Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1 BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................3 BAB 2 PEMBAHASAN DVT 2.1 Mekanisme Hemostasis...........................................................................................4 2.2 Patofisiologi Trombosis..........................................................................................6 2.3 Faktor Resiko DVT.................................................................................................8 2.4 Patogenesis DVT.....................................................................................................8 2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................................10 2.6 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................10 2.7 Komplikasi............................................................................................................11 2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................................12 2.9 Pencegahan............................................................................................................13 2.10 Trombosis Vena Dalam Pada Diabetes Mellitus Tipe 2.....................................15

BAB 3 PEMBAHASAN SELULITIS 3.1 Epidemiologi.........................................................................................................17 3.2 Faktor Resiko........................................................................................................17 3.3 Etiologi..................................................................................................................18 3.4 Patogenesis............................................................................................................18 3.5 Gejala Klinis..........................................................................................................19

3.6 Laboratorium dan Diagnostik................................................................................20 3.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................21 3.8 Pencegahan............................................................................................................21 3.9 Prognosis...............................................................................................................22 KESIMPULAN........................................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................24

BAB 1 PENDAHULUAN

Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis (DVT) ) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena dalam. Bekuan yang terbentuk di dalam suatu pembuluh darah disebut trombus. Trombus boleh terjadi baik di vena superfisial (vena permukaan) maupun di vena dalam, tetapi yang berbahaya adalah yang terbentuk di vena dalam. Trombosis vena dalam sangat berbahaya karena seluruh atau sebagian dari trombus bisa pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut di dalam arteri yang sempit di paru-paru sehingga menyumbat aliran darah. Trombus yang berpindah-pindah disebut emboli. Semakin sedikit peradangan di sekitar suatu trombus, semakin longgar trombus melekat ke dinding vena dan semakin mudah membentuk emboli. Penekanan pada otot betis dapat membebaskan thrombus yang tersangkut, terutama ketika penderita kembali aktif. Darah di dalam vena tungkai akan mengalir ke jantung lalu ke paru-paru, karena itu emboli yang berasal dari vena tungkai bisa menyumbat satu atau lebih arteri di paru-paru. Keadaan ini disebut emboli paru. Emboli paru yang besar bisa menghalangi seluruh atau hampir seluruh darah yang berasal dari jantung sebelah kanan dan dengan cepat menyebabkan kematian.

Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan. Tempat yang paling sering terkena adalah ektremitas, tetapi selulitis juga dapat terjadi di kulit kepala, kepala, dan leher. Tempat infeksi ditandai dengan pembengkakan dengan batas tidak tegas disertai nyeri tekan dan hangat. Gejalanya sangat mirip dengan trombosis vena dalam namun pada selulitis kulit yang terkena memerah dan jaringan kulit luar mengeras. Infeksi juga dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam atau menyebar secara sistemik. Keadaan yang sangat parah dimana terjadi selulitis yang dalam yang mengenai fascia dan otot disebut necrotizing fasciitis. Hal ini berhubungan dengan nekrosis jaringan yang luas dan toksemia yang parah dan dengan cepat bisa menyebabkan kematian.

BAB 2 PEMBAHASAN DVT 2.1 Mekanisme Hemostasis Hemostasis merupakan suatu mekanisme tubuh yang amat penting untuk menghentikan perdarahan secara spontan dan mempertahankan darah tetap dalam kondisi cair di dalam pembuluh darah. Kelangsungan dari fungsi hemostasis ini sangat bergantung pada keseimbangan antara aktivitas koagulasi dan antikoagulasi yang dihasilkan oleh interaksi yang terintegrasi dari endotel pembuluh darah,trombosit, protein pembekuan darah, protein antikoagulasi dan enzim fibrinolisis.7,8 Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh oksidan, sitokin berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin,

dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan

menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII.2,3,7 Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator. Pada reaksi degranulasi trombosit akan melepaskan berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit (serotonin, katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium, faktor trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen, fibrinogen, protein plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat

trombosit yang stabil, mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein koagulasi yang terjadi secara berurutan. 2,3,7 Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan

protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim.
2,3,7

Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya kontak faktor pembekuan dengan permukaan asing yang bermuatan negatif dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, HMKW, PK, PF.3 dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit. 2,3,7 Pembekuan darah merupakan suatu proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah berperan dengan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C dan S. Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksi koagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein.2,3,7

Untuk membatasi dan selanjutnya mengeliminasi bekuan darah maka sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi. 2,3,7 Adanya defek pada salah satu atau beberapa komponen yang berperan dalam proses hemostasis ini akan menganggu keseimbangan hemostasis dan menimbulkan masalah mulai dari perdarahan yang sulit diatasi setelah terjadinya luka sampai pembekuan darah yang tidak pada tempatnya dalam pembuluh darah. 3,7

2.2 Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem peredaran darah yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombosis terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dengan mekanisme proteksi sebagai akibat dari meningkatnya stimulus trombogenik atau penurunan mekanisme proteksi. Ada 3 hal yang menjadi penyebab timbulnya trombosis yaitu kelainan endotel pembuluh darah, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan perubahan daya beku darah/hiperkoagulasi.3,8 Sel endotel pembuluh darah yang utuh akan melepaskan berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik untuk mencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas karena

berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak

aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus.3,8 Aliran darah yang melambat bahkan stasis akan mengakibatkan gangguan pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan

penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Perubahan aliran darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya viskositas darah.3,8 Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proses aktivasi dan inhibisi sistem pembekuan darah. Kecenderungan trombosis timbul bila aktivasi sistem pembekuan meningkat dan atau aktivitas inhibisi sistem pembekuan menurun. Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingkan orang normal dan pada penderita-penderita tersebut dijumpai peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen.3,7,8

Gambar 1: Ilustrasi perbedaan aliran darah pada Normal dan DVT

2.3 Faktor Risiko DVT Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu:2,5,8 Riwayat trombosis Paska tindakan bedah terutama bedah ortopediImobilisasi lama >3hari terutama paska trauma/ penyakit berat Luka bakar Gagal jantung akut atau kronik Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok. Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya thrombosis.

2.4 PATOGENESIS DVT Penyebab utama trombosis vena belum jelas, tetapi ada tiga kelompok faktor pendukung yang dianggap berperan penting dalam pembentukannya yang dikenal sebagai TRIAS VIRCHOW:2,4,5 Kerusakan dinding pembuluh darah menyebabkan trombosit langsung terpapar pada subendotelial dgn perantaraan factor von willbrand yaitu factor adhesi.Selanjutnya trombois yang berdekatan dihubungkan antara satu sama lain oleh fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit yang membentuk trombosit plak.Selain itu kerusakkan jaringan akan menyebabkan factor jalur ektrinsik dan membentuk fibrin dan thrombus.

Selain aktiviti koagulasi ektrinsik maupun intrinsic oleh factor jaringan yang dihasilkan pada trauma dan operasi juga terjadi migrasi leukosit baik melalui jalur ektrinsik maupun intrinsic, mengaktifkan FX mjadi FXa dan jalur umum FXa bersama FV dan factor 3 trombosit akan mengubah protrmbin mejadi thrombin dan kemudian thrombin diubah menjadi fibrinogen dan fibrin.Fibrin merupakan dasar dari pembekuan.Koagulasi darah juga meningkat disebabkan factor umur, trombofilia dan kondisi tertentu.Trombofilia adalah kecenderungan darah membentuk thrombus ianya dapat secara herediter maupun di dapat.
8

Hal ini karena pada statis factor koagulasi aktif lambat dbawa ke hati untuk menjadi klirens dan juga terjadi pencegahan bercampurnya factor pembekuan aktif dengan antikoagulan.Selain itu, pada statis akan akan mempermudah interaksiinteraksi thrombosis dan factor pembekuan darah. Akibat

terbentuknya thrombus aliran darah di vena menjadi terhambat sehingga cairan keluar dari dari pembuluh darah ke jaringan interstitial dan terjadi odem. Pembengkakan juga menyebabkan penekanan saraf perifer menyebabkan pasien merasa sakit. Ianya dapat terjadi di bahagian proximal maupun distal.

Trombus mula dibentuk pada aliran darah yang lambat atau terganggu. Sering dimulai dari deposit pada vena besar besar di betis pada kantung vena di vena betis dan paha.Aktivasi melalui jalur intrinsic dapat terjadi karena kontak FXII dengan kolagen pada subendotelium pembuluh darah yang rusak.Aktivisi melalui jalan intrinsic yang rusak masuk aliran darah mengaktifkan FVII. Baik melalui jalur intrinsic maupun ektrinsik akhirnya dapat membentuk fibrin. Pada penyakit kanker FX langsung diaktifkan oleh system yang dikeluatka oleh sel kanker.Pada kelainan herediter pula dapat terjadi peningkatan koagulasi dan menjadi predisposisi thrombosis.Kehamilan dapat menyebabkan peningkatan dari F II, F V II, dan FX. Golongan darah bukan O pada sebahagian populasi tertentu di sertai peningkatan FVIII. Mutasi gen protrombin terjadi 1-4% pada populasi. 3,10 Statis juga dapat diakibatkan oleh imobilitas obstruksi vena dilatasi vena dan meningkatnya viskositas darah. Imobilitas dapat diakibatkan stroke atau berbaring lama. Obstruksi pula didapatkan dari luar atau sekunder karena trombosis vena

sebelumnya..Viskositas darah meningkat karena fibrinogen meningkat. Vasodilatasi vena juga terjadi jika berbaring lama dan kehamilan.Trauma pada pasien merupakan factor resiko thrombosis vena. Trauma pada pembuluh darah menyebabkan kerusakan endotel sebagai respon terhadap inflamasi akandiproduksi sitokin.3 Sitokin akan menstimulasi sintesis PAI 1 dan menyebabkan aktiviti fibrinolisis berkurang.Aktiviti koagulasi dapat terjadi melalui jalan intrinsic yaitu kontak FXII dgn kolagen pada subendotelium atau melalui jalan ektrinsik yaitu tromboplastin masuk dalam darah akibat dari kerusakkan sel. Aktivasi koagulasi baik melalui jalan intrinsicmaupun ektrinsik akan mengaktifkan Fx. FX akan menjadi aktif dan selanjutnya menyebabkan terbentuknya fibrin.Kerusakan endotel vena menyebabkan thrombosis menempel pada subendoteliumdan trombosit beragregasi pada lokai akumulasi leukosit. Kolagen akan mengaktifkan FXII,sedang trombosit mengaktifkan FXII dan FXI .3
9

2.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk: nyeri, bengkak, kehangatan, dan kemerahan. Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin hadir dengan deep vein thrombosis.4,5,6,8 2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Ultrasound sekarang adalah metode standar dari mendiagnosa kehadiran deep vein thrombosis. Teknis ultrasound bekuan,dimana mungkin ia berlokasi di mampu untuk kaki, dan berapa

menentukan apakah ada

besarnya.Ultrasounds dapat dibandingkan melalui waktu untuk melihat apakah bekuan telah tumbuh atau menghilang. Ultrasound adalah lebih b a i k u n t u k " m e l i h a t " v e n a v e n a d i a t a s l u t u t d i b a n d i n g p a d a v e n a - v e n a d i b a w a h l u t u t . Kelemahannya adalah apabila trombusnya di distal sering menghasilkan negative palsu ,tetapi bagi DVT yang superficial sering memberikan sensitivitas dan spesifisitas sebanyak 95% dan perlu dibuat venography apabila ianya negative. m e n yu n t i k a n z a t p e w a r n a ( d ye ) k e ianya masih merupakan gold standart.2,4,8 dalam V e n o g r a p h y,

vena-vena untuk mencari

thrombus, umumnya tidak dilakukan lagi dan telah lebih menjadi catatan kaki sejarah. Tetapi

Gambar 2: Tindakan USG pada DVT


10

Ddimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes p e n y a r i n g a n (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D - d i m e r a d a l a h k i m i a ya n g dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut dan terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, itu tidak perlu berarti bahwa deep vein thrombosis hadir karena banyak situasi-situasi akan mempunyai hasil positif yang diharapkan (contohnya, dari operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan secara selektif.Pengujian darah lainnya mungkin dipertimbangkan berdasarkan pada penyebab yang potensial untuk deep vein thrombosis. Protein S, protein C, antithrombin III, factor V Leiden, prothrombin dapat diukur. Defisieni daripada factor ini menunjukkn ketidak normal dalam hiperkoagulasi darah dan ini mungkin dicurigai DVT . 2,4,8

2.7 KOMPLIKASI Emboli paru adalah komplikasi utama dari deep vein thrombosis. Ia dapat

hadir dengan nyeri dada dan sesak napas dan adalah kondisi yang mengancam nyawa.Lebih dari 90% dari pulmonary emboli timbulya dari kaki-kaki. Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba.Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paruparu, yang disebut infark paru. Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut rombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering

menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark.2,5,8

11

Post-phlebitic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki

yangterpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahanperubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer) di sekitar kaki dan pergelangan kaki. 2,5,8

2.8 PENATALAKSAAN 2.8.1 MEDIKAMENTOSA Terdapat 3 obat utama dalam menunjang terapi trombosis ini yaitu :

a)Obat anti platlet Obat ini bertujuan menghambat agregasi trombosit. Ianya sebaikknya diberikan sebelum trobus terjadi thrombus secara atau diberi saat terjadi aspirin, thrombus untuk mencegah menghambat A2.

pembentukkan siklooksigenase

baru.

Seperti

ianya dapat

irreversible

sehingga

menurunkan

tromboxane

Yangmerupakan antagonis trombosit.1

b)Obat anticoagulant Antikoagulasi mencegah pertumbuhan yang lebih jauh dari bekuandarah dan mencegahnya dari pembentukan embolus yang dapat berjalan ke paru.1

I.

Heparin diberi praentral dan tidak diabsorbsi usus, ianya bekerja melalui kompleks

thrombin antitrombin dan kompleks antitrombin factor Xa, IXa dan Xia dan mampu untuk mengikat thrombin. Heparin bera molekul rendah mampu menghambat factor Xalebih kuat, interaksi dengan thrombin yang rendah sehingga menurunkan bahaya pendarahan,dan memiliki bioavailibilitas yang baik sehingga masa paruhnya lebh panjang. Ianyadapat diberikan bersama dengan warfarin dan jika terjadi pendarahan sebagai efek sampingnya maka diatasi dengan pemberian protamin.1,5

II. Adalah

Warfarin anticoagulant oral yang merupakan derivate caumarin dan

indandione.Warfarin menghambat factor XII, IX,X dan protein C dan S sehingga menghambat thrombin. Dosis dari warfarin dimonitor dengan tes-tes darah yang
12

mengukur waktu prothrombin karena PT mengukur aktiviti VII, X dan protrombin atau INR (internationalnormalized ratio) . Untuk deep vein thrombosis yang tidak rumit (menyulitkan), lamanya terapi dengan warfarin yang direkomendasikan adalah tiga sampai enam bulan.Pendarahan terjadi jika dikombinasi dengan antiplatet maka warfarain harus dihenti pemakaiannya.Warfarin (Coumadin) adalah obat pilihan untuk antikoagulasi. Ia segera dimulai, namun sayangnya mungkin memerlukan waktu satu minggu atau lebih untuk darahnya mengencer secara tepat. Oleh karenanya, heparin berat molekul rendah (enoxaparin(Lovenox))dimasukan pada saat yang bersamaan. Ia mengencerkan darah melalui mekanisme yang berbeda dan digunakan sebagai terapi penghubung (jembatan) hinggawarfarin telah mencapai tingkat therapeutiknya. Suntikan-suntikan enoxaparin dapatdiberikan pada basis pasien rawat jalan.1,5

Trombolitik Adalah untuk menghancurkan thrombus yang terjadi. Obat yang diberikanadalah streptokinase sangat bekerja optimal dalam 6 jam terjadi thrombosis.1,5

2.8.2 NON MEDIKAMENTOSA Pada bahagian yang terlibat bungkusan panas dapat dipakai untuk mempercepatkan

penyembuhan. Seluruh extrimitas seeloknya dibungkus , ini dapat meningkatkan aliran darah dan memecahkan thrombosis terbabit.4 Pada penderita thrombosis vena dianjurkan paha ditinggikan sampai membuat sudut 30 derajat dengan permukaan horizontal.4 Kaos kaki elastic bertujuan mencegah terjadi insuffisiensi vena menahun, maka cukupsampai lutut karena komplikasi ini tidak dapat terjadi di peha.4

2.9 Pencegahan 1.Mobilisasi dini, program ini diberikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena keadaan yang mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderitastroke, cedera spinal cord , cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa membaik.2,4

13

Gambar 3: Elevasi tungkai bawah dan latihan ekstremitas

2.Elevasi, Meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari jantung berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan pengosongan vena karena pengaruh grafitasi.2,4

3.Kompresi, pemberian tekanan dar i luar seperti pemakaian stocking , pembalut elastik,ataupun kompresi pneumatic ekster nal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian stocking dan pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati- hati guna menghindari efek torniket pemakaian yang ceroboh.2 oleh karena

4.Latihan Program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat membantu perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena,dengan demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresikotimbulnya DVT. Berikut beber apa contoh sederhana latihan yang bisa diber ikan padakelompok resiko tinggi trombosis vena: 1. Latihan dalam posisi berbaring:2 Posisi berbaring miring dengan posisi tungkai satu di atas dengan yanglain selanjutnya tungkai yang berada di atas diangkat hingga 45 r dipertahankan sesaat kemudian kembali keposisi awal, latihan dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali. Posisi terlentang kedua tungkai bawah lurus selanjutnya salah satu tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada per lahan, di dipertahankan 15 detik sebelum posisi awal. Latihan bergantian kanan dan kiri masing-masing 6 kali.
14

kembali

ke

Posisi

terlentang

dengan

pergelangan

kaki

netral

selanjutnya

kaki

diekstensikan/plantar fleksi dengan ujung jari ditekankan beberapa detik. Gerakan tersebut diulangi 6 kali per latihan.

ke bawah,pertahankan

2.10 Trombosis Vena Dalam Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia, resistensi insulin dan peningkatan asam lemak bebas yang dialami penderita diabetes melitus secara berkepanjangan akan meningkatkan aktivitas jalur sorbitol, sintesis advance glycosilation end products, produksi radikal bebas oksidatif, aktivasi protein kinase C (PKC) dan pelepasan sitokin oleh jaringan adiposa. Aktivasi bebagai jalur seluler ini akan menimbulkan gangguan faal atau kerusakan pada endotel pembuluh darah. Perubahan fungsi endotel pada penderita diabetes melitus telah banyak dibuktikan baik secara invivo maupun invitro. Pada sel endotel yang mengalami disfungsi akan terjadi peningkatan produksi

berbagai senyawa yang bersifat protrombotik dan vasokonstriksi seperti tissue factors (TF), faktor von Willebrand (vWF), faktor aktivasi platelet (PAF), endotelin, tromboksan A2, PAI1, dan penurunan produksi berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik dan vasodilatasi seperti nitrogen oksida (NO), prostasiklin, ADPase, trombomodulin, heparin sulfat dan aktivator plasminogen.2,8 Keadaan hiperglikemia yang lama telah terbukti dapat menimbulkan berbagai perubahan pada trombosit, seperti penurunan fluiditas membran, meningkatnya aktivitas Ca2+ATPase, berkurangnya meningkatnya aktivitas aktivitas Na+/K+ ATPase, cGMP menurunnya turnover phosphoinositoside, produksi TxA2,

phosphodiesterase,

meningkatnya

meningkatnya metabolisme asam arachidonat, menurunnya aktivitas antiagregasi dari insulindan HDL, meningkatnya respon agregasi terhadap LDL, menurunya kadar antioksidan, meningkatnya ekspresi reseptor permukaan (IIb/IIIa, ADP, vW, Ia/IIa), ukuran trombosit menjadi lebih besar dan immatur, menurunnya sintesa nitrit oksida dan prostasiklin, meningkatkan pelepasan protein granular (Pselectin, PAI-1, PF-4, PDGF,-thromboglobulin).
2,8

Berbagai perubahan yang terjadi ini menyebabkan berkurangnya inhibitor endogen dan memacu peningkatan aktivasi trombosit secara instrinsik sehingga trombosit penderita diabetes melitus menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan adhesi dan aggregrasi. Adanya beberapa perubahan pada lingkungan luar trombosit seperti meningkatnya vWF, fibrinogen, dan oksidasi/glikasi LDL, dan berkurangnya sintesa prostasiklin dan nitrit oksida oleh
15

endotel, meningkatnya interaksi dengan pembuluh darah akan memperkuat keadaan hiperaktivitas trombosit.ADP, vW, Ia/IIa), ukuran trombosit menjadi lebih besar dan immatur, menurunnya sintesa nitrit oksida dan prostasiklin, meningkatkan pelepasan protein granular (Pselectin, PAI-1, PF-4, PDGF, -thromboglobulin). Berbagai perubahan yang

terjadi ini menyebabkan berkurangnya inhibitor endogen dan memacu peningkatan aktivasi trombosit secara instrinsik sehingga trombosit penderita diabetes melitus menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan adhesi dan aggregrasi. Adanya beberapa perubahan pada

lingkungan luar trombosit seperti meningkatnya vWF, fibrinogen, dan oksidasi/glikasi LDL, dan berkurangnya sintesa prostasiklin dan nitrit oksida oleh endotel, meningkatnya interaksi dengan pembuluh darah akan memperkuat keadaan hiperaktivitas trombosit. 2,8 Bolaman dkk, mendapatkan aktivitas antikoagulan alamiah (antitrombin III, protein C dan protein S) yang lebih rendah pada penderita diabetes melitus dibandingkan dengan individu sehat. Menurunnya aktivitas antitrombin III akan meningkatkan aktivitas dari trombin dan menurunnya aktivitas protein C dan S) akan meningkatkan aktivitas faktor V dan VIII. 2,8 Stegenga dkk. dalam penelitiannya terhadap individu sehat yang dibuat terpapar dengan keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia mendapatkan bahwa hiperinsulinemia yang berlangsung secara lama akan menyebabkan meningkatnya kadar dan aktivitas dari PAI-1, dan menurunnya aktivitas dari plasma plasminogen aktivator (tPA). Perubahan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas fibrinolisis. Fibrinogen yang mengalami glikosilasi akan membentuk bekuan fibrin yang memiliki pori-pori yang lebih kecil dan terdiri dari serabut-serabut fibrin dengan berdiameter kecil, yang lebih resisten terhadap degradasi oleh plasmin. Keadaan ini membuat bekuan yang terbentuk menjadi lebih sulit dan butuh waktu yang lebih lama untuk dilarutkan. 2,8 Berbagai penelitian eksperimental keadaaan hiperkoagulasi. 2,8 dan observasional diatas menunjukkan bahwa

perubahan metabolisme yang terjadi pada penderita diabetes melitus dapat menimbulkan

16

BAB 3 PEMBAHASAN SELULITIS

3.1.Epidemiologi Insiden terjadinya selulitis 24,6/1000 orang per tahun, dengan kejadian terbanyak pada pria dan individu berusia 45 - 64 tahun. Dan yang terbanyak terinfeksi adalah ekstremitas bawah. Sebagian besar infeksi ini dapat diobati rawat jalan dengan antibiotik oral dan tidak menyebabkan gejala berkepanjangan.9 Insiden penyakit ini terus meningkat, walaupun penyebab peningkatannya tidak diketahui, host dan faktor patogen yang memegang peranan dalam resiko infeksi yang parah. Mungkin yang menjadi kontribusi penting untuk selulitis adalah meningkatnya Community-Acquired Methicillin Resistant Staphylococcus aureus.9

3.2.Faktor resiko Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya selulitis:9,10 Retakan atau pengelupasan pada kulit Riwayat penyakit pembuluh darah perifer Cedera atau trauma dengan luka terbuka Gigitan atau sengatan serangga Ulkus diabetik Pemakaian kortikosteroid atau obat penekan imun Luka dari operasi Higiene yang kurang

17

3.3.Etiologi Penyebab infeksi selulitis menurut tempat dan penyebarannya: Penyebaran orang ke orang Staphylococcus aureus grup A, B, C, dan G beta-hemolytic streptococci, enterobacteriaceae, haemophilus influenzae, neisseria meningitidis, pseudomonas aeruginosa. 9,10 Bakteri spesifik lingkungan basah Aeromonas spp, Vibrio spp9 Bakteri spesifik berkaitan dengan tanah Clostridium spp 9 Bakteri spesifik berkaitan dengan binatang Streptococcus iniae, Erysipelothrix rhusiopathiae, Basillus anthracis, Pasteurella multocida9

3.4.Patogenesis Kulit utuh normal memainkan peranan penting dalam pertahanan terhadap bakteri patogen. Namun kurangnya pengetahuan interaksi patogen kurang dimengerti, ini melibatkan faktor pertahanan tubuh, faktor bakteri, dan faktor host.9 Infeksi didapatkan bilamana ada luka terbuka (celah) pada kulit walaupun hanya kecil. Ini memungkinkan bakteri masuk ke kulit dan berkembangbiak menyebabkan adanya infeksi dan pembengkakan. Infeksi dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam atau menyebar secara sistemik. 10,11 Penyebab insiden tersering pada pasien diabetik adalah tingginya gula darah yang tak terkendali yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Dan kekentalan darah yang meningkat karena konsentrasi gula yang tinggi pada pasien diabetik membuat penyembuhan lebih lambat karena sukarnya komponen-komponen darah melewati pembuluh darah yang kecil.11

18

Gambar 4: Manifestasi pada selulitis 3.5.Gejala Klinis Dalam beberapa kasus ada riwayat lesi seperti dermatitis, stasis ulkus, luka tusukan, kateter perkutaneus, atau trauma. Dengan adanya infeksi, pasien menjadi sering merasakan nyeri tekan yang terlokalisasi disertai eritema sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Eritema pada awalnya hanya pada tempat infeksi dan dengan cepat menyebar. Nyeri tekan lokal semakin berat dan sering dirasakan.9,11 -

Reaksi Lokal 10,11 Lesi dengan batas tidak jelas Area selulitis nyeri, merah, dan hangat Jaringan mengeras Reaksi Sistemik10,11 Demam Malaise Menggigil Garis merah sepanjang jalur drainase limfatik Kelenjar getah bening membesar dan nyeri Penurunan kesadaran

Erisipelas Dengan tidak adanya edema atau kelainan kulit lain yang mendasari, erisipelas selalu dimulai pada wajah atau pada ekstremitas bawah, ditandai dengan nyeri, erytema superfisial, dan plak edema dengan batas tegas. Erisipelas fasial lebih jarang terjadi daripada erisipelas ekstremitas.9
19

Selulitis Akut Gejala selulitis akut banyak sama dengan erisipelas namun lebih dalam ke jaringan subkutan. Ini dapat dibedakan dengan erisipelas dari batas edema, bentuk lebih dalam, dan krepitasi pada palpasi.Selulitis pada tungkai tiga kali lebih sering terjadi daripada selulitis pada lengan.9 Selulitis Luka Operasi Ini terbagi atas dangkal dan dalam. Luka luar melibatkan kulit, jaringan subkutan, dan atau otot. Infeksi dalam melibatkan luka bedah yang terkena selama prosedur bedah. Luka dianggap terinfeksi jika ada drainase purulen dan peradangan. Gejala yang tampak adalah erytema, nyeri, pembengkakan lokal, dan disertai demam.9 Selulitis akibat Gigitan Binatang Gigitan anjing dan kucing domestic dapat menimbulkan rasa yang sangat nyeri dan selulitis nekrosis yang disebabkan Pasteurella multocida, Capnocytophaga canimorsus, dan bakteri aerob anaerob lainnya yang berasal dari mulut ataupun kulit binatang.9 Selulitis Gangren Infeksi jaringan ini khas karena berkembang dengan pesat, progresif, nyeri yang berat, dan berkembang menjadi pembentukan bula dan nekrosis.9 Selulitis Nekrotik Selulitis ini mengenai semua jaringan lunak, termasuk otot, dapat membuat nyeri dan bersifat progresif, ini infeksi yang sangat membahayakan. Gangren yang luas dari jaringan superfisial dan lemak dapat dilihat dari inspeksi kulit yang terbuka atau melalui insisi.9 3.6.Laboratorium dan Diagnostik10,11 1. Hitung darah lengkap - ditemukan leukosit meningkat / leukositosis 2. Kultur darah - didapatkan hasil positif 3. Kultur aspirat jaringan - didapatkan hasil positif 4. Antibiotik - bila diberikan ada perbaikan yang nyata

20

3.7.Penatalaksanaan Selulitis dapat diobati dengan antibiotik oral sebagai pasien rawat jalan jika gejalanya terlokalisasi tanpa demam. Bila ada gejala sistemik pasien harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan antibiotik secara intravena. Antibiotik yang diberikan: 10,11 benzilpenisilin (1-2juta unit/4-6jam) intravena procaine penisilin (600,000 unit/12jam) intramuscular, atau penisilin V 500mg tiap 6 jam peroral Jika pasien alergi terhadap golongan penisilin maka dapat diberikan cefazolin 1g per 8 jam atau eritromisin 12g per hari9 Diberikan kompres hangat pada daerah selulitis. Lokasi selulitis ditinggikan dan diimobilisasi. Asetaminofen diberikan seperlunya untuk mengatasi demam dan nyeri. Selama 24 - 36 jam pemberian antibiotik umumnya selulitis akan tampak membaik. Pemberian antibiotik intravena dapat diganti menjadi oral bila gejala kemerahan, hangat, dan pembengkakantelah berkurang secara nyata. Total pemberian antibiotik kira-kira 10 - 14 hari. Insisi dan drainase dapat dilakukan jika daerah itu menjadi supuratif. 9, 10 Beberapa pasien sering mengalami selulitis yang sering kambuh, dimana setiap episode merusak saluran limfe yang kemudian menyebabkan edema. Kasus ini bisa diatasi dengan memberikan penisilin V oral untuk pencegahan atau eritromisin untuk mencegah serangan lebih lanjut.811 Perawatan luka lokal erisipelas dan selulitis termasuk bedrest dengan istirahat immobilisasi dan elevasi daerah yang terlibat untuk mengurangi edema. Pada perawatan luka nekrotik dibutuhkan pembedahan dan debridement jaringan dan dikombinasi antibiotik dosis tinggi. Seluruh pus dan jaringan yang nekrosis harus dihilangkan dan dilakukan drainase.9 3.8.Pencegahan Untuk mencegah terjadinya selulitis maka hal-hal ini perlu dilakukan:11 menjaga kebersihan tubuh mengatasi faktor-faktor predisposisi mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila ada luka walaupun kecil harus segera dirawat/diobati
21

3.9.Prognosis Dalam menentukan prognosis, ini tergantung pada banyak variabel. Status kesehatan dan kekebalan yang mendasari faktor predisposisi. Diagnosis awal yang cepat dan penentuan bakteri penyebab dapat disesuaikan dosis dan antibiotik yang digunakan.9

22

KESIMPULAN Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis (DVT) ) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena dalam yang berbahaya karena seluruh atau sebagian dari trombus bisa pecah, mengikuti aliran darah, dapat tersangkut dan menyumbat aliran darah. Emboli paru yang besar bisa menghalangi seluruh atau hampir seluruh darah yang berasal dari jantung sebelah kanan dan dengan cepat menyebabkan kematian. Hiperglikemia, resistensi insulin dan peningkatan asam lemak bebas yang dialami penderita diabetes melitus secara berkepanjangan akan meningkatkan resiko gangguan faal atau kerusakan pada endotel pembuluh darah yang meningkatkan produksi berbagai senyawa yang bersifat protrombotik dan vasokonstriksi dan penurunan produksi berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik dan vasodilatasi, serta penurunan aktivitas antikoagulan alamiah. Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan yang gejalanya sangat mirip dengan trombosis vena dalam namun pada selulitis kulit yang terkena memerah dan jaringan kulit luar mengeras. Penyebab insiden tersering pada pasien diabetik adalah tingginya gula darah yang tak terkendali yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Dan kekentalan darah yang meningkat karena konsentrasi gula yang tinggi pada pasien diabetik membuat penyembuhan lebih lambat.

23

DAFTAR PUSTAKA

Acang, Nusirwan. 2009. Pemakaian dan Pemantauan Obat-obatan Antitrobosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing. p:1359-1363
2

Crager, MA.,Dzao, VJ. 2008. Vascular Dieases of Extrimitas. Harisson internal medicine Vol I. Mc GrawHill. p:1435-1442
3

Dahlan, Murnizal. 2009. Trombosis Arterial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing. p:309-310
4

Doenges, ME., Moorhouse, MF., Geissler, AC. 2000. Tromboflebitis: Trombosis Vena Dalam. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. p:138-144
5

Grace, PA., Borley, NR. 2007. Trombosis Vena Dalam. At a Glance Ilmu bedah. Jakarta: EMS. p:156-157
6

Gleadle, Jonathan. 2007. Emboli Paru dan Trombosis Vena Dalam. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: EMS. p:134-135
7

Suharti, C. 2009. Dasar-dasar Hemostasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing. p:1293-1300
8

Sukrisman, Lugyanti. 2009. Trombosis Vena Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing. p:1354-1358
9

Anonymous. diunduh dari www.scribd.com. Cellulitis. Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Selulitis. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi

10

kelima. Jakarta: EGC. p:65 - 69


11

Graham-Brown, Robin., Burn, Tony. 2005. Infeksi Bakteri dan Virus. Buku Dermatologi,

edisi ketujuh. Jakarta: EMS. p:19-20

24

Anda mungkin juga menyukai