Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk
jaringan lemak.Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen
(obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder)
akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu:
pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi
sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen
(yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan
adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa
lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan
sinyal panjang.Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan
oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan.Demikian pula sebaliknya
bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.
Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat
kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis.Mekanisme ini
dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada hipotalamus.Mekanisme
neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen.
a. Sistem Perifer/Sistem Aferen
Merupakan sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat.Komponen
utamanya adalah leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari
lambung), peptide YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas).
b. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus
Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan
menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC
(pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts)
neuron, (b) neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agouli-relate peptide). Neuron orde
pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua.
c. Sistem Eferen
Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari
hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi.
Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk
mengontrol system saraf otonom.
Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat
badan dengan menghailkan MSH ( -Melanocyte Stimulating Hormone), serta mengaktifkan
reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke-2 sebagai efek
anoreksigenik.Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan
peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke-2nya
sebagai efek oreksigenik.
Gambar 1. pengaturan keseimbangan energi. Jaringan lemak menghasilkan sinyal aferen yang
mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekenyangan. Sinyal ini
mengnurunkan intake makanan dan menghambat siklus anabolik, dan mengaktifkan pemakaian
energi dan mengaktifkan siklus katabolik.
Gambar 2. Jalur neurohumoral di hipotalamus yang mengatur kesetimbangan energi. Terlihat POMC dan CART
sebagai neuron anoreksigenik, dan serta NPY dan AgRP sebagai neuron oreksigenik di hipotalamus bagian nukleud
arkuatus.
KOMPLIKASI OBESITAS
Mekanisme hemodinamik.
James dkk. menemukan pada penderita wanita obesitas yang diturunkan berat
badannya ternyata terjadi juga penurunan tekanan darah dan denyut jantung serta pada
pemeriksaan urinenya terdapat peningkatan sisa-sisa metabolisme katekolamin yaitu : 4-
hidroksi 3-metoksi mandelikasid, sehingga timbul pendapat bahwa peningkatan katekolamin
merupakan akibat dari aktivitas saraf simpatis yang meningkat.
Endokrin
Miller dkk. dalam penelitiannya mendapatkan adanya peningkatan kadar insulin dan
aldosteron dalam plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi ekskresi Na
dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan jelas mengurangi pula
sekresi Na dalam glomeruli; dalam beberapa hal keadaan ini diperkirakan juga terjadi pada
manusia, sehingga adanya peningkatan insulin dan aldosteron akan menyebabkan retensi
Na dalam darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah, yang
menyebabkan hipertensi. Para peneliti tersebut di atas semua sepakat bahwa menurunkan
berat badan akan menurunkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.
Ada pula yang mengatakan bahwa pada penderita obesitas diabetik, kelainan dasarnya
adalah gangguan keseimbangan kinetik sekresi insulin. Sekresi insulin terlambat sehingga
kadar glukosa darah tidak dapat dikontrol secara teratur dan terdapat peningkatan sekresi
insulin sehingga cenderung terjadi hiperinsulinisme yang disertai dengan peningkatan
resistensi insulin. Kecuali itu, hiperglikemi dan hiperinsulinemi dapat pula disebabkan oleh
karena kualitas insulin yang abnormal, adanya produk/ hormon yang bersi fat antagonis
terhadap insulin atau berkurangnya jumlah reseptor yang sensitif pada membran sel.
Pada penderita obesitas terdapat timbunan lemak pada rongga dada dan rongga
perutnya sehingga akan menyebabkan gangguan proses pernafasan; oleh karena itu pada
obesitas cenderung terjadi penurunan kapasitas pant yang akan mengakibatkan penurunan
fungsi paru. Kelainan ini bila dalam keadaan berat dengan tanda-tanda somnolen dan
hipoventilasi disebut dengan Pickwickian syndrome. Keadaan ini akan menghilang bila
penderita menurunkan berat badannya.
Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang
berlebihan pada sendi penyangga berat badan, dan ini cenderung menyebabkan trauma
ringan tetapi terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoartrosis (OA) baik primer
ataupun sekunder.
Engel dalam penelitiannya atas populasi penduduk yang dibagi menjadi 4 grup, ternyata
grup yang mempunyai berat badan berlebihan dengan umur makin tua cenderung lebih
cepat menderita OA. Sendi yang terkena adalah sendi penyangga berat badan yaitu
punggung, pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki.