Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMYELITIS

Dosen pembimbing :

Baidah S.kep,Ns,M.kep

Disusun Oleh:

Nadya Eka Agustina 144012221

DIPLOMA III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESDAM VI BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2024/2025


A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi penyakit Poliomilitis
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti
motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebutakan
terjadi kelumpuhan serta autropi otot (Wong, 2003)
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai
penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak antar manusia.Virus masuk
ke dalamtubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman
yangterkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas
tigastrain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf
dankelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpamengenal
usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3hingga 5 tahun.
Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Jenis polio,
yaitu sebagai berikut:
a) Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
b) Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot
tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang
dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan.
Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio
menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada
dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
c) Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang.
2. Etiologi Penyakit Poliomilitis
Polio disebabkan virus poliomyelitis.Satu dari 200 infeksi berkembang menjadi
kelumpuhan.Sebanyak 5-10 persen pasien lumpuh meninggal ketika otot-otot
pernapasannya menjadi lumpuh. Kebanyakan menyerang anak-anak di bawah
umur tiga tahun (lebih dari 50 persen kasus), tapi dapat juga menyerang orang
dewasa. Pencegahan dengan vaksinasi secara berkala, idealnya pada masa
kanak-kanak. Penularan polio :
a. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang
tercemar virus.
b. Virus ditemui di kerongkongan dan memperbanyak dirinya di dalam usus.
Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang
terlibatdalam pernapasan. Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan
Genus virus, dibagi 3 yaitu:
1). Brunhilde
2). Lansing
3). Leon
Dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan pengeringan/ oksidan. Masa
inkubasi: 7-10-35 hari.

3. Klasifikasi virus
a. Golongan: Golongan IV ((+) ssRNA)
b. Familia: Picornaviridae
c. Genus: Enterovirus
d. Spesies: Poliovir

4. Tanda & Gejala


a. Polio Non-Paralisis
b. Polio non-paralisis adalah jenis polio bersifat ringan dan cenderung tidak
mengakibatkan kelumpuhan. Adapun gejala polio non-paralisis antara lain:
1. Mual dan muntah
2. Radang tenggorokan
3. Pusing atau sakit kepala
4. Lemas
5. Leher dan punggung terasa kaku
Umumnya, gejala polio non-paralisis ini akan dialami oleh penderitanya dalam
kurun waktu 7 sampai 10 hari. Setelah itu, gejala tersebut akan hilang dengan
sendirinya.
c. Polio Paralisis
Polio paralisis adalah jenis polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Biasanya, gejala polio paralisis akan serupa dengan non-paralisis di minggu
pertama terinfeksi. Setelah 1 minggu, beberapa gejala dari polio paralisis yang
akan muncul yaitu:
1. Nyeri otot
2. Otot terasa menegang
3. Lengan dan tungkai terasa sangat lemas
4. Penurunan atau bahkan kehilangan refleks tubuh

5. Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembang biak
dalam traktus digestivus, kelenjar getah bening regional dan system
retikuloendoteal dalam keadaan ini timbul :
a. Perkembangan virus sehingga tubuh akan membentuk antibody spesifik.
b. Apabila zat antibody dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasi sehingga hanya timbul gejala klinik yang ringan atau tidak
timbul gejala sama sekali sehingga tubuh timbul imunitas terhadap virus
tersebut.
c. Dan apabila proliferasi virus lebih cepat dari pembentukan zat antibody
tersebut maka akan timbul gejala klinik atau viremia kemudian virus akan
terdapat dalam faeses penderita dalam beberapa minggu lamanya.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang di peroleh
pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada
minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu setelah gejala klinis.
2. Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika
pada darah ditemukan zat antibodi polio maka diagnosis orang tersebut
terkena polio benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena
polio akan didapatkan hasil yang positif.
3. Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan jumlah sel
darah putih yaitu 10-200 sel/mm³ terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan
kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml
4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak
yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan
korteks yang tipis dan rongga medella yang relative lebar, selain itu terdapat
penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi.

4. Komplikasi
a. Hiperkalsuria
b. Melena
c. Pelebaran lambung akut
d. Hipertensi ringan
e. Pneumonia
f. Ulkus dekubitus dan emboli paru
g. Psikosis
h. Deformitas otot berakibat kipo scoliosis
i. Koma
5. Patway
9. Penatalaksanaan

1. Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi Polio Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan
untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis yaitu
penyakit radang yang menyerang syaraf dan dapat mengakibatkan lumpuh
kaki (Anik Maryunani, 2010).
b. Jadwal Pemberian Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan
selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Saat lahir (0 bulan), dan
berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5
tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan
vaksin DPT.
c. Cara Pemberian
Cara pemberian imunisasi polio bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis
Vaccine/OPV).Di Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena lebih
aman. OPV diberikan dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes
langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang
dicampur dengan gula manis. Imunisasi polio diberikan 4 x dengan jarak
minimal 4 minggu.

2. Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan klien perlu dirawat di kamar isolasi
dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan yang
teliti. Mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada feses Klien maka bila
membuang feses harus betul-betul ke dalam lobang WC dan disiram air
sebanyak mungkin. Kebersihan WC/sekitarnya harus diperhatikan dan
dibersihkan dengan desinfektan. Masalah Klien yang perlu diperhatikan bahaya
terjadi kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit.

Menganjurkan klien tidur selama 2 minggu/lebih bergantung pada jenis penyakit


bentuk polio. Karena Klien merasakan sakit pada otot yang sarafnya terkena
maka Klien tidak mau bergerak sendiri. Oleh karena itu Klien ditolong di atas
tempat tidur dengan hati-hati misalnya mau memasang pot, atau bila akan
mengubah posisi angkatlah dahulu kaki/anggota yang sakit dan orang lain
memasangkan pot atau membereskan alat tenun.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari,
BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kalidan cair
(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasiberat). Apabila diare
berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalahdiare akut, sementara
apabila berlangsung selama 14 hari atau lebihadalah diare persisten
(Nursalam, 2008).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien mengalami:
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan
timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka
gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit
gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam
waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih
sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari
penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak,
anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti
imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini merupakan
salah satu kemungkinan penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,
menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air
besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2
tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan
untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan
diare seperti OMA,mtonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan
ensefalitis (Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya


Anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak
dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga
melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong,
2008).
5) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:

a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat


mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak
dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak
bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa
haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak
malas minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Berat badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami
diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan,
sebagai berikut:

Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi %


Kehilangan Berat Badan
Tingkat Dehidrasi Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 6% (60 ml/kg)
ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 9% (90 ml/kg)
ml/kg)

3) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-
ubunnya biasanya cekung.
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak
matanya normal. pabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang
kelopak matanya cekung. edangkan apabila mengalami dehidrasi
berat, kelopak matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak
sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada
kelainan pada kelenjar tyroid.
g) Thorak
(1) Jantung
(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(b) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare
dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal
hingga meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya
pasien mengalami takikardi dan bradikardi.
(2) Paru-paru
(a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare
dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare
dengan dehidrasi berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
(2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada
pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien
dehidrasi berat kembali > 2 detik.
(3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya
meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal,
akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT
kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT
kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di
lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus

c. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan laboratrium
a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,
kalium > 5 mEq/L
b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa
adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis
c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat.
d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein
leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH
menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai
infeksi sistemik ( Betz, 2009).

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Endoskopi
(a) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, Jika
dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika
pasien mengalami mual dan muntah.
(b) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan
segar melalui rektum.
(c) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkirkan kanker.
2) Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas
c) Pemeriksaan lanjutan
d) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotic dari diare.
e) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai
membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel,2014).

2. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis
2. Diare b.d. Proses Infeksi
3. Hipetermia b.d. proses penyakit
4. Ansietas b.d. Kurang terpapar informasi

3. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1 Nyeri Akut Setelah diberikan Manajemen nyeri Observassi
b.d. Agen Tindakan Observasi 1) Untuk
pencedera keperawatan 3x 1.Identifikasi tingkat, mengetahui
fisiologis 24 Jam lokasi,karakteristik, lokasi,
diharapkan kualitas, frekwensi karakteristik,
Nyeri menurun dan factor pencetus kualitas nyeri,
nyeri
dengan kriteri 2. Identifikasi skala frekuensi dan
hasil : nyeri faktor pencetus
1. Keluhan nyeri 3. Observasi isyarat 2) Untuk
menurun nonverbal mengetahui
2. Meringis Ketidaknyamanan tingat nyeri
menurun 3) Untuk
Terapeutik mengetahui
1) Berikan Terapi keadaan umum
Musik dengan jenis pasien
music kesukaan
pasien selama 15 Terapeutik
menit 1) Untuk
2) Kontrol lingkungan mengurangi
yang dapat rasa nyeri
mempengaruhi nyeri 2) Mengurangi
3) Fasilitasi istirahat resiko
dan tidur factor yang dapat
memperberat
Edukasi nyeri/menimbulkan
1) Ajarkan teknik nyeri
nonfarmakologis untuk 3) Mengalihkan
mengurangi rasa nyeri dan
memenuhi
Kolaborasi kebutuhan istrahat
1). pasien
Pemberiananalgetik
Edukasi
1) Memudahkan
pasien untuk
mengotrol nyeri
dengan cara
sederhana

Kolaborasi
1) Mengurangi/
menghilangkan
rasa nyeri yang
dirasakan pasien
2 Diare b.d. Setelah diberikan Manajemen Diare Observasi
Proses tindakan Observasi 1) Mengetahui
Infeksi keperawatan 3x 1) Identifikasi penyebab diare
24 jam penyebab diare 2) Mengetahui
diharapkan 2) Monitor warna, warna, frekuensi,
eliminasi fekal volume, dan kosistensi
membaik dengan frekuensi, dan feses
kriteri hasil : konsistensi
1. konsistensi tinja Terapeutik
feses membaik Terapeutik 1) Menjaga
2. frekuensi 1) Berikan asupan keseimbangan
defekasi membaik cairan oral cairan
3. peristaltik usus 2) Berikan cairan 2) Memenuhi
membaik intavena kebutuhan cairan

Edukasi Edukasi
1) Anjurkan makanan 1) Memenuhi
porsi kebutuhan tubuh
kecil dan sering 2) Mengurangi
secara bertahap Diare
2) Anjurkan
menghindari Kolaborasi
makanan pedas 1) Membuat feses
menjadi keras
Kolaborasi
1) Pemberian obat
antimotilitas
3 Hipetermia Setelah dilakukan Manajemen Observasi :
b.d. proses tindakan Hipetermi: 1) Mengetahui
penyakit keperawatan Observasi : penyebab
selama 3 x 24 1) Identifikasi hipetermia pada
jam, diharapkan penyebab pasien.
suhu tubuh hipertemi 2) Mengetahui
berada pada 2) Monitor suhu tubuh. suhu
rentang normal tubuh pasien.
dengan kriteria Terapeutik :
hasil: 1) Longgarkan atau Terapeutik :
1. Suhu tubuh lepaskan 1) Mengurangi
membaik. pakaian hipertermia yang
2. Suhu kulit 2) Lakukan Kompres dirasakan.
membaik. Hangat 2) Mengurangi rasa
hipetermia dan
Edukasi : memberikan rasa
1) Anjuran tirah nyaman.
baring.
Edukasi :
Kolaborasi : 2) Memberikan
1) Kolaborasi rasa
pemberian nyaman.
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu. Kolaborasi :
2) Kolaborasi 1) Pemberian
pemberian cairan
antipiretik dan eloktroda
sesuai kebutuhan
pasien.
4 Ansietas Setelah dilakukan Redukasi Ansietas Observasi
b.d. Kurang tindakan Observasi 1. Mengetahui
terpapar keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
informasi selama 2 x 24 tingkat berubah pada
jam, diharapkan ansietas berubah kondisi, waktu,
tingkat ansietas (mis: dan stress.
menurun dengan kondisi, waktu, 2. Dapat
kriteria hasil: stresor). membantu
a. Gelisah 2. Monitor tanda- pasien untuk
menurun. tanda mencegah
b. Khawatir Ansietas terjadinya
menurun. ansietas.
Terapeutik
1. Dengarkan dengan Terapeutik
penuh 1. Mendengarkan
perhatian. seksama keluhan
2. Motivasi pasien dapat
mengidentifikasi mengurangi
situasi yang memicu ansietas.
kecemasan 2. Perasaan
pasieen
Edukasi akan berpikir
1. Latih teknik positif jika
relaksasi diberikan
motivasi.
Kolaborasi
1. Kolaborasi Edukasi
pemberian terapi 1. Mengurangi
antiansietas, jika tingkat kecemasan
diperlukan dan membuat
rileks.

Kolaborasi
1. Mengurangi
perasaan cemas
pada pasien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan
yang dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin
yang lain. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan,
sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat (Patrisia et al.,
2020)

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi,
perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil (Patrisia et al., 2020).

Anda mungkin juga menyukai