DISUSUN OLEH :
dr. DWI SEPTIADI BADRI
PENDAMPING :
dr. NURUL FAJRI KURNIATI
dr. MOH HERMAN SYAHRUDIN
Obyektif Presentasi:
Deskripsi:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan berdebar debar sejak 3 tahun yan lalu. Nyeri dirasa hilang timbul kadang
dipengaruhi aktivitas kadang tidak dipengaruhi aktivitas. Pasien mengatakan nyeri berasal dari jantung pasien yang
bermasalah. Pasien mengaku memiliki penyakit jantung sejak tahun 2014. Pasien yakin bahwa penyakit jantung ini disebabkan oleh
suatu kekuatan sihir dari luar. Pasien mengatakan bahwa pada awal tahun 2014 saat dia sedang berdzikir di kediamanya di Yogyakarta tiba
Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal dan konsultasi dengan spesialis penyakit dalam, sepesialis jantung dan spesialis
jiwa
Nama klinik: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 6 April 2017
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Autoanamnesis
Pasien diwawancara pada tanggal 7 April 2017 di bangsal Paviliun RST dr Asmir. Pasien mengenakan baju kotak-kotak dan celana
pendek, rambut rapi, kuku tidak terlalu panjang, perawatan diri cukup baik dan dilakukan sendiri tanpa bantuan. Saat diajak berbicara pasien
dapat memperkenalkan diri bernama Tn. I, berusia 39 tahun dan tinggal di Salatiga. Pasien menjawab pertanyaan dengan volume suara yang
Alloanamnesis
Wawancara dilakukan terhadap keluarga pasien, yakni ibu pasien Ny. I usia 60 tahun yang tinggal serumah dengan pasien. Ny I bercerita
bahwa pasien dibawa ke RST Salatiga sejak 6 April 2017 karena pasien merasa sering berdebar namun telah periksa ke berbagai dokter dan
semua dokter mengatakan pasien baik baik saja. Menurut Ny. I pasien merupakan pribadi yang cukup terbuka, cukup mudah bergaul, namun
kadang suka memendam masalah sendiri dan tidak diceritakan ke keluarganya. Ny. I juga mengatakan pasien merupakan orang yang
berkeinginan kuat, bila pasien ingin mendapatkan suatu nilai sempurna pasien akan terus bekerja sampai kadang lupa waktu. Ny. I
mengatakan hubungan pasien dan ayahnya tidak baik, sampai sekarang jarang sekali berkomunikasi karena sering berbeda pendapat.
Saat ditanya mengenai keluarga, Ny. I mengatakan bahwa selama ini pasien tinggal di rumah bersama dia. Dulu ayahnya sempat tinggal
serumah dengan mereka namun karena pasien dan ayahnya sering berdebat ayahnya tingga di rumah lain di Salatiga namun beberapa kali
sering berkunjung. Ketika ditanyakan perihal pasien masih sering kontak dengan ayahnya Ny I menyangkal karena pasien memang jarang
sekali bahkah akhir akhir ini tidak pernah berkomunikasi secara baik dengan ayahnya. Saat ditanya masalah kejadian yang menimpa pasien
di Yogyakarta Ny. I mengatkan bahwa ia percaya terhadap kejadian itu meskipun tidak ada buktinya. Ny. I juga menceritakan memang benar
ada seorang dukun yang tidak suka dengan keluarganya dan Ny.I juga sempat berpikir bahwa penyakit yang diderita pasien memang karena
dukun tersebut karena pasien sudah dibawa ke berbagai dokter namun tidak ada hasilnya, karena itu Ny. I juga membawa pasien ke orang
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat asma (-)
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama ibunya. Pasien berobat dengan biaya sendiri
7. Pemeriksaan fisik
A. Pemeriksaan Umum
P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba
m. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
n. Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema (-)
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium darah
b. Pemeriksaan EKG
1. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
2. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75
3. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
4. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.
5. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008. www.emedicine.com
6. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008. www.mitrariset.blogspot.com
7. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008. www.sidenreng.com
Hasil Pembelajaran:
1. Subjektif :
a. KELUHAN UTAMA : pasien merasa menderita penyakit jantung
b. GEJALA KLINIS
Nyeri dada dan berdebar debar sejak 3 tahun yang lalu hilang timbul kadang dipengaruhi aktivitas kadang tidak
dipengaruhi aktivitas.
Pasien meyakini nyeri berasal dari jantung pasien yang bermasalah dan pasien yakin bahwa penyakit jantung ini
disebabkan oleh suatu kekuatan sihir dari luar.
Sering berkeringat (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), gelisah (+), dan susah memulai tidur (+)
Sudah berobat keberbagai macam dokter namun belum sembuh
2. Objektif :
a. VITAL SIGN
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 94x/menit, reguler
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dalam batas normal
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dalam batas normal
3. Assesment :
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan
dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
Pasien Tn. I berusia 39 tahun merasa dirinya menderita penyakit jantung. Pasien merasa sering berdebar-debar, sesak, berkeringat, sakit
kepala, gelisah, dan susah tidur. Secara patofisiologi gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua
faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas
akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi
hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan
merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan
peningkatan renin plasma, angiotensin II, dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan
4. Plan :
a. Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
F45.0 Gangguan somatisasi
F45.2 Gangguan hipokondrik
- Axis II : F 60.1 Gangguan kepribadian skizoid
- Axis III : Tidak ada diagnosis
- Axis IV : Masalah keluarga
Masalah lingkungan sosial
- Axis V : GAF 80-71
b. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD :
- Pasang O2 2-3 lpm nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Omeprazol 1 x 4 mg
Per Oral:
Penatalaksanaan di bangsal :
FOLLOW UP
Subyektif Cemas (+), Sesak (+), Cemas (+), Sesak berkurang, Cemas (+), Sesak berkurang, Cemas (+), Sesak berkurang,
Nyeri dada (+), Perut tidak Nyeri dada berkurang Nyeri dada berkurang Nyeri dada berkurang, kadang
nyaman (+) merasa berdebar
Objektif Vital sign : Vital sign : Vital sign : Vital sign :
- TD : 140/90 - TD : 130/90 - TD : 120/90 - TD : 130/80
- N : 87 x/mnt - N : 90 x/mnt - N : 82 x/mnt - N : 92 x/mnt
- RR : 24 x/mnt - RR : 22 x/mnt - RR : 22 x/mnt - RR : 22 x/mnt
- T : 36.5C - T : 36.4C - T : 36.8C - T : 36.5C
Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn
Planning Awasi keadaan umum dan TTV Awasi keadaan umum dan TTV, Awasi keadaan umum dan TTV, Awasi keadaan umum dan TTV,
Konsul ke spesialis interna, psikoterapi psikoterapi psikoterapi
jantung, dan jiwa
11 April 2017
- Clobazam 2x10 mg
- Omeprazol 2x1
- Clopidogrel 1x1
- Diltiazem 0-0-30mg
c. Observasi
Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital, klinis pasien, dan evaluasi pengobatan.
d. Edukasi
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, terutama penyebab dan komplikasi yang dapat timbul termasuk dalam pemberian
psikoterapi
1. DEFINISI
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini
dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan
berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan
yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya
tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu
aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang
berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.
2. EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara
perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup
tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.
3. ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut
antara lain :
a. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali
kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk
mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi
tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami
kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan
muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup.
Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara
psikodinamik dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada
beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.
b. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang
gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model
pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua
cemas.
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi
untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan
bioterorisme.
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal
yang negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri
untuk menghadapi ancaman.
e. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot
(misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk mempelajari kecemasan adalah tes
konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan
listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain
(misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.
c. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal
otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan
kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama
terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak,
dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon
ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk
membentuk respon ketakutan.
d. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan.
Berbagai hasil test pada stres akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan
hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki
efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu
e. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA
pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,
benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat obat golongan
benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin,
flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para
peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,
meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.
4. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
a. Gejala somatik
5. DIAGNOSIS
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang
menonjol.
6. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat.Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang
terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan
obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.
Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya.
Sebagai akibat, obyek atau situasi tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.
Gangguan obsesif kompulsif
Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu
untuk menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan atau membahayakan.
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya.
Hipokondriasis
7. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
1) Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons
terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan.
Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi
efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain :
Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv), broadspectrum
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-
pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
2) Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik.
Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin
setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
b. Psikoterapi
1) Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-
respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi
kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat
mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang
pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang
dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala
somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self
pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
8. PROGNOSIS
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh
usia, onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya beberapa peristiwa negatif dalam kehidupan
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu
keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini
berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan
dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.