NI PUTU WARDANI
1
Profil Nilai Keterampilan Klinis Pada Hasil OSCE UKMPPD Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Ni Putu Wardani
Department of Medical Education, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstrak
Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh setiap lulusan dokter. Salah satu cara untuk mengevaluasinya adalah melalui
model OSCE. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan
keterampilan klinis lulusan dokter melalui hasil nilai kedelapan kompetensi yang tertera
pada OSCE. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan menggunakan hasil nilai
OSCE UKMPPD pada bulan Februari 2017. Data dideskripsikan secara kuantitatif
melalui pengukuran rerata nilai tiap kompetensi, dan selisih nilai maksimal dan nilai
rerata dan secara kualitatif melalui jumlah peserta yang berada pada nilai diatas dan
dibawah rerata, serta jumlah peserta dengan nilai kompetensi maksimal. Melalui data
didapatkan selisih nilai maksimal dan rerata terendah pada kompetensi anamnesa,
sedangkan selisih tertinggi pada kompetensi penentuan diagnosa dan diagnosa banding.
Jumlah peserta dengan nilai maksimal tertinggi juga terdapat pada kompetensi anamnesa,
dan nihil pada kompetensi penentuan diagnosa dan diagnosa banding. Dapat disimpulkan,
kompetensi yang paling dikuasai adalah anamnesa, sedangkan kompetensi yang paling
lemah adalah penentuan diagnosa dan diagnosa banding.
Kata Kunci : keterampilan klinis, OSCE
Ni Putu Wardani
Department of Medical Education, Medical Faculty of Udayana University
Abstract
Clinical skills is one of the basic competencies that must be owned by every doctor. One
way to evaluate this is through the OSCE model. This paper aims to provide an overview
of the clinical skills of physician graduates through the results of the eight competency
values listed in the OSCE. This study is a descriptive study using the result of OSCE
UKMPPD value in February 2017. The data is described quantitatively through the
measurement of the average value of each competency, and the difference in the
maximum value and the average value and qualitatively through the number of
participants who are in the above and below average, and number of participants with
maximum competency value. Through the data, it obtained the lowest difference between
the maximum value is competence of anamnesa, while the highest difference is
competence of diagnosis and differential diagnosis. The number of participants with the
highest maximal score is also in the competence of anamnesa, and nil on the
2
determination of diagnosis and differential diagnosis. It can be concluded, the most
strongest competence is anamnesa, while the weakest competence is the determination of
diagnosis and differential diagnosis.
3
PENDAHULUAN
Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh setiap lulusan dokter selain pengetahuan (kognitif) dan sikap
profesional (afektif). Keterampilan klinis harus dilatih sejak awal sampai akhir proses
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Hal ini diperlukan agar setiap individu
yang dihadapi pada saat melakukan praktik kedokteran dengan tepat.1 Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) telah menerbitkan buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
sebagai acuan bagi tiap institusi pendidikan kedokteran dalam proses pendidikannya.
Buku ini berisi daftar keterampilan klinis yang wajib diberikan sesuai dengan level dari
lulusan sesuai dengan tingkat kemampuan minimal yang harus dikuasai. Objective
Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu teknik untuk menguji
keterampilan klinis individu lulusan dokter, dengan tingkat kemampuan 3 sesuai dengan
piramida Miller. Kemampuan 3 pada piramida ini tidak hanya menunjukkan kemampuan
Terdapat delapan kompetensi keterampilan klinis yang dinilai dalam OSCE, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk
4
tatalaksana non farmakoterapi, tatalaksana farmakoterapi, komunikasi dan atau edukasi
pasien dan perilaku profesional. Kedelapan kompetensi keterampilan klinis ini bersifat
saling melengkapi untuk membentuk satu karakter lulusan dokter yang mampu
memberikan pelayanan terbaik dalam praktik kesehariannya1,2. Pada laporan ini, penulis
klinis yang diujikan pada OSCE Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan
Dokter (UKMPPD) yang telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di Fakultas
5
TINJAUAN PUSTAKA
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) revisi kedua dibentuk pada tahun 2012
lulusan dokter yang professional, dengan melalui proses yang terstandarisasi, dan sesuai
Standar Kompetensi Dokter Indonesia adalah bagian dari Standar Pendidikan Profesi
Dokter Indonesia (SPPDI) yang disahkan oleh Kolegium Kedokteran Indonesia (KKI).
SKDI merupakan acuan standar minimal kompetensi lulusan dokter dan bukan
merupakan standar kewenangan dokter pelayanan di tingkat primer. SKDI pertama kali
disahkan oleh KKI pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai acuan untuk
diturunkan dari gambaran tugas, peran dan fungsi dokter layanan primer. Setiap area
kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi
dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi
6
Area Kompetensi
Kompetensi Inti
Komponen Kompetensi
Lampiran
Ketujuh area kompetensi yang menjadi dasar dari SKDI antara lain profesionalitas
yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, komunikasi efektif, pengelolaan
informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis dan pengelolaan masalah
kesehatan.1,2
fungsinya yaitu daftar pokok bahasan, daftar masalah, daftar penyakit, dan daftar
keterampilan klinis. Fungsi utama dari keempat daftar tersebut yaitu menjadi acuan bagi
tersebut berisi:1,2
7
1. Daftar pokok bahasan : merupakan pokok bahasan dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuh area kompetensi. Materi tersebut dapat diuraikan lebih
lanjut sesuai bidang ilmu yang terkait, dan dipetakan sesuai dengan struktur
2. Daftar masalah : merupakan berbagai masalah yang akan dihadapi dokter layanan
primer. Oleh karena itu, institusi pendidikan kedokteran perlu memastikan bahwa
banding dari masalah yang dijumpai pada Daftar Masalah. Daftar penyakit ini
isi kurikulum. Pada setiap penyakit telah ditentukan tingkat kemampuan yang
dikuasai oleh dokter layanan primer di Indonesia. Pada setiap keterampilan telah
keterampilan klinis.
Keterampilan Klinis
Keterampilan klinis perlu dilatih sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
kesehatan. Daftar keterampilan klinis pada buku SKDI disusun dari lampiran Daftar
8
keterampilan klinis SKDI 2006 yang kemudian direvisi berdasarkan hasil survey dan
masukan dari pemangku kepentingan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan
divalidasi dengan metode focus group discussion (FGD) dan nominal group technique
(NGT) bersama para dokter dan pakar yang mewakili pemangku kepentingan.
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain
yang diakreditasi oleh organisasi profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di
luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan
pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi, dalam rangka memenuhi
Daftar Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi
institusi pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan
keterampilan minimal yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer. Daftar
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus
dicapai di akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows
9
Gambar 2. Pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller dan alternatif cara
mengujinya pada mahasiswa.
dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan
komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk
10
kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus
bawah supervisi
11
Dengan demikian di dalam Daftar Keterampilan Klinis ini tingkat kompetensi
Pada akhir proses program pendidikan dokter dilakukan uji kompetensi mahasiswa
yang bersifat nasional untuk memperoleh sertifikat profesi dari institusi pendidikan sesuai
Dokter Indonesia untuk memperoleh sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dalam
hal ini kolegium sesuai Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Perkonsil No.1 Tahun
2010.1,2,4
Pelaksanaan uji kompetensi sebagai bagian dari upaya standarisasi dan penjaminan
mutu, merupakan komponen kecil dari proses penjaminan mutu secara komprehensif.
12
Peningkatan dan penjaminan mutu merupakan proses yang komprehensif dan bagian utuh
yang tidak terpisahkan, yang dimulai dari proses input pada institusi pendidikan terkait,
proses yang terjadi pada kegiatan akademik meliputi standarisasi kualitas dosen,
berdasarkan sisdiknas. Oleh karena itu, pelaksanaan uji kompetensi Mahasiswa Program
Uji Kompetensi Dokter Indonesia telah dimulai sejak tahun 2007, diselenggarakan
atas kerjasama Kolegium Dokter Indonesia dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran
pelaksanaan uji kompetensi mengalami beberapa kali perubahan diantaranya dari metode
profesi dokter meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif yang bersifat nasional bagi
1. Menjamin lulusan program profesi dokter yang kompeten dan terstandar secara
nasional
2. Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan klinis serta etika profesi dan
13
5. Mempersiapkan lulusn program profesi dokter dalam menghadapi Masyarakat
1. Validitas
instrument peilaian terhadap hal yang harus diukur. Validitas uji kompetensi
meliputi sejauh mana soal uji kompetensi mencakup materi dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012. Validitas uji kompetensi ini terdiri dari
2. Reliabilitas
Uji ini dikatakan reliable jika uji tersebut dapat dipercaya, konsisten dan stabil.
Reliabilitas terdiri dari konsistensi internal suatu ujian, konsistensi hasil ujian bila
diujikan pada kelompok peserta yang berbeda, dan konsistensi penilaian oleh
3. Transparansi
Kriteria dan standar yang dipakai dalam uji kompetensi harus jelas dan dapat
4. Komparabilitas
Ujian seharusnya dilakukan dengan cara yang sama dan konsisten untuk seluruh
14
5. Fairness
Sistem penilaian dilakukan dengan kriteria yang jelas dan berlaku sama untuk
6. Akseptabilitas
7. Mampu laksana
Uji kompetensi harus mampu laksana baik dari segi waktu, pendanaan maupun
yang baik dapat memberikan efek positif terhadap proses belajar mengajar
dan institusi
OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara objektif dan
terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu. Objektif karena semua
mahasiswa diuji dengan ujian yang sama. Terstruktur karena yang diuji keterampilan
Selama ujian peserta berkeliling melalui beberapa station yang berurutan. Pada
masing-masing stasiun ada suatu tugas atau soal yang harus dilakukan/ didemonstrasikan
atau pertanyaan yang harus dijawab. Peserta akan diobservasi oleh penguji. Pada
beberapa station peserta juga dapat diuji mengenai kemampuan menginterpretasi data
15
atau materi klinik serta menjawab pertanyaan lisan. Setiap stasiun dibuat seperti kondisi
klinik yang mendekati kondisi klinik sebenarnya. Dalam OSCE penilaian berdasar pada
keputusan yang sifatnya menyeluruh dari berbagai komponen kompetensi. Setiap station
mempunyai materi uji yang spesifik. Semua peserta diuji terhadap materi klinik yang
Cetak biru OSCE merupakan susunan kasus yang diujikan dan menggambarkan
kemampuan yang diuji secara proporsional. Cetak biru menentukan materi ujian yang
diuji dengan memperhatikan keterwakilan sistem, lokasi, fokus kompetensi, serta kasus
OSCE didasarkan pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berisi materi dari
12 kategori yang masing-masing akan diujikan pada satu station soal, yaitu
Psychiatry.
16
METODE
gambaran umum dari nilai keterampilan klinis peserta OSCE UKMPPD Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Data yang digunakan adalah nilai peserta OSCE
UKMPPD pada periode Februari 2017. Jumlah sampel sebanyak 165 sesuai dengan
jumlah seluruh peserta OSCE UKMPPD. Nilai keterampilan klinis tiap peserta ujian
terdiri atas delapan nilai kompetensi, dimana nama kompetensi yang diuji diwakilkan
8=perilaku profesional.
Nilai yang digunakan merupakan nilai individu dan nilai maksimal. Nilai individu
merupakan nilai hasil kerja individu peserta ujian. Nilai maksimal adalah nilai tertinggi
yang bisa dicapai tiap peserta ujian pada tiap kompetensi, yang dihasilkan melalui
penjumlahan nilai tertinggi tiap kompetensi tersebut pada keseluruhan 12 station yang
diujikan. Station adalah jumlah soal yang diujikan pada OSCE UKMPPD yaitu sebanyak
6=75, kompetensi 7=57, kompetensi 8=39. Nilai selisih adalah selisih nilai maksimal dan
nilai rerata.
17
Penjabaran data berupa deskripsi karakteristik umum peserta ujian dan karakteristik
data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk rerata, data
kualitatif disajikan dalam bentuk frekuensi (persentase).4 Data kuantitatif yang diukur
adalah rerata nilai kedelapan kompetensi dari seluruh peserta ujian dan selisih nilai
maksimal dengan nilai rerata, Sedangkan data kualitatif yang diukur adalah jumlah
mahasiswa yang berada diatas dan dibawah nilai rerata, serta jumlah mahasiswa yang
18
HASIL
Data yang diolah merupakan nilai OSCE UKMPPD pada 165 peserta ujian.
Karakteristik umum peserta ujian terlihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat jumlah
sampel sebesar 165 peserta dengan sejumlah 163 (98.8%) peserta lulus ujian dan 2 (1.2%)
peserta tidak lulus ujian. Nilai mahasiswa yang tidak lulus tetap disertakan dalam
deskripsi data. Data yang didapatkan berupa nilai tiap peserta ujian pada tiap kompetensi
Nilai rerata dari kedelapan kompetensi terlihat pada Tabel 2. Melalui nilai maksimal
yang sudah didapatkan sebelumnya, didapatkan nilai selisih yaitu selisih nilai maksimal
Tabel 3. Jumlah mahasiswa berdasarkan nilai rerata dan selisih nilai individu dengan nilai
maksimal
19
Kompetensi Jumlah peserta
Nilai diatas Nilai dibawah Nilai individu sama dengan
rerata rerata nilai maksimal
(selisih=0)
1 88 (53.3%) 77 (46.7%) 20 (12.1%)
2 88 (53.3%) 77 (46.7%) 0 (0%)
3 81 (49.1%) 84 (50.9%) 2 (1.2%)
4 84 (50.9%) 81 (49.1%) 0 (0%)
5 96 (58.2%) 69 (41.8%) 10 (6.1%)
6 86 (52.1%) 79 (47.9%) 0 (0%)
7 74 (44.8%) 91 (55.2%) 1 (0.6%)
8 99 (60.0%) 66 (40.0%) 2 (1.2%)
Melalui Tabel 3, terlihat 2 kelompok jumlah peserta berdasarkan nilai rerata yaitu
kelompok dengan nilai diatas rerata dan kelompok dengan nilai dibawah rerata. Pada
Tabel 3, juga disajikan jumlah peserta yang mendapatkan nilai individu sama dengan
nilai maksimal (selisih nilai maksimal dan nilai individu=0) dalam bentuk nominal dan
persentase.
20
PEMBAHASAN
Penelitian ini melibatkan data dari 165 peserta ujian. Sebanyak 163 peserta
dinyatakan lulus dan 2 peserta dinyatakan tidak lulus. Seluruh data digunakan dalam
studi, termasuk nilai yang tidak lulus. Hal ini dikarenakan jumlah peserta tidak lulus
sangat kecil yaitu 1,2 % dari total seluruh peserta. Selain itu, penelitian ini bertujuan agar
Melalui nilai maksimal yang sudah diketahui sebelumnya, didapatkan nilai selisih
yang secara berurutan dari kompetensi satu sampai dengan delapan yaitu sebesar 4,5;
19.5; 9.9; 27.9; 8.1; 15; 6.8; dan 5.9. Berdasarkan nilai selisih, didapatkan urutan dari
Jika melihat urutan kompetensi berdasarkan nilai selisih, maka bisa disimpulkan
bahwa keterampilan klinis yang paling dikuasai oleh peserta ujian adalah kompetensi
anamnesis, dan yang paling lemah adalah kompetensi penentuan diagnosis dan diagnosis
banding. Anamnesis yang baik merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
seorang lulusan dokter, karena anamnesis hampir dapat membantu penegakan diagnosis
sampai dengan 80%. Bahkan beberapa sumber mengatakan jika anamnesis yang tepat,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan anamnesis yang baik belum
sesuai. Salah satu hal yang dapat menjadi faktor penyebabnya antara lain, kemampuan
melakukan pemeriksaan fisik dengan baik dan benar. Kemampuan ini merupakan bagian
21
dari kompetensi 2, yang menempati urutan ke 7 pada nilai selisih. Pemeriksaan fisik yang
baik dan benar tidak hanya mencakup bagaimana seorang dokter melakukan pemeriksaan
secara umum, tetapi juga melakukan pemeriksaan khusus yang ditujukan untuk mencari
mendiagnosa dan menyingkirkan diagnosis banding sesuai dengan hasil anamnesis yang
didapat. Kesalahan dalam pemilihan pemeriksaan fisik khusus dan kurangnya sensitifitas
Hal lain yang menunjang penentuan diagnosis dan diagnosis banding adalah
kompetensi 3 yaitu melakukan tes/prosedur klinik dan interpretasi data. Kompetensi ini
berada pada urutan ke 5 pada nilai selisih. Jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
sudah mengarah pada beberapa diagnosis, maka pemeriksaan penunjang dapat membantu
banding. Pemilihan pemeriksaan penunjang yang sesuai serta interpretasi dari hasil
pemeriksaan yang benar sangat penting untuk mendapatkan diagnosis klinis yang tepat
dan diagnosis banding sebagian besar berada pada urutan terakhir (urutan 5 dan 7) dari
pengukuran nilai selisih. Hal ini menunjukkan apa penyebab kompetensi 4 yaitu
kompetensi penentuan diagnosis dan diagnosis banding menjadi kompetensi yang paling
22
Melalui urutan nilai selisih, didapatkan juga tiga besar dengan nilai selisih terkecil
adalah kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi yang baik sangat
diperlukan pada saat melakukan anamnesis (kompetensi 1), berkomunikasi dan memberi
edukasi kepada pasien dan keluarga pasien (kompetensi 7) dan perilaku professional
(kompetensi 8). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian materi dan latihan yang
berhubungan dengan komunikasi kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat sudah
berjalan dengan baik. Area komunikasi efektif yang berhubungan dengan kompetensi
sesuai SKDI antara lain berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, berkomunikasi
Universitas Udayana memiliki kurikulum khusus untuk mengasah keterampilan ini yaitu
pada blok Medical Communication, yang diberikan pada mahasiswa semester 2 dengan
beban sebanyak 3 SKS (2 SKS teori dan 1 SKS praktikum). Penelitian lanjutan dapat
dilakukan untuk mencari apakah hasil kemampuan komunikasi yang baik yang terlihat
dari ke 3 kompetensi pada OSCE UKMPPD berhubungan dengan hasil penilaian saat
Melalui penentuan nilai rerata pada tiap kompetensi, didapatkan 2 kelompok yaitu
jumlah peserta yang memiliki nilai diatas dan dibawah rerata. Secara keseluruhan, jumlah
peserta pada kedua kelompok seimbang (40-60%) pada kedelapan kompetensi. Terdapat
6 kompetensi yang memiliki jumlah peserta pada kelompok dengan nilai diatas rerata
lebih banyak daripada nilai dibawah rerata. Keenam kompetensi tersebut yaitu
peserta kelompok dengan nilai diatas rerata lebih sedikit daripada nilai dibawah rerata.
Pada enam kompetensi yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, penentuan diagnosis dan
23
diagnosis banding, tatalaksana non farmakoterapi, tatalaksana farmakoterapi dan perilaku
profesional, mayoritas peserta ujian memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan rerata,
dapat diartikan pada keenam kompetensi tersebut, mayoritas peserta memiliki nilai yang
tinggi. Sedangkan pada kedua kompetensi yang lain yaitu kompetensi melakukan
tes/prosedur klinik dan interpretasi data, kelompok dengan jumlah dibawah rerata
memiliki jumlah peserta yang lebih banyak, dapat diartikan, mayoritas nilai berada pada
Jumlah peserta dengan nilai individu sama dengan nilai maksimal dari jumlah
terkecil sampai dengan terbesar secara berurutan yaitu kompetensi 2, kompetensi 4 dan
(6.1%) peserta, dan kompetensi 1 sebanyak 20 (12.1%) peserta. Melalui data ini dapat
terlihat bahwa kompetensi yang paling dikuasai oleh mayoritas peserta ujian adalah
anamnesis. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan saat menghitung nilai selisih.
memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan kompetensi ini, selain tentunya materi
khusus komunikasi yang didapat pada blok Medical Communication. Anamnesis yang
dinilai pada ujian OSCE UKMPPD tidak hanya anamnesis umum, tetapi juga anamnesis
khusus untuk mencari patognomosis yang terdapat pada penyakit atau kondisi pasien.
Urutan kedua terbanyak dengan nilai individu sama dengan nilai maksimal yaitu
24
tes/prosedur klinik atau interpretasi data, kompetensi perilaku profesional, kemudian
memiliki jumlah peserta 0 yang memiliki nilai sama dengan nilai maksimal. Hal ini
berarti peserta ujian memiliki kelemahan paling besar pada ketiga kompetensi ini. Ketiga
kompetensi tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya yaitu kemampuan
kognitif dari peserta. Seberapa luas pengetahuan yang diketahui dan pengalaman yang
kemampuan peserta dalam meningkatkan kompetensi. Metode pembelajaran saat ini yang
mahasiswa untuk mencari tahu materi yang dipelajari selama masa studinya.
Selain faktor internal seperti kognitif dan motivasi belajar, faktor eksternal juga
klinis berupa pemeriksaan fisik dipelajari dan dilatih sesuai standar SKDI melalui metode
Basic Clinical Skill (BCS) yang terintegrasi dengan semua blok. Pemberian BCS sangat
berpengaruh pada hasil OSCE, karena pada saat BCS, mahasiswa akan melihat dan
melakukan praktik langsung dengan kondisi yang dibuat sesuai dengan OSCE. Akan
tetapi, terdapat beberapa keterbatasan pada pelaksanaannya, yang membuat BCS tidak
terlihat pada saat mahasiswa menjadi peserta OSCE. Beberapa keterbatasan pelaksanaan
BCS menyangkut sumber daya manusia (pengajar) yang jumlahnya kurang jika
tidak optimal. Keterbatasan lain berupa kurangnya alat medis peraga sehingga suasana
25
BCS kurang mendekati kenyataan dan mahasiswa kurang dapat melakukan prosedur
merupakan kompetensi yang paling dikuasai oleh peserta ujian. Kompetensi yang
kedua kompetensi dengan penguasaan tertinggi dan terendah sehingga dapat dicari solusi
26
KESIMPULAN
Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh setiap lulusan dokter. Keterampilan klinis harus dilatih dari awal
Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu teknik untuk menguji keterampilan
diberikan dan dilatih sejak awal hingga akhir masa pendidikan baik pada blok umum
maupun blok khusus yaitu Medical Communication. Sedangkan kompetensi yang paling
fisik) juga merupakan salah satu kompetensi dengan penguasaan terendah. Faktor internal
dan eksternal berpengaruh pada penguasaan materi. Faktor internal seperti kognitif dan
motivasi peserta ujian saat pendidikan, sedangkan faktor eksternal yaitu pelaksanaan
proses pendidikan. Pelaksanaan BCS yang kurang optimal baik karena kurangnya sumber
daya pengajar (tingginya perbandingan jumlah pengajar dan jumlah mahasiswa) serta
pemeriksaan fisik.
membentuk satu karakter lulusan dokter yang mampu memberikan pelayanan terbaik
dalam praktik kesehariannya. Sehingga perlu dilakukan perbaikan baik pada sistem
maupun sumber daya agar semua kompetensi keterampilan klinis dapat diberikan dan
27
DAFTAR PUSTAKA
28