Anda di halaman 1dari 8

Tatalaksana Kista Endometriosis

Penatalaksanaan endometriosis dapat berupa medikamentosa, hormonal, pembedahan, dan


kombinasi keduanya. Pilihan pengobatan tergantung pada keadaan individu pasien, yang
meliputi gejala yang muncul dan keparahannya, lokasi dan keparahan endometriosis, dan
keinginan untuk memiliki anak selanjutnya. Laparoskopi dapat langsung dilakukan untuk
tata laksana endometriosis. 50-80% gejala dirasakan berkurang setelah operasi. Terapi hormonal
dapat dilakukan untuk menekan dan menunda kekambuhan setelah pembedahan serta mencegah
perkembangan penyakit pada pasien yang tidak menjalani pembedahan.

 Medikamentosa

Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi keluhan nyeri kronis pada wanita dengan
endometriosis dan memperkecil kemungkinan kambuhnya endometriosis. Obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) dan pil kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah diberikan sebagai lini
pertama. Jika gejala tidak membaik selama 3 bulan, terapi berikutnya adalah dengan pemberian
progestin atau hormon gonadotropin (GnRH). Terapi ini diberikan untuk yang mengurangi nyeri
dan perkembangan lesi endometriosis.

-Analgesik

Penggunaan analgesik diberikan pada pasien yang mengeluh nyeri. Pemberian OAINS, dapat
berupa ibuprofen dengan dosis 3 x 400 mg atau asam mefenamat dengan dosis 3 x 500mg.
Penggunaan OAINS dapat dikonsumsi beberapa hari sebelum dan saat menstruasi.

 Terapi Hormonal

Pengobatan hormonal menjadi pilihan terapi lini pertama untuk pasien yang tidak memiliki
keinginan untuk hamil segera. Saat ini, pengobatan hormonal adalah obat yang paling efektif
untuk pengobatan endometriosis, dengan cara penghambatan aksis hipotalamus pituitari-ovarium
dan pseudodesidualisasi yang menghambat proses implantasi jaringan endometriotik ektopik.
Terapi hormonal endometriosis
- Progestogen
- Antiprogestogen
- Pil kontrasepsi kombinasi (PKK)
-Agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH)
-Antagonis GnRH, levonorgestrel
intrauterine system (LNG-IUS)
-Danazol
- Aromatase inhibitor

Pil Kontrasepsi Kombinasi

Kontrasepsi oral kombinasi yang digunakan bersama dengan NSAID sering digunakan untuk
pengobatan lini pertama nyeri yang berhubungan dengan endometriosis. Terapi hormonal ini
mengandung estrogen dan progesteron. Pil KB yang mengandung kombinasi ini dapat digunakan
untuk tata laksana endometriosis. Terapi hormonal ini dapat disarankan untuk wanita yang tidak
berencana untuk hamil. Pil kontrasepsi kombinasi (PKK) diberikan selama 3 bulan dan
cenderung berkelanjutan.

Hormon Progestin

Progestin bekerja sebagai antimitotik sel endometrium sehingga dapat mengendalikan


pertumbuhan dinding endometrium. Medroxyprogesterone acetate 100 mg/hari yang diberikan
selama 3 bulan atau dydrogesterone 5-10 mg/hari yang diberikan selama 4 bulan diketahui dapat
meringankan gejala endometriosis. Progestin injeksi subkutan dapat diberikan setiap 3 bulan
sekali dengan dosis 104 mg.

Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist (GnRH Agonist)

Agonis GnRH a seperti nafarelin, leuprolide, buserelin, goserelin, atau triptorelin digunakan
sebagai salah satu pilihan dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis, dan digunakan sebagai
terapi lini kedua (rekomendasi A) karena penekanan efek samping yang belum tentu efektif oleh
PKK. Agonis GnRH dapat dikombinasi dengan PKK untuk mencegah efek samping kondisi
hipoestrogenik seperti menurunnya densitas tulang (rekomendasi B). Penggunaan agonis GnRH
ini menyebabkan penenkanan estrogen yang mirip dengan kondisi menopause atau yang disebut
sebagai keadaan pseudomenopause. Agonis GnRH yang bekerja pada reseptor hipofisis anterior
memicu produksi hormon gonadotropin FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (luteinizing
hormone) dan menyebabkan tingginya produksi hormon estrogen dalam tubuh. Tubuh akan
menyadari keadaan ini dan menghentikan produksi GnRH endogen yang menyebabkan
hipoestrogen dalam tubuh. Agonis GnRH dapat mengurangi rasa nyeri yang diakibatkan oleh
endometriosis, menghasilkan amenorea dan keadaan hipoestrogen, sehingga mengakibatkan
atrofi endometrium ektopik.  Agonis GnRH dapat diberikan dalam berbagai cara. Leuprolide
acetate dengan dosis 3,75 mg diinjeksikan secara intramuskular setiap 1−3 bulan sekali. 
Buserelin acetate 1 mg/hari dapat diinjeksi serta nafarelin asetat 200 µg 2 kali sehari secara
intranasal.
Pemberian agonis GnRH dikondisikan agar wanita dengan endometriosis tidak selalu pada
keadaan hipoestrogenik. Terapi add-back, yaitu pengurangan estrogen, dilakukan untuk
mencegah dan mengatasi gejala yang disebabkan oleh keadaan hipoestrogen, serta melindung
tulang wanita dengan endometriosis. Terapi ini biasanya dilakukan selama 3-6 bulan. Agonis
GnRH juga tersedia dalam kombinasi estrogen, progesteron, dan norethindrone asetat.

Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) Antagonists

Antagonis GnRH bekerja dengan langsung  menekan produksi GnRH sehingga kondisi
hipoestrogen segera terjadi. Studi  menyatakan bahwa elagolix dengan dosis 200 mg 2 kali sehari
dan dosis 150 mg sekali sehari sama-sama efektif dalam menurunkan dismenorea dan nyeri
radang panggul nonmenstrual selama periode terapi 6 bulan pada pasien endometriosis.
Responsnya sehubungan dengan dua dosis elagolix tersebut dikaitkan dengan efek samping
hipoestrogenik. Beberapa wanita mengalami gejala hot flushes ringan sampai sedang, keringat
malam dan sedikit peningkatan risiko kehilangan kepadatan tulang. Namun, efek sampingnya
lebih rendah dibandingkan dengan danazol, karena efek samping androgenik tidak ada.

Danazol

Danazol bukan pilihan utama pada tata laksana nyeri terkait endometriosis karena potensi efek
sampingnya yang berat (rekomendasi A) seperti akne, edema, vaginal spotting, penambahan
berat badan, kram otot, dan penambahan rambut wajah.

Aromatase inhibitor
Aromatase inhibitor direkomendasikan pada wanita dengan nyeri terkait endometriosis refractory
terhadap pembedahan atau terapi medis lainnya. Aromatase inhibitor diberikan dalam kombinasi
dengan PKK, progestogen, agonis GnRH, atau antagonis GnRH (rekomendasi C). Pemeriksaan
bone mass density (BMD) secara berkala direkomendasikan karena aromatase inhibitor
berpotensi menyebabkan gejala menopause dan mengurangi densitas tulang.

Pembedahan

Manajemen bedah merupakan salah satu pilihan untuk mereduksi nyeri terkait endometriosis, hal
ini dipertimbangkan setelah perawatan konservatif tidak berhasil. Manajemen bedah untuk
endometriosis dapat berupa eksisi dan/atau ablasi lesi endometriosis, kistektomi, hingga
histerektomi dengan atau tanpa ooforektomi. Manajemen bedah endometriosis dapat
diklasifikasikan menjadi konservatif atau ekstirpatif. Pembedahan konservatif meliputi eksisi,
kauterisasi, atau ablasi (dengan laser atau elektrokoagulasi) lesi endometriotik yang terlihat;
normalisasi anatomi; dan penyiapan rahim dan organ reproduksi lainnya untuk kemungkinan
hamil kedepannya. Pembedahan konservatif sering dilakukan pada saat laparoskopi awal
dilakukan untuk indikasi nyeri atau infertilitas.

Pembedahan merupakan baku emas untuk diagnosis definitif. See and treat merupakan cara yang
disarankan untuk tata laksana endometriosis. Pembedahan dinyatakan efektif mengurangi gejala
pada endometriosis yang ditemukan dengan prosedur laparoskopi. Namun, risiko morbiditas
akibat pembedahan dan potensi terganggunya ovarium, terutama dalam kasus endometrioma,
perlu dipertimbangkan. Pembedahan diindikasikan pada wanita dengan nyeri panggul yang tidak
merespons terhadap terapi medikamentosa atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi
terhadap obat-obatan tersebut. Adanya massa pada adneksa juga merupakan indikasi
pembedahan.
Pasien dengan endometrioma lebih dari 4 cm harus menjalani pembedahan. Manajemen bedah
konservatif dapat diperuntukkan pada wanita dengan usia produktif yang masih menginginkan
kehamilan. Histerektomi abdominal total dengan salpingo-ooforektomi bilateral berkaitan
dengan 10% risiko berulang dan 4% risiko endometriosis tambahan. Tujuan dalam
penatalaksanaan endometriosis meliputi pengurangan nyeri panggul, meminimalkan intervensi
bedah, dan menjaga kesuburan. Ablasi dapat dilakukan pada wanita dengan endometriosis untuk
memulihkan anatomi serta menghilangkan nyeri. Terapi definitif diperuntukkan bagi wanita
yang tidak ingin hamil lagi, salpingo-ooforektomi bilateral merupakan prosedur yang dapat
dipilih untuk terapi definitif.

Jika penyakit luas ditemukan, pembedahan konservatif seperti lisis adhesi; pengangkatan lesi
endometriotik aktif; dan, mungkin rekonstruksi organ reproduksi. Terapi obat-obatan dapat
dilakukan untuk mengurangi jumlah endometriosis sebelum operasi, dan untuk memfasilitasi
penyembuhan segera dan mencegah kekambuhan setelah operasi. Pembedahan ekstirpatif
untuk endometriosis hanya diperuntukkan bagi kasus-kasus di mana penyakit ini begitu luas
sehingga terapi obat-obatan atau bedah konservatif tidak memungkinkan lagi, atau ketika pasien
tidak memiliki pasangan dan menginginkan terapi definitif. Pembedahan definitif meliputi
histerektomi abdominal total, salpingo-ooforektomi bilateral, lisis adhesi, dan pengangkatan lesi
endometriotik. Satu atau kedua ovarium mungkin tidak dilakukan tindakan jika tidak terlibat,
dan endometriosis dapat direseksi sepenuhnya. Sekitar sepertiga wanita yang dirawat secara
konservatif akan mengalami endometriosis berulang dan memerlukan pembedahan tambahan
dalam 5 tahun. Konservasi ovarium pada saat histerektomi meningkatkan risiko endometriosis
berulang yang membutuhkan pembedahan tambahan. Setelah ooforektomi bilateral, terapi
estrogen dapat segera dimulai, dengan sedikit risiko mengaktifkan kembali penyakit yang
residual.
TATA LAKSANA INFERTILITAS TERKAIT ENDOMETRIOSIS
Medikamentosa
Terapi hormonal tidak direkomendasikan pada kasus endometriosis pada wanita yang
merencanakan kehamilan, kecuali bagi yang memutuskan untuk tidak segera hamil (rekomendasi
C). Adapun terapi hormonal seperti agonis GnRH dengan protokol ultralong bermanfaat untuk
menjaga kualitas oosit dan dapat merekrut lebih banyak folikel sehingga dapat meningkatkan
keberhasilan kehamilan bahkan pada wanita dengan endometriosis tingkat III-IV. Agonis GnRH
dapat diberikan sebagai tambahan terapi pada tindakan fertilisasi in vitro (FIV), intracytoplasmic
sperm injection (ICSI), dan cryopreservation untuk pelestarian kesuburan wanita.
Pembedahan
Manajemen bedah konservatif pada endometriosis bertujuan untuk memulihkan anatomi dan
menghilangkan nyeri. Pendekatan ini paling sering diterapkan pada wanita usia reproduksi yang
ingin hamil di masa depan atau untuk menghindari induksi menopause pada usia dini.
Manajemen bedah yang dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan spontan antara lain eksisi
atau ablasi lesi endometriosis, adhesiolisis untuk endometriosis yang tidak melibatkan usus,
kandung kemih atau ureter, dan eksisi dinding kista endometrioma dengan memperhitungkan
cadangan ovarium. Dalam tata laksana infertilitas, sebaiknya tidak diberikan terapi penekan
hormon pascaoperasi dengan tujuan tunggal untuk meningkatkan peluang kehamilan di masa
depan (rekomendasi C). Laparoskopi operatif dapat ditawarkan sebagai pilihan tata laksana
untuk infertilitas terkait endometriosis tingkat I/II (rekomendasi C), begitu juga dengan deeply
infiltrative endometriosis (DIE) meskipun belum ada bukti yang meyakinkan (rekomendasi D).
MANAJEMEN NYERI ENDOMETRIOSIS
Analgesik
Analgesik yang diberikan adalah paracetamol dan obat nonsteroidal antiinflammatory drugs
(NSAID). NSAID dapat digunakan sebagai lini pertama untuk mengatasi gejala nyeri terkait
endometriosis, karena dapat menghambat produksi prostaglandin, yang berkontribusi terhadap
peradangan dan nyeri terkait endometriosis.
Terapi Hormonal
Pengobatan hormonal menjadi pilihan terapi lini pertama untuk pasien yang tidak memiliki
keinginan untuk hamil segera. Saat ini, pengobatan hormonal adalah obat yang paling efektif
untuk pengobatan endometriosis, dengan cara penghambatan aksis hipotalamus pituitari-ovarium
dan pseudodesidualisasi yang menghambat proses implantasi jaringan endometriotik ektopik.
Tabel 5. Terapi hormonal endometriosis
• Progestogen • Antiprogestogen • Pil kontrasepsi kombinasi (PKK) • Agonis gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) • Antagonis GnRH, levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) •
Danazol • Aromatase inhibitor
Meskipun bervariasi, terapi hormonal ini memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dalam
mengatasi gejala nyeri dan memberikan tingkat perbaikan klinis. Namun dalam praktik klinis,
masing-masing terapi mempunyai implikasi yang berbeda, mengingat tidak ada terapi hormonal
yang bebas dari efek samping, seperti adanya kandungan efek kontrasepsi yang tidak dianjurkan
bagi wanita yang berencana untuk hamil. Pedoman ESHRE tahun 2021 merekomendasikan
penggunaan progestogen, PKK, agonis GnRH, atau antagonis GnRH untuk mengatasi gejala
nyeri terkait endometriosis.
Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK) digunakan untuk mengurangi gejala dispareunia, dismenorea,
dan nyeri di luar haid. PKK yang digunakan secara kontinu akan menghambat menstruasi dan
menghasilkan pengurangan nyeri terkait endometriosis yang lebih besar dibandingkan dengan
yang diminum secara siklik. PKK berpotensi membuat suasana tubuh seperti dalam keadaan
hamil, hal ini disebut dengan keadaan pseudopregnancy.
 Progesterone
Medroxyprogesterone acetate (MPA), levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS), dan
dienogest bekerja melalui mekanisme desidualisasi dan atrofi endometrium. LNG-IUS dan
implan subdermal etonogestrel merupakan pilihan terapi progesterone untuk mengatasi nyeri
akibat endometriosis (rekomendasi B).
 Agonis GnRH
Agonis GnRH a seperti nafarelin, leuprolide, buserelin, goserelin, atau triptorelin digunakan
sebagai salah satu pilihan dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis, dan digunakan sebagai
terapi lini kedua (rekomendasi A) karena penekanan efek samping yang belum tentu efektif oleh
PKK. Di samping itu agonis GnRH sering digunakan sebagai terapi endometriosis derajat berat
sebelum dilakukan stimulasi ovarium pada program bayi tabung. Agonis GnRH dapat
dikombinasi dengan PKK untuk mencegah efek samping kondisi hipoestrogenik seperti
menurunnya densitas tulang (rekomendasi B). Penggunaan agonis GnRH ini menyebabkan
penenkanan estrogen yang mirip dengan kondisi menopause atau yang disebut sebagai keadaan
pseudomenopause.
 Antagonis GnRH
Elagolix berpotensi menjadi terapi endometriosis dibandingkan relugolix dan degarelix, karena
telah terbukti mengurangi nyeri jangka pendek secara signifikan pada dismenorea dan nyeri
panggul nonmenstruasi. Potensi efek samping yang ada pada golongan ini antara lain kemerahan
pada kulit, nyeri kepala, insomnia, dan kadar lipid serum yang tinggi. Antagonis GnRH dapat
diberikan secara oral untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis, meskipun bukti ilmiah
mengenai dosis atau durasi pengobatan masih terbatas (rekomendasi B).
 Danazol
Danazol bukan pilihan utama pada tata laksana nyeri terkait endometriosis karena potensi efek
sampingnya yang berat (rekomendasi A) seperti akne, edema, vaginal spotting, penambahan
berat badan, kram otot, dan penambahan rambut wajah.
 Aromatase inhibitor
Aromatase inhibitor direkomendasikan pada wanita dengan nyeri terkait endometriosis refractory
terhadap pembedahan atau terapi medis lainnya. Aromatase inhibitor diberikan dalam kombinasi
dengan PKK, progestogen, agonis GnRH, atau antagonis GnRH (rekomendasi C). Pemeriksaan
bone mass density (BMD) secara berkala direkomendasikan karena aromatase inhibitor
berpotensi menyebabkan gejala menopause dan mengurangi densitas tulang.
 Pembedahan
Manajemen bedah merupakan salah satu pilihan untuk mereduksi nyeri terkait endometriosis, hal
ini dipertimbangkan setelah perawatan konservatif tidak berhasil. Manajemen bedah untuk
endometriosis dapat berupa eksisi dan/atau ablasi lesi endometriosis, kistektomi, hingga
histerektomi dengan atau tanpa ooforektomi.

TATA LAKSANA INFERTILITAS TERKAIT ENDOMETRIOSIS


Medikamentosa
Terapi hormonal tidak direkomendasikan pada kasus endometriosis pada wanita yang
merencanakan kehamilan, kecuali bagi yang memutuskan untuk tidak segera hamil (rekomendasi
C). Adapun terapi hormonal seperti agonis GnRH dengan protokol ultralong bermanfaat untuk
menjaga kualitas oosit dan dapat merekrut lebih banyak folikel sehingga dapat meningkatkan
keberhasilan kehamilan bahkan pada wanita dengan endometriosis tingkat III-IV. Agonis GnRH
dapat diberikan sebagai tambahan terapi pada tindakan fertilisasi in vitro (FIV), intracytoplasmic
sperm injection (ICSI), dan cryopreservation untuk pelestarian kesuburan wanita. Pembedahan
Manajemen bedah yang dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan spontan antara lain eksisi
atau ablasi lesi endometriosis, adhesiolisis untuk endometriosis yang tidak melibatkan usus,
kandung kemih atau ureter, dan eksisi dinding kista endometrioma dengan memperhitungkan
cadangan ovarium. Dalam tata laksana infertilitas, sebaiknya tidak diberikan terapi penekan
hormon pascaoperasi dengan tujuan tunggal untuk meningkatkan peluang kehamilan di masa
depan (rekomendasi C). Laparoskopi operatif dapat ditawarkan sebagai pilihan tata laksana
untuk infertilitas terkait endometriosis tingkat I/II (rekomendasi C), begitu juga dengan deeply
infiltrative endometriosis (DIE) meskipun belum ada bukti yang meyakinkan (rekomendasi D).

Anda mungkin juga menyukai