Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

HEMOROID INTERNA GRADE IV

Disusun oleh :
dr. Iwan Hardiyanta

Pembimbing :
dr. Baiq Yuliana Andriani Putri

DPJP :
dr. Fariska Firdaus, Sp.B

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


ANGKATAN III PERIODE OKTOBER 2019
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus berjudul “ Hemoroid Interna Grade IV ” ini disusun dalam rangka
mengikuti Program Intership Dokter Indonesia (PIDI) angkatan III periode Oktober 2019.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Fariska Firdaus, Sp.B selaku DPJP pasien
2. dr. Baiq Yuliana Andriani Putri selaku pembimbing PIDI dan Direktur RSI Siti Hajar
Mataram
3. dr. Winda Nurhamda selaku pembimbing PIDI
4. Rekan-rekan dokter Intership RSI Siti Hajar Mataram angkatan tahun ke 4, Oktober
2019
5. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis sebagai
khasanah ilmu dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih

Mataram, 30 November 2019

Penulis

1
PORTOFOLIO

Topik : Hemoroid Interna Grade IV


Tanggal (Kasus) :15 November 2019 Presenter : dr. Iwan Hardiyanta
Tanggal Presentasi : 05 Desember 2019 Pendamping : dr. Baiq Yuliana Andriani Putri
Tempat Presentasi : Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Dewasa muda (perempuan), 22 tahun datang bersama keluarganya ke poli bagian bedah dengan
keluhan benjolan yang nyeri pada bagian anus.
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data Pasien : Nama : Nn. EZ No. Rekam Medik :
Umur : 22 tahun, 8 bulan 13-18-08
Alamat : Dusun Moyo Atas, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten
Sumbawa
Pekerjaan : freelance
Agama : Islam
Suku : Samawa
Bangsa : Indonesia, WNI
Nama RS : Telp :
RSI Siti Hajar Mataram

2
1. Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis pada hari Jumat, di poli
bagian bedah RSI Siti Hajar Mataram pada tanggal 15 November 2019 pada pukul 17;30
WITA.

Autoanamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang memeriksakan diri ke poli bagian bedah RSI Siti Hajar Mataram
dengan keluhan benjolan yang nyeri terutama saat selesai BAB pada daerah anus
(lubang saluran pembuangan BAB). Keluhan diketahui muncul pertama kali saat usia
pasien 17 tahun. Awalnya pasien mengaku baru menyadari bahwa ada bercak darah
tiap kali BAB diikuti dengan adanya benjolan yang terasa bengkak, nyeri dan gatal.
Benjolan dirasakan menonjol keluar anus dan tidak bisa dimasukkan kembali dengan
bantuan jari tangan. Benjolan mengecil bila pasien berendam di air hangat dan diobati
dengan obat khusus (berbentuk peluru) namun keluhan sering kambuh.

b. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :


 Riwayat penyakit serupa dikeluhkan sudah sejak lama muncul namun tidak
mengganggu aktifitas dan biasanya sembuh sendiri hingga akhirnya sering
kambuh.
 Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama juga dialami oleh ayah dan
nenek pasien.
 Riwayat peyakit jantung dan paru disangkal.

c. Lifestyle (Pola Hidup)


Menurut pasien dan dibenarkan oleh keluarganya bahwa pasien makan 3 kali sehari,
teratur, namun kurang sayur, buah dan air putih. Pasien memiliki hobi makan
makanan cepat saji dan mie instan. Aktivitas sehari-harinya, pasien bekerja sebagai
wartawan pada salah satu media elektronik dan sedang persiapan untuk tes seleksi
penerimaan CPNS 2019-2020. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal
pasien.

3
2. Objektif (dilakukan saat pasien masuk ruangan bangsal Mina RSI Siti Hajar Mataram
pada hari Jumat, tanggal 15 November 2019 pada pukul 21:30 WITA)

o TTV: Nadi = 112 kali/menit, reguler, kuat angkat


TD = 110/60 mmHg
Suhu Aksila = 36.9 °C
RR = 22 kali/menit
o Status Gizi (saat penimbangan ruangan) :
o BB = 45 kg
o TB = 150 cm
o BMI skor = 20 (kategori ideal)

Pemeriksaan Fisik Umum :


Kepala: normocephal
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung: simetris, deformitas (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga: bentuk normal, simetris, massa (-), sekret (-)
Mulut : bentuk normal, tampak simetris, massa (-), tanda radang (-), tidak tampak lubang
gigi, dan pasien tidak memiliki riwayat gigi palsu, lidah kesan simetris, atrofi
papillidah (-), uvula simetris, tidak ditemukan pembesaran tonsil.
Leher : Massa dan Pembesaran KGB (-/-), tidak ditemukan kelainan saat menelan
Thorax:
Inspeksi : bentuk dada simetris, massa (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris (+), nyeri (-), masa (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
suara jantung S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), galloup (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepar dan lien tidak teraba

4
Ekstremitas : akral hangat (+/+/+/+), edema (-), deformitas (-), CRT < 2 detik

Status Lokalis (dilakukan saat di ruangan Poli Bagian Bedah dibawah pengawasan DPJP) :
- Inspeksi dan palpasi : perianal dan perineum tidak tampak tampakan peradangan,
warna anus lipid, tampak adanya benjolan ukuran sekitar 2 cm keluar dari anus,
benjolan mobile dan tidak nyeri saat digerakkan, fisura ani tidak ditemukan.
- Pemeriksaan rectum (Rectal Toucher) : sfingter ani mencengkram, tonus mukosa
rectum licin tidak ditemukan benjolan multiple, prostat tidak dievaluasi, nyeri
minimal. Pada handscoen tidak ditemukan adanya feses, darah maupun lendir.

3. Resume
Pasien perempuan usia 22 tahun, datang diantar keluarganya ke Poli Bagian Bedah
RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan benjolan yang nyeri terutama saat selesai BAB pada
daerah anus (lubang saluran pembuangan BAB). Benjolan dirasakan menonjol keluar anus
dan tidak bisa dimasukkan kembali dengan bantuan jari tangan dan sering kambuh-kambuhan
sejak lama. Pasien bekerja sebagai wartawan kantoran pada salah satu media elektronik yang
memiliki resiko aktifitas duduk lama. Pola makan yang kurang serat dan kurang minum juga
memperberat keluhan pasien. Dari pemeriksaan bagian dalam dengan eksplorasi bagian anus
dengan pemeriksan rectal toucher didapatkan benjolan ukuran sekitar 2 cm keluar dari anus,
benjolan mobile, tidak nyeri saat digerakkan, konfirmasi lagi dan benjolan tidak dapat
dimasukkan ke anus dengan bantuan tangan, lain-lain dalam batas normal.

4. Assesment
- Diagnosis : Hemoroid interna grade IV
- Diagnosis Banding :
o Hemoroid Eksterna
o Prolaps rektum
o Fisura ani

5
5. Plan

Tatalaksana
 Non Medikamentosa
 MRS dengan pembuatan jadwal operasi elektif serta persiapan untuk pre-operasi
(Pemeriksaan Darah Lengkap, GDS, BT-CT, ureum creatinin, Usulan
pemeriksaan EKG Jantung dan Rontgen Thoraks) serta anjuran puasa 8-10 jam
sebelum tindakan operasi.
 Diet makanan tinggi serat.
 Banyak minum air putih.

 Medikamentosa
 Terapi definitif untuk hemoroid grade IV adalah operasi hemoroidektomi. Metode
yang dipilih menggunakan metode stepler dan eksisi.
 Pemberian tablet Dulcolax (Bisacodyl) 5 mg berfungsi mengatasi sambelit atau
konstipasi dan membersihkan usus sebelum dilakukan tindakan medis berupa
operasi daerah perut dan bawah perut. Sebaiknya diberikan 6-8 jam sebelum
tindakan pembedahan.
o Tab Dulcolax (Bisacodyl) 5 mg No.1 / S 1 dd tab 1 pc
 Pemberian Fleet Enema 133 ml (sodium biphosponat 7 g) befungsi untuk
mengurangi gangguan sembelit sekaligus sebagai pencahar sebelum pemeriksaan
rektal, dimasukkan melalui dubur atau anus. Jarak pemberian sebaiknya 6-8 jam
sebelum tindakan operasi.
o . Fleet Enema 133 ml (sodium biphosponat 7 g) No.1 / S imm

6. Prognosis
Dubia et bonam dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

6
BAB I
PENDAHULUAN

Hemorrhoid atau ambeien atau dikenal dengan nama wasir, merupakan varikositis akibat
pelebaran (dilatasi) ataupun adanya bendungan pada pleksus vena hemorrhoidalis interna daerah
rektum anus. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum diketahui secara jelas tetapi hemorhoid
dikaitkan berhubungan dengan berbagai macam faktor resiko salah satunya konstipasi kronis
(Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 1998).
Walaupun kelainan ini secara umum tidak berbahaya, namun terdapat beberapa situasi
yang memerlukan terapi segera mungkin. Hal ini berdasarkan pembagian tipe dari hemoroid
itu sendiri. Untuk tipe hemoroid interna perlu dinilai kembali penentuan stadiumnya. Jika
sudah memasuki stadium III ataupu IV, maupun stadium II namun sampai mengganggu
aktifitas, disarankan untuk dilakukan pengangkatan berupa tindakan bedah (Underwood,
J.C.E, 1999).
Modalitas terapi hemoroid sangat beragam seperti medikamentosa (antihemoroid
supposituria, cream/salep boraginol pada stadium awal) maupun pada pengaturan diet untuk
mencegah kekambuhan atau tindakan pencegahan definitif berupa tindakan pembedahan.
Idealnya metode pembedahan yang menjadi primadona adalah metode yang minim invasif
dan proses penyembuhannya tidak lama serta angka komplikasinya rendah.
Sehingga tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melaporkan kasus hemoroid
interna grade IV yang telah dilakukan tindakan berupa pengangkatan jaringan hemoroid
dengan metode stapler dan eksisi pada pasien berusia 22 tahun yang dirawat di Bangsal Mina
RSI Siti Hajar Mataram.

7
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Nama : Nn. EZ
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 22 tahun, 8 bulan
d. Status : belum menikah
e. Alamat : Dusun Moyo Atas, Kecamatan Moyo Hilir,
Kabupaten Sumbawa
f. Pekerjaan : Wartawan media elektronik
g. Agama : Islam
h. Masuk RS Tanggal : Jumat, 15 November 2019 pukul 21:00 WITA
i. Ruangan : Bangsal Mina Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram
j. No. RM : 1318xx
k. Status keanggotaan : pasien umum
l. Keluar RS : Selasa, 19 November 2019, pukul 17:00 WITA
m. Lama Perawatan : 4 hari

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Benjolan pada dubur atau anus.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang memeriksakan diri ke poli bagian bedah RSI Siti Hajar Mataram
dengan keluhan benjolan pada daerah dubur atau anus (lubang saluran pembuangan
BAB).Benjolan terutama muncul dan terasa sangat nyeri bila pasien selesai BAB.
Keluhan diketahui muncul pertama kali saat usia pasien 17 tahun. Awalnya pasien
mengaku baru menyadari bahwa ada bercak darah tiap kali BAB diikuti dengan
adanya benjolan yang terasa bengkak, nyeri dan gatal. Benjolan dirasakan menonjol
keluar anus dan tidak bisa dimasukkan kembali dengan bantuan jari tangan. Benjolan
mengecil bila pasien berendam di air hangat dan diobati dengan obat khusus
(berbentuk peluru) namun keluhan sering kambuh.

8
c. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :
 Riwayat penyakit serupa dikeluhkan sudah sejak lama muncul namun tidak
mengganggu aktifitas dan biasanya sembuh sendiri hingga akhirnya sering
kambuh.
 Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama juga dialami oleh ayah dan
nenek pasien.
 Riwayat peyakit jantung dan paru disangkal.

d. Riwayat Pengobatan
Sebelum berobat ke dokter spesialis bedah di poli bagian bedah RSI Siti Hajar
Mataram, pasien diketahui telah berobat ke dokter puskesmas dan diberikan obat
antihemoroid suposituria dan boraginol salep. Setelah diobati, keluhan berkurang dan
terasa membaik namun sering kambuh terutama setelah proses BAB. Pasien
menyangkal adanya riwayat alergi obat.
e. Lifestyle (Pola Hidup)
Menurut pasien dan dibenarkan oleh keluarganya bahwa pasien makan 3 kali
sehari, teratur, namun kurang sayur, buah dan air putih. Pasien memiliki hobi makan
makanan cepat saji dan mie instan. Aktivitas sehari-harinya, pasien bekerja sebagai
wartawan pada salah satu media elektronik dan sedang persiapan untuk tes seleksi
penerimaan CPNS 2019-2020. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal
pasien.
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tampakan umum : pasien tampak baik
Status gizi : kesan cukup (ideal)
Berat badan : 45 kg
Tinggi Badan : 150 cm
b. Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4V5M6
c. Tanda-Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 112 x/menit, reguler, teraba kuat
TD : 110/60 mmHg
Frekuensi Pernafasan : 22 kali/menit, teratur
Suhu tubuh : 36.9 C

9
d. Kepala – Leher

Bentuk kepala normocephal, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), hidung
tidak tampak kelainan, lidah kotor (-). Pada mulut : bentuk normal, tampak simetris, massa
(-), tanda radang (-), tidak tampak lubang gigi, dan pasien tidak memiliki riwayat gigi
palsu, lidah kesan simetris, atrofi papillidah (-), uvula simetris, tidak ditemukan
pembesaran tonsil, faring hiperemis (-), dan pada leher tidak terdapat mssa atau
pembesaran KGB.

e. Thorax
Inspeksi: bentuk dada simetris, massa (-)
Palpasi: pergerakan dinding dada simetris (+), nyeri (-), masa (-), krepitasi (-)
Perkusi: sonor (+)
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-, suara jantung S1 S2 tunggal, regular,
murmur (-), galloup (-)

f. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

g. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, edema (-), deformitas (-), CRT<2 detik

Status Lokalis
Inspeksi dan palpasi : perianal dan perineum tidak tampak tampakan peradangan,
warna anus lipid, tampak adanya benjolan ukuran sekitar 2 cm keluar dari anus, benjolan
dapat dimasukkan dengan bantuan jari tangan namun keluar kembali. Benjolan mobile dan
tidak nyeri saat digerakkan, fisura ani tidak ditemukan.
Pemeriksaan rectum (Rectal Toucher) : sfingter ani mencengkram, tonus mukosa
rectum licin tidak ditemukan benjolan multiple, tidak nyeri tekan, prostat tidak dievaluasi.
Pada handscoen tidak ditemukan adanya feses, darah maupun lendir.

10
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap, Faal Homeostasis, Kimia Klinik (Jumat, 15
November 2019)

2. Pemeriksaan Rontgen thoraks AP (Jumat, 15 November 2019)

11
2.6 Diagnosis
– Pre op : Hemoroid Interna grade IV pro hemoroidektomi
– Post op : post hemoroidektomi dengan metode stepler pada hemoroid interna grade IV

2.7 Diagnosis Banding


 Ca kolorectal
 Kolitis ulseratif
 Polip rektum
 Fistula ani
 Fisura ani
 Hemoroid Eksterna

2.8 Rencana Manajemen


a. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien terkait penyakit hemoroid yang
diderita pasien.
 Menjelaskan mengenai pemilihan jenis terapi pembedahan yang digunakan
berupa tindakan menggunakan alat stepler, terutama mengenai persiapan,
tatacara, prosedur, kelebihan dan kekurangan teknik bedah dan monitoring pasca
tindakan bedah.

b. Preventif :
 Observasi TTV 2 jam pasca tindakan operasi dan evaluasi perdarahan selama 3
hari pertama pasca tindakan pembedahan.
 Istirahat yang cukup, hindari faktor pencetus stres, hindari makanan yan dapat
memicu sembelit dan konstipasi, melatih menganjurkan pemberian asupan
makanan yang kaya serat, serta anjuran latihan duduk tidak lebih dari 2 jam
terutama selama pengobatan.
 Rutin untuk kontrol pengobatan dan efek samping dari pengobatan (saat pasien
pulang) terutama kontrol tanda perdarahan seminggu pasca tindakan bedah,
dilanjutkan saat minggu ke 2, minggu ke 4 dan minggu ke 6.

12
c. Kuratif :
 Non Medikamentosa
- MRS dengan pembuatan jadwal operasi elektif serta persiapan untuk pre-
operasi (Pemeriksaan Darah Lengkap, GDS, BT-CT, ureum creatinin,
Usulan pemeriksaan EKG Jantung dan Rontgen Thoraks) serta anjuran
puasa 8-10 jam sebelum tindakan operasi.
- Diet makanan tinggi serat.
- Banyak minum air putih.

 Medikamentosa
- pro tindakan operasi hemoroidektomi. Metode yang dipilih menggunakan
metode stepler dan eksisi.
- Pemberian tablet Dulcolax (Bisacodyl) 5 mg berfungsi mengatasi sambelit
atau konstipasi dan membersihkan usus sebelum dilakukan tindakan medis
berupa operasi daerah perut dan bawah perut. Sebaiknya diberikan 6-8 jam
sebelum tindakan pembedahan.
- Pemberian Fleet Enema 133 ml (sodium biphosponat 7 g) befungsi untuk
mengurangi gangguan sembelit sekaligus sebagai pencahar sebelum
pemeriksaan rektal, dimasukkan melalui dubur atau anus. Jarak pemberian
sebaiknya 6-8 jam sebelum tindakan operasi.

13
CONTOH PENULISAN BLANKO RESEP

RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM


dr. Iwan Hardiyanta
Tanggal: 15 November 2019

R/ IVFD NaCL 0,9% fls. N0. 2


Infus set makro No. I
Abocath G16 No. I
S. i. m. m (paraf)

R/ Fleet Enema 133 ml (sodium biphosponat 7 g) Supp tube 1


S. i. m. m (pada daerah anus) (paraf)

R/ Tablet Dulcolax (Bisacodyl) 5 mg No. 1


S. 1 dd tab 1 pc (saat pagi hari) (paraf)

Pro : Nn. EZ
Umur : 23 tahun
Alamat : Dusun Moyo, Sumbawa
Ruangan : Mina, RSI Siti Hajar Mataram

14
FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN (BANGSAL MINA)

Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana


Jumat Pasien perempuan usia 22  KU : baik Hemoroid - Persiapan operasi mendapatkan
15/11/2019 tahun, MRS ke ruang  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 Interna grade IV jadwal besok Sabtu, 18
Mina dari Poli Bagian  Vital Sign : pro November 2019 (pukul 15:00)
Bedah RSI Siti Hajar N : 82 x/menit hemoroidektomi - Cek DL, GDS, BT-CT
Mataram dengan keluhan TD : 110/70 dengan metode - Rontgen Thoraks AP
benjolan. Benjolan RR: 14 x/menit stapler - Konsul bagian anestesi  acc
terutama sangat Temp : 36,7C - Konsul bagian Interna  acc
mengganggu karena nyeri BB : 45 kg - Puasa 8-10 jam
terutama saat selesai BAB TB : 150 cm - KIE : diet tinggi serat dan
pada daerah anus (lubang  Kepala - Leher: perbanyak minum air putih
saluran pembuangan An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring
BAB). Benjolan dirasakan hiperemis (-), gigi palsu (-), pembesaran KGB
menonjol keluar anus dan (-).
tidak bisa dimasukkan  Thorax:
kembali dengan bantuan Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
jari tangan dan sering Pulmo: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi
kambuh-kambuhan sejak (-/-)

15
lama. Pasien bekerja  Abdomen:
sebagai wartawan Distensi (-), BU (+) dbn, NT (-)
kantoran pada salah satu  Ekstremitas:
media elektronik yang Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
memiliki resiko aktifitas
duduk lama. Pola makan
yang kurang serat dan
kurang minum juga
memperberat keluhan
pasien.

Sabtu Tidak ada keluhan  KU : baik Hemoroid - Jam 05:30 rencana pemberian :
16/11/2019  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 Interna grade IV  a) Fleet Enema 133 ml
 Vital Sign : pro (sodium biphosponat 7 g)
N : 82 x/menit hemoroidektomi melalui dubur (supposituria)
TD : 110/70 dengan metode 1 tube  sebagai pencahar
RR: 14 x/menit stapler  b) tablet Dulcolax
Temp : 36,7C (Bisacodyl) 5 mg 
BB : 45 kg mencegah sambelit dan
TB : 150 cm mengosongkan colon
 Kepala - Leher: - Pemasangan infus RL sebelum

16
An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring masuk ruang operasi :
hiperemis (-), gigi palsu (-), pembesaran KGB  Infus set makro
(-).  RL 1 kolf
 Thorax:  abocath G21
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) - KIE pasien supaya lebih tenang
Pulmo: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi dengan perbanyak berdoa dan
(-/-) hindari stres.
 Abdomen:
Distensi (-), BU (+) dbn, NT (-)
 Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
 Hasil Lab DL, BT-CT,GDS :
Hb : 13,4
RBC : 4,96
PLT : 305
WBC : 8,29
BT : 2`30
CT : 8`00
GDS :117
 Hasil Rontgen Thoraks AP : Cor dan Pulmo
masih dalam batasan normal

17
Sabtu Tidak ada keluhan Hemoroid Interna - Pemberian injeksi Dopacef 2 gr sebagai
16/11/2019 grade IV pro persiapan pre op. Dofacet merupakan
(pukul 15:00) hemoroidektomi antibiotik golongan Cefalosporin sebagai
dengan metode pengoabatan dan persiapan tindakan
stapler pencegahan selama dan pasca tindakan
operasi.
- Pasien siap untuk masuk ruang operasi.
Sabtu - Pasien selesai operasi  KU : sedang Post op - Injeksi Fentanyl ke dalam RL 500 cc 20
16/11/2019 - mengeluh nyeri pada daerah  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 hemoroidektomi pada tpm
(pukul 17:00) operasi, dan mual-mual.  Vital Sign : hemoroid interna - Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam (bila nyeri
N : 92 x/menit grade IV sekali)
TD : 110/60 - drip Pethidin ½ ampul dalam 500 cc NaCl
RR: 18 x/menit 0,9% dengan Ketorolac 30 mg 1 ampul /
Temp : 35,9C 12 jam
 Kepala - Leher: - injeksi Ondansentron 3 x 8 mg/ml
An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), - injeksi Dofacet 1 x 2 gr
pembesaran KGB (-). - Diet tinggi serat, bebas minum
 Thorax: - aff tampon jam 21:30  pre pethidin ½
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Ampul (Intra muscular)
Pulmo: bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-),ronkhi (-/-) - observasi tanda vital 2 jam pasca operasi.
 Abdomen:
Dist (-), BU (+) dbn, NT (-)
 Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
Minggu Pasien masih mengeluhkan nyeri  KU : baik Post op - Drip Pethidin ½ ampul dalam 500 cc NaCl
17/11/2019 pada daerah operasi. Tetesan darah  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 hemoroidektomi 0,9% dengan Ketorolac 30 mg 1 ampul /
(+) pada celana dalam.  Vital Sign : Hari - 1 12 jam
N : 88 x/menit - Diet tinggi serat, bebas minum

18
TD : 110/70 mmHg - evaluasi perdarahan
RR: 14 x/menit
Temp : 36,8 C
 Kepala - Leher:
An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-),
pembesaran KGB (-).
 Thorax:
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi(-/-)
 Abdomen:
Dist (-), BU (+) dbn, NT (-)
 Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
Senin Nyeri minimal di daerah operasi,  KU : baik Post op - Drip Pethidin ½ ampul dalam 500 cc NaCl
18/11/2019 darah sudah tidak menetes dari  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 hemoroidektomi 0,9% dengan Ketorolac 30 mg 1 ampul /
daerah operasi. Pasien belum BAB.  Vital Sign : Hari - 2 12 jam
N : 78 x/menit - Diet tinggi serat, bebas minum
TD : 110/70
RR: 12 x/menit
Temp : 36,3 C
 Kepala - Leher:
An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-),
pembesaran KGB (-).
 Thorax:
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi(-/-)
 Abdomen:
Dist (-), BU (+) dbn, NT (-)

19
 Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
Selasa Nyeri minimal pada daerah  KU : baik Post op - Pasien boleh pulang
19/11/2019 operasi. Pasien belum BAB.  Kes/ GCS : CM/ E4V5M6 hemoroidektomi - Kontrol poli hari Jumat sore, tgl 22
 Vital Sign : Hari - 3 November 2019
N : 80 x/menit - Obat pulang :
TD : 110/70 o Tablet Ibuprofen 400 mg No. X / Sprn
RR: 12 x/menit 3dd tab 1 pc
Temp : 36,5 C - Anjuran di rumah :
o Diet tinggi serat dan buah
 Kepala - Leher: o Banyak minum air putih
An (-/-), ikt (-/-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), o Hindari makanan pedas
pembesaran KGB (-). o Hindari duduk terlalu lama minimal 2
 Thorax: jam
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) o Latihan duduk sesering mungkin,
Pulmo: bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) dilanjutkan latihan jalan
 Abdomen: o Hindari mengedan lama
Dist (-), BU (+) dbn, NT (-) o Bila ada keinginan BAB cek adanya
 Ekstremitas: perdarahan anus
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik

20
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hemorrhoid

Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena


hemorrhoidalis. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui secara jelas.
Hemorrhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces. Pleksus vena
hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis
anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga
berhubungan di bawah kanalis anal,
yang submukosanya melekat pada
jaringan yang mendasarinya untuk
membentuk depresi inter
hemorrhoidalis. Hemorrhoid sangat
umum dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan hidrostatik
pada system porta, seperti selama
kehamilan, mengejan waktu
berdefekasi, atau dengan sirosis
hepatis (Isselbacher, 2000). Pada
sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena sistemik dan portal pada
daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada hipertensi portal.
Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal
hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran pembuluh
darah vena di daerah anus (Underwood, 1999).

Hemorrhoid atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah.
Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia
atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam
susunan pembuluh vena. Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan
uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan portal

21
pada cirrhosis haepatis, herediter atau penyakit jantung kongestif, juga pembesaran
prostat pada pria tua, atau tumor pada rectum (Bagian Patologi F.K.UI, 1999).

B. Faktor Risiko

1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.


2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemorrhoidalis
kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat barang
berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas anus (sekresi
hormone relaksin).
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi dalam
rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada derita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di daerah
berkurang.

Ternyata faktor risiko hemorrhoid banyak, sehingga sukar bagi kita untuk
menentukan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Menurut asalnya hemorrhoid dibagi
dalam : 1) Hemorrhoid Interna dan 2) Hemorrhoid Eksterna. Dan dapat dibagi lagi
menurut keadaan patologis dan klinisnya, misalnya meradang, trombosis atau terjepit
(Bagian Bedah F.K.UI,1994).

22
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang
melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena

23
balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada
bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana
sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien
merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter
anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena
sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena
anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari
otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh
darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah
yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi
besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.

1. Hemorrhoid Interna

Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar terdapat


peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan
terjadi pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis
interna disebut dengan hemorrhoid interna (Isselbacher, dkk, 2000).
Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi proksimal
terhadap otot sphincter anus. Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di
dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering
terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral.
Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut
(Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan
diliputi oleh lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan vena
hemorrhoidalis interna. Pada penderita dalam posisi litotomi terdapat paling banyak

24
pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles disebut: three primary haemorrhoidalis areas
(Bagian Bedah F.K. UI, 1994).

Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna.


Trombosis akut pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak
menyenangkan. Pasien mengalami nyeri mendadak yang parah, yang diikuti
penonjolan area trombosis (David, C, 1994). Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat
empat tingkat hemorrhoid interna, yaitu;

- Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan dari
benjolan hemorrhoid.
- Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi
prolaps hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.
- Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps
hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
- Tingkat IV : hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi.
(Bagian Bedah F.K.U.I, 1994).

2. Hemorrhoid Eksterna

Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka disebut


hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari linea pectinea dan
diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan
karena dilatasi vena hemorrhoidalis.

Ada 3 bentuk yang sering dijumpai:

1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.


2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.
3. Bentuk skin tags.

Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan, tapi
dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri pada
perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi,
abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna yang
prolaps dan terjepit, terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan penderita
skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi. Hemorrhoid eksterna

25
trombotik disebabkan oleh pecahnya venula anal. Lebih tepat disebut hematom perianal.
Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak, yang dijumpai pada salah satu sisi
muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa, seperti hematom, akan mengalami resolusi
menurut waktu (Dudley, 1992 ).

Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat dijumpai
timbul pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam
pleksus hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya.
Trombosis analis eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering terlihat pada pasien
yang tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui, mungkin
karena tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan berlebihan, yang
menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena. Pasien memperlihatkan pembengkakan
akuta pada pinggir anus yang sangat nyeri (David, C, 1994).

Klasifikasi Derajat Hemoroid (Merdikoputro, 2006)

1. Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).


2. Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
3. Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali

C. Gejala dan Tanda Hemorrhoid

Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui menderita
hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk gangguan saluran cerna
bagian bawah yang lain waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar). Pasien
sering mengeluh menderita hemorrhoid atau wasir tanpa ada hubungan dengan gejala
rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungan dengan
hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna yang mengalami
trombosis (Sjamsuhidajat, 1998). Gejala yang paling sering ditemukan adalah
perdarahan lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur, sekret
atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar, dan rasa tidak
nyaman di daerah pantat (Merdikoputro, 2006).

Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita hemorrhoid interna


akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak

26
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada anus atau kertas pembersih
sampai pada pendarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar. Pendarahan luas
dan intensif di pleksus hemorrhoidalis menyebabkan darah di anus merupakan darah
arteri. Datang pendarahan hemorrhoid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia
berat. Hemorrhoid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi
dan disusul oleh reduksi sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut
hemorrhoid interna didorong kembali setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya
hemorrhoid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak
dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya mucus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam
merupakan ciri hemorrhoid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat
menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh
kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mucus. Nyeri hanya timbul apabila
terdapat trombosis yang meluas dengan udem meradang (Sjamsuhidajat, 1998).

Apabila hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan merupakan gambaran yang


biasa sampai situasi dipersulit oleh trombosis, infeksi, atau erosi permukaan mukosa
yang menutupinya. Kebanyakan penderita mengeluh adanya darah merah cerah pada tisu
toilet atau melapisi feses, dengan perasaan tidak nyaman pada anus secara samar-samar.
Ketidaknyamanan tersebut meningkat jika hemorrhoid membesar atau prolaps melalui
anus. Prolaps seringkali disertai dengan edema dan spasme sfingter. Prolaps, jika tidak
diobati, biasanya menjadi kronik karena muskularis tetap teregang, dan penderita
mengeluh mengotori celana dalamnya dengan nyeri sedikit. Hemorrhoid yang prolaps
bias terinfeksi atau mengalami trombosis, membrane mukosa yang menutupinya dapat
berdarah banyak akibat trauma pada defekasi (Isselbacher, dkk, 2000).

Hemorrhoid eksterna, karena terletak di bawah kulit, cukup sering terasa nyeri,
terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya. Peristiwa ini menyebabkan
pembengkakan biru yang terasa nyeri pada pinggir anus akibat trombosis sebuah vena
pada pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan pembesaran vena interna.
Karena trombus biasanya terletak pada batas otot sfingter, spasme anus sering terjadi.
Hemorrhoid eksterna mengakibatkan spasme anus dan menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat keinginan untuk defekasi. Tidak

27
adanya keinginan defekasi, penderita hemorrhoid dapat terjadi konstipasi. Konstipasi
disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu (Isselbacher,
dkk,1999).

Hemorrhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan. Mula-mula


penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat masuk sendiri dengan
spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak dapat masuk ke anus dengan
sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan tangan. Bila tidak segera ditangani,
hemorrhoid itu akan menonjol secara menetap dan terapi satu-satunya hanyalah dengan
operasi. Biasanya pada celana dalam penderita sering didapatkan feses atau lendir yang
kental dan menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab. Sehingga sering pada
kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus. (Murbawani, 2006).

D. Gambaran Hemorrhoid Secara Makroskopik dan Mikroskopik


 Secara Makroskopik
Hemorrhoid terdiri dari pembuluh vena yang melebar dan tipis yang menonjol di
bawah mukosa anus dan rectum. Dalam keadaan yang tidak terlindungi, maka mudah
terkena trauma dan mungkin mengalami trombosis bahkan hingga prolpas (Robbins,
1995). Tempat sering terjadinya hemoroid Interna pada tiga posisi primer, yaitu kanan
depan, kanan belakang, dan kiri lateral ( Sjamsuhidajat, 1998 ).

28
Trombosis Hemorrhoid pada
hemoroid eksterna

29
 Secara Mikroskopik
Hemorrhoid secara mikroskopik tampak dinding vena yang menipis terisi
thrombus yang kadang-kadang telah menunjukkan tanda-tanda organisasi seperti
rekanalisasi ( Patologi, F.K.UI, 1999).

E. Diagnosis Hemorrhoid
Diagnosis hemorrhoid tidak sulit, dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur
termasuk anorektoskopi (alat untuk melihat kelainan di daerah anus dan rektum). Pada
pemeriksaan anorektoskopi dapat ditentukan derajat hemoroid. Lokasi hemoroid pada
posisi tengkurap umumnya adalah pada jam 12, jam 3, jam 6 dan jam 9.
Permukaannya berwarna sama dengan mukosa sekitarnya, bila bekas berdarah akan
tampak bercak-bercak kemerahan. Perdarahan rectum merupakan manifestasi utama
hemorrhoid interna. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat dari trombosis
hemorrhoid eksterna. Diagnosis hemorrhoid dapat terlihat dari gejala klinis
hemorrhoid, yaitu; darah di anus, prolaps, perasaan tidak nyaman pada anus (mungkin
pruritus anus), pengeluaran lendir, anemia sekunder (mungkin), tampak kelainan khas
pada inspeksi, gambaran khas pada anoskopi atau rektoskopi (Sjamsuhidajat, 1998).

F. Terapi dan Pencegahan Hemorrhoid


Tujuan terapi yaitu memotong lingkaran patogenesis hemorrhoid. Penatalaksanaan
awal adalah mengurangi kongesti dengan cara manipulasi diit dan mengatur kebiasaan makan,
obat antiinflammasi, obat flebotonik, dilatasi anus dan sfinkterotomi. Dapat pula dilakukan
fiksasi mukosa pada lapisan otot melalui skleroterapi, koagulasi infra merah dan diatermi

30
bipolar. Cara lain adalah, mengurangi ukuran/vaskularisasi dari pleksus hemorroidalis dengan
ligasi maupun eksisi.
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein. Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal
hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan
awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-
lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat
membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi
meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain: Hemoroid internal derajat II berulang. Hemoroid derajat
III dan IV dengan gejala
Tatalaksana dari hemoroid grade 1 dan 2 adalah terapi medik dan terapi minimal
invasive. Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2 . Manipulasi diit
dan mengatur kebiasaan. Diit tinggi serat, bila perlu diberikan supplemen serat, atau obat
yang memperlunak feses (bulk forming cathartic). Menghindarkan mengedan berlama-lama
pada saat defekasi. Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang
mungkin menimbulkan ekaserbasi penyakit. Obat antiinflammasi seperti steroid topikal
jangka pendek dapat diberikan untuk mengurangi udem jaringan karena inflammasi.
Antiinflammasi ini biasanya digabungkan dengan anestesi lokal, vasokonstriktor, lubricant,
emollient dan zat pembersih perianal. Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap
hemorroidnya sendiri, tetapi akan mengurangi inflammasi, rasa nyeri/tidak enak dan rasa
gatal. Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid karena

31
bekerja sebagai antiinflammasi, antipruritus dan vasokonstriktor. Walaupun demikian
pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik karena menimbulkan atrofi kulit perianal
yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Demikian pula obat yang mengandung
anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena sering menimbulkan reaksi buruk
terhadap kulit/mukosa. Sitz bath (bagian anus direndam di waskom/ember dengan air hangat
+ permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek membersihkan perianal. Obat
flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus vena sehingga
mengurangi kongesti. Daflon merupakan obat yang dapat meningkatkan dan memperlama
efek noradrenalin pada pembuluh darah. Penelitian double blind placebocontrolled dari
Daflon ternyata memberikan manfaat untuk terapi hemorroid baik pada keadaan non akut
maupun pada saat ekaserbasi akut. Dosis pada saat akut yaitu 3 x 1000 mg selama 4 hari
dilanjutkan 2 x 1000 mg selama 3 hari.Ternyata pengobatan dengan cara tersebut lebih baik
dari plasebo. Penelitian lain pada hemorroid non akut dengan dosis 2 x 500 mg selama 2
bulan hasilnya kelompok yang diobati lebih baik dari placebo. Obat ini dikatakan aman
bahkan pada wanita hamil sekalipun.
Terapi Minimal invasif dilakukan terhadap penderita yang tidak berhasil dengan cara
medik atau penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling optimal cara ini dilakukan
pada penderita hemorroid derajat 2 atau 3.
Skleroterapi sangat lama digunakan. Sklerosant (morhuat,etoksisklerol dsb)
disuntikkan para varises sehingga terjadi inflammasi dan sklerosis lapisan submukosa. Cara
ini bermanfaat untuk mengatasi hemorroid kecil yang sedang berdarah. Teknik ini dilakukan
menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau
hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan
tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Beberapa ahli menyatakan teknik
ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang
tinggi.
Rubber band ligation dilakukan dengan memakai aplikator khusus, hemorroid dihisap
kemudian rubber band dilepaskan dan hemorroid terikat. Keadaan ini akan menimbulkan
nekrosis lokal dan terjadi fibrosis serta fiksasi mukosa pada lapisan otot. Ligasi jaringan
hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang

32
akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah
nyeri dan perdarahan.
Dilatasi anus sangat simpel bisa dengan lokal anestesi atau neuroleptik. Bedah krio,
dilakukan dengan cara sebagian dari mukosa anus dibekukan dengan nitrogen cair. Dalam
beberapa hari terjadi nekrosis, kemudian sklerosis dan fiksasi mukosa pada lapisan otot.
Diatermi bipolar dilakukan dengan cara sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya
jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis
jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal. Prinsip dari
cara-cara ini hampir sama yaitu nekrosis lokal karena panas,terjadi nekrosis, fibrosis/sklerosis
dan fiksasi mukosa pada jaringan otot dibawahnya.

33
Kesimpulan
1. Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Hemorrhoid dibagi atas hemorrhoid interna bila
pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna, hemorrhoid eksterna
apabila terjadi pembengkakan di pleksus hemorrhoidalis ekterna.
2. Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi proksimal
terhadap otot sphincter anus. Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh
kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan karena
dilatasi vena hemorrhoidalis. Faktor risiko hemorrhoid, yaitu; keturunan,
anatomic, pekerjaan, umur, endokrin, mekanis, fisiologis, dan radang.
3. Gejala klinis hemorrhoid, yaitu; darah di anus, prolaps, perasaan tidak nyaman
pada anus (mungkin pruritus anus), pengeluaran lendir, anemia sekunder
(mungkin), tampak kelainan khas pada inspeksi, gambaran khas pada anoskopi,
atau rektoskopi. Terapi hemorrhoid derajat I dan II terapi yang diberikan berupa
terapi lokal dan himbauan tentang perubahan pola makan. Dianjurkan untuk
banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah yang banyak mengandung air.
derajat III dan IV, terapi yang dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan
hemoroidektomi. Terapi ini bisa juga dilakukan untuk pasien yang sering
mengalami perdarahan berulang, sehingga dapat sebabkan anemia, ataupun untuk
pasien yang sudah mengalami keluhan-keluhan tersebut bertahun-tahun.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hemorrhoid dengan minum yang cukup, makan cukup sayuran, dan
buah- buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.
2. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994,“Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah”, Binarupa Aksara, Jakarta, hal. 266-271.
3. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999,
“Kumpulan Kuliah Patologi”, Jakarta, hal.263-279.
4. Dudley, Hugh A.F, 1992, “Ilmu Bedah Gawat Darurat”, Edisi 11, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hal.506-508.
5. David C, Sabiston, 1994, “Buku Ajar Bedah”, Bagian 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.56-59.
6. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2000, “Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Volume 4, Edisi 13, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.159-165.

7. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper 1999, “Harrison Prinsip-


Prinsip ilmu Penyakit Dalam”, Volume 1, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, hal.255-256.
8. Kumar, Robbins, 1995, “Buku Ajar Patologi II”, Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.274-275.
9. Murbawani, E.A, 2006 “Wasir Karena Kurang Serat”, www. suaramerdeka. com.
10. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 1998, “ Buku Ajar Ilmu Badah”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.910-915.
11. Underwood, J.C.E, 1999, “Patologi Umum dan Sistemik”, Volume 2, Edisi 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 468, 492.
12. Merdikoputro, D, 2006, “Jalan Kaki Cegah Wasir”, www. suaramerdeka. com.

35

Anda mungkin juga menyukai