Anda di halaman 1dari 46

Pemicu 3 Hari ini, dokter Rahman sedang praktek di kliniknya dan kedatangan seorang ibu rumah tangga bernama

Ny. Sisi berusia 59 tahun, yang beerjalan terpincangpincang dengan wajah menahan nyeri. Dokter, lutut kanan saya nyeri sekali sejak 2 minggu ini, kata Ny.Sisi. sebenarnya keluhan nyeri lutut itu sudah mulai dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun ini, dan memberat apabila Ny.Sisi naik turun tangga atau berjalan jauh. Selama ini Ny. Sisi sering membeli obat di warung yang hanya dapat sedikit mengurangi nyeri. Dari pemeriksaan fisik didapatkan BB 69 kg dan TB 155 cm. Pemeriksaan pada lutut kanan menunjukkan adanya krepitasi, nyeri tekan, dan tanda efusi sendi. Riwayat trauma dan jatuh disangkal. 1. Klarifikasi dan Definisi Krepitasi Tanda efusi sendi Nyeri : suara berderak seperti bila kita menggesekkan tulang yang patah. : kelaurnya cairan sendi synovial

: pengalaman perasaan emosional yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya kerusakan actual / potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. 2. Key Words Ny. Sisi 59 tahun Berjalan terpincang-pincang Lutut kanan nyeri sejak 2 minggu Dirasakan sejak 2 tahun lalu Memberat jika naik turun tangga atau berjalan jauh BB 69 kg TB 155 cm Riwayat trauma dan jatuh (-)

3. Rumusan Masalah Ibu rumah tangga 59 tahun, dengan keluhan nyeri lutut kanan yang hilang timbul sejak 2 tahun lalu, sejak 2 minggu lalu nyeri terasa lebih berat.

4. Analisis Masalah Wanita 59 tahun TB 155 cm BB 69 kg

Datang ke dokter

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Keluhan Utama : Nyeri hebat di lutut kanan. Nyeri sudah dirasakan 2 tahun lalu. Memberat jika naik/turun tangga atau berjalan jauh Mengkonsumsi obat warung. Trauma dan jatuh (-) Pemeriksaan fisik : Krepitasi Nyeri tekan Efusi sendi

Diagnosis banding ; Osteoarthritis Artritis Reumatoid Gout Artritis septik

Laboratorium Pemeriksaan lanjutan Radiologik

Diagnosis

Tatalaksana

5. Hipotesis Ibu rumah tangga tersebut mengalami osteoarthritis dengan diagnosis banding reumatoid arthritis yang disebabkan oleh proses degenerative dengan preobesitas sebagai factor resiko dan pemberat.

6. Learning Issues 1. Anatomi ekstremitas atas dan bawah 2. Fisiologi sendi sinovial 3. Komposisi cairan sinovial 4. Fisiologi nyeri sendi 5. Patologi sendi sinovial a. Osteoarthritis b. Arthritis rheumatoid c. Gout d. Arthritis Septik

PEMBAHASAN 1. Anatomi ekstremitas atas dan bawah a. Ekstremitas Atas

Gambar Anatomi Ekstremitas Atas Beberapa sendi yang penting dan tersering dalam kaitannya dengan penyakit sendi pada ekstrimitas atas adalah: 4

Sendi cubiti yang terdiri dari articulatio humeroradialis, humeroulnaris, dan articulatio radioulnaris proximal. Sendi-sendi antara bagian pangkal dan pertengahan tangan : articulatio carpometacarpales Sendi pelana ibu jari : articulatio carpometacarpalis policis Sendi pada pangkal jari : articulatio metacarpophalangeae Sendi antar jari : articulatio interphalanges manus b. Ekstremitas Bawah

Gambar Anatomir Ekstremitas Bawah

Sendi yang paling sering dikeluhkan dalam kaitannya penyakit sendi pada ekstrimitas bawah adalah articulatio genu yang terdiri dari articulatio femoropattelaris, articulatio meniscofemoralis, dan articulatio meniscotibialis.

c.

Anatomi Sendi Lutut (articulatio genu) Radiografi

Gambar Anatomi Sendi Lutut Radiologik

d.

Sendi Sinovial

Gambar Anatomi Sendi Sinovial

Gambar Anatomi Sendi Sinovial

2. Fisiologi sendi sinovial Sendi sinovial adalah sendi sendi tubuh yang dapat digerakan. Sendi sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dengan pembuluh darah yang banyak, dan sinovium, yang membentuk suatu kantung dengan melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon yang melintasi sendi. Sinvium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sdangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesa oleh sel sel pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi (Michael Carter, 2002) Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan intersitial rawan. Tekanan yang terjadi pada rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan ke bagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke belakang kembali ke bagian rawan sehingga tekanan berkurang. Kartilago sendi dan tulang tulang yang membentuk sendi normalnya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan bahan di dalam

plasma berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di sinovium, karena di daerah tersebut banyak mendapat alirah darah, dan disamping itu juga terdapat sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon (Michael Carter, 2002). Saraf saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan sinovium. Saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung ujung saraf pada kapsul, ligamen dan pembuluh darah adventesia sangat sensitif terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus dan tidak bisa dilokalisir. Sendi dipersyarafi oleh saraf saraf perifer yang menyebrangi sendi. Ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada sendi lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut (Michael Carter, 2002) 1) Membran sinovial (jar avaskular lapisi permukaan dalam kapsul sendi) 2) Tersusun 1 3 lapis sel sinovial (sinoviosit) A & B 3) Sinoviosit A (makrofag) lepaskan debris sel ke dlm rongga sendi 4) Sinoviosit B (fibroblas) sintesis & sekresi hialuronat yg berperan dlm lubrikasi 5) Cairan sendi mrp ultrafiltrat plasma 6) Pada umumnya kadar molekul & ion kecil dal cairan sendi sama dengan plasma, tetapi kadar proteinnya lebih rendah 7) Ligamen & kapsul sendi tersusun oleh serat kolagen, elastin & proteoglikan 3. Komposisi cairan sinovial Cairan sinovial adalah transudat dari air dan zat terlarut dari darah dan memiliki komposisi serupa dengan cairan interstisial jaringan pada umumnya. Dalam cairan sendi terlarut glikosaminoglikan, terutama asam hialuronat. Sel sinovium akan mensintesis asam hialuronat sebagai zat tambahan plasma dalam membentuk cairan sendi. Pada cairan ini juga terdapat glikoprotein lubrisin sebagai molekul dengan sifat 9

pelumas, serta sedikit monosit dan limfosit juga terdapat dalam cairan tersebut. 4. Fisiologi nyeri sendi Kartilago sendi tersusun oleh dua jenis makromolekul utama : proteoglikan (PG), yang berperan dalam menimbulkan kekakuan jaringan dan menyebabkan jaringan mampu menahan beban, dan kolagen yang menentukan kekuatan renggangan dan daya tahan terhadap robekan. Walaupun protease lisosom (katepsin) dibuktikan terdapat di dalam sel-sel dan matriks kartilago sendi normal, pH optimumnya yang rendah menyebabkan aktivitas enzim proteoglikenase ini terbatas di dalam sel atau di daerah periartikularis. Namun kartilago juga mengandung sekelompok metalloproteinase, termasuk stromelisin, kolagenase, dan gelitinase, yang dapat menguraikan semua komponen matriks ekstrasel pada pH netral. Masing-masing disekresikan oleh kondrosit sebagai proenzim yang harus diaktifkan oleh penguraian proteolitik disekuens terminal-N-nya. Ekspresi aktivitas metalloproteinase netral mencerminkan keseimbangan antara pengaktifan bentuk laten dan penghambat aktivitas oleh inhibitor jaringan. Turn over (pertukaran) normal kartilago berlangsung melalui jenjang degradatif, dan banyak peneliti beranggapan bahwa pendorong utamanya adalah interleukin 1 (IL-1), sitokin yang dihasilkan oleh sel mononukleus (termasuk sel yang membatasi sinovium) dan disintesis oleh kondrosit. IL-1 merangsang sintesin dan sekresi kolagenase laten, stromelisin laten, gelitenase laten, dan activator plasminogen jaringan. Plasminogen, substrat untuk enzim yang terakhir, mungkin disintesis oleh kondroisit atau mungkin masuk ke dalam sendi melalui difusi cairan sinovium. Selain efek kataboliknya, pada konsentrasi yang lebih rendah daripada yang diperlukan untuk merangsang degradasi tulang rawan, IL-1 menekan sintesis PG oleh kondrosit, menghambat perbaikan matriks. Jelas bahwa bahan diatas sangat destruktif bagi tulang rawan. Keseimbangan system bergantung pada paling sedikit dua inhibitor:

10

inhibitor

jaringan

yang

metalloproteinase

(tissue

inhibitor

of

metalloproteinase, TIMP) dan inhibitor aktivator plasminogen 1 (plasminogen activator inhibitor 1, PAI-1) keduanya disintesis oleh kondrosit dan masing-masing membatasi aktivitas degradatif metalloproteinase netral aktif dan aktivator plasminogen. Bila TIMP atau PAI-1 rusak atau terdapat pada konsentrasi yang kurang relative terhadap enzim aktif, stromelisin dan plasmin bekerja pada substrat matriks. Stromelisin dapat menguraikan inti protein PG dan dapat mengaktifkan kolagenase laten. Perubahan stromelisin laten menjadi protease aktif yang sangat destruktif oleh plasmin merupakan mekanisme kedua degradasi matriks. Mediator peptide misalnya insulin-like growth factor 1 (IGF-1) dan transforming growth factor (TGF-), merangsang biosintesis PG. Metabolisme tersebut mengatur metabolisme matriks dalam tulang rawan normal dan mungkin berperan dalam perbaikan matriks. Faktor pertumbuhan ini memodulasi jalur katabolic sekaligus anabolic metabolism kondrosit; mereka tidak saja meningkatkan sintesis PG tetapi juga menurunkan reseptor kondrosit untuk IL-1, menurunkan degradasi PG. Selain responsivitasnya terhadap sitokin dan berbagai mediator biologic lain, metabolisme kondrosit pada kartilago normal secara langsung dimodulasi oleh beban mekanis. Beban static dan beban siklik berkepanjangan menghambat sintesis PG dan protein, sedangkan beban yang relative singkat dapat merangsang biosintesis matriks. Sebagian besar peneliti merasa bahwa perubahan primer pada nyeri sendi berawal di tulang rawan. Tampak terdapat perubahan serat kolagen. Data kimia konsisten dengan adanya efek pada jaringan kolagen tulang rawan, mungkin akibat terputusnya kolagen yang mengikat serat kolagen yang berdekatan di matriks. Hal ini merupaka salah satu perubahan matriks paling dini dan ireversibel. Aus mungkin merupakan factor dalam hilangnya kartilago, bukti menyokong konsep bahwa metalloproteinase lisosom dan netral merupakan penyebab utama hilangnya matriks kartilago. Sintesis atau

11

sekresi enzim itu dirangsang oleh IL-1 atau oleh factor lain (misalnya rangsangan mekanis), metaloprotease netral, plasmin, dan katepsin, tampaknya semua berperan dalam rusaknya kartilago. TIMP dan PAI1 mungkin bekerja untuk menstabilkan system, paling tidak secara temporer, dan factor pertumbuhan seperti IGF-1, TGF-, serta factor pertumbuhan fibroblast basa (FGF), diperkirakan berperan dalam perbaikan lesi atau paling tidak menstabilkan proses. Tampaknya terdapat ketidakseimbangan stoikiometrik antara kadar enzim aktif, yang mungkin beberapa kali lipat lebih tinggi daripada kadar pada kartilago normal, dan kadar TIMP yang mungkin hanya sedikit meningkat. Kondrosit pada kartilago nyeri sendi mengalami pembelahan sel aktif dan secara metabolis sangat aktif menghasilkan banyak kolagen dan PG. Sebelum hilangnya kartilago dan berkurangnya PG, aktivitas biosintetik yang mencolok ini mungkin menyebabkan peningkatan konsentrasi PG, yang mungkin berkaitan dengan penebalan kartilago dan nyeri sendi stabil terkompensasi. Mekanisme homeostatic ini mungkin memperthankan keadaan fungsional sendi selama bertahun-tahun. Namun jaringan perbaikan sering tidak sekuat kartilago hialin dalam menahan stress mekanik. Akhirnya paling sedikit pada beberapa kasus kecepatan sinstesis PG berkurang dan timbullah nyeri sendi stadium akhir, sehingga seluruh ketebalan kartilago lenyap. Proses nyeri mulai dengan stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious pada jaringan akan mengakibatkan stimulasi nociceptor dan stimulus noxious dirubah menjadi potensial aksi proses tersebut merupakan transduksi atau aktivasi reseptor potensial aksi di transmisi menuju neuron saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Kemudian terjadi impuls dari neuron afferent primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu medulla spinalis ini neuron

12

afferent bersinaps dengan neuron saraf pusat. Lalu jalur neuron naik ke atas di medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya ada hubungan timbal balik antara thalamus dan pusatpusat yang lebih tinggi di otak yang mengatur hubungan responsi persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nonsiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri tidak akan timbul tanpa adanya rangsangan nonsiseptif. Ada proses modulasi sinyal yang mempengaruhi proses tersebut di kornu dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi pesan dimana pesan nyeri dikirim menuju ke otak dan menghasilkan rasa nyeri. A. Patologi sendi sinovial A. Osteoarthritis Lutut adalah sendi besar yang paling sering terkena osteoartritis. Sering terdapat faktor predisposisi; cedera pada permukaan sendi, suatu robekan meniskus, ketidakstabilan ligamentum atau deformitas pinggul atau lutut yang telah ada. Osteoartritis sering bersifat bilateral dan terdapat hubungan yang kuat dengan nodus heberden. Osteoartritis, disebut juga penyakit sendi degenerative, merupakan gangguan sendi yang tersering. Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan pasti, menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia di atas 65 tahun. Gambaran mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi tulang rawan sendi; perubahan structural selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat sekunder. Pada sebaian besar kasus, penyakit ini muncul tanpa factor predisposisi yang jelas sehingga disebut primer. Sebaliknya, osteoarthritis sekunder adalah perubahan degenerative yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolic tertentu, seperti hemokromatosis atau diabetes mellitus.

13

Akhiran itis, yang sering mengacu pada peradangan , menyesatkan, karena osteoarthritis secara primer bukanlah suatu peradangan sendi. Namun, peradangan terjadi secara sekunder dan mungkin berperan dalam perkembangan penyakit. 1. Patogenesis Seperti telah disebutkan, tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degenerative pada osteoarthritis. Tulang rawan sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung-ujung tulang untuk melaksanakan dua fungsi: (1) menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi, berkat adanya cairan sinovium; dan (2) di sendi sebagai penerima beban, menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sedemekian sehingga tulang di bawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastic (yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile strength) yang tinggi. Kedua cirri ini dihasilkan oleh dua komponen utama tulang rawan: suatu tipe khusus kolagen (tipe II) dan proteoglikan, dan keduanya dikeluarkan oleh kondrosit. Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis; tulang ini mengalami pertukaran; komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak saja menyintesis matriks, tetapi juga mengeluarkan enzim yang menguraikan matriks. Oleh karena itu, kesehatan kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara sifat esensial matriks tulang rawan menentukan integritas sendi. Pada osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab. Mungkin pengaruh yang terpenting adalah efek penuaan dan efek mekanis. Neskipun osteoarthritis bukan suatu proses wearand-tear (aus karena sering digunakan), tidak diragujkan lagi bahwa stress mekanik pada sendi berperan penting dalam pembentukannya. Bukti yang mendukung antara lain

14

meningkatnya

frekuensi

osteoarthritis

seiring

dengan

pertambahan usia; timbulnya di sendi penahan beban; dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi yang menimbulkan stress mekanik abnormal, seperti obesitas dan riwaayat deformitas sendi. Factor genetic juga berperan dalam kerentanan terhadap osteoarthritis, terutama pada kasua yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum teridentifikasi meskippun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11. Risiko osteoarthritis meningkat setara dengan densitas tulang, dan kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko. Namun, peran keseluruhan yang dimainkan oleh hormone dalam pathogenesis osteoarthritis masih belum jelas. Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifak mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen tipe II dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF dan nitrat oksida, meningkat pada tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya ikut berperan menyebabkan perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan jumlah kondrosit fungisonal. Secara keseluruhan, perubahan ini cendrung menurunkan daya regang dan kelenturan tulang rawan sendi. Sebagai respon terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru.

15

Meskipun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi kemerosotan tulangh rawan, sinyal molecular yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya menjadi predominan. diketahui. 2. Patologi Pecahnya kartilago biasanya berawal pada daerah pembebanan yang berlebihan. Tanda-tanda yang biasa timbul yaitu fibrilasi kartilago yang khas, sklerosis tulang subkondral dan pembentukan osteofit primer; pada kasus yang parah permukaan sendi dapat kehilangan kartilago samasekali dan tulang yang mendasari bisa remuk. 3. Gejala Klinik Pasien biasanya di atas usia 50 tahun; cenderung kelebihan berat badan dan memiliki deformitas kaki melengkung yang sudah lama. Nyeri adalah gejala yang utama, lebih buruk setelah digunakan, atau saat naik tangga. Setelah beristirahat, sendi terasa kaku, dan sendi terasa nyeri ketika berjalan setelah duduk dalam waktu lama. Pergerakan terbatas dan sering disertai dengan krepitus patelofemoral. Sinar-X. Rongga sendi tibiofemoral mengecil dan terdapat sklerosis subkondral. Tingkat penyempitan tibiofemoral yang sebenarnya hanya dapat diperlihatkan dengan sinar-X pada pasien yang menahan beban. Biasanya terdapat osteofit dan kadang-kadang terdapat perkapuran jaringan lunak di daerah suprapatelar atau pada sendi itu sendiri (kondrokalsinosis). Gejala dan tanda osteoarthritis muncul sangat perlahan dan biasanya mengenai hanya satu atau beberapa sendi. Sendi yang sering terkena adalah panggul, lutut, vertebra lumbal bawah dan servikalis, sendi antarfalang distal jari tangan, sendi karpometakarpal pertama, dan sendi tarsometatarsal pertama. Factor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran reparative menjadi degenerative ini masih belum

16

Sebagian besar pengidap osteoarthritis asimtomatik hingga usia 50 tahun meskipun mereka yang mengidap bentuk sekunder penyakit dapat memperlihatkan gejala pada usia lebih awal. Komplikasi yang umum adalah kaku sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pada pagi hari. Pemakaian sendi berulang-ulang cenderung menambah nyeri. Krepitus, suara berderak akibat permukaan yang terpajan yang saling bergesekan, sering terdengar pada kasus yang berat. Biasanya sendi agak membengkak, dan mungkin terbentuk efusi ringan. Nodus Heberden, osteofit kecil di sendi antarfalang distal, paling sering ditemukann oada perempuan dengan osteoarthritis primer. Seiring dengan waktu, dapat terjadi deformmitas sendi yang signifikan, tetapi fusi sendi. Dalam diagnosis banding, arthritis rheumatoid terletak paling atas. Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri dapat timbul akibat beberapa hal, termasuk dari periostenum yang tidak terlindungi lagi, mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium oleh osteofit, spasme otot periartikular, penurunan aliran darah di dalam tulang dan peningkatan tekanan intraoseus dan sinovitis yang diikuti pelepasan prostaglandin, leukotrien dan berbagai sitokin. Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit (tidaklebih dari 30 menit). Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot periartikular. Nyeri pada pergerakan

17

dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular. 4. Faktor Risiko Osteoartritis Lutut Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu factor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk terserang OA lutut. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko terhadinya OA lutut. a. Faktor Predisposisi 1. Usia Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. 2. Jenis kelamin Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. 3. Kebiasaan Merokok Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.

18

b. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan. c. Merokok monoksida tulang rawan. 4. Faktor Metabolik a. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada b. sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Osteoporosis Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. 5. Faktor Biomekanis 1) Riwayat Trauma Lutut Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut 2) Kelainan Anatomis Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg Calve Perthes disease dan displasia asetabulum. 3) terutama Pekerjaan yang banyak menggunakan kekuatan yang Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi. dapat dalam meningkatkan darah, kandungan karbon jaringan menyebabkan

kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan

19

4)

Aktivitas fisik

Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut. 5) Kebiasaan olah raga Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut. 5. Terapi Jika gejala tidak berat, terapi konservatif. Latihan kuadriseps perlu dilakukan. Analgesik diberikan utnuk menghilangkan nyeri, dan rasa hangat memberi rasa enak. Suatu penyangga elastis yang sederhana dapat memberi hasil yang mengagumkan, mungkin dengan memperbaiki propriosepsi pada lutut yang tidak stabil. Injeksi kortikosteroid intra-artikular sering meredakan nyeri, tetapiini hanya pengganti sementaradan bukan yang terbaik, karena injeksi yang berulang kali dapat memungkinkan kerusakan kartilago dan tulang secara progresif. Terapi operasi. Nyeri yang menetap, deformitas prograseif dan ketidakstabilan biasanya merupakan indikasi untuk terapi operasi. Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan bedah. Terapi Non Obat Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja. Melindungi sendi dari trauma tambahan penting untuk memperlambat perjalanan penyakit ini. Evaluasi

20

pola

bekerja

dan

aktivitas

sehari-hari

membantu

untuk

menghilangkan segala kegiatan yang meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit. Tongkat atau alat pembantu berjalan dapat mengurangi berat badan yang harus ditanggung sendi lutut dan panggul secara cukup berarti Terapi Obat Pemakaian obat-obatan dirancang untuk mengontrol nyeri pada sendi dan untuk mengendalikan timbulnya sinovitis. Obat-obat analgetik yang dapat dibeli bebas seperti asetaminofen, aspirin dan ibuprofen biasanya cukup untuk menghilangkan nyeri. Aspirin dan ibuprofen memiliki keuntungan lebih dalam mengontrol sinovitis. Terapi Lokal Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi sendi Operasi Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan tindakan yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti. B. Arthritis Rheumatoid 1. Pendahuluan Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien

21

biasanya terjadi destruksi sendi progressif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi. Artritis reumatoid 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan daripada laki-laki. Insiden puncak adalah 40 hingga 60 tahun.

2. Epidemiologi Pada kebanyakan populasi didunia, prevalensi AR relative konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di india dan Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di china, Indonesia, dan philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan 4,1 % dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1346 orang (15,1%). Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima. 3. Etiologi Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik. Namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi anto imun. Faktorfaktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Destruksi jaringan sendi melalui 2 cara : 1. Destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan enzimenzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arachidonat oleh leukosit

22

polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. 2. Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi kolagen di sepanjang pinggir panus melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. Dari penelitian muntakhir, diketahui patho genesis Artritis reumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imuno logis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan pertanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 padao rang kulit putih. Namun pada o rang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4 . 4. Faktor Risiko Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga beresiko. Makana tinggi vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan resiko. Tiga dari empat perempuan dengan AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan. 5. Patofisiologi Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Prosesfagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan dan

23

mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial disertai edema, kongesti yang vaskular eksudat fibrin dan inflamasi sinovial selular. menjadi Peradangan berkelanjutan menyebabkan

menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilag. Pannus masuk ke tulang subkondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subkondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai faktor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif . Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus. 6. Manifestasi Klinis a) Awitan (onset) Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian

24

tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan. b) Manifestasi artikular Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik. Penyebab arthritis pada AR adalah synovial yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi peermukaan sendi sehingga terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertummbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi di beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, terlibat. c) Manifestasi Ekstaartikular Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik sehingga banyak juga mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasi ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer factor rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intrvensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari tangan, demikian juga sendi interfalang proksimal dan netakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah

25

tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada pendrita AR dengan factor rheumatoid positif dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik. d) Deformitas Kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpo f alangenal, def o rmitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa def o rmitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. terangsang Sendi dan akan sendi yang sangat besar juga dapat mengalami pengurangan kemampuan

begerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. Nodul nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertigao rang dewasa penderita Artritis reumato id. Lokasi yang paling sering dari do f o rmitas ini adalah bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstenso r dari lengan, walaupun demikian nodul nodul ini dapat juga timbul pada tempat tempat lainnya. Adanya nodul nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru -paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak 7. Gambaran radiologik Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiologi kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan

26

ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya ireversibel. 8. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita AR adalah : 1) Anemia : 75% penderita AR mengalami anemia karena penyakit tersebut memberikan respon terhadap terapi besi. 2) Kanker : penurunan resiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan karena penggunaan OAINS 3) Komplikasi kardiak : 1/ 3 penderita AR mungkin mengalami efusi pericardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan 4) Penyakit tulang belakang leher : mungkin ditemukan hilangnya lordosis servikal dan berkurangnya lingkup gerak leher 5) Gangguan mata : episkleretis jarang terjadi 6) Pembentukan fistula: terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dan kulit. 7) Peningkatan infeksi : umumnya merupakan efek dari terapi AR 8) Deformitas sendi tangan : hiperekstensi dari ibu jari 9) Deformitas sendi lainnya : frozen shoulder, kista poplitea, sindrom terowongan karpal dan tarsal. 10) Komplikasi pernafasan : nodul pparu bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas 11) Nodul rheumatoid : biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sclera, pita suara, sacrum atau vertebra 12) Vaskulitis : tejadi peningkatan risiko pada : pada penderita perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan beberapa macam DMARD. 8. Kriteria diagnostik Kriteria diagnostik untuk artritis reumatoid antara lain : 1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak 1 jam) 2. Artiritis pada tiga atau lebih sendi

27

3. Artritis sendi-sendi jari tangan 4. Artritis yang simetris 5. Nodul reumatoid 6. Faktor reumatoid dalam serum 7. Perubahan-perubahan radiologik (erosi dan dekalsifikasi tulang) 9. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Tidak ada tes diagnostic tunggal yang definitif untuk konfirmasi diagnosis AR. The American collage of rheumatology subcommittee on rheumatoid arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk evaluasi antara lain : daerah perifer lengkap, factor rheumatoid (RF), laju cepat darah. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena akan membantu dalam pemilihan terapi. Bila hasil pemeriksaan RF dan anti-CCP negative, dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderita AR yang mempunyai risiko tinggi mengalami prognosis buruk. Selain itu pemeriksaan pencitraan, yaitu foto polos dan MRI juga dapat dilakukan. Foto polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan sendi secara longitudinal,dan bila diperlukan terapi pembedahan. Sedangkan MRI mampu mendeteksi adanya erosi lebih awal dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi konvensional dan mampu menampilkan struktur sendi secara rinci. 10. Prognosis Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa

28

benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vaskulitis.TERAPI 11.Terapi 1. Terapi non farmakologik Terapi non farmakologik terdiri dari terapi puasa, suplementasi asam lemak essential, terapi spa dan latihan. Pemberian suplemen minyak ikan bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Disamping itu ada juga penggunaan terapi lainnya seperti, Penggunaan terapi herbal, akupuntur dan splinting tetapi belum di dapatkan bukti yang meyakinkan. 2. Terapi farmakologik vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat

29

Farmako terapi untuk penderita AR meliputi, anti inflamasi non steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan DMARD. a. OAINS OAINS digunakan sebagai terpai awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka akibat tidak boleh digunakan OAINS, secara tunggal. Penderita AR mempunyiai resiko 2x lebih serning mengalami komplikasi serius pengguanaan dibandingkan dengan penderita osteoartritis, maka dari itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal. b. DMARD Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter, dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fossfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab dan etanercept. Sulfasalazin atau hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakansebagai terapi awal,tetapi pada kasus yang lebih berat,MTX atau kombinasi digunakan sebagai terapi lini pertama. C. Gout 1. Pendahuluan Gout arthritis, atau lebih dikenal dengan nama penyakit asam urat, adalah salah satu penyakit inflamasi yang menyerang persendian. Gout arthritis disebabkan oleh penimbunan asam urat (kristal mononatrium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan sekresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan akibat penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu Penyakit ini sering menyerang sendi metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kadangterapi mungkin

30

kadang terbentuk agregat kristal besar yang disebut sebagai tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas.

2.

Epidemiologi 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Laki-laki > Wanita Usia tua Obese Hyperlipidemia Keturunan Gout menahun dan berat kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus

berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan keras dari kristal (tofi) diendapkan di bawah kulit sekitar sendi.

3.

Patofisiologi Artritis Gout Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan

berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:

31

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). 1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan. 2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT). Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi: 1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik 2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal 3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)

32

4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.

Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara: 1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif. 2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan

33

berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

34

4.

Gambaran Klinis Pada keadaan umum kadar urat serum meningkat pada laki-laki setelah

pubertas, pada perempuan setelah menopause(estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal) Faktor yg mempengaruhi : diet, berat badan, dan gaya hidup serta genetik. Terdapat 4 tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati, yakni : 1. Hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum laki adalah 5,1 1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah 4,0- 1,0 mg/dl. Nilai ini meningkat samapi 9-10 mg/dl pada penderita gouit. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukan gejala-gejala selain peningkatan asam urat. 20% berlanjut menjadi gout akut. 2. Artritis gout akut Terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal. Artritis bersifal monoartikular dan menunjukan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional, tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera. Serangan gout akut biasanya akan pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.

35

3. Tidak

Interkritis terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat

berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Serangan gout berulang dalam waktu <1tahun jika tidak diobati. 4. Gout kronik Dengan penimbunan asam urat yg terus bertambah dalm beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan akibat kristalkristal asam urat akan mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjalan sendi yang bengkak. Serangan akut artritis gout dapat terjadi pada masa ini. Pada masa ini terbentuknya tofi akibat insolubilitas relative asam urat. Gout dapat merusak ginjal, sehingga sekresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitium medulla, papilla, dan pyramid, sehingga timbulnya proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk akibat sekunder dari gout. 5. Kriteria Diagnosis Gout harus dipertimbangkan pada setiap pasien laki-laki yang mengalami atritis, monoartikular terutama pada ibu jari kaki, yang awitannya terjadi secara akut. Peningkatan kadar asam urat serum sangat membantu 36

dalam membuat diagnosis tetapi tidak spesifik karena ada sejumlah obatobatan yang juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Demikian pula, cukup banyak orang yang mengalami hiperurisemia asimptomatik. Suatu pemeriksaan lain untuk mendiagnosis gout adalah dengan melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian kolkisin. Kolkisin adalah obat yang menghambat aktivitas fagositik leukosit sehingga memberikan perubahan yang dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala. Perubahan radiologik selain dari pembengkakan jaringan lunak juga biasa ditemukan pada tahap awal gout. Adanya kristal-kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang juga dapat dianggap bersifat diagnostic. Diagnosis dengan KRITERIA ARA (1977): Kristal urat dalam cairan sendi, atau Tofus yang mengandung kristal urat, atau Enam dari kriteria di bawah ini : 1. Lebih dari satu kali serangan artritis akut. 2. Inflamasi maksimal pada hari pertama 3. Artritis monoartikuler. 4. Kemerahan sekitar sendi 5. Nyeri atau bengkak sendi metatarsofalangeal 1. 6. Serangan unilateral pd sendi metatarsofalangeal I. 7. Serangan unilateral pada sendi tarsal. 8. Dugaan adanya tofus. 9. Hiperurikemia. 10. Pembengkakan asimetrik sebuah sendi pada foto rontgen. 11. Kista subkortikal tanpa erosi pada foto rontgen. 12. Kultur mikroorganisme cairan sendi selama serangan inflamasi sendi (-).

37

6.

Pengobatan Pengobatan gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia

asistomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati dengan obat-obatan antiinflamasi non-steroid atau kolkisin. Obatobat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi. Kemudian dosis diturunkan secara bertahap dalam beberapa hari. Pengobatan gout kronik adalah berdasarkan usaha untuk menurunkan produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal. Obat alopurino menghambat pembentukan asam urat dari prekusornya (xantin dan hipoxantin) dengan menghambat enzim xantin oksidase. Obat ini dapat diberikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali sehari. Obat-obatan urikosurik dalam meningkatkan ekskresi asam urat dengan menghambat reabsorbsi tubulus ginjal. Supaya agen-agen urikosurik ini dapat bekerja dengan efektif dibutuhkan fungsi ginjal yang memadai. Kreatinin kirens perlu diperiksa untuk menentukan fungsi ginjal(normal adalah 115-120 ml/menit). Probenesid dan sulfinpirazon adalah dua jenis agen urikosurik yang banyak dipakai. Jika seorang pasien menggunakan agen urikosurik, ia memerlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500 ml/hari agar dapat meningkatkan ekskresi asam urat. Semua produk aspirin harus dihindari, karena menghambat kerja urikosurik obat-obat itu. Perubahan diet yang ketat biasanya tidak diperlukan dalam pengobatan gout. Menghindari makanan tertentu yang dapat memicu serangan mungkin dapat membantu seorang pasien. Tetapi ini biasanya diketahui dengan mencoba-coba sendi, yang berbeda-beda bagi tiap orang. Yang pasti, makanan yang mengandung purin yang tinggi dapat menimbulkan persoalan. Makanan ini termasuk daging dari alat-alat dalaman seperti hepar, ginjal, pancreas dan otak, dan demikian pula beberapa macam daging olahan. Minum alkohol berlebihan juga dapat memicu serangan. Pembahasan Pemicu :

38

Dari

hasil

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

laboratorium, yang sesuai untuk atritis gout hanya berupa faktor resikonya yakni usia tua dan kelebihan berat badan (dalam pemicu, ibu tersebut dalam status preobesitas). Sedangkan untuk pemeriksaan radiologi, osteofit bukan merupakan ciri khas yang akan ditemukan pada penderita gout. Kadar asam urat serum juga akan meningkat pada penderita gout dan pada pemicu ini tidak diberikan data sekunder mengenai kadar asam urat serum. D. Arthritis Septik 1. Pengertian Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit serius yang cepat merusak kartilago hialin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang irreversible. Kebanyakan artritis septic terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10 15 % kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48 56 %.

2. Etiolgi Kuman penyebab artritis septic paling banyak adalah Staphylococcus aureus disusul oleh streptococcus pneumoniae . Sumber infeksi pada artritis septic dapat melalui beberapa cara yaitu secara hematogen, inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi, infeksi pada jaringan muskuloskeletal sekitar sendi. Kebanyakan kasus artritis bacterial terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen ke sinovium baik pada kondisi bakteremia transien maupun menetap.

39

3. Faktor Resiko Faktor resiko seseorang terkena artritis septik adalah faktor sistemik seperti usia ekstrim, artritis rheumatoid, diabetes melitus, pemakaian obat imunosupresi, penyakit hati, alkoholisme, penyakit hati kronik, malignansi, penyakit ginjal kronik, memakai obat suntik, infeksi kulit, operasi sendi , trauma sendi, osteoartritis.

4. Patogenesis Patogenesis artritis spetik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes. a) Kolonisasi bakteri Sifat tropisme jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi. S.aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi yang bervariasi. b) Faktor virulensi bakteri

40

Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan dan mikrokapsul polisakarida yang berperan mengatur virulensi S.aureus melalui pengaruh terhadap opsonisasi dan fagositosis. c) Respon imun hospes Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya sel synovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk IL-1 dan IL-6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan sistem komplemen. Demikian juga terjadi masuknya sel PMN ke dalam ruang sendi. Tumor necrosis factor- dan sitokin inflamasi lainnya penting dalam mengaktifkan PMN agar terjadi fagositosis bakteri yang efektif. Kelebihan sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-8 dan macrophage colony-stimulating factor dalam ruang sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan tulang yang cepat.

5. Gejala klinis Gejala klinis artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemmapuan ruang lingkup gerak sendi. Nyeri pada artritis septik yang khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema, pembengkakan, hangat, dan nyeri tekan efusi biasanya jelas dan banyak dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif.

6. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah tepi

41

Terjadi peningkatan leukosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein ( CRP). 2. Pemeriksaan cairan sendi Cairan sendi tampak keruh atau purulen, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3, predominan PMN, sering mecapai 75%-80%. 3. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan PCR bakteri dapat mendeteksi adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifitas hampir 100 %. 4. Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan radiologi hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi. Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi kartilago. Pada stadium lanjut, gambaran radiologi Nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif.

7. Diagnosis Diagnosis klinis artritis septic bila ditemukan adanya sendi yang mengalami nyeri, pembengkakan hangat disertai demam yang terjadi secara akut disertai dengan pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah leukosit > 50.000 sel/mm3 dan dipastikan dengan ditemukannya kuman pathogen dalam cairan sendi.

8. Diagnosis Banding

42

Diagnosis banding artritis septik seperti infeksi pada sendi yang sebelumnya mengalami kelainan, artritis terinduksi-kristal, artritis reaktif, artritis traumatik, dan artritis viral.

9. Terapi Tujuan utama penanganan artritis septik adalah dekompresi sendi, sterilisasi sendi, dan mengembalikan fungsi sendi. Terapi artritis septik meliputi terapi non-farmakologi dengan mengistirahatkan sendi yang terkena / rehabilitasi, terapi farmakologi seperti dengan pemberian antibiotika yang sesuai , dan drainase cairan sendi dengan menggunakan aspirasi dengan jarum dan irigasi tidal.

10. Prognosis Walaupun dengan terapi yang cepat dan tepat pada artritis septik tetapi prognosisnya masih buruk.

Perbedaan Reumatoid Artritis, Gout dan Osteoartritis Untuk membedakan reumatoid artritis (RA), gout dan osteoartritis (OA) perlu memulai dengan penyebab masing-masing. Reumatoid artritis (RA) adalah penyakit di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan yang sehat, menyebabkan peradangan yang merusak sendi. Gout disebabkan kelebihan asam urat di dalam tubuh (hiperurikemia) yang berlangsung bertahuntahun sehingga terjadi penumpukan asam urat yang mengkristal di sendi yang terkena. Sedangkan osteoartritis adalah kerusakan dan keausan tulang rawan yang berfungsi sebagai bantalan. Penyebab osteoartritis adalah proses penuaan, cedera, kelemahan tulang atau penggunaan sendi berulang/ terlalu berat. Ketiga penyakit itu sama-sama menimbulkan rasa sakit, kekakuan dan peradangan di persendian, tetapi polanya berbeda. Perbedaan dari ketiga jenis penyakit ini adalah sebagai berikut. 43

1.

RA dapat memengaruhi setiap sendi di tubuh, tetapi sendi tulang kecil di tangan dan kaki yang paling terpengaruh. Di sisi lain, gout biasanya mempengaruhi sendi yang lebih besar di pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, siku dll. OA paling umum menyerang bantalan sendi berat seperti pinggul dan lutut.

2. RA biasanya menyebabkan nyeri atau kekakuan berkepanjangan (berlangsung lebih dari 30 menit) di pagi hari atau setelah istirahat panjang. Kekakuan akibat gout hadir hanya pada saat serangan terjadi, yang biasanya di malam hari setelah mengkonsumsi makanan tinggi purin atau obat perangsang air seni (diuretik). Pada OA, rasa sakit timbul setelah beraktivitas. Kekakuan di pagi hari hanya berlangsung singkat (kurang dari setengah jam), dan rasa sakit persendian dapat memburuk di sepanjang hari. 3. RA memengaruhi sendi yang sama di kedua sisi tubuh (simetris), meskipun pada awalnya mungkin hanya satu sisi. Sedangkan Gout dan OA dapat melibatkan hanya satu sendi tunggal. 4. RA tiga kali lebih umum pada perempuan dan seringkali dimulai antara usia 25 dan 55. Gout lebih umum pada laki-laki, terutama mereka yang berusia antara 40 dan 50. Wanita lebih jarang mengembangkan gout sebelum menopause. OA bisa menyerang lakilaki maupun perempuan, tapi insidennya lebih umum pada mereka yang kelebihan berat badan. Pada umumnya pengembangan OA dimulai pada usia yang lebih tua daripada RA dan gout. 5. RA mungkin hanya berlangsung untuk waktu yang singkat, atau gejala bisa datang dan pergi. Bentuk RA yang berat dapat berlangsung seumur hidup. Rasa sakit dan bengkak gout dapat hilang dengan pengobatan dan perubahan gaya hidup. Bila timbul kembali, gout biasanya menyerang sendi yang sama atau sendi yang sama di sisi lain tubuh. Kerusakan sendi OA bersifat permanen. 6. RA dapat memengaruhi bagian tubuh selain sendi, seperti mulut, mata, ginjal, jantung dan paru-paru sehingga menyebabkan kelelahan ekstrim, penurunan berat badan dan malaise (lesu). Gout dan OA hanya memengaruhi sendi.

44

Kesimpulan : Ibu rumah tangga itu mengalami osteoarthritis yang disebabkan oeh proses degenerative dengan reobesitas sebagai factor resiko da factor pemberat.

DAFTAR PUSTAKA

Balabaud L, Gaudias J, Boeri C, Jenny JY, Kehr P. Results of treatment of septic knee arthritis: a retrospective series of 40 cases. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc. 2007;15(4):387-92. Kumar, Vinay et al. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:EGC Lorraine M. Wilson dan Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi Volume

2.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Maharani, Eka Pratiwi. 2007.Tesis Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis

LututUniversitas Diponegoro Semarang Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper 27th ed. Jakarta: EGC; p. 317. Sanpera I. Arthroscopy in hip septic arthritis in children. Journal of Bone and Joint Surgery 2005;87:SI. Sudoyo, W. Aru, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta : Interna Publishing. Underwood JCE. General and Systemic Pathology 4th ed. USA: Elsevier; 2004. P. 729-30. Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran dan Stanley L.Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Vol.2. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

45

Sumber Internet : http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pem eriksaan_Penunjang_Prognosis http://www.scribd.com/doc/51362482/Mekanisme-Nyeri-Akibat-Dari-GangguanMekanik diakses pada tanggal 29 Desember 2011 Pukul 20.55 WIB

Majalah Kesehatan.com diakses pada tanggal 02 Januari 2012 pukul 22.20 WIB

46

Anda mungkin juga menyukai