Patogenitas Polio
Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis
yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini,
sebuah virus yang dinamakan Poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan.
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok
umur, namun kelompok umur yang paling rentan adalah 1-
15 tahun dari semua kasus polio. Infeksi oleh golongan
enterovirus lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada
wanita (1,5-2,5 : 1). Risiko kelumpuhan meningkat pada
usia yang lebih tinggi, terutama bila menyerang individu
lebih dari 15. WHO memperkirakan adanya 140.000 kasus
baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh poliomyelitis
sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita
anak yang menderita lumpuh akibat polio diperkirakan 10
sampai 20 juta orang.
JENIS-JENIS POLIO
Polio
Bulbar
Polio
Paralisis
Polio Non- Spinal
Paralisis
Polio Non-Paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam,
muntah, saki perut, lesu dan sensitif.
Terjadi kram otot pada leher dan
punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
Polio Paralisis Spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada
batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan
kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita
akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan
diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh
tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuronmotor
yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti
flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum
divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batang otak. Seiring dengan
berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki
kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan
pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut acute
flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks
(dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
Polio Bulbar
Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokan dan
saluran pencernaan, lalu diserap dan diserbarkan melalui sistem pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.
Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk, tingkat
higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. Di area dengan sanitasi yang bagus dan
air minum yang tidak terkontaminasi, rute transmisi lainnya mungkin penting. Bahan yang
dianggap infeksius untuk virus polio adalah feses dan sekresi pernafasan dari pasien yang
terinfeksi virus polio atau yang menerima OPV (Oral Poliovirus Vaccine) dan produk
laboratorium yang digunakan untuk percobaan dengan menggunakan virus polio. Bahan yang
dianggap berpotensi infeksius adalah feses dan sekresi faring yang dikumpulkan untuk tujuan
apapun dari daerah yang masih terdapat virus polio liar. Darah, serum dan cairan serebrospinal
tidak diklasifikasikan infeksius untuk virus polio.
Resiko terjadinya polio
LANJUT BAHASAN
1 Poliomielitis klinis menyerang sistem saraf pusat (otak dan
korda spinalis) serta erbagi menjadi non-paralitik serta paralitik.
Infeksi klinis bisa terjadi setelah penderita sembuh dari suatu
infeksi subklinis. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala
berlangsung selama kurang dari 72 jam)
• demam ringan
• sakit kepala
• tidak enak badan
• nyeri tenggorokan
• tenggorokan tampak merah
• muntah.
demam sedang
2 sakit kepala
kaku kuduk
Poliomielitis non-paralitik muntah
(gejala berlangsung selama Polio
1-2 minggu) kelelahan yang luar biasa
rewel
nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
kejang dan nyeri otot
nyeri leher
nyeri leher bagian depan
kaku kuduk
nyeri punggung
nyeri tungkai (otot betis)
ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri
Kekakuan otot.
3
Poliomielitis paralitik
demam timbul 5-7 hari sebelum
gejala lainnya
sakit kepala sulit untuk memulai proses
kaku kuduk dan punggung berkemih
kelemahan otot asimetrik sembelit
onsetnya cepat perut kembung
segera berkembang menjadi gangguan menelan
kelumpuhan nyeri otot
lokasinya tergantung kepada kejang otot, terutama otot betis,
bagian korda spinalis yang leher atau punggung
terkena ngiler
perasaan ganjil/aneh di daerah gangguan pernafasan
yang terkena (seperti tertusuk
jarum) rewel atau tidak dapat
peka terhadap sentuhan (sentuhan mengendalikan emosi
ringan bisa menimbulkan nyeri) refleks Babinski positif.
Persentase polio tanpa gejala (asimptomatik) lebih dari 90% dan
hanya dideteksi dengan mengisolasi virus dari feses dan orofaring atau
pemeriksaan titer antibody. Poliomyelitis Abortif merupakan sakit yang terjadi
secara mendadak beberapa jam saja. Gejalanya seperti muntah, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, konstipasi, nyeri abdomen, malaise dan timbul keluhan
seperti anoreksia, nausea. Diagnosisnya dengan mengembangbiakkan
jaringan virus.
Poliomyelitis Nonparalitik gejala klinisnya sama dengan poliomyelitis
abortif tetapi hanya nyeri kepala, nausea dan muntah yang lebih berat. Ciri
penyakit ini adalah nyeri dan kaku otot belakang leher dan tungkai hipertonia.
Sedangkan Poliomyelitis Paralitik merupakan kelumpuhan secara akut disertai
dengan demam dan gejala seperti Poliomyelitis Nonparalitik (Chin, 2006: 482-
485). Sebanyak 4-8 % penderita dapat mengalami demam tinggi, sakit
punggung dan otot yang bisa berlangsung antara 3-7 hari disertai gejala
seperti meningitis aseptik yang akan pulih 2-10 hari
Pengobatan polio
Pada prinsipnya ditujukan pada pencegahan terjadinya cacat agar anak dapat
tumbuh senotmal mungkin adalah
1
Poliomielitris abortif
Cukup diberikan analgetikadan sedatife
Diet adekuat
Istirahat sampai sushu normal untuk beberapa
hari, sebaliknya dicegah aktivitas yang
berlebihan selama 2 bulan, dan 2 bulan
berikutnya kemudian diperiksa neurokletal
secara teliti.
2
Poliomeilitris non paralitik
Sama seperti tipe abortif
Selain memberikan analgetika dan sedatif dapat
dikombinasikan dengan kompers hangat selama
15-20 menit setiap 2-4 jam
3
Poliomeilitris paralitik
Membutuhkan perawatan rumah sakit.
Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya fase akut
dilampaui
Selama fase akut kebersihan mulut
Perubahan posisi penderita dilakukan dengan
penyangga persediaan tanpa menyentuh otot dan
hindari gerakan memeluk punggung.
Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase
akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk
mencegah terjadinya deformitas
Akupuntur dilakukan sedini mungkin.
Interferon dilakukan sedino meungkin untuk
mencegah terjadinya paralitik progresif.
4
Poliomeilitris bentuk bulbar
Perawatan khusus terhaap paralisis palatum, seperti
pemberian makanan dalam bentuk padat atau
semisolid
Selama fase akut dan berat, dilakukan
drainasepostural dengan posisi kaki
lebilr tinggi (20 -25 ) cm, muka pada satu posisi untuk
mencegah terjadinya
aspirasi, pengisapan lendir dilakukan secara teratur
dan hati - hati, kalau
perlu trakeostomi
Pencegahan polio
Dalam World Health Assembly tahun 1998 yang diikuti oleh sebagian besar
negara di penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (Erapo)
tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program Eropa pertama yang
dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh.
Kemudian diikuti dengan Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun
1995, 1996, dan 1997. Pemberian irnunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian
diulang usia 1.5 tahun,5 tahun, dan usia 15 tahun
Upaya ketiga adalah Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan
penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa
tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Tindakan lainnya adalah melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi
massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun
tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya. Tampaknya dengan era globalisasi
dimana mobilitas penduduk dunia antarnegara sangat tinggi dan cepat mengakibatkan
kesulitan mengendalikan penyebaran virus ini.
Selain pencegahan dengan vaksinasi polio, harus disertai dengan peningkatan
sanitasi lingkungan dan higienis sanitasi perorangan untuk mengurangi penyebaran
virus yang kembali mengkhawatirkan.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan dini
penyakit folio adalah:
Tidak masuk di daerah wabah
Di daerah wabah sebaiknya dihindari faktor-faktor
predisposisi seperti tonsilektomi,suntik, dan lain-
lain.
Mengurangi aktivitas jasmani yang berlebihan.
Pemebrian imunisasi aktif seperti : Formalin
Inactivated Virus (salk) yang diberikan melalui
suntikan dan Live Attenued Virus Vaccine (Sabin
yang diberikan melalui oral)
SEKIAN
DAN
TERIMA
KASIH