Anda di halaman 1dari 6

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi poliomielitis atau polio akibat masuknya virus polio ke dalam tubuh

terbagi dalam 2 fase, yaitu fase limfatik dan neurologis. (1) Pada beberapa kasus

dapat mengalami sindrom postpolio setelah 15‒40 tahun, terutama bila terkena polio

akut pada usia sangat muda. Virus polio hadir di tenggorokan dan tinja selama

inkubasi dan, setelah onset gejala, menetap selama 1 sampai 2 minggu di tenggorokan

dan lebih dari 3 sampai 6 minggu dalam tinja. (2)

 Fase Limfatik

Virus masuk melalui fekal-oral atau jalur pernapasan, kemudian memasuki

jaringan limfoid saluran cerna. Dari fokus primer tersebut, virus kemudian menyebar

ke tonsil, Peyer’s patch, dan kelenjar getah bening usus, juga dalam feses, dan masuk

ke dalam nodus-nodus limfatikus servikal dan mesenterika. (1)

Replikasi awal virus pada sel yang rentan infeksi di faring dan saluran cerna. Pada

fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu masuk ke dalam aliran

darah, menimbulkan viremia yang bersifat sementara, menuju organ-organ internal

dan nodus-nodus limfatikus regional. (2) Kebanyakan infeksi virus polio pada

manusia berhenti pada fase viremia ini. Apabila infeksi berlanjut, virus akan

menyebar lebih luas pada jaringan retikuloendotelial lainnya. Dilaporkan 95% infeksi

primer ini asimtomatik, dan pada 4%-8% infeksi sekunder akan muncul sebagai

gejala infeksi virus non spesifik. Berdasarkan gejala yang muncul pada fase ini, polio
dibedakan menjadi polio nonparalitik, polio abortif, dan meningitis aseptik non

paralitik. (1)

 Fase Neurologis

Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar sistem saraf

yang kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf pusat. Kondisi ini dikenal

sebagai fase neurologis. Pada fase ini, virus polio akan melanjutkan replikasi pada

neuron motorik kornu anterior dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada

lokasi tersebut. Kerusakan sel-sel saraf motorik tersebut akan berdampak pada

manifestasi tipikal pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat

terjadinya lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP)

sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik. Kerusakan yang signifikan

terjadi pada sumsum tulang belakang dan otak, terutama pada saraf yang

mengendalikan fungsi motorik dan otonom. Peradangan memperparah kerusakan

yang dihasilkan oleh invasi virus primer. (1)

Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada anak-anak.

Gejala paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian berlangsung progresif

selama 2‒3 hari. Umumnya, progresivitas paralisis akan berhenti setelah suhu tubuh

kembali normal. Tanda dan gejala prodromal tambahan dapat berupa refleks

superfisial menurun hingga menghilang, refleks tendon dalam meningkat disertai

nyeri otot berat dan kejang pada tungkai atau punggung. (2) Saat fase AFP, refleks

tendon dalam akan berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap selama
beberapa hari atau minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien tidak

mengalami kehilangan sensorik atau perubahan kognisi. (1)

GEJALA

Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan kelumpuhan

terjadi dalam waktu 7-21 hari. Sebagian besar (70 hingga 75%) infeksi tidak

menimbulkan gejala. Penyakit simptomatik diklasifikasikan sebagai berikut: (3)

 Poliomielitis Abortif

Sebagian besar gejala infeksi, terjadi pada anak kecil, bersifat ringan, dengan 1

sampai 3 hari demam ringan, malaise, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah,

yang berkembang 3 sampai 5 hari setelah terpapar. (4) Tidak ada gejala atau tanda

neurologis, dan pemeriksaan fisik biasa-biasa saja kecuali adanya demam. (2)

 Poliomielitis Paralitik atau Nonparalitik

Sekitar 4% pasien dengan infeksi virus polio terjadi keterlibatan sistem saraf

pusat nonparalitik dengan meningitis aseptik. Pasien biasanya mengalami leher kaku

dan sakit kepala yang muncul setelah beberapa hari dengan prodrome mirip

poliomielitis abortif. Manifestasi berlangsung 2 hingga 10 hari. (2)

Poliomielitis paralitik terjadi pada < 1% dari semua infeksi virus polio. Hal ini

dapat bermanifestasi sebagai penyakit bifasik pada bayi dan anak kecil dengan fase

paralitik yang terjadi beberapa hari setelah gejala poliomielitis abortif sembuh. (2)
Inkubasi biasanya terjadi 7 sampai 21 hari. Manifestasi umum poliomielitis paralitik

selain meningitis aseptik termasuk juga nyeri otot dalam, hiperestesia, parestesia, dan,

mielitis aktif, retensi urin dan kejang otot. (5) Paralisis flaksid asimetris dapat terjadi

dan berkembang selama 2 sampai 3 hari. Tanda-tanda ensefalitik kadang-kadang

mendominasi. Disfagia, regurgitasi hidung, dan suara hidung biasanya merupakan

tanda awal keterlibatan bulbar, tetapi beberapa pasien mengalami paralisis faringeal

dan tidak dapat mengontrol sekresi oral. Seperti pada kelumpuhan otot rangka,

keterlibatan bulbar dapat memburuk selama 2 sampai 3 hari dan pada beberapa

pasien, berpengaruh pada pusat pernafasan dan peredaran darah dari batang otak yang

menyebabkan gangguan pernafasan. Terkadang, gagal napas terjadi saat diafragma

atau otot interkostal terpengaruh. (2)

Beberapa pasien terjadi sindrom postpoliomyelitis bertahun-tahun atau dekade

setelah poliomielitis paralitik. (2) Sindrom ini ditandai dengan kelelahan otot dan

penurunan daya tahan, fasikulasi, atrofi, sulit bernapas atau menelan, sulit

berkonsentrasi, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan bernapas, mudah lelah dan

massa otot tubuh menurun. (3)


DAFTAR PUSTAKA

1. Satari HI, Ibbibah LF, Utoro S. Eradikasi Polio. Sari Pediatr [Internet].

2017;18(3):245. Available from: https://saripediatri.org/index.php/sari-

pediatri/article/view/1061, accessed in May 26th 2021, at 8 pm.

2. Tesini BL. Poliomyelitis-Infectious Diseases [Internet]. MSD MANUAL

Professional Version. 2019. Available from:

https://www.msdmanuals.com/professional/infectious-diseases/enteroviruses/

poliomyelitis, accessed in May 26th 2021, at 8 pm.

3. Kementerian Kesehatan R.I. Poliomyelitis (Penyakit Virus Polio) [Internet].

Kemenkes. 2020. Available from:

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-

virus-polio/, accessed in May 26th 2021, at 8 pm.

4. Umam YC, Artikel I. Model Epidemi Seiv Penyebaran Penyakit Polio Pada

Populasi Tak Konstan. Unnes J Math [Internet]. 2016;5(2):100–7. Available

from: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm/article/view/13117,

accessed in May 26th 2021, at 8 pm.

5. U.S. Department of Health & Human Services. What is Polio? [Internet].


Centers for Disease Control and Prevention. 2019. Available from:

https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/index.htm, accessed in May 26th

2021, at 8 pm.

Anda mungkin juga menyukai