POLIOMIELITIS
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti
motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut
akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot (Wong, 2003).
c Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai
syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf
muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal
yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan;
pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung,
usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan
meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian
biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas
mengirim perintah bernapas ke paru-paru.
a Brunhilde
b Lansing
c Leon
Dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan pengeringan/
oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari.
Klasifikasi virus:
a Golongan : Golongan IV ( (+) ssRNA )
b Familia : Picornaviridae
c Genus : Enterovirus
d Spesies : Polioviru
3 Tanda dan Gejala
Tanda tanda klinik yang timbul kemudian akan sesuai dengan kerusakan
anatomic yang terjadi biasanya masa inkubasi adalah 3-6 hari prodromal dan
kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Replikasi di motor neuron
sumsum tulang belakang akan menimbulkan kerusakan sel dan kelumpuhan
serta atrofi otot sedangkan virus yang menyebar ke batang otak akan berakibat
kelumpuhan bulbar dan pernafasan. Selain gejala klinik yang akut juga
dikenal adanya post polio syndrome ( PPS) yang gejala kelumpuhannya
terjadi bertahun-tahun setelah infeksi virus akut.
4 Poliomielitis paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada
bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun
bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
a Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher,
abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak
dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan
sirkulasi.
c Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk
spinal dan bentuk bulbar.
d Bentuk ensefalitik: Dapat disertai dengan gejala delirium, kesadaran
menurun, tremor dan kadang- kadang kejang.
4 Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembang
biak dalam traktus digestivus,kelenjar getah bening regional dan system
retikuloendoteal dalam keadaan ini timbul :
a Perkembangan virus sehingga tubuh akan membentuk antibody spesifik.
b Apabila zat antibody dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasi sehingga hanya timbul gejala klinik yang ringan atau tidak
timbul gejala sama sekali sehingga tubuh timbul imunitas terhadap virus
tersebut.
c Dan apabila proliferasi virus lebih cepat dari pembentukan zat antibody
tersebut maka akan timbul gejala klinik atau viremia kemudian virus
akan terdapat dalam faeses penderita dalam beberapa minggu lamanya.
5 Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan laboratorium
1 Viral isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan
yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan
sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12
minggu setelah gejala klinis.
2 Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
penderita, jika pada darah ditemukan zat antibodi polio maka
diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan pada
fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan
didapatkan hasil yang positif.
3 Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm 3 terutama sel
limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50
mg/100 ml (Paul, 2004).
2 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut.Pada
anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis
dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain
itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi.
6 Komplikasi
a Hiperkalsuria
b Melena
c Pelebaran lambung akut
d Hipertensi ringan
e Pneumonia
f Ulkus dekubitus dan emboli paru
g Psikosis
h Deformitas otot berakibat kipo skoliosis
i Koma
7 Penatalaksanaan
1 Pencegahan
1 Imunisasi
a Pengertian Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis yaitu
penyakit radang yang menyerang syaraf dan dapat
mengakibatkan lumpuh kaki (Anik Maryunani, 2010).
b Jadwal Pemberian
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang
waktu tidak kurang dari satu bulan. Saat lahir (0 bulan), dan
berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
c Cara Pemberian
Cara pemberian imunisasi polio bisa lewat suntikan
(Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut
(Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).Di Indonesia yang
digunakan adalah OPV, karena lebih aman. OPV diberikan
dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung
kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang
dicampur dengan gula manis. Imunisasi polio diberikan 4 x
dengan jarak minimal 4 minggu.
d. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami
pusing, diare ringan, dan sakit otot.
e. Tingkat Kekebalan
Dapat mencapail hingga 90%.Pemberian imunisasi polio
untuk memutus rantai penularan virus polio.
f. Kontra Indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut
atau demam tinggi (diatas 380C), muntah atau diare, penyakit
kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani
pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme
kekebalan terganggu.
g. Vaksin Polio
1 Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam
media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif
(inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena
IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini
tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun
diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah.
3 Poliomielitis parilitik
Pengobatannya:
a Membutuhkan perawatan di rumah sakit
b Istrahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut
di lampaui
c Selama fase akut kebersihan mulut di jaga
d Fisioterapi di lakukan sedini mungkin sesudah fase akut mulai
dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah
terjadinya deformitas
4 Poliomielitis bulbar
Pengobatannya:
a Memerlukan inkubasi endotrakea
b Menjaga saluran nafas
c Menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat di telan
3 Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan klien perlu dirawat di
kamar isolasi dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan
pengawasan yang teliti. Mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada
feses Klien maka bila membuang feses harus betul-betul ke dalam
lobang WC dan disiram air sebanyak mungkin. Kebersihan
WC/sekitarnya harus diperhatikan dan dibersihkan dengan
desinfektan.Masalah Klien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi
kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit.
8 Pathway
Poli virus PV
(Genus Enterovirus dan family Picorna viridae)
Virus menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi
Nyeri
Virus menyerang sistem saraf pusat akut Proses peradangan
Ketidakefektifan Ketidakseimbangan
Hambatan mobilitas fisik
bersihan jalan napas nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3 Pemeriksaan penunjang
1 Pemeriksaan laboratorium
a Viral isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan
yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan
sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12
minggu setelah gejala klinis.
b Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
penderita, jika pada darah ditemukan zat antibodi polio maka
diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan
pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila
terkena polio akan didapatkan hasil yang positif.
c Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat
peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm 3
terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein
sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul,2004).
2 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis
lanjut.Pada anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang
pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga
medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise,
subluksasio dan dislokasi dari sendi.
8 Batasan karakteristik
a Bukti nyeri dengan mengunakan standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis., neonatal infant
pain scale, pain assessment check list for senior with limited abilitd
to comunicate).
b Diforesis
c Dilatasi pupil
k Perilaku distraksi.
c Gangguan kognitif
g Keterlambatan perkembangan
h Ketidaknyamanan
o Medikasi
p Gangguan muskuloskeletal
q Gangguan neuromuskular
r Nyeri
13 Definisi
a Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
b Bisisng usus hiperaktif
c Cepat kenyang setelah makan
d Diare
e Gangguan sensasi rasa
f Kehilangan rambut berlebihan
g Kelemahan otot mengunyah
h Kelemahan otot untuk menelan
i Kerapuhan kapiler
j Kesalahan informasi
k Kesalahan persepsi
l Ketidakmampuan memakan makanan
m Kram abdomen
n Kurang informasi
o Kurang minat pada makanan
p Membran mukosa pucat
q Nyeri abdomen
r Peurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
s Sariawan rongga mulut
t Tonus otot menurun.
15 Faktor yang berhubungan
a Faktor biologis
b Faktor ekonomi
c Gangguan psikososial
d Ketidakmampuan makan
e Ketidakmampuan mencerna makanan
f Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
g Kurang asupan makanan
a Subjektif
1 Nyeri abdomen
2 Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistansi otot yang
dapat di palpasi
3 Anoreksia
4 Perasaan penuh atau tekanan pada rektum
5 Kelelahan umum
6 Sakit kepala
7 Peningkatan tekanan abdomen
8 Indigesti
9 Mual
10 Nyeri saat defekasi
b Objektif
1 Tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan stataus
mental, inkontinensia urine, jatuh tanpa sebab jelas, dan
peningkatan suhu)
2 Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
3 Perubahan pola suara abdomen (borborigmi)
4 Perubahan pola pada defekasi
5 Perubahan frekuensi
6 Penurunan volume feses
7 Distensi abdomen
8 Feses yang kering, keras, dan padat.
9 Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
10 Pengeluaran feses cair
11 Massa abdomen dapat dipalpasi
12 Massa rektal dapat dipalpasi
13 Bunyi pekak pada perkusi abdomen
14 Adanya feses, seperti pasta direktum
15 Flatus berat
16 Mengejan saat defekasi
17 Tidak mampu mengeluarkan feses
18 Muntah
18 Faktor yang berhubungan
a Fungsional
1 Kelemahan otot abdomen
2 Kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk
defekasi
3 Eliminasi ataudefekasi yang tidak adekuat (misalnya tepat
waktu, posisi saat defekasi, dan privasi)
4 Aktifitas fisik yang tidak memadai
5 Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
6 Perubahan lingkungan baru-baru ini
b Psikologis
1 Depresi
2 Stress emosi
3 Konfusi mental
c Farmakologis
1 Antasida yang mengandung alumunium
2 Antikolinergis
3 Antikonvulsan
4 Antidepresan
5 Agens antilipemik
6 Garam bismuth
7 Kalsium karbonat
8 Penyekat saluran kalsium
9 Diuretik
10 Garam besi
11 Overdosis laksatif
12 Agens anti-inflamasi nonstreroid
13 Opiat
14 Fenotiazid
15 Sedatif
16 Simpatomimetik
d Mekanis
1 Ketidakseimbangan elektrolit
2 Hemoroid
5 Obesitas
6 Obstruksi pascabedahan
7 Kehanilan
8 Pembesaran prostat
12 Prolaps rektum
13 Rektokel
14 Tumor
19 Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
20 Batasan karakteristik
1 Perilaku
2 Afektif
a Gelisah i Gugup
b Kesedihan yang mendalam j Gembira berlebihan
c Distris k Nyeri dan peningkatan
ketidakbedayaan yang
d Ketakutan persisten
e Perasaan tidak adekuat l Marah
f Fokus pada diri sendiri m Perasaan takut
g Peningkatan kekhawatiran n Ketidakpastian
h Iritabilitas o khawatir
3 Fisiologis
a Wajah tegang e Terguncang
b Insomnia f Gemetar atau tremor di
c Peningkatan keringat tangan
d Peningkatan ketegangan g Suara bergetar
4 Parasimpatis
a Nyeri abdomen g Mual
b Penurunan tekanan darah h Gangguan tidur
c Penurunan nadi i Kesemutan pada ekstrimitas
d Diare j Sering berkemih
e Pingsan k Urgensi
f Keletihan
5 Simpatis
a Anoreksia h Peningkatan nadi
b Eksitasi kardiovaskular i Peningkatan refleks
c Diare j Peningkatan pernafasan
d Mulut kering k Dilatasi pupil
e Wajah kemerahan l Kesulitan bernapas
f Jantung berdebar-debar m Vasokontriksi superfisial
g Peningkatan tekanan darah n Kedutan otot
o kelemahan
6 Kognitif
a Keadaan terhadap gejala-gejala i Takut terhadap
fisiologis konsekuensi yang tidak
b Blocking pikiran spesifik
c Konfusi j Fokus pada diri sendiri
d Penurunan lapang pandang k Mudah lupa
e Kesulitan untuk berkonsentrasi l Gangguan perhatian
f Keterbatasan kemampuan untuk m Tenggelam dalam dunia
menyelesaikan masalasah sendiri
g Keterbatasan kemampuan untuk n Melamun
belajar o Kecenderungan untuk
h Mengekspresikan kekhawatiran menyalahkan orang lain
akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
3 Perencanaan
a Menunjukkan bersihan
Jalan napas yang efektif yang dibuktikan oleh, pencegahan
aspirasi, status pernapasan: ventilasi tidak terganggu dan status
pernapasan: kepatenan jalan napas.
b Menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1 gangguan eksterm
2 berat
3 sedang
4 ringan
Indikator 1 2 3 4 5
Kemudahan bernapas
Frekuensi dan irama pernapasan
Pergerakan sputum keluar dari jalan
napas
Pergerakan sumbatan keluar dari jalan
napas
Pasien akan:
batuk efektif
2 Airway Management
b Regulasi suhu
Pain Level
a Keseimbangan
b Koordinasi
e Berjalan
1 Pengkajian
2 Observasi
3 Mandiri
f Pengaturan posisi:
Rasional: mengatur posisi pasien atau bagian tubuh
pasien secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejaraheraan fisiologis dan psikologis.
4 Edukasi
5 Kolaborasi
Kriteria hasil :
Pasien tidak ansietas lagi
Pasien mampu mengintrol ansietas
14 Intervensi keperwatan dan rasional: NIC
1 Pengkajian
2 Observasi
3 Mandiri
a Bimbingan antisipasi
4 Edukasi
5 Kolaborasi
Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, ed.8, vol.1. Jakarta: EGC.