Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
A. TEORI MEDIS
1. Definisi
Poliomielitis (Poliomielitis Anterior) merupakan penyakit infeksi akut oleh
sekelompok virus ultra mikroskop yang bersifat neurotrofit yang awal menyerang saluran
pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui
peredaran darah (Chairuddin). Penyakit ini menyebabkan kelemahan motorik yang
asimetris dengan adanya gangguan bulbar dan pernafasan dalam korteks.
Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem
saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di
bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas,
muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun
sering kali sebagian tubuh menjadi lemah danlumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling
sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh
ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain. Poliomielitis adalah
penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior
massa kelabu sumsum tulang belakang dan intimotorik batang otak, dan akibat kerusakan
bagian susunan syaraf tersebut akanterjadi kelumpuhan serta autropi otot. Poliomielitis
atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yangdisebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh
melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).
2. Etiologi
Poliomielitis dapat disebabkan oleh virus tipe I (Brunchilde), tipe II (Lansing),
dan tipe III (Leon): dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan
pengeringan/oksidan. Virus ini hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan saraf
tertentu tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila

1
ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3 sampai 4 minggu sesudah
timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:
a. Medula spinalis terutama kornu anterior
b. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio
retikularis yang mengandung pusat vital.
c. Sereblum terutama inti-inti virmis
d. Otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang
nucleus rubra
e. Thalamus dan hipotalamus
f. Palidum
g. Korteks serebri, hanya daerah motorik
3. Klasifikasi infeksi virus polio (Sumarmo)
a. Minor ilines (penyakit dengan gejala ringan)
b. Major ilines (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik)
Dari segi klinis dibagi atas dua tipe yaitu:
a. Tipe bulbar : tipe ini ditemukan pada batang otak
b. Bentuk spinal : kelainan tipe ini memberikan memberikan komplikasi ortopedi
Cara penularannya dapat melalui inhalasi, makanan dan minuman, bermacam serangga
seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral berkembang biak di usus –
verimia virus + DC faecese beberapa minggu (Chairuddin).
4. Manifestasi Klinis
Poliomyelitis terbagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis  : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena
daya tahan tubuh cukup baik,maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
b. Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat C, sakit
tenggorokkan,sakit kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi. Dan
gejala ini berlangsung beberapa hari.
c. Poliomyelitis non paralitik

2
Gejala klinis: hamper sama dengan poliomyelitis abortif, gejala ini timbul
beberapa hari kadang-kadang diikuti masa penyembuhan sementara untuk kemudian
masuk dalam fase kedua dengan demam, nyeri otot.
Khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher,tulang
tubuh dan anggota gerak.Dan gejala ini berlangsung dari 2-10 hari. Poliomielitis non-
paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)
1) Demam sedang
2) Sakit kepala
3) Kaku kuduk
4) Muntah\
5) Diare
6) Kelelahan yang luar biasa
7) Rewel
8) Nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
9) Kejang dan nyeri otot
10) Nyeri leher
11) Nyeri leher bagian depan
12) Kaku kuduk
13) Nyeri punggung
14) Nyeri tungkai (otot betis)
15) Ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri kekakuan otot
d. Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik. Awalnya berupa
gejala abortif diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun
dengan timbulnya gejala lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang
terjadi pada ekstremitas inferior yang terdapat pada femoris, tibialis anterior,
peronius. Sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps dan triseps.
Poliomielitis paralitik
1) Demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya

3
2) Sakit kepala
3) Kaku kuduk dan punggung
4) Kelemahan otot asimetrik
5) Onsetnya cepat
6) Segera berkembang menjadi kelumpuhan
7) Lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
8) Perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
9) Peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
10) Sulit untuk memulai proses berkemih
11) Sembelit
12) Perut kembung
13) Gangguan menelan
14) Nyeri otot
15) Kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
16) Ngiler
17) Gangguan pernafasan
18) Rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
19) Refleks Babinski positif.
5. Pemerikasaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium:
1) Pemeriksaan darah tepi perifer
2) Cairan serebrospinal
3) Pemeriksaan serologic
4) Isolasi virus volio
b. Pemeriksaan radiology
c. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior
d. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikea (kadar gula dan
protein)

4
e. Pemeriksaan histoligik corda spinalis dan batang otak untuk menentukan kerusakan
yang terjadi pada sel neuron.

6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Antibiotika, y-globulin dan
vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simtomatis dan suportif.
a. Infeksi tanpa gejala: istirahat total
b. Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperature normal. Kalau
perlau dapat diberikan analgetik, sedative. Jangan melakukan aktivitas selama 2
minggu, 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskulosketal untuk
mengetahui adanya kelainan.
c. Non-paralitik: sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15 – 30 menit setiap 2 sampai 4
jam dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan
foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang
sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denerfasi sel kornu
anteriot, tetapi dapat mengurangi defornitas yang terjadi.
d. Paralitik: harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis
pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah
hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika
terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulant parasimpatetik seperti
bethanechol (urechline) 5-10 mg oral 2.5-5 mg/SK.
7. Diagnosa
a. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
b. Hipertermi b/d proses infeksi
c. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
d. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
e. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
f. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
8. Discharge Planning

5
a. Meminimalkan Stressort ataw penyebab Sters
b. Berinkan dukungan keluarga
c. Berikan makanan secara adekuat
d. Fisiotrafi : Mekanotrafi merupakan jenis fisiotrafi yang berguna untuk Kontraktur,
Reduksi otot dan Melatih penderita untuk berjalan.
e. Tirah baring ataw istrahat yang cukup
f. Imunisasi
g. Jangan masuk daerah Endemis
h. Jangan melakukan tiondakan Endemis
9. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringansekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbulgejala. Daerah yang
biasanya terkena poliomyelitis ialah :
a. Medula spinalis terutama kornu anterior
b. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial sertaformasio
retikularis yang mengandung pusat vital
c. Sereblum terutama inti-inti virmis
d. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang
nucleus rubra
e. Talamus dan hipotalamus
f. Palidum, dan
g. Korteks serebri, hanya daerah motorik 
10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita poliomielitis antara lain :
a. Melena cukup berat sehingga memerlukan transfusi, yang mungkin diakibatkan erosi
usus superfisial.
b. Dilatasi lambung akut dapat terjadi mendadak selama stadium akut atau konvalesen
(dalam keadaan pemulihan kesehatan/ stadium menuju kesembuhan setelah serangan
penyakit/ masa penyembuhan), menyebabkan gangguan respirasi lebih lanjut.

6
c. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu , biasanya pada
stdium akut, mungkin akibat lesi pusat vasoregulator dalam medula.
d. Ulkus dekubitus dan emboli paru, dapat terjadi akibat berbaring yang lama di tempat
tidur, sehingga terjadi pembususkan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi
otot) sehingga terjadi kematian sel dan jaringan)
e. Hiperkalsuria, yaitu terjadinya dekalsifikasi ( kehilangan zat kapur dari tulang/ gigi)
akibat penderita tidak dapat bergerak.
f. Kontraktur sendi,yang sering terkena kontraktur antara lain sendi paha, lutut, dan
pergelangan kaki.
g. Pemendekan anggota gerak bawah,biasanya akan tampak salah satu tungkai lebih
pendek dibandingkan tungkai yang lainnya, disebabkan karena tungkai yang pendek
mengalami antropi otot.
h. Skoliosis,tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, disebabkan kelumpuhan
sebagian otot punggung dan juga kebiasaan duduk atau berdiri yang salah.
i. Kelainan telapak kaki, dapat berupa kaki membengkok ke luar atau ke dalam.
11. Prognosis
Pasien dengan penyakit minor dan jenis nonparalitik dapat sembuh total,dan
kebanyakan orang dengan penyakit mayor yang lumpuh juga dapat kembali sembuh total. Kurang
dari 25 % dari orang-orang dengan polio yang hidup cacat.Meskipun Anda dapat sembuh
sepenuhnya dari gejala polio, polio meninggalkan beberapa kerusakan.
Seiring pertambahan usia, sistem saraf Andamungkin menjadi kurang mampu
mengkompensasi kerusakan yang disebabkanpolio, sehingga gejala secara bertahap dapat
muncul kembali. Hal ini dapat terjadi15 atau 30 tahun setelah infeksi polio aktif. Gejala
berulang dari polio yangdisebut post-polio syndrome.
12. Penularan 
Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan
melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:

7
a. Fekal-oral (dari tinja ke mulut) Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang
tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk ke mulut orang yang
sehat.
b. Oral-oral (dari mulut ke mulut) Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita
yang masuk ke mulut orang sehat lainnya. Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi
dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan beku atau suhu yang rendah
justru virus dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah
dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain. Virus ini
dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai
berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meskipun cara penularan utama adalah
akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang terinfeksi, namun
virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas. Secara ringkas, Cara
penularannya dapat melalui :
- Inhalasi
- Makanan dan minuman
c. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral
berkembambang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu.
13. Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
a. Imunisasi
b. Jangan masuk daerah endemis
c. Jangan melakukan tindakan endemis

Tempatkan anak yang sakit di kamar terpisah, jauh dari anak-anak lainnya. Ibu
harus mencuci tangan setiap kali menyentuhnya. Perlindungan terbaik terhadap polio
ialah dengan memberikan vaksin polio/pemberian kekebalan. Seorang anak yang cacat
akibat polio harrus makan makanan bergizi dan melakukan gerak badan untuk
memperkuat otot-ototnya. Selama tahun pertama, sebagian kekuatan dapat pulih kembali.
Bantulah anak agar belajar berjalan sebaik-baiknya, pasanglah 2 buah tiang,
sebagai penyangga dan kemudian buatkan tongkat penopang. Cegah Virus Polio dengan
Vaksinasi

8
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling
efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Kasus penyakit polio di Sukabumi,
Jawa Barat,sangat mengejutkan pemerintah dan masyarakat. Penyakit yang diakibatkan
infeksi virus ini jelas mencemaskan para orang tua yang punya anak balita karena begitu
mengerikan dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Sayangnya lagi, hingga saat ini belum
ditemukan cara pengobatannya. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara
imunisasi. Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus
ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan
kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja.
Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang
diserang adalah otot pernapasannya.
Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan
tipe 3 (Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas
(paralitogenik) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe
2 paling jinak
14. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif.
Istirahat total jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat
sangat penting di fase akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh
dengan berat nya penyakit.

B. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


1. Identitas Pasien
Pengkajian
Nama Pasien :
No. RM   :
Tempat Tanggal Lahir :
Umur :
Agama :
Status Perkawinan     :
Pendidikan :
Alamat  :
Pekerjaan     :
Jenis Kelamin  :
Suku  :

9
Diagnosa Medis   :
Tanggal Masuk RS  :
Tanggal Pengkajian :
Sumber Informasi              :
Penanggung Jawab :
Nama  :
Tempat Tanggal Lahir        :
Umur  :
Agama   :
Alamat  :
Pekerjaan      :
Jenis Kelamin   :
Hubungan dengan Pasien  :
No. Telepon  :
Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
b. Pemeriksaan fisik
- Nyeri kepala
- Paralisis
- Refleks tendon berkurang
- Kaku kuduk
- Brudzinky
2. Pemeriksaan Fisik
B1 (breath) : RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan Suhu (38,9
°C)
B2 (blood) : Normal
B3(brain) : Gelisah (rewel) dan pusing
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Mual muntah, anoreksia, konstipasi
B6 (bone) : Letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalami kelumpuhan, pasien
tidak mampu berdiri dan berjalan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium:
1) Pemeriksaan darah tepi perifer
2) Cairan serebrospinal
3) Pemeriksaan serologic
4) Isolasi virus volio

10
b. Pemeriksaan radiology
c. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior
d. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikea (kadar gula dan
protein)
e. Pemeriksaan histoligik corda spinalis dan batang otak untuk menentukan kerusakan
yang terjadi pada sel neuron.
4. Diagnosa
a. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
b. Hipertermi b/d proses infeksi
c. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
Perubahan nutrisi dari Nutrional Status: Nutrition Management
kebutuhan tubuh - Nutrional Status: Food and - Kaji adanya alergi
fluid intake makanan
- Nutrional Status: nutriet - Berikan substansi gula
intake - Monitor jumlah nutrisi
- Weight control dan kandungan kalori
Kriteria Hasil - Berikan informasi
- Adanya peningkatan berat tentang kebutuhan
badan sesuai dengan tujuan nutrisi
- Berat badan ideal sesuai - Kaji kemampuan pasien
dengan tinggi badan untuk mendapatkan
- Mampu mengidentifikasi nutrisi yang dibutuhkan
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring
- Tidak ada tanda-tanda - BB pasien dalam batas
malnutrisi normal
- Menunjukkan peningkatan - Monitor adanya
pengecapan dari menelan penurunan berat badan
- Tidak terjadi penurunan - Monitor lingkungan
berat badan yang berarti selama makanan

11
- Jadwalkan pengobatan
dan tindakkan tidak
selama jam makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor kalori dan
intake nutrisi
Hipertermi Thermoregulation Fever Treatment
Kriteria Hasil: - Monitor suhu sesering
- Suhu tubuh dalam rentang mungkin
normal - Monitor IWL
- Nadi dan RR dalam rentang - Monitor warna dan suhu
normal kulit
- Tidak ada perubahan warna - Berikan anti piretik
kulit dan tidak ada pusing - Monitor intake dan out
put
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
Temperature Ragulation
- Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
- Monitor TD, nadi dan
RR
- Monitor warna dan suhu
kulit
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
- Berikan anti piretik jika
perlu

12
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
- Catat adanya Fluktuasi
tekanan darah
- Monitor kualitas dari
nadi
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernafasan
abnormal
Nyeri Akut - Pain Level Pain Management
- Pain control - Observasi reaksi non
- Comport level ferbal dari ketidak
Kriteria Hasil nyamanan
- Mampu mengontro nyeri - Kaji kultur yang
(tahu penyebab nyeri, mempengaruhi respon
mampu menggunakan teknik nyeri
nonfarmakologi untuk - Evaluasi pengalaman
mengurangi nyeri, mencari nyeri masa lampau
bantuan) - Kurangi factor
- Melaporkan bahwa nyeri persipitasi nyeri
berkurang dengan - Kaji tipe dan sumber
menggunakan management nyeri untuk menentukan
nyeri interfensi
- Mampu mengenali nyeri - Tingkatkan istirahat
(skala, intensitas, frekuensi Analgesic Administration
dan tanda nyeri) - Cek instruksi dokter
- Menyatakan rasa nyaman tentang jenis obat, dosis,
setelah nyeri berkurang dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih rute pemberian

13
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
- Monitor Vital Sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
- Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan
gejala

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawatan mengaplikasikan atau
melaksanakan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk interpensi keperawatan guna
membantu kalian mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan interpensi
keperawatan dan aktifitas-aktifitas keperawatan yang telah dituliskan rencana
keperawatan pasien. Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan
suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup:
a. Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
b. Pelaksanaan interpensi keperawatan
c. Pendokumentasian tindakan keperawatan
d. Pemberian laporan/pengkomunikasikan status kesehatan pasien dan respon pasien
terhadap interpensi keperawatan.
Pada kegiatan implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan
teknis keperawatan, kemapuan hubungan interpersonal, dan kemampuan intelektual
untuk menerpkan toeri-teori keperawatan ke dalam praktek.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk melakukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan.

14
Dalam evaluasi mencapai tujuan ini terdapat 3 alternatif yang dapat digunakan
perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai, yaitu:
a. Tujuan tercapai
b. Tujuan sebagian tercapai
c. Tujuan tidak tercapai

Evaluasi terbagi menjadi dua tipe, yaitu:


a. Evaluasi proses (Formatif)
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
klien segera setelah tindakan. Evaluasi formatif dilakukan secara terus menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil (Sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan klien sesuai dengan rangka waktu yang di tetapkan.
Evaluasi sumatif bertujuan menjelaskan perkembangan kondisi klien dengan
menilai dan memonitor apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang penting bagi perawat
untuk mendokumentasikan kemajuan pencapaian tujuan ataw Evaluasi dapat
menggunakan kartu / format bagian SOAP ( Subyektif, Obyektif, Analisis dan
perencancanaan ).
Evaluasi keperawatan yang di harapkan pada pasien Polio harus sesuai dengan
rencana tujuan yang elah di tetapkan, yaitu :
1. Nyeri berkurang ataw hilang
2. Hipertermia teratasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi

BAB II
TINJAUAN TEORI

15
A. Definisi
Tetanus adalah (rahang terkunci/lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang disebabkan oleh
tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Ilmu Kesehatan Anak, 2000 oleh
Richard E. Behrman, dkk, hal 1004 )
Tetanus adalah manifestasi sistemik yang di sebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat kuat yang
dilepaskan oleh Clostridium Tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.( Buku Kuliah
Ilmu kesehatan Anak, 1985 oleh bagian kesehatan anak fakultas kedokteran univeersitas Indonesia, hal
568 )
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang
disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.(
Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia )
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi
dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot
massater dan otot-otot rangka.( http: //ratihrochmat .wordpress.com/2008/06/27/tetanus/, Juni 27,
2008 oleh Ratih Rochmat )
Tetanus Neonatorum: penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2
hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebiih timbul
kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang
(WHO, 1989 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit infeksi dan
gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetanospasmin dari kuman Clostridium Tetani,
yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya meningkatnya tonus otot dan spasme

B. KLASIFIKASI TETANUS

1.Tetanus lokal (lokalited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka
terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot
tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap.

16
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang
menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau
dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang berasal
dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk
adanya benda asing dalam rongga hidung.

3.Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa
tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot
leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan.
Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa
menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi
fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai
takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
(httt://www. ©2004 Digitized by USU digital library)
4. Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan
persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Waktu tali
pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan
faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

C. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi
DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga

17
resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan
kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1.Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2.Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3.OMP, caries gigi
4.Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5.Penjahitan luka robek yang tidak steril.

D. MANISFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang atau
logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka
bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik,
persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan
atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan
ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit
ini menjadi nyata dengan :
1.Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2.Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector trunki ).
3.Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen akut ).
4.Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
5.Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik keluar dan
kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6.Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan
gejala dini.
7.Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan ekstensi,
lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi dengan
periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-
kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8.Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat
terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot

18
yang sangat kuat.
9.Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10.Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.

E .PATOFISIOLOGI TERLAMPIR

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium :
1. Liquor Cerebri normal
2. Hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
3. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
4. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
5. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjadi akibat penyakitnya seperti :
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini
memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak
dapat maksimal
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami
trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di
tenggorokan, atau pun menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat
menahan kekuatan luar.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


I. Penatalaksanaan medis
- Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang,
serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1

19
selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24
jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5%
dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72
jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan
kalium.
2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis
rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6
jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-
lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis
diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam
diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila
makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U
sekaligus.
4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis
pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang
diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran
nafas tetap bebas, mempertahankan oksigenasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan
puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah
keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif
maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan
povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari

20
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a.Pengkajian umum :
Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat
b.Pengkajian khusus:
a.System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.
b.System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 -
40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
c.System neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa

21
saraf otak.
d.System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria)
e.System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
f.Sistem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan
(hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis
mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum. ( Marlyn Doengoes,
Nursing care Plan, 1993)

II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spasme otot pernafasan.
2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin
( bakterimia )
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
5.Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
6.Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
7.Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan
oliguria
8.Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
9.Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya
berhubungan dengan kurangnya informasi
10.Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang

III.RENCANA KEPERAWATAN
1.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan
sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria:
- Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada

22
- Pernafasan 16 – 18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45
mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
- Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasional : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan
sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
- Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali
Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang
menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan
nafas.
- Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga mempermudah
proses respirasi.
- Oksigenisasi sesuai intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadi hipoksia
- Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
- Observasi timbulnay gagal nafas/apnea
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)
- Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)
Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan
mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan,
yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang
menumpuk.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal

23
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
- Tidak sianosis
Intervensi dan rasional :
- Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
- Atur posisi luruskan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
- Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada
jaringan tubuh perifer.
- Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
- Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
- Observasi timbulnya gagal nafas
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
- Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan
terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia), yang ditandai
dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria :
- Suhu kembali normal 36 – 37 °C
- Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3
Intervensi dan rasional :

24
- Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses
adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
- Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
- Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
- Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
- Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses
konduksi.
- Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif,
atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi
panas.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui
hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
- Berat badan optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%
Intervensi dan rasional :
- Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh
Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami
kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang
adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.

25
- Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses
mengunyah
- Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line
Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau
tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
- Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu
Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat
5.Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada
sekresi
Intervensi dan Rasional
- Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
Rasional : Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena adanya
secret
- Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
Rasional Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
- Gunakan sudip lidah saat kejang
Rasional: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
- Miringkan ke samping untuk drainage
Rasional: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat
jalan nafas
- Observasi oksigen sesuai program
Rasional : Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
- Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp).
Rasional: Mengurangi rangsangan kejang
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
Rasional: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
pencegahan hipoksia

6.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat


Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan

26
Kriteria: Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Intervensi dan Rasional
- Kaji intake dan out put setiap 24 jam
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
- Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam)
dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
Rasional : Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
- Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
Rasional : Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/
peningkatan kebutuhan cairan
- Pertahankan kepatenan NGT
Rasional : Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh

7.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot
mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan
Kriteria: Berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat dikonsumsi, Jenis makanan yang dikonsumsi
sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang)
Intervensi dan Rasional
- Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan

Rasional : Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
- Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
Rasional : Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui
kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsorbsi air.
- Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
Rasional : Suplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh
- Timbang berat badan sesuai protocol
Rasional : Mengevaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

27
8. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot
faring.
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan
Kriteria: Jalan nafas bersih dan tidak ada sekret
Pernafasan teratur
Intervensi dan Rasional :
- Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam
Rasional : Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya
sekret
- Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
- Gunakan sudip lidah saat kejang
Rasional : Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
- Miringkan ke samping untuk drainage
Rasional : Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
- Pemberian oksigen 0,5 Liter
Rasional : Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
- Pemberian sedativa sesuai program
Rasional : Mengurangi rangsangan kejang

9.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang


Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria, Klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang
terpasang pengaman
Intervensi dan Rasional :
- Identifikasi dan hindari faktor pencetus
Rasional : Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang

- Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
Rasional : Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
-Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
Rasional : Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi
klien

28
- Lindungi pasien pada saat kejang
Rasional : Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
- Catat penyebab mulai terjadinya kejang
Rasional : Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
10.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas
(immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi dan Rasional :
-Observai adanya kemerahan pada kulit
Rasional : Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat
menimbulkan dikubitus
-Rubah posisi secara teratur
Rasional : Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
mempercepat proses kesembuhan
-Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
Rasional : Mencegah iritasi kulit secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
-Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
-Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
Rasional : Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan
masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit
11.Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan Kriteria : Tempat tidur
bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi dan Rasional :
-Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
Rasional : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
-Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan
kebersihan diri
Rasional : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
-Berikan makanan perparenteral
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien

29
-Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional : Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit

12. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang


Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang
kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
Intervensi dan Rasional :
-Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
Rasional : Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan
-Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
Rasional : Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat
kecemasan
-Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
Rasional : Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan
kecemasan
-Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
Rasional : Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga.

BAB III
PENUTUP

A. PENUTUP
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekauan oto(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi cakupan
imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini
di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran
di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1.Luka tusuk, gigitan binatang, luka baker

30
2.Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3.OMP, caries gigi
4.Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5.Penjahitan luka robek yang tidak steril.

Kejang dapat terjadi kembali pada saat pasien bila pasien mendapat rangsangan motorik suara dan
cahaya karena rangsangan ini merangsang saraf untuk melakukan neurotransmisi untuk keotak dan
pada akhirnya keadaan ini semakin memperberat keadaan anak. Untuk itu pasien perlu diisolasi dan
diberi penerangan atau cahaya yang minimal diruangan isolasi. (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).

B.SARAN
Saya selaku penulis, menyadari bahwa resume ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan resume
yang akan dibuat dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum. 2002. Imunisasi. Jakarta : FKUI.


I.G.N. Ranuh, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

31
Ilmu Keperawatan Anak 1985 Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jakarta FKUI Surasmi Asrining 2003
Perawatan Bayi Resiko Tinggi Jakarta EGC ...
Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207.
Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815
-817.
Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson Textbook of pediatrics,
ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617 - 620.
Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes medicine ,ed. 6 th, Info Acces and
Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55.
Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230
Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1987,

Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in babies Delivered by
Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25, Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health,
Medical School University of lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174.
Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases of children, ed. 9 th, St
Louis, Mosby, 1992, 487-

32
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma, 2016, Asuhan Keperawatan Praktis Jilid I, Cet. Ke-1,
Jogjakarta: Mediaction Jogja

, 2016, Asuhan Keperawatan Praktis Jilid II, Cet. Ke-1, Jogjakarta: Mediaction Jogja

Chariruddin Rasjad, 2003, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Ujung Pandang: Bintang
Lamumpatue

Sumarmo, Hery, 2002, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Dua, Jakarta: IDAI

33

Anda mungkin juga menyukai