Pengobatan tambahan

Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 12mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral

Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 1020 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali

Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5g/dL)


berikan albumin atau plasma darah

3.8
1.

Komplikasi
Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bacterial
(pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan
antibiotic yang sesuai dan dapat disertai pemberian immunoglobulin G
intravena.

Untuk

mencegah

infeksi

digunakan

vaksin

pneumokokus.

Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti


campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh

26

kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu sefalosporin


generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan
kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa)
sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat
aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitive steroid, karena
peningkatan zat-zat tersebut sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak.
3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena :

Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis


dan osteopenia

Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik
relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,
ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,
gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama
dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik,
selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal.
3.9

Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang
sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 45% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi

27

gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.

PEMBAHASAN
KASUS

TEORI
ANAMNESIS

- laki-laki

Sindroma nefrotik idiopatik lebih sering

- 5 tahun

dijumpai pada laki-laki daripada pada

- awalnya bengkak pada kedua kelopak mata dan

wanita (2:1)

wajah terutama saat pagi hari yang terjadi sejak 4

minggu SMRS, lalu bengkak terjadi pula pada


kemaluan pasien

tahun
-

- Pasien mengeluhkan batuk yang dialami sejak 2


hari SMRS

Paling lazim muncul antara usia 2 dan 6


Tidak ada penyebab pasti yang memulai
edem sejak awal

Penyakit ini biasanya muncul sebagai


edema, yang pada mulanya ditemukan
disekitar mata dan pada tungkai bawah,
di mana edemanya bersifat pitting

Anoreksia, nyeri perut dan diare lazim


terjadi sedangkan hipertensi sebaliknya
TEORI

KASUS

PEMERIKSAAN FISIK
- N: 98 x/min;
RR: 20 x/min;
T: 36.8oC
KU: cukup
TD: 110/80 mmHg
BB = 19 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+). Edema
Skrotum (+).rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat

Edema menjadi menyeluruh

Kenaikan berat badan

Timbul asites dan/atau efusi pleura,


penurunan curah urin

Edem genitalia

Dapat terjadi syok

Bila edema berat, dapat timbul dispneu


akibat efusi pleura

28

KASUS

TEORI
PEMERIKSAAN PENUNJANG

UL:

Proteinuria +4

Hemogblobi urin : +

Urinalisis dan biakan urin bila perlu


Protein urin kuantitatif, berupa urin 24 jam atau rasio
protein / kreatinin pada urin pertama pagi hari

Darah lain:

Esbach ;

Darah tepi lengkap

12 gr%

Kadar albumin dan kolesterol plasma

Kadar ureum, creatinin

Albumin : 2,1

C3 bila curiga SLE

Kolesterol : 509

Indikasi biopsi ginjal:

Ur : 34,3

SN dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin

Cr : 0,7

dan ureum meninggi, atau kadar komplemen serum

C3 Komplemen : 101 mg/dL (74-148)

menurun
-

SN resisten steroid

SN dependen teroid

KASUS

TEORI
DIAGNOSIS

Edema
Proteinuria +4
Hipoalbumin ( 1,9)
Hiperkolestrolemia (509)

Edema

Proteinuria massif

Urin : dipstik + 3 atau + 4 (kualitatif)

Protein > 40 mg/m3/jam, atau > 2 g/hr (kuantitatif)

Hipoalbuminemia

Albumin darah < 2 g/dl (20 g/L)

Dengan atau tanpa hiperlipidemia


/hiperkolesterolemia

KASUS

TEORI

29

PENATALAKSANAAN

Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG

KASUS

Diet protein normal, 1,5-2 g/kgBB/hari, diet rendah


garam 1-2 g/hari (selama anak edem)
Diuretik: Furosemid 1-3 mg/ kgBB/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan Spironolakton 2-4 mg/kgBB/hari
Infus albumin 1 g/kgBB dalam 2-4 jam jika terjadi
hipoalbuminemia berat (< 1 gr/dl), bila tidak mampu
diganti tranfusi plasma 20 ml/kgBB/hari diberikan pelan 10
tpm
Terapi inisial / prednison dosis penuh selama 4 minggu,
2 mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari) dalam dosis terbagi
Jika hipovolemia (ESO diuretik) NaCl fisiologis cepat
15-20 ml/kgBB dalam 30 menit, disusul albumin 1 g/kgBB
atau plasma 20 ml/kgBB
Pemberian non imunosupresif untuk mengurangi
proteinuria
Golongan 1. ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3
x sehari, enalapril 0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26
lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
Golongan 2. ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.
Pengobatan simtomatik lainnya, jika ada infeksi
TEORI
PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Prognosis

baik

bila

penderita

sindrom

nefrotik

memberikan respons yang baik terhadap pengobatan


kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis
jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal
selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5%
menjadi

gagal

ginjal

terminal,

sedangkan

pada

glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal


dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

30

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381426
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens. Available from :
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. akses : on September 8, 2009
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18

th

ed.

Saunders. Philadelpia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.
Jakarta, h.32-37
8. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. (on line) (1) : screens. Available from :
URL:http//www.pediatrik.com. Akses : 8 september 2009
10. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah; 2000. h.159-162
11. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Update: Aug 25,
2009
12. Garna, Herry dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK

UNPAD. Edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. h.601606

31

Anda mungkin juga menyukai