SELULITIS PEDIS
OLEH
MARCELITA T DUWIRI 1965050003
CHRISTIAN D HAGGAI H I SAUDALE 1965050134
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 1 FEBRUARI 2021 – 13 MARET 2021
JAKARTA
Identitas
• Nama pasien : Tn. W
• Umur : 63 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Bangsa : Indonesia
• Pekerjaan : Wiraswasta
Anamnesis
• Keluhan utama : Luka nanah di jari kaki kanan
• Riwayat penyakit :
Pasien datang dengan keluhan keluar nanah di daerah jari ke 4 kaki kanan Sejak ± 3
hari SMRS. Pasien mengatakan awalnya keluhan kemerahan dan bengkak pada
pungggung kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu dikarenakan jatuh dari motor 1
minggu yang lalu. Keluhan juga disertai dengan nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk. Pasien juga mengatakan memiliki beberapa Luka - luka lecetpada kedua
ektremitas. Semenjak 1 minggu yang lalu jari kaki keempat pasien berubah warna
menjadi hitam, serta bagian luka lain yang tak kunjung sembuh.
• Saat ini pasien sudah sulit menggerakan jari kaki dan tidak lagi dirasakan nyeri.
Pada kaki dilakukan penggantian rutin sekali sehari menggunakan kassa lembab
dan kassa kering. Pasien diketahui memiliki penyakit Diabetes Melitus tipe 2 sejak
2 tahun lalu saat operasi katarak, terakhir pada bulan lalu GDS pasien 300 mg/dl.
Saat perawatan dilakukan pengecekan rutin dan penurunan kadar gula darah
pasien. Pasien sempat mengalami demam beberapa hari namun sudah membaik,
serta juga perasaan pusing dan lemas yang tidak lagi dirasakan.
• Riwayat keluarga : (-)
• Riwayat masa lampau :
- Penyakit terdahulu : HT (-) DM(+) Alergi (-) Hepatitis (-)
- Trauma terdahulu : Pada bulan januari 2021 sempat terjatuh, nyeri dirasakan namun tidak sehebat nyeri saat masuk RS, dan
luka belum kunjung sembuh
- Riwayat operasi : Operasi Katarak Sinistra
- Sistem :
a. Neurologi : tidak ada
b. Kardiovaskuler : tidak ada
c. Gastrointestinal : tidak ada
d. Genitourihari : tidak ada
e. Catamenia : tidak ada
Riwayat gizi : baik ( BB= 66 KG TB=165CM)
Riwayat Psikiatri : tidak ada
Status umum
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : kompesmentis
• Suhu : 36.5 C
• TD : 130/80 mmHg
• Kulit : sianotik (-) ikterik (-)
• Kepala : normochepali
• Mata : CA -/-, SI +/+
• Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
• Leher : KGB tidak membesar.
• Jantung : I = pulsasi ictus cordis tidak terlihat
• P= pulsasi ictus cordis teraba di ICS 5
• P= batas jantung kanan dan kiri normal
• A= BJ 1 DAN II regular, murmur (-), gallop (-)
• Keadaan gizi : baik
• Frekuensi napas : 22x/menit
• Nadi : 112x/menit
• Kelenjar Lymph : tidak teraba membesar
• Wajah : simetris
• Telinga : normotia
• Mulut/gigi : sianotik (-) kering (-) karies (-)
• Paru : I = pergerakan dinding dada simetris
P = VF simetris
P= sonor/sonor
A= BND vesikuler, rhonki -/- Wheezing -/-
• Perut : I = perut tampak mendatar Kemaluan : dalam batas normal
A = BU (+) 5x/menit Ekstremitas : akral hangat, CRT <2s,
P = hipertimpani, nyeri ketok (-) edema -/-, Pada kedua ekstremitas
P = Defens muscular (-), nyeri tekan (-)
terdapat beberapa vulnus ekskoriasi
yang diutupi jaringan nekorsi berwarna
Limpa : tidak teraba membesar hitam. dengan ukuran paling besar.
Kandung Empedu : tidak teraba membesar, Sensibiltas : tidak ada gangguan.
nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba membesar
Ginjal : hematom (-), nyeri CVA -/- massa -/-
Kandung kencing : bulging (-), nyeri tekan (-)
Status lokalis
Diagnosa banding
Erisipelas
Deep vein thrombosis,
Laboratorium
HEMATOLOGI Nilai Normal AGD Nilai Normal
LED : 110 mm/jam < 20 mm/jam PH Darah : 7.527 7.350 – 7.450
Hemoglobin : 13,1 gr/dL 12 – 14 g/dl PCO2 : 28.8 36 - 45
Leukosit 24.3 H 5 – 10 ribu/uL Saturasi O2 : 86.7
Eritrosit : 4,14 juta/ml 4.5 – 5.5 Juta/ml Base Excess : 2.8 H -2.5 – 2.5 mmol/L
Hematokrit : 38,8 % 37 – 43 % HCO3 : 24.1 21 -25 mmol/L
Trombosit : 328 ribu/ul 150 – 400 ribu/uL TCO2 : 25.0 21 – 27 mmol/L
MCV : 93.6/fl 82 – 92 /fL Konsenstrasi O2 :18.3
MCH : 31.6 pg 27 – 31 pg
MCHC : 33,8 gr/dl 32 – 36 g/dl
Basofil : 0% 0–1%
Eosinofil : 1% 0–3% AGD Nilai Normal
Neutrofil batang : 7% 2–5% Natrium : 138 mmol/L 136 - 145 mmol/L
Neutrofil segmen : 81% 50 – 70 % Kalium : 4.4 mmol/L 3.5 - 5.1 mmol/L
Limfosit : 10% 25 – 40 % Klorida : 98 mmol/L 99 – 111 mmol/L
Monosit : 11% 2–8%
Laboratorium Urine
Warna : Kuning
Nilai Normal
4. m. peroneus longus
5. m. peroneus brevis
4. m. peroneus longus
o: capt fibulae, facies lat fib bag prox, septum
intermusculare ant & post
5. m. peroneus brevis
o: dataran lateral fibula
i : tuberositas ossis metatarsalis V
f : flex plantar, pronasi kaki
1. m. poroneus longgus
6
4. m. soleus
o: cap fibulae & corp fibulae bag prox, l poplitea tibiae, arcus
tendineus antara origo di tibia & fibula
i : dgn tendo calcaneus ke tuber calcanei
f : fleks plantar kaki
5. m. extensor digitorum longus
6. m. peroneus brevis
4 1. Tendo achiles
2. m. gastronemeus caput laterale
3. m. gastronemeus caput mediale
3 2
4. m. plantaris
o: lanjutan distal lab lateralis l aspera, lig popliteum obliguum
i : bergabung disebelah medial tendo calcaneus—tuber calcanei
f : fleks tungkai bwh dan kaki
1
1. m. soleus
2 2. Tuber calvaneus
3. Tendo archiles
1 4. m. plantaris
2
1. m. popliteus 3. m. flexor digitorum longus
o: condylus lateralis
femoris o: dataran dorsal tibia
i : l poplitea i : mll dorsal malleolus
f : fleks, endorot tungkai medialis—telapak
bwh kaki—4 tendo ke
1
phalanx distalis jari II-V
2. m. tibialis posterior
o: facies dorsalis capt f: flex plantar, supinasi kaki,
tibiae, facies medialis
fibulae, membr flex phalanx jari II-V
3
2 interossea
i : os naviculare, os 4. m. flexor hallucis longus
cuneiforme 1-3, os o: dataran medial fibula bag
distal
4 cuboideum, basis ossis
metatarsalis II-IV i : mll dorsal malleolus
f : flex plantar, supinasi medialis—ke phalanx
kaki distalis jari I
f: flex plantar, supinasi kaki,
flex phalanx jari I
• Peredaran darah ekstremitas bawah sendiri akan
disuplai oleh arteri femoralis yang merupakan
kelanjutan dari arteri iliaka eksterna.
• Bercabang menjadi arteri femoralis mempunyai
cabang yang bernama arteri profunda femoris,
sebelum melanjutkan perjalanannya untuk menjadi
arteri poplitea.
• Arteri profunda femoris memiliki empat cabang
arteri perfontrantes. Arteri profunda femoris juga
mempunyai percabangan yang bernama arteri
circumflexa femoris lateral dan arteri circumflexa
femoris medial.
• Arteri poplitea bercabang menjadi 2, yaitu arteri
tibialis anterior dan arteri tibialis posterior.
• Arteri tibialis anterior berjalan ke dorsum pedis
menjadi arteri dorsalis pedis. Percabangan ini
dapat diraba di antara digiti 1 dan 2.
• Arteri tibialis posterior akan membentuk cabang
menjadi arteri peroneal/fibular.
• Setelah percabangan tersebut, arteri tibialis
posterior pedis akan tetap berjalan sampai ke
daerah plantar pedis. Pada daerah tersebut, arteri
akan bercabang menjadi arteri plantaris medial
dan arteri plantaris lateral. Keduanya akan
membentuk arcus plantaris yang
memvaskularisasi telapak kaki.
TIBIA
jaringan subkutan.
Etiologi
• Kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta
hemolitikus grup A adalah penyebab utama.
• Pada anak, penyebab tersering adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib),
Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus
Etiologi
Epidemiologi
• Di Belanda, insiden tahunan diperkirakan 22 per 1000 penduduk.
• Sekitar 7% dari semua pasien selulitis dirawat di rumah sakit.
• Angka kematian pasien rawat inap telah dilaporkan sekitar 2,5%.
• Data epidemiologi terbaru tentang selulitis di Belanda masih kurang, tetapi
dengan meningkatnya kejadian faktor risiko penting (yaitu diabetes, obesitas, dan
usia tua), diharapkan terjadi peningkatan kejadian seluli
• Leukositosis dan peningkatan kadar protein C-reaktif (CRP) ditemukan pada 34-
50% dan 77-97% pasien
Faktor Predisposisi
• Kekurangan di integritas kulit, kekebalan tubuh ataupembuluh darah dapat dianggap
sebagai faktor risiko perkembangan selulitis. Usia tua, diabetes, dan obesitas
menyebabkan cacat pada ketiga area ini risiko yang relatif tinggi.
• Diabetes mellitus, penyakit ginjal kronik, penyakit hepar, penyakit vascular, imunosupresi
• Riwayat pernah selulitis
• Infeksi jamur kronis
• Gigitan & sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia
• Penyalahgunaan obat dan alkohol
• Kerusakan kulit, limfedema, insufisiensi vena, tinea pedis telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko selulitis ekstremitas bawah dalam studi kontrol kasus.
Gejala klinis
• Demam dan malaise. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang terasa
panas, selanjutnya meluas kesamping dan bawah sehingga terbentuk benjolan
berwarna merah dan hitam yang mengeluarkan sekret seropurulen.
• Presentasi klasik rubor (kemerahan), dolor (nyeri), tumor (bengkak), kalori (panas)
adalah ciri khas selulitis.
• Bisa tampak sebagai eritema lokal hingga eritema yang menyebar dan dengan
tampakan nekrosis fasciitis
• Kerusakan kulit, bula, atau area jaringan nekrotik dapat ditemukan pada selulitis
yang parah.
Klasifikasi Eron
Diagnosis
Anamnesis
• Identitas pasien, terutama pekerjaan, karena beberapa jenis pekerjaan memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya penyakit selulitis ini, misalnya tukang kebun,
petani, dll.
• Adanya keluhan nyeri dan pembengkakan lokal pada lokasi selulitis,
• Dijumpai riwayat trauma (kecelakaan, gigitan hewan / serangga, garukan,
goresan, suntikan, dll), atau riwayat tindakan operasi. Hambatan drainase limfe
juga diketahui sebagai faktor predisposisi.
• Muncul gejala – gejala prodromal berupa demam, menggigil (terutama jika terjadi
supurasi), kadang dikeluhkan pula malaise.
Pemeriksaan Fisik
Persiapan
Dasar
Luka
Kontrol
Debridement
Kelembapan
Kontrol kelembapan
• Dapat dilakukan pemasangan dressing yang cocok
Dressing
• 4 prinsip dasar dressing
Area predileksi Area penumpu berat Bagian ujung dan sisi Perbatasan antara
badan pada kaki dan medial jempol kaki, telapak kaki dan
daerah tonjolan tulang tepi kuku, sisi lateral jempol kaki
kaki
Kalus dan jaringan Kalus tebal Sering dijumpai Kalus minimal, dapat
nekrotik jaringan nekrotik dijumpai dengan
nekrotik
• Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.
• Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta
adanya infeksi sistemik.
Tatalaksana
Debridement
• Penyembuhan luka lebih cepat dan bilabebas dari jaringan mati/nekrotik serta
material yang menghambat pertumbuhan jaringan baru.
• Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum ini salah satunya dengan debridemen.
Deberidement berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda
asing serta dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka
• Debridemen tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan.
• Metode lain : balutan basah-kering (wet to dry dressing); debridement dengan
enzim seperti kolagen sebagai salep; juga autolitik debridemen menggunakan
balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture retaining dressing)
• Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
• mengevakuasi bakteri kontaminasi,
• mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
• Menghilangkan jaringan kalus,
• mengurangi risiko infeksi lokal.
• Balutan/Dressing
• Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada kelembaban luka
(moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan bersih dapat merangsang
percepatan proses granulasi .
• Prinsip dressing menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma. Faktor yang harus perhatikan : tipe ulkus, ada atau
tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya
• Balutan basah-kering dengan normal salin standar baku perawatan luka.
• Mengurangi beban (offloading)
• Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Neuropati penderita DM sangat rentan terjadi luka akibat beban dan gesekan.
• Salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan kaki diabetic adalah
mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).
• Amputasi tindakan yang paling terakhir jika berbagai macam telah gagal dan
tidak menunjukkan perbaikan.
• Pasien DM dnegan ulkus kaki 40- 60% mengalami amputasi ekstremitas bawah