Anda di halaman 1dari 14

CHOLECYSTITIS

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Cholecystitis adalah suatu reaksi inflamasi pada kandung empedu. Inflamasi
tersebut dapat bersifat akut maupun kronis. Cholecystitis akut merupakan
inflamasi pada dinding kandung empedu yang disertai adanya keluhan nyeri
perut pada regio hipokondriaka dextra, dengan nyeri tekan dan demam. Faktor
yang berperan pada cholecystitis akut adalah adanya stasis cairan empedu,
infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Adanya stasis cairan
empedu akibat batu yang menyumbat ductus cysticus, mungkin disebabkan
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu. Sedangkan cholecystitis kronik
merupakan peradangan kandung empedu yang bersifat menahun. Mungkin
merupakan kelanjutan dari cholecystitis akut berulang, tapi keadaan ini dapat
pula muncul tanpa riwayat serangan akut. Pada umumnya, cholecystitis kronik
ini lebih jarang dijumpai di klinis (Pridady, 2007). Sama seperti cholecystitis
akut, cholecystitis kronik juga berhubungan erat dengan batu empedu. Namun
batu empedu tidak berperan langsung dalam inisiasi peradangan atau nyeri.
Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronik dan terutama
pembentukan batu. Mikroorganisme (E. coli dan enterococcus) dapat dibiakkan
dari empedu pada 30% kasus (Dugdale, 2009)
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu adalah sebuah kantung muskuler berwarna kehijauan
berbentuk seperti buah pear dengan dinding tipis sepanjang sekitar 10 cm.

Kandung empedu terletak pada fossa vesica fellea pada facies visceralis hepar.
Bagian-bagian dari kandung empedu ini antara lain adalah fundus, corpus,
infundibulum, dan collum. Infundibulum dan collum kadang membentuk
ampulla. Dinding kandung empedu terdiri dari tiga lapisan dengan susunannya
dari luar ke dalam adalah tunika serosa, tunika muskularis, dan tunika mukosa.

Kandung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu yang sedang tidak


dibutuhkan oleh tubuh dan mengentalkannya dengan mengabsorbsi sejumlah
cairan dan ion pada empedu. Empedu yang dikeluarkan dapat mencapai 10x
lebih pekat bila dibandingkan dengan saat masuk. Ketika kosong atau hanya
menyimpan sedikit empedu, mukosa kandung empedu membentuk lipatan
seperti sarang lebah madu yang disebut rugae seperti pada ventriculus. Jika
ototnya berkontraksi, empedu dialirkan ke saluran empedu, ductus cysticus, dan
kemudian mengalir ke ductus choledocus (Guyton, 1997).
Empedu mempunyai peranan penting dalam ekskresi kolesterol dari tubuh,
sedang garam empedu yang berfungsi mengemulsi lemak membuat kolesterol
dapat dihancurkan oleh empedu. Terlalu banyak kolesterol atau terlalu sedikit
garam empedu dapat menyebabkan kristalisasi kolesterol yang mengakibatkan
terbentuknya batu empedu (cholelithiasis) yang menghambat aliran empedu dari
kandung empedu. Blokade dari ductus choledocus mencegah garam empedu
masuk ke duodenum. Akibatnya pigmen empedu yang berwarna kuning

terakumulasi dalam darah dan pada akhirnya terdeposit di kulit dan


menyebabkan warna kuning pada kulit (jaundice) (Guyton, 1997).

C. KLASIFIKASI
Cholecystitis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Calculous Cholecystitis
Yaitu peradangan kandung empedu yang terkait dengan keberadaan batu
empedu (cholelithiasis) pada lumen kandung empedu ataupun pada saluransaluran empedu. Bagaimana cholelithiasis ini menyebabkan cholecystitis
masih belum jelas. Diperkirakan terdapat banyak faktor yang berpengaruh,
seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin,
yang merusak tunika mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi
inflamasi dan supurasi (Pridady, 2007).
Calculous cholecystitis disebabkan oleh obstruksi pada ductus cysticus
oleh karena adanya batu empedu, sehingga menyebabkan distensi kandung
empedu. Akibatnya, aliran darah dan drainase limfatik terganggu, sehingga
terjadilah iskemia dan nekrosis mukosa. Sebuah studi oleh Cullen et al
menunjukkan kemampuan endotoksin menyebabkan nekrosis, perdarahan,
deposisi fibrin, dan kerusakan mukosa yang luas. Endotoksin juga
menghambat respon kontraktil terhadap cholecystokinin (CCK), yang
menyebabkan stasis kandung empedu (Gladden, 2010).
Fosfolipase pada mukosa kandung empedu menghidrolisis lesitin empedu
menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa kandung empedu.
Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif
mengalami kerusakan, sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek
detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan didalam dinding
kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan mukosa.
Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga mengganggu aliran

darah ke mukosa. Proses ini terjadi tanpa infeksi bakteri, baru setelah proses
berlangsung cukup lama dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri (Price, 2006).
Faktor resiko yang mendukung untuk terjadinya calculous cholecystitis
ini antara lain jenis kelamin perempuan, ras Pima Indian and Scandinavian,
obesitas, pengguna obat-obatan terutama terapi hormonal, kehamilan, dan
lanjut usia (Gladden, 2010).
2. Acalculous Cholecystitis
Yaitu peradangan pada kandung empedu tanpa disertai adanya batu
empedu (cholelithiasis). Acalculous cholecystitis biasanya berhubungan
dengan stasis empedu, trauma berat, sepsis, nutrisi parenteral total jangka
lama, dan puasa yang berkepanjangan. Penyebab lain acalculous cholecystitis
ini termasuk insiden penyakit jantung, sickle cell anemia, infeksi Salmonella,
diabetes mellitus, CMV, Cryptosporidiosis, atau infeksi mikrosporidiosis
pada pasien dengan AIDS (Gladden, 2010).
Meskipun mekanisme yang pasti mengenai acalculous cholecystitis ini
masih belum jelas, tetapi teori yang saat ini banyak disetujui adalah adanya
cedera yang mengakibatkan simpanan empedu terkonsentrasi, yang
merupakan suatu zat yang sangat berbahaya. Dalam menghadapi puasa
berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah menerima stimulus CCK
untuk kosong, dengan demikian empedu terkonsentrasi tetap stagnan di
lumen (Gladden, 2010).
Beberapa faktor resiko yang sering berhubungan dengan acalculous
cholecystitis antara lain trauma, terutama trauma yang membutuhkan
transfusi, berbagai jenis syok, terbakar, sepsis, bakteri (Brucellosis, Q fever,
leptospirosis, tuberculosis, scrub typhus, salmonellosis, cholera), FungalCandida

(albicans,

glabrata,

torulopsis),

Parasitic

(Cyclospora,

microsporidia, Plasmodium falciparum and vivax, Schistosoma mansoni),


Viral (Cytomegalovirus, EbsteinBarr virus, Dengue virus), ataupun puasa
yang berkepanjangan. Sedangkan faktor resiko lain yang juga dapat

berhubungan dengan acalculous cholecystitis adalah hipovolemia, rawat inap


di RS yang cukup lama, keadaan imunodefisiensi, dan adanya penyakit
kronis (DM, hipertensi), serta obstruksi (Huffman, 2010).
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesa (Pridady, 2007; Gladden, 2010):

a. Nyeri pada ulu hati hingga perut regio kuadran kanan atas dengan
nyeri tekan disertai kenaikan suhu tubuh
b. Kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda
c. Berat ringannya keluhan tergantung tingkat inflamasi sampai dengan
gangren atau perforasi kandung empedu
2. Pemeriksaan fisik (Pridady, 2007; Gladden, 2010):

a. Teraba masa kandung empedu pada regio kuadran kanan atas (30-40%)
b. Tanda peritonitis lokal, murphys sign (+)
c. Demam, takikardia
d. Jaundice (15-20%)
2. Pemeriksaan penunjang (Pridady, 2007; Gladden, 2010):

a. Laboratorium darah : Leukositosis dengan shift to the left


b. Faal hepar :
- Bilirubin total dan alkali fosfatase meningkat (25%), untuk
mengevaluasi adanya obstruksi saluran empedu
- enzim transaminase (SGPT/SGOT) meningkat
c. Radiologi :
- USG abdomen, sebaiknya dikerjakan secara rutin karena memiliki
nilai kepekaan dan ketepatan yang mencapai 90-95%, dan dapat
memperlihatkan bentuk, besar, penebalan dinding kandung empedu,
batu, serta saluran empedu ekstra hepatic

- CT Scan abdomen, kurang sensitif dan mahal, tetapi mampu


memperlihatkan adanya abses perikolesistitik yang masih kecil yang
mungkin tidak tampak pada pemeriksaan USG
E. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan umum: istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,
obat penghilang rasa nyeri (petidin) dan anti spasmodik. Antibiotic untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia, seperti golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol mampu mematikan kuman yang
umum pada kolesistitis akut (E. coli, S. faecalis, Klebsiella) (Pridady, 2007)
2. Kolesistektomi, masih diperdebatkan. Ahli bedah pro operasi dini
menyatakan gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat
dihindarkan; dan menekan biaya perawatan RS. Ahli bedah kontra operasi
dini menyatakan akan terjadi penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan
teknik operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar ductus
mengaburkan anatomi (Pridady, 2007).
3. Saat ini banyak di gunakan kolesistektomi laparoskopik. Walau invasif tapi
bisa mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian,
secara kosmetik lebih baik, menurunkan biaya perawatan RS dan
mempercepat aktivitas pasien (Pridady, 2007).

F. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan mengalami remisi lengkap dalam 1-4 hari.
Pada 85% kasus akan sembuh spontan. Akan tetapi 25-30% kasus dapat
membutuhkan tindakan operatif atau akan timbul komplikasi. Tak jarang yang
berkembang menjadi cholecystitis recurrent. Kadang-kadang cholecystitis acute
berkembang secara cepat menjadi gangrene, fistel, abses hati, atau peritonitis
umum. Tindakan bedah pada pasien lanjut usia (> 75 th) mempunyai prognosis
yang jelek, disamping kemungkinan timbul komplikasi pasca bedah (Pridady,
2007). Pasien dengan acalculous cholecystitis memiliki tingkat mortalitas
sebesar 10-50%, yang mana jauh berbeda dengan prediksi pada calculous
cholecystitits yang hanya sebesar 4%. Pada pasien dengan emphysematous
cholecystitis resiko kematiannya mencapai 15%. Dan pada 10-15% kasus akan
berkembang menjadi perforasi (Gladden, 2010).

LAPORAN PENDAHULUAN CHOLECISTITYS


A. Definisi

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan


inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu,
biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus,
yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa
(www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam
dan hebat
(www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu

(biasanya untuk
relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).
B. Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki
batu empedu.
Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan
cenderung
timbul setelah terjadinya:
e. - cedera,
f. - pembedahan
g. - luka bakar
h. - sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
i. - penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang
menerima makanan lewat
j. infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut
bagian
atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit
kandung empedu.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis
akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu
dan penciutan
kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu
menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat
pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).
C. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan
empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara

mengabsorpsi air dan


elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan
oleh sel
hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu
pada saat
katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu
dipekatkan dengan
mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh
peningkatan konsentrasi
zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan
unsur tersebut.
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu
(www.mamashealth.com).
D. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala
bisa berupa:
- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri
di perut kanan
bagian atas.
- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan
sering menjalar ke
bahu kanan.
- Biasanya terdapat mual dan muntah.
- Nyeri tekan perut
- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung
meninggi.
- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang
dalam 1 minggu.
- Gangguan pencernaan menahun
- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
- Sendawa.

E. KOMPLIKASI
Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan
berhentinya gerakan
usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau
perforasi kandung
empedu.
Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari
empedu ke
dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat
sebagian oleh batu
empedu atau oleh peradangan.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim
amilase, mungkin
telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan
oleh penyumbatan
batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).
F. Pemeriksaan penunjang
-

CT scan perut
Kolesistogram oral
USG perut.
blood tests (looking for elevated white blood cells)

G. Penatalaksanaan medis
- Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
- Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun
melalui
laparoskopi.
- Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan
medis lainnya,
dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat
badan.
- Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

CHOLANGITIS
February 27th, 2012 | Posted by Ilham Arif in Bedah | KEDOKTERAN

KOLANGITIS
PENDAHULUANKolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem
saluran empedu. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis
dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas, yang dikenal dengan Charcot triad. Charcot
mendalilkan bahwa empedu stagnankarena obstruksi saluran empedu
menyebabkan perkembangan kolangitis.Obstruksi juga dapat terjadi pada
bagian manapun dari saluran empedu, yang membawa empedu dari hepar
kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada empedu
adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus,
Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur
hanya sekitar 15% kasus.(1,2,4)Patofisiologi kolangitis sekarang ini
dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu cairan empedu yang
terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang terjadi
menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik
perihepatik yang menyebabkan bakterimia.(3)Pada tahun 1959, Reynolds
dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada penyakit ini dengan
menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran. (3, 4)
ANATOMI DUKTUS SISTIKUSDuktus sistikus merupakan lanjutan dari
vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang mempunyai panjang kira-kira
3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari kollum vesika fellea,
kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea.
Lalu bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus
koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk
spiral yang pada penampang longitudinal terlihat sebagai valvula disebut
valvula spiralis (Heisteri). DUKTUS HEPATIKUSDuktus hepatikus berasal
dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu membentuk duktus
hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus
kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak
disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter vena
portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus.(5)
DUKTUS KOLEDOKUSDuktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7
cm dibentuk oleh persatuan duktus sistikus dengan duktus hepatikus
kommunis pada porta hepatis, dimana dalam perjalanannya dapat dibagi
menjadi tiga bagian (5)Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu
dengan duktus pankreatikus wirsungi membentuk ampulla, kemudian
bermuara pada dinding posterior pars desenden duodeni membentuk suatu

benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.(5)

ETIOLOGIPenyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis,


obstruksi struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris.
Bagaimanapun berat penyebab obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa
cairan empedu yang terinfeksi. Kasus obstruksi akibat keganasan hanya 2540% yang hasil kultur empedunya positif. Koledokolitiasis menjadi penyebab
tersering kolangitis.(3,8)Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin
banyaknya pemakaian manipulasi saluran biliaris invasif seperti
kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran biliaris telah
menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian jangka
panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris
yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.(3)
EPIDEMIOLOGIKolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang
berpotensi menyebabkan kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka
kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras.
Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan usia
dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.MANIFESTASI
KLINIKWalaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam,
ikterus, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias
Charcot, namun semua elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50
persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan
adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan kesadaran dan
hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di
temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan
nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.(3) Dua hal yang diperlukan
untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran empedu dan adanya
bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan
mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan
darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah
positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering
yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang dibiakan dari
darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.Dalam
serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak
dari empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling
sering diisolasi adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang
ditemukan pada serial terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis
merupakan etiologi kolangitis yang tersering.(3,9)
DIAGNOSISDiagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

A. AnamnesisPada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya


keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa
penderita hanya mengalami dingin dan demam dengan gejala perut yang
minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata
didapatkan pada sekitar 80% penderita.(1,3,8)
B. Pemeriksaan FisisPada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya
demam, hepatomegali, ikterus, gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi
dan takikardi. (4,9)C. Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaaan
laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar
pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang kadang dapat ditemukan, biasanya jika
terjadi

sepsis

parah.

Sebagian

besar

penderita

mengalami

hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi


pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan
transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses
kolestatik. (3, 4, 9)

Anda mungkin juga menyukai