Anda di halaman 1dari 37

POLIOMIELITIS

Oleh :
Dewa Gede Darma Putra 12700272
Intan Nurani Indrajanu 12700436

Pembimbing :
dr. Dwi Agustina, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Dr. MOH. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Poliomyelitis flaccid acute paralysis (AFP)
penyakit menular akut penyebab : Virus Polio (PV)
Infeksi virus polio terjadi di saluran pencernaan
menyebar ke kelenjar limfe regional dan sebagian
kecil ke sistem saraf
predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum
tulang belakang dan inti motorik batang otak dan
akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat
kelumpuhan dan atrofi otot.

Menyerang semua usia (1-5 tahun paling rentan)


sekitar 33,3% dari kasus polio anak-anak
dibawah usia 5 tahun.
Resiko kelumpuhan meningkat pada usia yang
lebih tinggi terutama bila menyerang individu
yang berusia lebih dari 15 tahun.
WHO memperkirakan adanya 140.000 kasus baru
dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh
poliomyelitis sejak tahun 1992 dengan jumlah
keseluruhan penderita anak yang mengalami
kelumpuhan akibat infeksi ini diperkirakan 10-20
juta anak.

Epidemiologi
1996 -2005 Indonesia Bebas Polio
Maret 2005 kasus AFP menyebar 4 provinsi di Jawa dan 2 provinsi di
Sumatra
April 2005 isolasi virus dengan pemeriksaan tinja di Sukabumi
Virus Polio tipe 1 (Nigeria)
Mei-Juni 2005 Transmisi virus polio tertinggi
305 penderita tersebar di 47 Kabupaten
46 kasus VDPV dimana 45 kasus terjadi di pulau Madura (4 Kabupaten)
dan 1 kasus di Probolinggo.
Oktober 2005 transmisi rendah
PIN intensif jumlah kasus polio liar menurun.
2 Februari 2006 Kasus yang terakhir (PV1)
ditemukan di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh

Mei 2012 eradikasi polio salah satu isu


kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu
disusun suatu strategi menuju eradikasi polio
(polio endgame strategy).
Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi
bebas polio bersama dengan negara anggota
WHO di South-East Asia Region (SEAR) pada
bulan Maret 2014, sementara itu dunia masih
menunggu negara lain yang belum bebas polio
yaitu Afganistan, Pakistan, dan Nigeria.

Tujuan
Mengetahui Definisi, etiologi, epidemiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
pengobatan dan pencegahan Poliomielitis.

BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dan sering dikenal dengan
accute flaccid paralysis (AFP).
Penyebab :
3 serotipe
tipe 1 (PV1, Bruhilde) paling sering ditemukan (epidemi terluas dan ganas)
tipe 2 (PV2, Lansiag) epidemic sporadic
tipe 3 (PV3, Leon) epidemic ringan
Resevoir alamiah MANUSIA
masa inkubasi 7-10 hari
Dapat tahan terhadap :
sulfonamide, antibiotik (streptomisin, penisilin)
kloromisetin, eter, fenol, dan gliserin.
Tidak tahan terhadap :
panas, formaldeid, klorin, dan sinar ultraviolet.
Virus Polio

Patofisiologi
Mulut (makan/minuman yang terkontaminasi virus)
dan melalui percikan ludah
Berkembang biak di saluran cerna (faring dan usus)
Menyebar ke kelenjar getah bening, darah dan
seluruh tubuh
Menyerang otak, sumsum t.belakang, dan simpul
saraf
Biasanya menyerang saraf penggerak otot tungkai/kaki dan
kadang-kadang tangan
menyebabkan kelumpuhan dengan mengecilnya tungkai,
polio

Gejala Klinis
Klasifikasi: minor illness (gejala ringan) dan major illness (gejala berat)
Marker Gejala Klinis :
1. Panas
2. Kesulitan menekuk leher dan punggung
3. Kekakuan otot yang diperjelas dengan tanda head drop
4. Tanda tripod saat duduk
Curiga Poliomielitis
5. Tanda brudzinski dan kernig
Gejala lumpuh layu :
a. Berjalan pincang atau tidak dapat berjalan
b. Tidak dapat meloncat menggunakan satu kaki
c. Tidak dapat berjongkok lalu berdiri lagi
d. Tidak dapat berjalan pada ujung-ujung jari / tumit
e. Tidak dapat mengangkat kakinya saat di tempat tidur
f. Terasa lemah tidak ada tahanan
g. Kaki mengecil/ atrofi otot

Minor Illness
1. Asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka
tidak terdapat gejala klinis sama sekali.
2. Polio Abortif
Daerah yang terserang epidemik terutama yang diketahui kontak
dengan penderita poliomielitis yang jelas.
Timbul mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari (2-10 hari)
Gejala : malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen.
Diagnosis banding: influenza dan infeksi nasofaring.

Major Illness

1. Poliomielitis Non Paralitik


Gejala klinis sama dengan poliomielitis abortif.
Hanya nyeri kepala, nausea, dan muntah lebih berat.
Gejala timbul 1-2 hari:
2. nyeri atau kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai
3. hipertonia akibat lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumnar
posterior
4. Bila anak berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan menekuk kedua
lutut ke atas sedangkan kedua tangan menujang ke belakang pada tempat
tidur (Tripod sign) dan terlihat kekauan otot spinal oleh spasme
5. kaku kuduk terlihat secara pasif dengan kernig dan brudzinski yang
positif
6. Head Drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada
dua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh ke belakang
7. Reflek tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka
kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik.

2. Polio Paralisis
Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik
disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan
otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut
pada bayi ditemukan paralysis vesika urinaria
dan antonia usus.

Diagnosis
1. Pemeriksaan Virulogi
Pembiakan virus polio baik yang liar maupun vaksin
dibiakkan dari jaringan apus tenggorok, darah, likuor
serebrospinalis dan feses.
2. Pengamatan gejala dan perjalanan klinis
3. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan hantaran saraf dan elektromiografi
mempermudah memisahkan polio dengan kelainan lain akibat
demielinisasi pada saraf tepi, sehingga bisa membedakan polio
dengan kerusakan motor neuron lainnya misalnya, Sindrome
Guillain-Barre.
4. Pemeriksaan Residual Paralisis
Dilakukan 60 hari setelah kelumpuhan, untuk mencari defisit
neurologi

Pemeriksaan Penunjang
Diambil dari daerah faring atau tinja pada orang curiga Poliomielitis Spesimen
tinja harus diambil dalam waktu kurang dari 14 hari setelah kelumpuhan
Suatu kasus AFP diagnosa polio apabila:
1. Ditemukan virus polio liar
2. Terdapat paralisis residual setelah kunjungan ulang 60 hari (polio kompatibel)
3. Penderita meninggal sebelum kunjungan 60 hari
4. Bila virus polio dapat diisolasi dari seseorang dengan paralisis flaksid akut
lanjut pemeriksaan oligonukleotid mapping atau genomik sequencing menentukan
virus polio liar atau vaksin
5. Mengukur serologi zat anti
6. pemeriksaan cairan serebrospinal pada infeksi virus polio :
sel leukosit
(10-200 sel/mm3, sebagian besar limfosit)
kadar protein (40-50mm/100 ml)

Pencegahan dan Pengobatan


Tujuan pengobatan adalah mengontrol gejalalife saving
Fase Akut :
Antibiotik infeksi pada otot yang flaksid
Analgetik mengurangi nyeri kepala, mialgia, dan spasme
Antipiretik menurunkan suhu
Footboard atau papan penahan pada telapak kaki agar kaki terletak pada sudut yang tetap terhadap tungkai
Bila terjadi paralisis pernafasan perawatan khusus untuk bantuan pernafasan
Fase Post Akut :
Kontraktur, atrofi dan atonia otot fisioterapi :
Heating dengan menggunakan IRR (infrared radiation)
Excersice atau aktif-pasif terutama ekstremitas yang
mengalami kelumpuhan
Breathing Excersice bila perlu
Bra Chest atau bidai hingga operasi orthopedi bila perlu

Tidak ada obat untuk polio


IMUNISASI

Eradikasi Polio
Definisi :

Tidak ditemukan lagi kasus polio baru yang disebabkan oleh


virus polio liar maupun virus polio vaksin
(Sidang WHA (World health Assembly) ke 41 tahun 1988)

STRATEGI ERAPO:
1.Mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata
2.Melaksanakan imunisasi tambahan PIN minimal 3 tahun
berturut-turut
3.Melaksanakan surveilans acute flaccid paralysis (AFP)
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium
27 Maret 2014
Indonesia Bebas Polio oleh
4.Melaksanakan Mopping Up
WHO bersama negara Asia
5.Sertifikasi Polio
Tenggara dan yang lainnya.

Pelaksanaan
PIN POLIO
Pekan Imunisasi Nasional
setiap balita umur 0-59 bulan yang tinggal di Indonesia mendapatkan 2 tetes
vaksin polio oral, tanpa melihat status imunisasi dan kewarganegaraannya,
yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi program dan kajian epidemiologi
Diberikan 2 kali dalam waktu selang sekitar 4 minggu
PIN tahun 1995,1996,1997 dan 2002 22 juta anak balita di seluruh Indonesia
Strategi PIN Polio :
1. Perencanaan pembiayaan dan logistik
2. Penyusunan pedoman teknis
3. Penyusunan Media KIE
4. Sosialisasi dan pelatihan secara berjenjang
5. Advokasi, Sosialisasi dan koordinasi pra pelaksanaan
6. Monitoring persiapan
7. Pelaksanaan PIN polio
8. Monitoring dan evaluasi pasca pelaksanaan

Beberapa hal yang harus dikerjakan oleh petugas pelaksana


imunisasi antara lain:
1.Pastikan rantai vaksin dalam kondisi baik.
2.Pastikan vaksin polio dan penetesnya dalam jumlah yang
sama dan cukup.
3.Pastikan vaksin dalam kondisi baik, belum kadaluarsa, VVM
dalam kondisi A atau B.
4.Memberikan imunisasi sesuai prosedur (melalui tetes oral).
5.Melakukan pengelolaan limbah imunisasi secara aman.
6.Memantau, menangani dan melaporkan kasus KIPI.
7. Memeriksa pencatatan dan pelaporan cakupan imunisasi dan
logistik serta melengkapinya pada akhir kegiatan.
8. Membina kader dalam melaksanakan tugasnya.
9. Melakukan kerjasama dengan tokoh masyarakat.
10.Melakukan sweeping terhadap anak yang belum mendapat
imunisasi polio saat PIN

Vaksin dalam
kondisi baik :
1. label masih
ada
2. tidak
terendam air
3. disimpan
dalam suhu 28 oC
4. belum
kadaluarsa
5. VVM dalam
kondisi
A atau B.

Pemakaian Vaksin Polio

Buka penutup vial


vaksin, kemudian
pasangkan
penetes vaksin.
Gunakan satu
penetes untuk
satu vial vaksin.
Tidak
diperkenankan
membuka vial
vaksin baru
sebelum vaksin
yang sedang
digunakan habis
terpakai.

Sasaran
imunisasi
polio adalah
balita usia 0
59 bulan
tanpa melihat
status
imunisasi.

Dosis
pemberian
2 tetes secara
oral.

kontra indikasi pemberian vaksin polio oral, yaitu:


1. Infeksi HIV atau kontak HIV serumah.
2. Immunodefisiensi, contohnya pada pasien dengan keganasan
hematologi atau tumor padat
3. Balita yang tinggal serumah dengan penderita imunodefisiensi
dianjurkan untuk diberikan Inactivated Polio Vaccine (IPV)
4. Anak yang menderita diare dan demam
5. Bagi anak-anak dengan imunokompromais (rawat jalan maupun
rawat inap di rumah sakit)
6. Bayi dengan berat badan lahir rendah ( 2000 gram) pemberian
imunisasi polio ditunda sampai berat badan lebih dari 2000 gram
atau usia lebih dari 2 bulan (dengan kondisi klinis stabil)

VAKSIN OPV
Dibuat oleh Hilarry Koprowski pembiakan virus polio pada tikus
Albert Bruce Sabin melakukan modifikasi dengan cara membiakkan virus
pada biakan jaringan ginjal kera Macaca rhesus
Vaksin polio oral bekerja dalam dua cara :
1. memproduksi antibodi dalam darah (imunitas humoral) terhadap ketiga
tipe virus polio
2. vaksin ini akan memberikan perlindungan dengan mencegah penyebaran
virus polio ke sistem saraf
OPV respons imun lokal di membran mukosa intestinal Antibodi akan
membatasi multiplikasi virus polio liar di dalam intestinal menutup
reseptor (PVR) virus tidak bisa menempel dan berkembang biak

1. Trivalent Oral Polio (tOPV)

Vaksin tOPV mengandung 3 macam galur virus polio :


tipe 1 > 106 CCID50
tipe 2 >105 CCID50
tipe 3 > 105.8 CCID50.
Pada keadaan ditemukan lebih dari satu tipe virus polio liar,
tOPV vaksin terbaik untuk digunakan karena dapat memberikan
perlindungan terhadap ketiga tipe virus polio.
Para pakar berusaha menghindari interferensi antar galur virus
polio tersebut dengan membuat vaksin tanpa komponen P2, baik
dalam bentuk mOPV (monovalen OPV) maupun bOPV
(bivalent OPV).

2. Bivalent Oral Polio (bOPV)

Imunisasi bOPV direncanakan untuk


menggantikan tOPV pada masa transisi
ERAPO, terdiri dari komponen P1 dan P3. P2
dieradikasi karena merupakan sumber
terbanyak penyebab terjadinya cVDPV
(circulating vaccine derived polio virus) dan
VAPP (vaccine associated paralytic virus)

3. Monovalent Oral Polio (mOPV)

Hanya satu macam galur virus polio.


Pemberian mOPV dengan dosis yang sama
dengan tOPV akan memberikan kekebalan
spesifik yang lebih tinggi dan lebih cepat
terhadap tipe tertentu dibandingkan dengan
tOPV.

VAKSIN IPV
Virus polio virulen yang sudah
diinaktivasi/dimatikan dengan panas dan
formaldehid
IPV sedikit memberikan kekebalan lokal pada
dinding usus virus polio masih dapat
berkembang biak dalam usus orang yang telah
mendapat IPV saja memungkinkan penyebaran
virus ke orang-orang sekitar tidak dapat
mencegah penyebaran virus polio liar.

Kelebihan dan Kekurangan OPV


Kelebihan dari OPV:
1. Harga terjangkau
2. Mudah cara pemberiannya
3. Dapat mengimunisasi secara alami kepada anak yang kontak dengan penerima vaksin.
4. Menimbulkan mocosal immunity pada intestinum dan oropharyng (25% anak mengekskresi
virus "challenge").
5. Memberikan kekebalan humoral seumur hidup.
Kekurangan dari OPV :
1. Dapat menyebabkan kelumpuhan pada penerima vaksin (VAPP)
2. Virus hidup yang dapat diekskresi lewat feces dan menularkan pada anak yang kontak dengan
penerima vaksin (kontak VAPP).
3. Dapat bermutasi menjadi ganas kembali (VDVP)
4. Tidak dapat digabung/dikombinasi dengan antigen/vaksin lain.
5.Tidak dapat diberikan kepada anak yang immunodeficiency/immunocompromise.
6. Ekskresi virus vaksin lewat feces pada anak yang sehat dapat berlangsung sampai 4-6 minggu,
dan pada anak yang immunodeficiency bisa sampai 10 tahun

Kelebihan dan Kekurangan IPV


Kelebihan dari IPV :
1. Memberikan serokonversi yang sangat tinggi.
2. Pemberiannya dapat dicombinasi dengan antigen/vaksin lain (DPT-HB-IPV).
3. Virus mati, sehingga tidak menularkan kepada anak yang kontak.
4. Tidak menyebabkan kelumpuhan (VAPP) pada penerima vaksin/kontaknya.
5. Tidak akan terjadi mutasi virus vaksin menjadi ganas (VDVP)
6. Menimbulkan mucosal immunity pada oropharynx.
Kekurangan dari IPV :
1. Harga mahal
2. Pemberiannya lebih sulit karena harus disuntikkan.
3. Tidak/sedikit menimbulkan mucosal immunity pada intestinum (85% anak masih
mengexcresi virus "challenge").
4. Tidak dapat memberikan kekebalan alami kepada anak yang kontak dengan
penerima vaksin.

Jadwal Vaksin
Dulu s/d 3 April 2016

4 April 2016 s/d dst......

Usia

Jenis Imunisasi

Usia

Jenis Imunisasi

< 7 hari

Hep. B, Polio-0

< 7 hari

Hep. B, Polio-0

1 Bulan

BCG, Polio
tOPV-1

1 Bulan

BCG, Polio bOPV1

2 Bulan

DPT, Hib-1, Hep.


B, Polio tOPV-2

2 Bulan

DPT, Hib-1, Hep.


B, Polio bOPV-2

3 Bulan

DPT, Hep.B, Hib2, Polio tOPV-3

3 Bulan

DPT, Hep.B, Hib-2,


Polio bOPV-3

4 Bulan

DPT, Hep.B, Hib-3,


Polio bOPV-4
IPV mulai bulan
Juli 2016

9 Bulan

Campak

18-24 bulan

DPT, Hep.B, Hib-4,


Campak-2

4 Bulan

DPT, Hep.B, Hib3, Polio tOPV-4

9 Bulan

Campak

18-24 bulan

DPT, Hep.B, Hib4, Campak-2

Dosis Vaksin Polio


1.OPV 2 tetes per oral
2.IPV kemasan 0,5 ml IM
3.Vaksin IPV :
diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi
(DtaP/Hib/IPV).
IDAI merekomendasikan pemberian OPV untuk Polio-0
dilanjutkan OPV 4 kali atau kombinasi OPV-4 dan IPV, pada
masa transisi menuju penggunaan IPV
Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi
polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

Kesimpulan
1. Poliomielitis adalah penyakit yang sangat
menular yang disebabkan oleh virus yang
menyerang pada sistem saraf pusat dan bisa
menyebabkan paralisis otak.
2. Gejalanya asimtomatis sampai gejala non spesifik
seperti demam, kelelahan, sakit kepala, muntah,
kaku kuduk, nyeri pada ekstremitas. Cukup sering
bermanifestasi hingga terjadi kelumpuhan dan
bisa berakibat fatal jika terjadi gagal nafas.

3. Terapi pada poliomielitis hingga kini belum


ada. Yang bisa dilakukan adalah penanganan
suportif saja, maka tindakan preventif yang
memegang peranan dalam penanggulangan
polio yaitu penggunaan vaksin polio.
4. Imunisasi polio mempergunakan vaksin polio
oral (OPV) maupun suntikan (IPV).

5. Jadwal imunisasi polio adalah Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau
pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan
cakupan imunisasi yang tinggi.
6. Imunisasi dasar (Polio 1,2,3) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan,
interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
7. OPV diberikan 2 tetes per oral IPV dalam kemasan 0,5 mL,
intramuskular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam
kemasan kombinasi (DtaP/Hib/IPV).
8. IDAI merekomendasikan pemberian OPV untuk Polio-0 dilanjutkan
OPV 4 kali atau kombinasi OPV-4 dan IPV, pada masa transisi menuju
penggunaan IPV. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

ANY QUESTION ?

Thank You!

Anda mungkin juga menyukai