Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN POLIO

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang
menyerang sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio.Gejala utama
penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah
60 hari yang akan menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011).
Poliomielitis merupakan penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus
ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran
pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat
melalui peredaran darah (Huda, 2016).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Poliomielitis
adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak dibawah
15 tahun yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan.
Sampai saat ini tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi
tersedia vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya,
upaya yang paling penting dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan
memberikan imunisasi.
B. Etiologi
Menurut Widoyono (2011), Virus Polio termasuk genus enterovirus. Di
alam bebas virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2
minggu pada musim hujan. Di dalam usus manusia virus dapat bertahan hidup
sampai 2 bulan. Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter,
kloroform, tetapi virus ini akan mati dengan pemberian formaldehida 0,3%,
klorin, pemanasan, dan sinar ultraviolet.
Poliomyelietis dapat disebabkan oleh virus yaitu sebagai berikut:
a. Tipe I Brunhilde : Sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
b. Tipe II Lansing : Kadang menyebabkan kasus yang sporadik
c. Tipe III Leon : Epidemi ringan
Virus tersebut dapat hidup berbulan – bulan di dalam air, mati dengan
pengeringan atau oksidan. Virus tersebut hanya menyerang sel – sel dan daerah

1
susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan
yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron
dalam 3 – 4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena
poliomyelitis yaitu:
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta
formasioretikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti – inti virmis
4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang – kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik
C. Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring, berkembang biak
dalam saluran pencernaan (traktus digestivus), kelenjar getah bening regional
dan sistem (retikuloendotelial). Dalam keadaan ini timbul :
1. Perkembangan virus. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi
spesifik.
2. Bila pembentukan zat anti dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus
akan dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau tidak
terdapat sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut.
3. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka
akan timbul viremia dan gejala klinik, kemudian virus akan terdapat dalam
feses untuk beberapa minggu lamanya.

Berlainan dengan virus lain yang menyerang susunan syaraf, maka


neuropatologi poliomyelitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang
sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena
mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah
yang biasanya terkena poliomyelitis adalah :

2
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta
formasioretikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti – inti virmis
4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang – kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik

Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik sesuai dengan bagian
yang mana yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat
ditolong dengan bantuan pernafasan buatan. Tipe bulbar prognosisnya buruk,
kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi
sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali
menunjukan paralisis tipe flasitd dengan Antonia, refleksi dan degenerasi.
Komplikasi residual paralisis tersebut ialah kontraktur terutama sendi subluksasi
bila otot yang terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang
sempurna hingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan
secara ortopedik.

3
D. Penularan Virus Polio
Cara penularannya dapat melalui inhalasi , makanan dan minuman,
bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral
berkembang biak di usus di tandai verimia virus dengan DC faecese beberapa
minggu (Huda, 2016).
Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35 hari.
Manusia merupakan satu-satunya reservoir dan merupakan sumber penularan.
Virus ditularkan antar manusia melalui rute oro-fekal. Penularan melalui sekret
faring dapat terjadi bila keadaan higiene sanitasinya baik sehingga tidak
memungkinkan terjadinya penularan oro-fekal. Pada akhir masa inkubasi dan
masa awal gejala, para penderita polio sangat poten untuk menularkan penyakit.
Setelah terpajan dari penderita, virus polio dapat ditemukan pada sekret
tenggorokan 36 jam kemudian dan masih bisa ditemukan sampai 1 minggu, serta
pada tinja dalam waktu 72 jam sampai 3-6 minggu atau lebih. Virus polio dapat
menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi
(Widoyono, 2011).
Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan
penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah ( Afie,
2009).
E. Klasifikasi
Dapat berupa poliomyelitis asimtomatis, poliomyelitis abortif, poliomyelitis
non-paralitik, dan poliomyelitis paralitik:
a. Poliomielitis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak
terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat
pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas pada virus tersebut.
b. Poliomyelitis abortif
Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemic terutama
yang diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan
terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti

4
malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan
menemukan virus dibiakan jaringan. Diagnosis banding : influenza atau
infeksi bakteri daerah nasofaring.
c. Poliomyelitis non-paralitik
Gejala klinik sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea,
dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang di ikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam
fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan
kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hypertonia, mungkin
disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna
posterior. Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, ia akan menekuk kedua
lutut keatas sedangkan kedua lengan menunjang kebelakang ada tempat tidur
(tanda tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku
terlihat secara pasif dengan kerning dan brudzinsky yang positif. Head drop
ialah bila tubuh pasien ditegakan dengan menarik pada kedua ketiak akan
menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Reflek stendon tidak berubah dan
bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis
paralitik. Diagnosis banding dengan meningismus, meningitis serosa
tonsillitis akut yang berhubungan dengan adenitis servikalis.
d. Poliomyelitis paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau
lebih kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul paralitis akut. Pada bayi
ditemukan paralisis vesika urinearia dan atonia usus.
a. Bentuk spinal. Tipe poliomyelitis paralisis yang paling sering akibat
invasi virus pada motor neuron di kornu anterior medulla spinalis yang
bertanggung jawab pada pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot
intercostal, trunkus, dan tungkai. Kelumpuhan maksimal terjadi cukup
cepat (2-4 hari), Gejala kelemahan / paralisis/ paresis otot leher,
abdomen, tubuh, diagfragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah.
Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot kuadriseps femoris, pada

5
lengan otot deltoideus. Sifat paralisis asimetris. Refleks tendon
mengurang/ menghilang. Tidak terdapat gangguan sensibilitas.
Diagnosis Banding:
 Pseudoradikuloneuritis yang non-neurogen
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pleiositosis. Disebabkan oleh
trauma/kontusia, demam reumatik akut, osteomyelitis.
 Polioneuritis
Gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan
paralisis palatum mole dan gangguan otot bolamata
 Polioradikuloneuritis
 Miopatia (kelainan progresif dari otot-otot dengan paralisis dan
kelemahan disertai rasa nyeri)
b. Bentuk bulbar. Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. Polio
bulbar terjadi ketika poliovirus menginvasi dan merusak saraf-saraf di
daerah bulbal batang otak. Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otot-
otot yang dipersarafi nervus kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis,
dan menyebabkan susah bernafas, berbicara, dan menelan. Gangguan
motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital
yakni pernafasan dan sirkulasi. Akibat gangguan menelan, sekresi mucus
pada saluran napas meningkat yang dapat menyebabkan kematian.
c. Bentuk bulbospinal. Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik
yang memberikan gejala bulbar dan spinal; subtype ini dikenal dengan
respiratori atau polio bulbospinal. Polio virus menyerang nervus
frenikus, yang mengontrol diagfragma untuk mengembangkan paru-paru
dan mengontrol otot-otot yang dibutuhkan untuk menelan. Didapatkan
gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
d. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang
menurun, tremor dan kadang-kadang kejang.
F. Manifestasi Klinis
Penyakit poliomyelitis paling banyak pada anak – anak di bawah 5 tahun
dan juga bisa pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis pada
anak adalah panas disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan

6
menekuk leher dan punngung, kekuatan otot yang diperjelas dengan tanda head
drop, tanpa tripod saat duduk, tanda tanda spinal, tanda brudzinsky atau kering.
Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor illnesses (gejala ringan,
seperti: asmtomatis / silent infection dan poliomyelitis abortif) dan major
illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun non-paralitik) (Huda, 2016).
a. Minor Illnesses (Gejala Ringan)
1. Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
2. Nyeri tenggorokan dan perasaan tak enak diperut, gangguan
gastrointestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala
3. Terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang dan jarang lebih dari 6
hari. Selama waktu itu virus bereplikasi pada nasofaring dan saluran
cerna bagian bawah.
b. Major Illnesses (Gejala Berat)
1. Poliomielitis non-paralitik Gejala klinis sama dengan poliomyelitis
abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala
ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara
untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan
nyeri otot. Khas untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot
belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonia mungkin
disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna
posterior. Bila anak berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan
menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan menunjang
kebelakang pada tempat tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan otot
spinal oleh spasme, kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan
Brudzinsky yang positif. “Head drop” yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan
kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan
bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis
paralitik.
2. Poliomielitis paralitik Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang
terdapat pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau
lebih kumpulan otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada

7
bayi ditemukan paralisis vesika urinaria dan atonia usus. Secara klinis
dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sesuai dengan tingginya lesi
pada susunan saraf yang terkena.
e. Bentuk spinal Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen,
tubuh, diafragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering
otot besar, pada tungkai bawah otot kuadrisep femoris, pada lengan otot
deltoideus, dan sifat paralisis adalah asimetris. Refleks tendon
mengurang/menghilang serta tidak terdapat gangguan sensibilitas.
f. Bentuk bulbar Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak
sehingga terjadi insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak,
kesulitan makan, kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara. Saraf otak
yang terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII.
g. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal
dan bentuk bulbar
h. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang
menurun, tremor dan kadang-kadang kejang.
G. Komplikasi
Menurut driyana, dkk (2013) Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
polio adalah sebagai berikut :
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Huda (2016) pemeriksaan penunjang terdiri dari :
1. Pemeriksaan Lab :
 Pemeriksaan darah tepi perifer
 Cairan serebrospinal
 Pemeriksaan serologik

8
 Isolasi virus polio
2. Pemeriksaan radiology
3. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior
4. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia ( kadar gula
dan protein )
5. Pemeriksaan Histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukkan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron.
I. Penatalaksanaan
Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukkan
untuk merdakan gejala dan pengobatan spotif untuk meningkatkan stamina
penderita. (Widoyono,2011)
Menurut Reeves dalam Huda (2016) penatalaksanaan pengobatan pada
penderita poliomyelitis adalah simptomatis dan suportif. Adapun
penatalaksanaan menurut klasifikasi poliomyelitis yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi tanpa gejala : istirahat total
2. Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur
norma. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan
melakukan aktivitas selama 2 minggu, 2 bulan kemudian dilakukan
pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya
kelainan.
3. Non Paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat
efektif bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-
30 menit setiap 2-4 jam dan kadang – kadang mandi air panas juga
dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan
pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai
terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam
hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai
akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi
deformitas yang terjadi.
4. Paralitik : Harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu – waktu
dapat terjadi paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan
pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan

9
fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika terjadi
paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik
seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.
J. Pencegahan
Menurut Widoyono (2011) pengendalian penyakit poliomyelitis yang paling
efektif adalah pencegahan melalui vaksinisasi dan surveilans AFP.
1. Imunisasi aktif.
Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang
diberikan secara suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan
tetesan dibawah lidah. Kelebihan dari IPV adalah berisi virus yang lemah,
sehingga tidak berhubungan dengan kejadian poliomielitis akibat pemberian
vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced inactivated poliovirus
vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 – 12
bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun). Pemberian OPV terutama
sejak tahun 1960an. Imunisasi dengan cara ini menyebabkan penurunan yang
signifikan pada kasus-kasus poliomielitis di dunia. Pemberian secara oral
memberikan kelebihan dengan adanya pertahana tubuh terhadap virus
tersebut di mukosa saluran nafas dan pencernaan. Kerugian OPV adalah
dapat menyebabkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis (VAPP).
Pemberian vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan
pemberian booster setiap 4 tahun. Varian OPV baru berupa monovalent oral
poliovirus type 1 vaccine (mOPV1) diperkenalkan pertama kali di India pada
bulan April 2005. Dari penelitan didapatkan bahwa varian baru ini 3 kali
lebih efektif dan jauh lebih sedikit angka efek samping dibandingkan
pemberian OPV pertama, sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk
menghilangkan poliovirus (Dinkes, 2013).
2. SAFP ( Surveilance Acute Flaccid Paralysis)
SAFP adalah suatu pengamatan ketat pada semua kasus kelumpuhan
yang mirip dengan kelumpuhan dengan kelumpuhan pada kasus
poliomyelitis, yaitu akut ( < 2 minggu ), flaccid ( layu, tidak kaku) yang
terjadi pada anak kurang dari 15 tahun, dalam rangka menentukkan kasus
polio.

10
II ASUHAN KEPERAWATAN POLIOMYELITIS PADA ANAK
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tenpat lahir, asal dan suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan
orang tua dan penghasilan orang tua (Wong, 2009).
Biasanya anak yang sering terkena penyakit polio adalah yang berusia di
bawah 15 tahun (Widoyono, 2011).
Biasanya anak yang terkena risiko virus poliomyelitis pada daerah
endemis dan kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas
pengolahan limbah.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan Utama : keluarga pasien biasanya mengeluh aktivitas anaknya
terganggu karena kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan yang sifatnya
mendadak dan layuh.
Riwayat Keluhan Utama : Awalnya keluarga pasien mengeluh semakin
hari berat badan anaknya berkurang disertai dengan keluahan tidak nafsu
makan, mual muntah, kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan. Keluhan
yang biasanya dikeluhkan pasien pada saat pengkajian :
 Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya
rewel 3 disertai sakit kepala.
 Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang
lalu.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita anak, biasanya
sebelumnya anak belum pernah mengalami penyakit poliomyelitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Apabila terdapat keluarga yang menderita polio, biasanya
kemungkinan besar keluarga yang lain dapat terserang polio dengan
mudah.

11
3. Riwayat Imunisasi
Biasanya anak yang terkena polimyelitis, riwayat imunisasinya tidak
lengkap.
4. Tumbuh Kembang Anak
Biasanya ketika anak terkena penyakit poliomyelitis tumbuh
kembangnya terganggu, terutama tumbuh kembang anak pada peningkatan
ukuran tubuh yaitu, tinggii badan dan berat badan.
5. Riwayat Nutrisi
Anak biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun,
mual dan muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Pengkajian Sosial
Biasanya pada anak dengan poliomielitis akan mengalami gangguan
konsep diri, karena anak tidak bisa bermain dengan kondisi tubuh yang
sedang dialaminya.
7. Riwayat Sirkulasi
Anak biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas, perubahan
pada tekanan darah, serta perubahan pada frekuensi jantung.
8. Riwayat Eliminasi
Anak biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami gangguan
fungsi. Urine yang keluar sedikit (retensi urin).
9. Riwayat Neurosensori
Anak biasanya tampak kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan.
10. Riwayat Nyeri/Keamanan
Anak biasanya akan mengeluh nyeri dan kejang otot, sakit kepala, gatal
(pruritus), serta sensasi yang abnormal. Gejala : nyeri kepala dengan
intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai,
respon menarik dari rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat
/ tidur.
11. Riwayat Pernafasan
Biasanya anak mengalami perubahan pola napas, irama napas meningkat,
dispnea, potensial obstruksi.

12
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum anak dengan polio yaitu lemah.
2. Kesadaran : Biasanya kesadaran anak menurun.
3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : Tekanan darah anak kemungkinan akan meningkat.
b. Denyut nadi : Denyut nadi anak kemungkinan akan meningkat.
c. Suhu : Biasanya anak mengalami hipertermi
4. Pernapasan : Pernapasan anak biasanya meningkat
5. Berat Badan : BB anak biasanya turun karena anoreksia.
6. Kepala
Bibir anak tampak pucat.
7. Ektermitas
Biasanya pada anak poliomyelitis terdapat kelumpuhan pada ektermitas
bawah.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya pasien poliomielitis hanya cukup dilakukan pemeriksaan fisik.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d anoreksia, mual dan
muntah.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
3. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d paralysis.
5. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
E. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala steatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2017).
Adapun rencana keperawatan yang disusun sesuai dengan diagnosa
diatas, yaitu sebagai berikut:

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
. Keperawatan Hasil

13
Dx
1. Gangguan Tujuan : 1. Kaji pola makan anak. 1. Mengetahui intake
Nutrisi Setelah dilakukan dan output anak.
Kurang dari asuhan 2. Berikan nutrisi kalori, 2. Mencukupi kebutuhan
Kebutuhan keperawatan protein, vitamin dan nutrisi dengan
Tubuh b/d selama 3x24 jam, mineral. seimbang
anoreksia, diharapkan 3. Timbang berat badan 3. Mengetahui
mual dan perubahan nutrisi anak. perkembangan anak.
muntah. anak membaik 4. Berikan makanan 4. Menambah masukan
dengan Kriteria kesukaan anak. dan merangsang anak
hasil: untuk makan lebih
 Mual banyak.
muntah 5. Berikan makanan 5. Mempermudah proses
berkurang sedikit tapi sering. pencernaan
 Intake
output
adekuat
2. Hipertermi Tujuan : 1. Pantau suhu tubuh 1. Untuk mencegah
b/d proses Setelah dilakukan anak. kedinginan tubuh
infeksi. asuhan yang berlebih
keperawatan 2. Jangan pernah 2. Dapat menyebabkan
selama 2x24 jam, menggunakan usapan efek neurotoksi.
diharapkan Suhu alcohol saat
tubuh anak kembali mandi/kompres.
normal. 3. Kompres mandi 3. Dapat membantu
Kriteria hasil : hangat durasi 10-20 mengurangi demam.
 Suhu tubuh menit.
normal :
36,5-37,5oC
3. Nyeri b/d Tujuan:
proses infeksi Setelah dilakukan 1. Ajarkan anak strategi 1. Teknik-teknik seperti
yang asuhan non farmakologis relaksasi, dapat

14
menyerang keperawatan untuk membantu anak membuat nyaman dan
syaraf. selama 3x24 jam, mengatasi nyeri. tenang.
diharapkan anak 2. Libatkan orang tua 2. Nyeri dan dapat lebih
tidak tampak nyeri dalam memilih di toleransi
Kriteria hasil: strategi.
 Mengikuti 3. Minta orang tua 3. Pendekatan ini
pengobatan membantu anak tampak paling efektif
yang dengan menggunakan pada nyeri ringan.
diberikan srtategi selama nyeri.
 Anak 4. Berikan analgetic 4. Obat analgetic dapat
tampak sesuai advis dokter. mengurangi rasa
nyaman nyeri.
 Anak
mengatakan
tidak nyeri
4. Gangguan Tujuan: 1. Tentukan aktivitas 1. Memberikan
Mobilitas Setelah dilakukan atau keadaan fisik informasi untuk
Fisik b/d asuhan anak. mengembangkan
paralysis. keperawatan rencana perawatan
selama 3x24 jam, bagi program
diharapkan anak rehabilitasi.
mampu melakukan 2. Kaji kelelahan pada 2. Kelelahan yang
aktivitas lain anak. dialami dapat
sebagai pengganti mengindikasikan
pergerakan, keadaan anak.
menjaga kestabilan 3. Indetifikasi faktor- 3. Asupan makanan
postur. faktor yang yang adekuat dapat
Kriteria hasil: mempengaruhi mempengaruhi
 Anak dapat kemampuan anak kemampuan anak
mengikuti untuk aktif seperti untuk aktif.
latihan yang pemasukan makanan
diberikan. yang adekuat.

15
 Anak dapat 4. Latihan berjalan dapat
mengurangi 4. Evaluasi kemampuan meningkatkan
tremor anak untuk keamanan dan
dalam melakukan mobilisasi efektifan anak untuk
melakukan secara aman. berjalan
pergerakan
5. Kecemasan Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat ansietas 1. Respon keluarga
pada anak dilakukan asuhan anak dan keluarga bervariasi tergantung
dan keluarga keperawatan (mis.rendah, sedang, pada pola kultural
b/d kondisi selama 1x24 jam, parah). yang dipelajari.
penyakit. diharapkan 2. Sediakan informasi 2. Informasi yang
Kecemasan pada tentang penyakit yang menimbulkan ansietas
anak dan keluarga akurat sesuai dapat diberikan dalam
menurun dengan kebutuhan. jumlah yang dapat
Kriteria hasil: dibatasi setelah
 Anak tenang periode yang
dan dapat diperpanjang.
mengekspresika 3. Berikan dorongan 3. Dorongan motivasi
n perasaannya. motivasi pada anak dapat membuat anak
 Orang tua dan keluarga dan keluarga merasa
merasa tenang tenang
dan
berpartisipasi
dalam
perawatan anak.

F. Implementasi Keperawatan

16
No
Hari/Tanggal Waktu Implementasi
Dx
Senin, 12 08.00 1 1. mengkaji pola makan
November 2020 Wib 2. telah memberiakan makanan secara adekuat
3. telah memberikan nutrisi kalori, protein,vitamin
dan mineral.
4. telah menimbang berat badan
5. telah memberikan makanan kesukaan anak
6. telah memberikan makanan tapi sering
Senin 16 09.00 2 1. telah memantau suhu tubuh
november 2023 wib 2. tidak menggunakan usapan alcohol saat
mandi/kompres
3. telah menghindari mengigil
4. telah mengkompres mandi hangat durasi
Senin 16 10.00 3 1. telah melakukan stratedi non farmakologi untuk
november 2022 wib membantu anak mengatasi nyeri
2. telah melibatkan orang tua dalam meilih strategi
3. telah mengajarkan anak untuk menggunakan
strategi non farmakologi khusus sebelum nyeri
4. telah meminta orang tua membantu anak dengan
menggunakan strategi selam nyeri
5. telah memberikan analgesic sesuai indikasi
Senin 16 11.00 4 1. telah menentukan aktifitas atau keadaan fisi anak
november 2020 wib 2. telah mencatat dan terima keadaan kelemahan
( kelelahan yang ada )
3. telah mengindifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi krmampuan untuk aktif seperti
memasukan makanan yang tidak adekuat
4. telah mengevaluasi kemampuan untuk melakukan
mobilisasi secara aman

G. Evaluasi Keperawatan

17
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).
Adapun evaluasi keperawatan dalam kasus polio pada anak, anak harus
menunjukan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Anak meningkat nafsu makannya dan imun tubuh anak membaik.
2. Suhu badan anak sudah dalam rentang normal
3. Anak sudah dapat mengontrol rasa nyeri dan rasa terhadap nyeri sudah
mulai berkurang
4. Anak dapat melakukan pergerakan sehingga dapat mengikuti latihan
yang diberikan
5. Anak sudah merasa tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Eka Ayu Sartika, Resa. 2018. WHO: Wabah Polio Terjadi Di Papua Nuigini Setelah 18
Tahun. Kompas.com

Huda Nurarif, Amin & Kusuma, Hardi. 2016. Asuhan Keperwatan Praktis.Yogyakarta:
Mediaction Jogja.

Manurung, santa. 2011. Keperawatan profesional. Jakarta : Tim.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Widoyono. 2011 . Penyakit Tropis. Surabaya: Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai