Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN POLIO
Polio merupakan penyakit akibat virus yang menyebabkan
kelumpuhan bagi penderitanya. Jika virus telahmemasuki tubuh anak-anak
dan mengakibatkan kelumpuhan, bisa saja kelumpuhan terjadi seumur
hidup dan membuatnya menjadi tidak produktif. Polio sendiri merupakan
penyakit yang disebabkan oleh virus polio, yang disebarkan melalui
makanan, air atau tangan yang terkontaminasi terhadap kotoran.
Polio merupakan penyakit menular yang menyerang otak,
melumpuhkan sistem syaraf dan berpotensi menyebabkan kematian.
Penyebaran virus polio terjadi melalui kontak fisik orang ke orang yang
diperburuk dengan lingkungan yang memiliki sanitasi yang buruk. Sampai
saat ini penyakit polio belum ditemukan obatnya, akan tetapi ada vaksin
yang aman dan efektif. Oleh sebab itu strategi pemberantasan polio
didasarkan pada pencegahan infeksi dengan memberikan imunisasi untuk
setiap batita (Balita dibawah tiga tahun) secara bertahap untuk
menghentikan penularan. Terdapat dua tipe vaksin yang diberikan, yaitu
OPV (Oral Polio Vaksin) atau vaksin yang diberikan melalui tetes mulut
dan IPV (Injection Polio Vaksin) atau vaksin yang diberikan melalu
suntikan. Sampai saat ini, di beberapa daerah di Indonesia, pencegahan
penyakit polio dilakukan dengan melaksanakan imunisasi polio
menggunakan Oral Vaksin Polio (OPV) yang berisi poliovirus yang sudah
dilemahkan. Selain sebagai tindakan pencegahan tertular virus polio dari
penderita yang tanpa gejala, OPV juga berguna untuk membersihkan virus
polio liar yang ada didalam usus secara serempak. Kewaspadaan terhadap
penyebaran polio ini harus tetap dijaga, karena orang yang sudah
terjangkit, namun tidak terlihat gejala penyakitnya dapat menularkan virus
ke orang yang sehat.
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh
yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus
yang dinamakan PolioVirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan ( paralisis ).
B. Epidemiologi
Poliomielitis adalah suatu penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan manusia
merupakan satu-satunya reservoir untuk poliomielitis. Poliomielitis sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan
lebih sering dialami oleh anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi,
terutama bagi mereka yang tinggal di daerah yang penduduknya padat dan
dengan sanitasi yang buruk.
Poliomielitis disebabkan oleh infeksi dari genus enterovirus yang
dikenal dengan poliovirus. Terdapat tiga serotipe dari poliovirus, yaitu:
poliovirus tipe 1 (Brunhilde/PV1), tipe 2 (Lansing/PV2), dan tipe 3
(Leon/PV3). Transmisi penyakit ini sangat mudah lewat oral-oral
(orofaringeal) dan fekal-oral (intestinal). Polio sangat infeksius antara 7-10
hari sebelum dan sesudah timbulnya gejala, tetapi transmisinya mungkin
terjadi selama virus berada di dalam saliva atau feses.
C. Etiologi
Virus polio termasuk famili Picornavirus dan genus Enterovirus
merupakan Virus kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk sferis
dengan ukuran utamanya RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan
pada pH 3-10, sehingga dapat tahan terhadap asam lambung dan empedu.
Virus tidak rusak beberapa hari dalam Temperatur 2"-8oC, tahan terhadap
gliserol, eter, fenol 1 % dan bermacam-macam detergen. tetapi mati pada
suhu 50o-55oc selama 30 menit, bahan oksidator,formalin, kiorin dan sinar
ultraviolet.
Secara serologi maka virus polio dibagi 3 tipe yaitu:
a. Tipe I Brunhilde
b. Tipe II Lansing dan
c. Tipe III Leon
D. Faktor yang dapat menyebabkan penyakit (Lingkungan, Host dan
Agent)
E. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit polio 3-6 hari dan kelumpuhan terjadi
dalam waktu 7-21 hari. Paparan virus polio pada seseorang dapat
menimbulkan bentuk klinik:
1. Inapparent infection, tanpa gejala klinik yang terbanyak terjadi (72%)
2. Infeksi klinik ringan, sering terjadi (24%) dengan gejala panas, lemas,
pusing, muntah, tenggorakan sakit dan gejalan kombinasi.
3. Abortive Poliomyelitis jarang terjadi (4%) didahului dengan panas,
pusing, muntah, dan sakit perut.
4. Paralyic Poliomyelitis, dimulai dari gejala seperti pada infeksi klinlk
ringan, diselang dengan periode 1-3 hari tanpa gejala lalu disusul
dengan nyeri otot, kaku otot dan demam.
5. Fost polio syndrome (PPS) yaitu bentuk manifestasi lambat (15-40
tahun) setelah infeksi polio dengan gejala klinik polio paralitik yang
akut. Gejala yang muncul adalah nyeri otot luar biasa, paralisis baru.
Patogenesis beium jelas namun bukan akibat infeksi yang persisten.
F. Gambaran Klinis
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas sehingga
penyakit ini Telah dikenal sejak 4.000 sebelum Masehi dari pahatan dan
lukisan dinding di piramida mesir. Sebagian terbesar (90 persen) infeksi
virus polio akan menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5 persen
akan menampilkan gejala abortive infection, I persen non-paralytic,
sedangkan sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik.
Penderita yang menunjukkan tanda klinik paralitik, 30 persen akan
sembuh, 30 persen menunjukkan kelumpuhan ringan, 30 persen
menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10 persen menunjukkan gejala yang
berat dan bisa menimbulkan kematian. masa inkubasi biasanya berkisar 3-
35 hari. Penderita sebelum masa ditemukannya vaksin, terutama berusia
diperbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, kelompok anak berusia di atas
bawah 5 tahun. Setelah adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin,
penderita bergeser usianya pada kelompok anak berusia diatas 5 tahun.
Pada stadium akur (sejak adanya gejara krinis hingga 2 minggu)
ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat, jarang lebih dari l0 hari,
kadang diseftai sakit kepala dan muntah.
Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari permulaan sakit.
Kelumpuhan ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel motor neuron
di Medula spinalis (tulang belakang) yang disebabkan karena invasi
virus.Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menirnbulkan
deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau bahkan
menjadi lebih berat. Sebagian terbesar kelumpuhan akan mengenai tungkai
(7g,6 persen), sedangkan 47,4 persen akan mengenai lengan. Kelumpuhan
ini akan berjalan bertahap dan memakan waktu 2 hari s/d 2 bulan).
Pada stadium sub-akut (2 minggu s/d 2 bula.) ditandai dengan
menghilangnya demam dalam waktu 24 jamatau kadang suhu tidak terlalu
tinggi. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan
anggota gerak yang layuh dan biasanya padasalah satu sisi.
Stadium Konvalescent (2 bulan s/d 2 tahun) ditandai dengan
pulihnya kekuatan otot yang lemah. sekitar 50-70 persen dari fungsi otot
pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya, sesudah usia 2
tahun diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot. stadium
kronik atau lebih 2 tahun dari gejala awal penyakit biasanya menunjukkan
kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot yang
ada bersifat perrnanen.
Gejala klinik
Gejala klinik bermacam-macm dan digolongkan sebagai berikut:
1. Jenis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala klinik sama sekali
karena daya tahan tubuh cukup baik. Jenis ini banyak terdapat waktu
epidemi.
2. Jenis abortif
Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala
seperti infeksi virus lainnya, yaitu: malaise, anoreksia, nausea, muntah,
nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Jenis non-paralitk
Gejala kliniknya hampir sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri
kepala, nausea, dan muntah lebih hebat. Terdapat tanda-tanda rangsangan
meningeal tanpa adanya kelumpuhan. Suhu bisa naik sampai 38-39oC
disertai nyeri kepala dan nyeri otot. Bila penderita ditegakkan, kepala akan
terjatuh kebelakang (head drops). Bila penderita berusaha duduk dari
sikap tidur maka kedua lututnya ditekuk dengan menunjang kebelakang
dan terlihat kekakuan otot spinal (tripod sign).
4. Jenis paralitik
Gejala kliniknya sama seperti pada jenis non-paralitik, kemudian disertai
kelumpuhan yang biasanya timbul 3 hari setelah stadium preparalitik.
G. Mekanisme Penularan
Virus ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorok)
atau dari tinja penderita yang infeksius. Penularan terutama terjadi penularan
langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau
yang agak jarang lainnya melalui oral-oral (dari mulut ke mulut).
Fekal-oral artinya minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang
berasal dari tinja penderita masuk ke rnulut manusia sehat lainnya. Sedangkan
dari oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut
manusia sehat lainnva.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, narnun peka terhadap
formaldehide dan larutan klor. Suhu yang tinggi cepat mematikan virus, tetapi
pada keadaan beku dapat bertahun-tahun. Ketahanan virus di Tanah Air sangat
tergantung kelembaban suhu dan adanya mikroba lainnya.
Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan
dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meskipun penularan
terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang
infeksius, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau
Makhluk hidup perantara yang dapat dibuktikan sampai kini adalah manusia.
H. Diagnosis
Diagnosis poliomielitis paralitik ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu
adanya kelumpuhan flaksid yang mendadak pada salah satu atau lebih anggota
gerak dengan refleks tendon yang menurun atau tidak ada pada anggota gerak
yang terkena, yang tidak berhubungan dengan penyebab lainnya, dan tanpa
adanya gangguan sensori atau kognitif.
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok
pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Bila
pemeriksaan isolasi virus tidak dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan
serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serum pada fase akut dan
konvalesen. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan complement fixation
(CF). Diagnosis laboratorik biasanya berdasar-kan ditemukannya poliovirus
dari sampel feses atau dari hapusan faring. Antibodi dari poliovirus dapat
didiagnosis, dan biasanya terdeteksi di dalam darah pasien yang terinfeksi.
Hasil analisis cairan serebrospinal yang diambil dari pungsi lumbal didapati
adanya peningkatan jumlah leukosit serta protein juga sedikit meningkat. Dapat
juga dilakukan pemeriksaan khusus yaitu kecepatan hantar saraf dan
elektromiografi.
Diagnosis banding ialah meningitis tuberkulosis, sindroma Guillain-Barre,
mieltis transversa, dan ensefalitis.
I. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan
menghindari daerah endemis.

Program rehabilitasi medik


Fase akut (< 2 minggu)
Ditekankan tindakan suportif dan upaya pencegahan kerusakan sel-sel kornu
anterior medula spinalis yang permanen serta mencegah kecacatan, yang meliputi:
- Istirahat di tempat tidur (sebaiknya dirawat di rumah sakit) dan diet yang
adekuat
- Aktivitas fisik dan trauma dihindari selama fase preparalitik
- Karena adanya demam dan nyeri otot, diberikan obat analgetik dan kompres
hangat untuk mengurangi nyeri dan spasme otot
- Posisi tidur diatur yang nyaman bagi anak dan cegah kontraktur, kalau perlu
dengan splinting. Pada awalnya otot-otot terasa nyeri, sehingga anak menolak
untuk meluruskan tungkainya. Secara lembut dan pelan luruskan lengan dan
tungkainya sehingga anak berbaring dalam posisi yang baik. Buat lengan, pinggul
(hip, dan tungkai selurus mungkin. Berikan penyokong pada kaki. Untuk
mengurangi nyeri, letakkan bantalan di bawah lutut.
Fase subakut (2 minggu - 2 bulan)
Latihan pasif atau latihan aktif yang ringan dapat mulai diberikan. Pada akhir fase
ini, penderita bisa di latih berdiri.
Fase penyembuhan (2 bulan – 2 tahun)
Pada fase ini dilakukan pemeriksaan manual muscle test (MMT) pertama, untuk
menentukan pemberian jenis ortosis pada anggota gerak dengan kekuatan otot <3.
Jenis ortosis yang diberikan tergantung pada letak otot yang lemah (MMT <3),
misalnya:
- Bila kekuatan otot-otot pinggul <3, ortosis yang dipakai HKAFO
- Bila terdapat kelemahan otot-otot lutut maka yang dipakai KAFO
- Bila terdapat kelemahan otot-otot pergelangan kaki, maka yang dipakai AFO
Evaluasi kekuatan otot (MMT) dilakukan setiap 3 bulan. Fase penyem-buhan bisa
terjadi sampai 2 tahun sehingga bila dalam kurun waktu tersebut terdapat
perbaikan kekuatan otot, maka ortosis bisa diubah menjadi yang lebih sederhana
atau bahkan ortosisnya bisa dilepas.
Fase kronis (> 2 tahun)
Bila sampai 2 tahun setelah lumpuh tidak terjadi perbaikan kekuatan otot, maka
ortosis dipakai seumur hidup untuk mencegah komplikasi yang lain, misalnya:
karena adanya perbedaan panjang tungkai dan tanpa koreksi akan menimbulkan
skoliosis, atau karena adanya kekuatan otot pergelangan kaki yang tidak seimbang
tanpa koreksi, maka akan terjadi pes equinus.
Kadang-kadang pada fase ini memerlukan tindakan operasi bila terdapat
pemendekan otot atau kontraktur sendi yang tidak dapat diperbaiki dengan
tindakan fisioterapi maupun dengan ortosis.
Pada penderita poliomielitis selain dilakukan latihan penguatan untuk otot-otot
yang mengalami kelemahan, juga perlu dilakukan latihan penguatan pada otot-
otot yang tidak mengalami kelemahan, terutama otot-otot ekstremitas superior,
untuk persiapan penggunaan ortosis atau alat bantu seperti wheelchair dan
crutches.

Anda mungkin juga menyukai