Anda di halaman 1dari 16

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Referat

Ikterus Obstruktif

Disusun oleh: Hurriya Nur Aldilla 05.48857.00258.09

Pembimbing: dr. RR. Ignatia Sinta Murti, Sp.PD, M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2011
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikterus adalah tanda klinis yang paling umum ditemukan pada pasien dengan penyakit hati dan bilier. Ikterus kebanyakan disebabkan oleh penyakit pada parenkim hati seperti hepatitis virus atau sirosis, obstruksi pada cabangcabang traktus biliaris ekstrahepatik seperti pada koledokolitiasis dan karsinoma pancreas, dan pada kasus yang jarang, kelainan yang dihubungkan dengan hemolisis hebat, seperti anemia sel sabit (sickle cell anemia). Kata ikterus digunakan untuk menandakan kulit dan mata yang tampak kuning yang dihasilkan dari retensi dan deposisi pigmen empedu (monoglukoronida dan diglukoronida). Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vateri. Kolestasis adalah istilah untuk keadaan terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa menjadi sangat penting karena berhubungan dengan penanganan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa.

1.2. Tujuan Menambah pengetahuan dokter muda mengenai ikterus obstruktif, diagnosis penyebab, diagnosis banding, dan penanganannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ikterus Kata ikterus (ikterus) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. 2.2. Patofisiologi Ikterus Obstruktif Empedu yang disekresikan terus menerus oleh hepar masuk ke dalam duktus biliaris yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus menjadi duktus kholedekus yang akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di duodenum. Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vateri. Kolestasis adalah istilah untuk keadaan terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit

hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dan penyakitpenyakit lain yang jarang. Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug induced hepatitis) dan kelainan autoimun merupakan penyabab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transpor bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus, tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut. Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadangkadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi. Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data akhir menyebutkan juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai wanita paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian. Kolangitis sklerosing primer (primary sclerosing cholangitis/PSG) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki dan

sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangio-karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus kolestatik, seperti asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral,

klorpromazin (Torazin) dan steroid estrogenik atau anabolik. Kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, dimana terjadi hambatan masuknya bilirubin ke dalam usus). Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau psedocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu. Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Feses sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti. Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K, gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama, gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan. Konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.

2.3. Pendekatan pada pasien dengan ikterus Barkun dkk telah menulis artikel mengenai pendekatan terhadap pasien dengan ikterus. Pendekatan tersebut dirangkum dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah ada ikterus? Perubahan warna kulit yang menyerupai ikterus dapat terjadi pada beberapa kondisi yaitu: a. b. Konsumsi banyak makanan yang mengandung lycopene atau carotene Konsumsi obat-obatan seperti rifampicin atau quinacrine

2. Apakah merupakan hiperbilirubinemia indirek atau direk? Warna urin yang gelap, warna feses yang pucat dan tanda lain dari kolestasis seperti pruritus merupakan penunjuk ke arah hiperbilirubinemia direk. Sedangkan warna urin dan feses yang normal merupakan penunjuk ke arah hiperbilirubinemia indirek. Pada beberapa kasus, penemuan klinis saja sudah cukup untuk membedakan antara hiperbilirubinemia direk dan indirek.

3. Apakah merupakan ikterus hepatik atau post-hepatik? Ketika hiperbilirubinemia direk telah dapat dipastikan, maka pertanyaan berikutnya yang harus terjawab adalah apakah ikterus berasal dari lesi hepatik atau post hepatik. Penemuan klinis dari ikterus hepatik termasuk riwayat ketergantungan alkohol, hepatitis akut, dan stigmata dari penyakit hati kronis seperti palmar eritem, caput medusae, dan ascites. Sedangkan untuk ikterus post hepatik biasanya muncul dengan gejala nyeri abdomen, kaku, gatal-gatal, dan hepar yang teraba lebih dari 2 cm di bawah arcus costae. Tes biokimia sederhana seperti kadar bilirubin total serum, alkaline fosfatase, dan gamma glutamil transferase akan memberikan keputusan yang tepat mengenai apakah ikterus berasal dari hepatik atau post hepatik. Namun pemeriksaan ini tidak dapat menentukan pada tingkat mana obstruksi terjadi.

4. Pada tingkat mana obstruksi terjadi? Ultrasonografi dapat mengidentifikasi sekitar 90% kasus dengan ikterus obstruktif. Fasilitas lain seperti CT scan dapat digunakan jika ultrasonografi tidak dapat menentukan letak obstruksi.

5. Apa penyebab dari obstruksi? Penyebab tersering dari obstruksi adalah choledocolithiasis. Jika

choledocolithiasis telah disingkirkan, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya keganasan pankreas atau keganasan peri ampular.

6. Apakah penyakit telah menyebar atau mengalami komplikasi? Jika dicurigai adanya metastase maka dapat dilakukan palpasi nodul pada hepar yang membesar atau penemuan lain dari penyebaran penyakit. Diperlukan pemeriksaan lain untuk memastikan adanya metastase atau tidak. Demam dan jumlah leukosit yang meningkat menunjukkan kecurigaan ke arah kolangitis.

7. Jika merupakan keganasan, apakah dapat dilakukan reseksi? Pemeriksaan apakah tumor dapat direseksi atau tidak, biasanya tergantung dari ada atau tidaknya invasi tumor ke vena mesentrika superior, vena porta, dan arteri mesentrika superior, serta apakah ada pembesaran kelenjar getah bening lokal atau perluasan tumor ekstrapankreatik. MSCT scan adalah pemeriksaan yang dipilih untuk pemeriksaan apakah suatu kanker pankreas dapat direseksi atau tidak. 2.4. Anatomi saluran empedu Empedu yang disekresikan terus menerus oleh hepar masuk ke dalam duktus biliaris yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus menjadi duktus choledocus yang akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di duodenum.

2.5. Patogenesis Batu Empedu Mekanisme utama terbentuknya batu empedu antara lain: a. Peranan genetik Variasi geografik dan perbedaan etnis dalam prevalensi batu empedu meyakinkan akan adanya peranan genetik dalam pembentukan batu empedu. Prevalensi batu empedu meningkat pada hubungan keluarga dan pada saudara kembar identik dari pasien yang menderita batu empedu. Gen yang dimaksud tersebut telah ditemukan terlibat dalam transport dari lipid bilier melalui kanalikuli hepar dan metabolisme lipid. b. Peranan stasis kandung empedu Gangguan dalam kontraktilitas kandung empedu telah ditemukan pada pasien-pasien dengan batu di kandung empedu. Stasis kandung empedu ini seringkali didapatkan pada pasien yang beresiko tinggi terkena batu empedu, seperti pada obesitas, wanita hamil, penurunan berat badan yang terlalu cepat, dan puasa yang berkepanjangan.

2.6. Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Empedu Batu empedu terbentuk karena adanya komponen-komponen empedu yang abnormal. Batu empedu terbagi menjadi 2 jenis utama, yaitu: batu kolesterol yang meliputi 80% dari total keseluruhan batu empedu, dan batu pigmen yang meliputi 20% sisanya. a. Batu kolesterol Kolesterol secara esensial tidak dapat larut dalam air dan diiperlukan adanya lipid sekunder untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol dan fosfolipid disekresi menjadi empedu dalam bentuk vesikel bilayer unilamelar yang terdiri dari asam empedu, fosfolipid, dan kolesterol. Jika terjadi kelebihan kolesterol, maka akan tersisa vesikel kaya kolesterol yang tidak stabil dan akan mengalami agregasi menjadi presipitat kolesterol. Terdapat beberapa mekanisme penting dalam proses pembentukan batu empedu kolesterol. Berikut ini merupakan faktor-faktor

predisposisi terbentuknya batu empedu kolesterol: No 1 Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Empedu Kolesterol Faktor genetik dan demografik: prevalensi batu empedu kolesterol paling tinggi pada bangsa Indian Amerika Utara, paling rendah pada bangsa Jepang. 2 Obesitas: penampungan dan sekresi asam empedu dalam kondisi normal, namun terjadi peningkatan sekresi bilier dari kolesterol. 3 Kehilangan berat badan: pelepasan kolesterol jaringan

mengakibatkan meningkatnya sekresi kolesterol bilier sedangkan di sisi lain sirkulasi enterohepatik dari asam empedu mengalami penurunan. 4 Hormon seks wanita: Estrogen menstimulasi reseptor lipopotein hepar,

meningkatkan uptake kolesterol dari makanan, dan meningkatkan sekresi kolesterol bilier. Progesteron memperlambat kontraksi kandung empedu

sehingga

mengakibatkan

gangguan

pengosongan

kandung empedu. 5 Pertambahan usia: terjadi peningkatan sekresi kolesterol bilier, pengecilan ukuran kapasitas penampungan asam empedu, dan penurunan sekresi dari garam empedu. 6 Hipomotilitas kandung empedu yang menyebabkan stasis dan pembentukan lumpur empedu yang dipicu oleh beberapa keadaan: 7 8 Nutrisi parenteral yang berkepanjangan Puasa Kehamilan Penggunaan obat-obatan seperti ocreotide

Terapi clofibrate: meningkatkan sekresi kolesterol bilier. Penurunan sekresi asam empedu pada keadaan: Sirosis bilier primer Defek gen CYP7A1

Penurunan sekresi fosfolipid: defek gen MDR3

b. Batu pigmen Batu pigmen terbagi menjadi batu pigmen hitam dan coklat. Batu pigmen hitam menempati proporsi kecil dari batu empedu. Batu pigmen hitam ini terdiri dari calsium bilirubinat yang terpolimerasi, mengalami presipitasi karena melewati ambang batas kelarutan dari kalsium dan bilirubin unconjugated. Kondisi yang menyebabkan berlebihnya bilrubin unconjugated seperti hemolisis kronik pada hemoglobinopathy, sirosis hepar, erithropoiesis yang inefektif, dan penyakit ileum merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen hitam empedu. Batu pigmen coklat terbentuk secara primer di saluran empedu. Batu pigmen coklat ini merupakan hasil dari infeksi bakteri yang mengeluarkan mendekonjugasi -glucuronidase asam glukuronida yang dari menghidrolisis bilirubin. Proses atau ini

10

mengakibatkan bilirubin conjugated yang soluble menjadi bilirubin unconjugated yang insoluble sehingga membentuk batu pigmen coklat. Berikut ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen empedu: No 1 Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Pigmen Empedu Faktor demografik dan genetik: prevalensi tinggi pada bangsa Asia dan penduduk pedesaan 2 3 4 5 6 7 8 Hemolisis kronik Sirosis alkoholik Anemia pernisiosa Cystic fibrosis Infeksi saluran empedu kronik, infeksi parasit Pertambahan usia Penyakit ileus

2.7. Gejala Batu Empedu Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri viseral ini bersifat nyeri yang hebat, menetap atau berupa tekanan di epigastrium atau di abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke daerah inter-skapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tibatiba dan menetap dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak. Pemeriksaan laboratorium dan Ultrasonografi atau CT Scan abdomen menunjukkan bahwa bilamana kolik hanya disebabkan oleh batu kandung empedu yang

11

tersangkut di duktus sistikus tanpa proses peradangan di kandung empedu (tanpa kolesistitis akut) dan tanpa adanya batu empedu di duktus koledokus maka tidak akan didapatkan kelainan laboratorium yakni lekositosis, gangguan fungsi hati (-). Bilamana sudah terdapat kolesistitis akut akan ditemukan lekositosis serta pasien demam. Pada ultrasonografi (USG) atau CT Scan abdomen didapatkan batu di dalam kandung empedu dan tandatanda radang akut dari kandung empedu berupa dinding yang menebal dan edematus. Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi ke duktus koledokus dan belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka laboratorium akan menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil transferase (GGT) atau fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum, bilirubin total juga meningkat. Pada sebagian kecil pasien bilirubin total masih mungkin dalam batas normal atau sedikit meninggi.

Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran saluran empedu dan kadang-kadang tampak batu di dalamnya. Bilamana telah didapatkan kolangitis maka akan ditemukan lekositosis serta gambaran seperti di atas. Bilamana terdapat pankreatitis bilier, amilase/lipase serum akan meningkat sekali, di samping adanya lekositosis dan gangguan fungsi hati.

2.8. Penatalaksanaan Batu Empedu a. Obat Ursodeoxycholic Acid Batu empedu simptomatik kadang dapat diatasi dengan asam Ursodeoxycholic oral yang bekerja dengan menurunkan saturasi kolesterol empedu dan menyebabkan dispersi kolesterol yang berasal dari batu, serta memperlambat proses nukleasi kristal kolesterol. b. Kolesistostomi dan Drainase Merupakan suatu metode dekompresi dengan kolesistektomi dan drainase kanding empedu yang mengalami distensi, inflamasi, hidropic, dan purulen. Menggunakan ultrasound sebagai penuntun drainase perkutan dengan menggunakan kateter pigtail. Kateter dimasukkan melalui

12

guidewire yang telah memasuki dinding abdomen, kemudian ke liver, dan memasuki kandung empedu. Dengan melewatkan kateter melalui kandung empedu, resiko kebocoran menjadi minimal. Kateter dapat dilepas apabila proses inflamasi telah teratasi dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat diangkat kemudian jika diindikasikan dan keadaan memungkinkan, biasanya dillakukan dengan laparoskopi. c. Kolesistektomi Merupakan suatu tindakan pengangkatan kandung empedu. Terdiri dari 2 jenis yaitu kolesistektomi eksplorasi dan laparoskopi. Tindakan ini dilakukan dengan mengangkat kandung empedu beserta batu yang aa di dalamnya. d. ERCP dan ERS Obstruksi duktus koledokus dapat diatasi dengan endoscopic retrograde spinchterotomy dan kemudian diikuti dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography. ERCP terapeutik dilakukan dengan

melakukan spinchterotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu yang kemudian diekstraksi ke lumen duodenum sehingga batu dapat keluar melalui tinja.

2.9. Denisi Kolangiokarsinoma Kolangiokarsinoma adalah suatu tumor ganas dari duktus biliaris atau saluran empedu. Hal ini ditandai dengan perkembangan yang abnormal dari saluran emepdu intrahepatik dan ekstrahepatik. Tumor keras dan berwarna putih , merupakan tumor kelenjar yang berasal dari epitel saluran empedu. Sel-sel tumor mirip dengan epitel saluran empedu. Lebih dari 90 % kasus merupakan Adenokarsinoma dan sisanya adalah tumor sel squamosa. Kolangiokarsinoma ditemui dalam 3 daerah, yaitu intrahepatik, ekstrahepatik (perihiliar) dan distal ekstrahepatik. Dari kesemuanya, tumor perihilar adalah yang paling sering dan tumor intrahepatik adalah yang paling jarang.

13

2.10. Faktor predisposisi a. Sklerosis Primer (KSP). Merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan cacat jaringan sehingga terjadi penyempitan duktus biliaris dan menghambat aliran empedu ke usus. Kalau proses ini terjadi berulang-ulang maka akan terjadi proses iritasi kronis sehingga kecenderungan untuk terjadinya kanker akan menigkat. 2. Inflamatory Bowel Disease Ada hubungan antara kolangiokarsinoma dengan colitis ulseratif. Biasanya kolangiokarsinoma dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan colitis ulseratif kronis. 3. Infeksi Parasit Di daerah Asia Tenggara , infeksi kronis cacing pita, clonorchis sinensis dan opsthorochis viverrini mempunyai hubungan kausal yang erat dengan kolangiokarsinoma. Infeksi parasit biassanya terjadi ketika seseorang mengkonsumsi ikan yang mengandung kista caicing pipih. Cacing pipih dewasa bermigrasi ke duktus biliaris dimana caicng ini akan merusak dinding duktus. Jenis cacing yang paling banyak menyebabkan sumbatan adalah clonorchis sinensis. 4. Paparan Zat Kimia Paparan zat kimia telah berimplikasi dalam perkembangan kanker salluran empedu. Biasanya hal ini terjadi pada pekerja di bidang penerbangan, plastic dan industri wood finishing. Kolangiokarsinoma juga dapat terjadi beberapa tahun setelah penggunaan Thorium dioxide (thorofrast) yaitu suatu zat yang digunakan di X-rays. 5. Penyakit congenital Kelainan congenital dari cabang-cabang bilier termasuk kista koledokal dan Carolis disease juga berhubungan dengan kolangiokarsinoma.

14

2.11. Tanda dan Gejala Kolangiokarsinoma 1. Jaundice Jaundice adalah manifestasi klinik yang paling sering ditemukan dan umumnya paling baik dideteksi langsung dibawah sinar matahari. Obstruksi dan kolestasis cenderung terjadi pada tahap awal jika tumor berlokasi di duktus hepatikus komunis dan duktus koledokus. Jaundice yang terjadi pada tahap akhir bila tumor berlokasi di perihilar atau intrahepatik ini merupakan tanda bahwa penyakit sudah berada dalam tahap yang parah. Hal ini terjadi oleh karena peningktatan kadar bili\rubin oleh karena obstruksi. 2. Faeces berwarna kuning dempul 3. Urin berwarna gelap 4. Pruritus 5. Rasa sakit pada perut kuadran kanan atas (abdomen) dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung. 6. Penurunan berat badan.

2.12. Lokasi dan Jenis Tumor

15

2.13. Gambaran Radiologis Kolangiokarsinoma a. Kolangiokarsinoma intrahepatik Masa tunggal yang hipodens, berbentuk oval atau bulat terutama bersifat homogen dengan batas irregular Tidak terdapat penambahan ( enhancement ) atau enhancement perifer/sentral.

b. Kolangiokarsinoma ekstrahepatik Dilatasi dukstus intrahepatik tanpa dilatasi dari duktus ekstrahepatik bila jenisnya adalah tumor Klatskin. Terdapat massa di dalam / mengelilngi duktus pada lokasi obstruksi. Dapat mendeteksi adanya tumor yang infiltratif. Dapat melihat adanya tumor eksofitik Tumor polipoid intraluminal terlihat sebagai massa isoechoik di dalam cairan empedu.

2.14. Komplikasi Kolangiokarsinoma b. Gangguan proses pencernaan dan absorbsi nutrisi makanan dengan menghambat aliran empedu dan cairan pankreas. c. Metastase ke organ-organ terdekat seperti hepar, gaster , pankreas dan usus. d. Gejala obstruksi seperti nyeri , jaundice, mual dan muntah. e. Hambatan pasase isi usus bila tumor telah menginvasi usus halus.

16

Anda mungkin juga menyukai