PENDAHULUAN
Kondisi saat ini di Indonesia dalam bidang bidang ekonomi, sosial, dan
politik mulai tidak stabil. Hal ini menjadi sesuatu yang meresahkan masyarakat.
Pada masa atau kondisi demikian maka kehidupan menjadi sangat rawan, memicu
munculnya berbagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana yang ditandai dengan
munculnya pola - pola kriminalitas baru di kota besar maupun di desa, sehingga
perlu upaya untuk menanggulangi dalam mengatasi variasi tindak kejahatan yang
terjadi. Bidang medis dan hukum menjadi salah satu upaya untuk menanggulangi
kejahatan yang terjadi di Indonesia. 1
Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa juga disebut sebagai kekerasan
domestic (domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena
kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari
masyarakat berstatus sosiaal rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi.
Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah istri atau anak
perempuan dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupu ada juga korban justru
sebaliknya) atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu.1
1
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun
ketahun. Data yang diperoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan
bahwa dari tahun 2001 terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun
2002 terjadi sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun
2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.2 Pada tahun 2007, KDRT cenderung turun namun belum
signifikan yaitu masih 87,32 persen dengan jumlah kasus 284. Hingga Desember
2008, jumlah kasus KDRT masih tinggi yakni 279 kasus dengan korban
perempuan sebanyak 275 kasus. Pelaku KDRT masih didominasi oleh suami
sebesar 76,98 persen dan 6,12 persen dilakukan oleh mantan suami, sisanya 4,68
persen dilakukan oleh orang tua, anak, dan saudara dan 9,35 persen oleh pacar
atau teman dekat.2
Lebih dari setengah korban KDRT mendapatkan lebih dari satu jenis luka
pada lebih dari satu lokasi pada tubuh korban. Ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa korban KDRT pada umumnya mengalami kekerasan yang
berulang dengan berbagai macam jenis kekerasan yang umumnya tumpul dan
dilakukan oleh pelaku pada lokasi tubuh yang berbeda. 4 Kejadian KDRT dapat
menyebabkan morbiditas, mortalitas, dan tidak menutup kemungkinan akan
mempengaruhi kesehatan mental pada korban. Kasus KDRT yang tidak ditangani
secara tuntas akan menimbulkan lingkaran kekerasan. Pola ini berarti kekerasan
akan terus berulang, bahkan korban kekerasan suatu saat dapat menjadi pelaku
kekerasan.3
2
khusus. Termasuk di dalamnya adalah tentang kewajiban negara memberikan
perlindungan segera kepada korban yang melapor. Ini adalah sebuah terobosan
hukum yang sangat penting bagi upaya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
pada umumnya, mengingat sampai hari ini pun belum ada lagi sistem
perlindungan untuk saksi dan korban.3
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis
dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari Internasional
sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga yang terjadi, karena terdapat permasalahan pada kultur atau
mind set masyarakat Indonesia yang masih menganggap permasalahan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah masalah internal keluarga sehingga sangat sedikit
mereka yang menjadi korban berani bersuara. Korban kekerasan dakam rumah
tangga biasanya enggan untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya karena
tidak tahu kemana harus mengadu.
3
1. Apa definisi dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
a. Tujuan Umum
Agar masyarakat secara umum dapat memahami apa yang termasuk tindak
pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan mengetahui sanksi pidana
dari tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
b. Khusus
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi:5
2.2 Epidemiologi
5
226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus dan
pada tahun 2005 terjadi 455 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan
dalam rumah tangga menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas karena
meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari internasional sampai pada
tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi. Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun
kekerasan dalam rumah tangga cenderung meningkat dan kekerasan yang
dihadapai perempuan juga meningkat. Sedangkan dari sumber yang sama
Menurut Departemen Kehakiman Amerika Serikat, antara tahun 1998 dan 2002 :
dari 3,5 juta kejahatan kekerasan yang dilakukan terhadap anggota keluarga,
tercatat 49 % di antaranya merupakan kejahatan terhadap pasangan, 84 % dari
pasangan korban pelecehan adalah perempuan.
6
Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
7
1. Kekerasan Fisik
2. Kekerasan Psikis
3. Kekerasan Seksual
4. Penelantaran rumah tangga
7
4. Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9
8
menundukkan isterinya. Jika kita tetap membesarkan anak lelaki kita
seperti ini, kita termasuk golongan yang melanggengkan budaya
kekerasan.
2 Interpretasi yang keliru atas ajaran agama. Sering ajaran agama yang
menempatkan laki-laki sebagai pemimpin diinterpretasikan sebagai
pembolehan mengontrol dan menguasai isterinya.
9
3 Pengaruh role model. Anak laki-laki yang tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang ayah suka memukul/kasar kepada ibunya, cenderung akan
meniru pola tersebut kepada pasangannya.
10
Menyaksikan kekerasan adalah pengalaman yang amat traumatis bagi
anak-anak. Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak-anak membuat
anak tersebut memiliki kecenderungan seperti gugup, gampang cemas ketika
menghadapi masalah, sering ngompol, gelisah dan tidak tenang, jelek
prestasinya di sekolah, mudah terserang penyakit seperti sakit kepala, perut,
dan asma, kejam kepada binatang, Ketika bermain sering meniru bahasa yang
kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat, dan suka melakukan
pemukulan terhadap orang lain yang tidak ia sukai.9
1 Harus pindah rumah dan sekolah jika ibunya harus pindah rumah karena
menghindari kekerasan.
11
3 Merasa disia-siakan oleh orang tua
12
yang diatur dalam KUHP. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur
ihwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja
sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani untuk melindungi
korban agar mereka lebih sensitif dan responsif terhadap kepentingan rumah
tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah
tangga. Untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga,
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan
perempuan melaksanakan tindakan pencegahan, antara lain,
menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pencegahan
kekerasan dalam rumah tangga.
1. faktor undang-undang
3. fasilitas pendukung
13
dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua,
menantu, ipar dan besan); dan/atau (c) Orang yang bekerja membantu rumah
tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Selain Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama
Pemulihan Korban KDRT, Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang
Komisi Nasional terhadap Perempuan, Undang-undang No. 13 Tahun 2006
tentang perlindungan Saksi dan Korban, dan Peraturan perundang-undangan
lainnya yang memberikan tugas dan fungsi kepada lembaga-lembaga yang
terkoordinasi memberikan perlindungan hokum terhadap kasus KDRT dan
termasuk lembaga-lembaga social yang bergerak dalam perlindungan
terhadap perempuan.
14
internal rumah tangga bukan hanya merupakan delik aduan tetapi delik
pidana umum.
15
Pasal 44:
4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
Pasal 45
2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
16
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
Pasal 46
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
17
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
18
Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik
aduan.
Pekerja Sosial;
19
Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah
RI No. 4Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan
Korban Kekerasan dalamRumah Tangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah :
a) Pelayanan kesehatan
b) Pendampingan korban
c) Konseling
20
d) Bimbingan rohani
e) Resosialisasi
21
karena membutuhkan perlindungan yang efektif, profesional, dan
proporsional terhadap saksi dan kroban. Perlindungan saksi dan korban
dilakukan berdasarkan asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia,
rasa aman, keadilan, tindak kriminatif, dan kepastian hkum. Perlindungan
saksi dan korban berlaku pada semua tahap proses peradilan pidana dalam
lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman pada saksi
dan/ atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan
pidana.
Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-hak
seorang saksi dan korban yang harus dilindungi seperti:
a Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan
harta bendanya, serata bebas dari ancama yang berkenaan dengan
kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya
b Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan
c Memberikan keterangan tanpa tekanan
d Pendapat penerjemah
e Bebas dari pertanyaan yang menjerat
f Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
g Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
h Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
i Mendapat identitas baru
j Mendapatkan tempat kediaman baru
k Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan
l Mendapat nasihat hukum
m Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir, dan/atau
n Bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan
korban mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang berat
Kata delik berasal dari Bahasa Latin, yakni delictum, yang dirialam
22
DalamBahasa jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit,dan
hukum pidana). Setiap perbuatan harus memenuhi unsur delik (kejahtan dan
sebagai berikut: tiada suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum melainkan
perbuatan pidana.
menyebut unsur-unsur.
23
2 Formil, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika
yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang
jiwanya.
Unsur material meliputi:
24
a Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan ataukelakuan
perumusan.
1 Suatu tindakan;
2 Suatu akibat dan;
3 Keadaan(omstandigheid)
Kesemuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman olehundang-
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
26
Ketentuan Pidana bagi pelaku KDRT diatur dalam pasal 44 sd 53 UU
nomor 23 tahun 2004.Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat
memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan,pekerja sosial, relawan p
endamping dan/atau pembimbing rohani.
3.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
10. Jamaa, La. 2014. Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Hukum Pidana Indonesia. Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN
Ambon. Maluku.
11. Ramadani, M., Yuliani, F., 2015. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Sebagai Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Andalas, Padang, Sumatra Barat.
29