Anda di halaman 1dari 31

B

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Nama Peserta:dr.Dwi Septiadi Badri
Nama Wahana: RST dr. Asmir Salatiga
Topik: Gangguan Cemas Menyeluruh
Tanggal (kasus): 7 April 2017
Nama Pasien:Tn. I / 39 tahun No. RM: 083700
Nama Pendamping: dr. Nurul Fajri Kurniati
Tanggal Presentasi: -
dr. Moh Herman Syahrudin
Tempat Presentasi:RST dr. Asmir Salatiga
Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan berdebar debar sejak 3 tahun yan lalu. Nyeri dirasa hilang timbul kadang
dipengaruhi aktivitas kadang tidak dipengaruhi aktivitas. Pasien mengatakan nyeri berasal dari jantung pasien yang
bermasalah. Pasien mengaku memiliki penyakit jantung sejak tahun 2014. Pasien yakin bahwa penyakit jantung ini disebabkan
oleh suatu kekuatan sihir dari luar. Pasien mengatakan bahwa pada awal tahun 2014 saat dia sedang berdzikir di kediamanya di Yogyakarta
tiba tiba ada suatu kekuatan yang membuat pasien terbang melayang lalu menghempaskan pasien ke pintu, semenjak itu pasien sering
merasa berdebar debar dan sesak di dada yang pasien yakini itu adalah penyakit jantung. Pasien sudah berobat ke beberapa dokter dan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


hasilnya dikatakan normal oleh semua dokter tersebut. Pasien percaya bahwa penyakit ini disebabkan karena dukun yang tidak suka
terhadap keluarganya. Pasien juga mengeluh tidak berdaya terhadap penyakit yang dideritanya sehingga pasien merasa lemas.
Tujuan:

Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal dan konsultasi dengan spesialis penyakit dalam, sepesialis jantung dan spesialis
jiwa

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Tn. I Nomor Registrasi: 083700

Nama klinik: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 6 April 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Autoanamnesis

Pasien diwawancara pada tanggal 7 April 2017 di bangsal Paviliun RST dr Asmir. Pasien mengenakan baju kotak-kotak dan celana
pendek, rambut rapi, kuku tidak terlalu panjang, perawatan diri cukup baik dan dilakukan sendiri tanpa bantuan. Saat diajak berbicara
pasien dapat memperkenalkan diri bernama Tn. I, berusia 39 tahun dan tinggal di Salatiga. Pasien menjawab pertanyaan dengan volume
suara yang cukup, intonasi dan artikulasi jelas. Pasien dapat diajak berkomunikasi dengan baik, kontak mata cukup adekuat, dan menjawab
semua pertanyaan dengan sikap yang kooperatif.
Ketika pasien ditanya kabar hari ini pasien mengatakan dirinya biasa saja tidak senang dan tidak sedih dengan ekspresi yang biasa
saja. Saat ditanya saat ini sedang berada dimana pasien menjawab di rumah sakit. Saat ditanya pagi atau sore pasien menjawab sore. Saat

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


ditanya mengapa pasien dibawa ke RS pasien mengatakan bahwa pasien dibawa ke RS karena pasien merasa mempunyai penyakit jantung.
Saat ditanya siapa yang mengantar ke RS pasien menjawab ia diantar oleh ibunya.
Pasien mengatakan dia memiliki suatu penyakit jantung yang dirasa sejak tahun 2014. Pasien yakin bahwa penyakit jantung ini
disebabkan oleh suatu kekuatan sihir dari luar. Pasien mengatakan bahwa pada awal tahun 2014 saat dia sedang berdzikir di kediamanya di
Yogyakarta tiba tiba ada suatu kekuatan yang membuat pasien terbang melayang lalu menghempaskan pasien ke pintu, semenjak itu pasien
sering merasa berdebar debar dan sesak di dada yang pasien yakini itu adalah penyakit jantung. Pasien juga kadang sering berkeringat, sakit
kepala, gelisah, nyeri ulu hati, dan susah tidur. Pasien mengatakan bahwa dia sudah berobat ke beberapa orang pintar dan salah satu orang
pintar itu mengatakan bahwa penyebab penyakit yang diderita oleh pasien adalah karena dukun yang tinggal di dekat rumahnya di salatiga,
sampai sekarang pasien masih meyakini bahwa dukun itu yang menyebabkan penyakitnya ini, pasien mengatakan tidak berdaya terhadap
kekuatan dukun tersebut. Pasien mengatakan bahwa motivasi dukun tersebut adalah karena dukun tersebut tidak suka pada keluarga pasien.
Pasien juga mengatakan bahwa dukun tersebut pernah mensantet adeknya agar tidak bias mendapatkan jodoh. Semenjak tahun 2014 pasien
sempat mengkonsumsi obat alprazolam selama 4 bulan dan menjadi tergantung terhadap obat tersebut
Pasien bercerita bahwa hubungan dengan keluarganya baik baik saja, Namun pasien merasa lebih dekat dengan ibunya. Pasien sering
merasa jengkel terhadap ayahnya karena ayahnya sangat egois dan selalu ingin menang sendiri. Namun hubungan pasien dengan ayahnya
sampai sekarang masih baik baik saja tidak ada rasa dendam.
Saat sekolah pasien mengaku prestasinya cukup baik. Pasien mengatakan sekolah SD sampai SMA di Salatiga, kemudian pasien
mendaftar di UNDIP untuk jurusan tekhnik sipil dan lulus dengan nilai yang baik. Kemudian pasien bekerja di Jakarta selama beberapa
tahun lalu mengambil kuliah S2 di UGM untuk jurusan tekhnik sipil pengairan sampai saat ini. Pasien sekarang dalam tahap menyelesaikan
tugas akhirnya dan terhambat karena penyakitnya. Pasien mengatakan bahwa dia sangat ingin sekali mendapatkan IPK yang sempurna
yaitu 4.0, tapi karena penyakit yang dideritanya IPK pasien menjadi turun tetapi pasien tidak begitu menyesal karena pasien merasa ini
disebabkan oleh penyakit jantungnya. Pasien mempunyai hobi memancing, namun sekarang juga sudah tidak pernah memancing lagi
karena penyakit yang dideritanya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


Alloanamnesis
Wawancara dilakukan terhadap keluarga pasien, yakni ibu pasien Ny. I usia 60 tahun yang tinggal serumah dengan pasien. Ny I
bercerita bahwa pasien dibawa ke RST Salatiga sejak 6 April 2017 karena pasien merasa sering berdebar namun telah periksa ke berbagai
dokter dan semua dokter mengatakan pasien baik baik saja. Menurut Ny. I pasien merupakan pribadi yang cukup terbuka, cukup mudah
bergaul, namun kadang suka memendam masalah sendiri dan tidak diceritakan ke keluarganya. Ny. I juga mengatakan pasien merupakan
orang yang berkeinginan kuat, bila pasien ingin mendapatkan suatu nilai sempurna pasien akan terus bekerja sampai kadang lupa waktu.
Ny. I mengatakan hubungan pasien dan ayahnya tidak baik, sampai sekarang jarang sekali berkomunikasi karena sering berbeda pendapat.
Saat ditanya mengenai keluarga, Ny. I mengatakan bahwa selama ini pasien tinggal di rumah bersama dia. Dulu ayahnya sempat
tinggal serumah dengan mereka namun karena pasien dan ayahnya sering berdebat ayahnya tingga di rumah lain di Salatiga namun
beberapa kali sering berkunjung. Ketika ditanyakan perihal pasien masih sering kontak dengan ayahnya Ny I menyangkal karena pasien
memang jarang sekali bahkah akhir akhir ini tidak pernah berkomunikasi secara baik dengan ayahnya. Saat ditanya masalah kejadian yang
menimpa pasien di Yogyakarta Ny. I mengatkan bahwa ia percaya terhadap kejadian itu meskipun tidak ada buktinya. Ny. I juga
menceritakan memang benar ada seorang dukun yang tidak suka dengan keluarganya dan Ny.I juga sempat berpikir bahwa penyakit yang
diderita pasien memang karena dukun tersebut karena pasien sudah dibawa ke berbagai dokter namun tidak ada hasilnya, karena itu Ny. I
juga membawa pasien ke orang pintar untuk diobati namun juga tidak ada haislnya. Namun Ny. I juga sadar sebenarnya pasien tidak sakit
jantung sama sekali maka dari itu akhirnya Ny. I memutuskan untuk mengkonsultasikan pasien ke dokter jiwa.
Ny. I mengatakan bahwa pasien merupakan tamatan S1 di UNDIP jurusan tekhnik sipil. Saat SD sampai SMA pasien sangat pintar
dan berprestasi. Saat kuliah pun pasien mendapatkan nilai yang sangat memuaskan. Setelah kuliah pasien sempat bekerja di Jakarta, Ny. I
mengatakan di sana pasien sempat punya masalah dengan atasanya karena atasanya kurang suka terhadap pasien. Saat ini pasien sedang
mengambil jurusan S2 di UGM jurusan tekhnik sipil pengairan dan dalam tahap ujian akhir, ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlalu
memikirkan ujian akhir tersebut karena sangat terobsesi untuk mendapatkan IPK sempurna.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


Ny. I mengatakan bahwa pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Ny. I mengatakan pasien sekarang memang
sedang banyak sekali pikiran yaitu ujian akhir kuliahnya, masalah dengan ayahnya, rumahnya yang akan digusur, dan ketakutanya akan
dukun yang ingin mencelakainya.
2. Riwayat Pengobatan: Riwayat sakit serupa (-)

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat asma (-)

4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (disangkal)

5. Riwayat Pekerjaan : Swasta

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama ibunya. Pasien berobat dengan biaya sendiri

7. Pemeriksaan fisik

A. Pemeriksaan Umum

a. KU : Baik, status gizi kesan cukup


b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tekanan darah : 140/80mmHg
d. Nadi : 94 kali/menit
e. Nafas : 24 kali/menit
f. Suhu : 36,8 C (per aksiler)
g. Kepala : Simetris, mesosefal
h. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
i. Mulut & Tenggorokan: Mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-)
j. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat
k. Thoraks :

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


cor I : ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat


P: batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale IV 2 cm medial linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah: spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
A : Bunyi jantung I-II, intensitas meningkat, reguler, bising (-), gallop (-)
pulmo I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
l. Abdomen :

I : Dinding perut // dinding dada

A: Bising usus (+) normal

P: Timpani, ascites (-)

P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba

m. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
n. Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema (-)

B. Pemeriksaan Status Mentalis

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


a. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan : Pasien adalah seorang laki-laki usia 39 tahun, penampilan sesuai umur, perawatan diri baik, rambut pendek,
kulit sawo matang.
2. Pembicaraan : Spontan, volume dan intonasi cukup, artikulasi jelas, menjawab pertanyaan saat ditanya.
3. Psikomotor : normoaktif
4. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif, kontak mata (+) adekuat
b. KESADARAN
1. Kuantitatif : compos mentis, GCS E4V5M6
c. ALAM PERASAAN
1. Mood : eutimik
2. Afek : tumpul
3. Keserasian : tidak serasi
4. Empati : tidak dapat diraba-rasakan
d. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Derealisasi : tidak ada
4. Depersonalisasi : tidak ada
e. PROSES PIKIR
1. Bentuk : tidak logis
2. Isi : ide (gagasan) bahwa dirinya sedang di celakai oleh dukun dan ide (gagasan) bahwa pasien menderita
suatu penyakit jantung
3. Arus : koheren.
f. KESADARAN DAN KOGNISI
1. Orientasi
a. Orang : baik, pasien mengenali orang sekitarnya
b. Tempat : baik, pasien mengetahui sedang berada di rumah sakit
c. Waktu : baik, pasien menyebutkan hari dan waktu saat diperiksa
d. Situasi : baik, pasien dapat menjelaskan situasi dengan baik.
2. Daya Ingat

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


a. Jangka segera : baik, pasien mampu mengingat nama pemeriksa yang disebutkan di awal pembicaraan
b. Jangka pendek : baik, pasien mampu menyebutkan apa yang pasien makan pada saat sarapan
c. Jangka panjang : baik, pasien mengatakan alamat rumah, siapa yang mengantar ke RS, dan mengingat masa
sekolahnya dulu.
3. Kemampuan abstrak : baik
4. Kemampuan visuospatial : baik
5. Daya konsentrasi dan perhatian
a. Konsentrasi : baik
b. Perhatian : baik
6. Kemampuan menolong diri : baik, pasien dapat makan, mandi, dan merawat diri sendiri dengan baik
g. DAYA NILAI
1. Realita : terganggu
2. Sosial : baik
h. TILIKAN DIRI : derajat III
i. RELIABILITAS : informasi yang diutarakan pasien dapat dipercaya.

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium darah


Pemeriksaan 3/4/2017 Harga normal Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 15.8 13.0 16.0 g/dl
Hematokrit 49.0 37.0 48.0
Eritrosit 5.36 3.50 5.00 106/l
Leukosit 9.80 4.0 10.0 103/l
Trombosit 217 150 450 103/l
MCV 91.4 80.0 97.0 Fl
MCH 29.5 26.0 36.0 Pq
MCHC 32.3 31.0 37.0 g/Dl
KIMIA KLINIK
HDL kolesterol 39.8 >60 mg/dL
LDL kolesterol 84.0 <100 mg/dL
Kolesterol total BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANGmg/dL
150 < 200 PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9
Trigliserida 131 <200 mg/dL
Asam urat 5.38 <7 mg/Dl
b. Pemeriksaan EKG

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


Daftar Pustaka:

1. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
2. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75
3. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
4. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.
5. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008. www.emedicine.com
6. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008. www.mitrariset.blogspot.com
7. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008. www.sidenreng.com
8. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.
Hal. 12
9. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atmajaya. Hal 74-75

Hasil Pembelajaran:

1. Membuat diagnosis kerja Gangguan cemas menyeluruh


2. Menyingkirkan diagnosis banding penyakit organik
3. Melakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam, spesialis jantung dan sepesialis jiwa untuk tatalaksana lebih lanjut
4. Edukasi tentang penyakit yang diderita pasien serta dampaknya ke kehidupan sosial
5. Motivasi untuk kepatuhan kontrol vital sign setelah rawat inap.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
a. KELUHAN UTAMA : pasien merasa menderita penyakit jantung
b. GEJALA KLINIS
Nyeri dada dan berdebar debar sejak 3 tahun yang lalu hilang timbul kadang dipengaruhi aktivitas kadang tidak
dipengaruhi aktivitas.
Pasien meyakini nyeri berasal dari jantung pasien yang bermasalah dan pasien yakin bahwa penyakit jantung ini
disebabkan oleh suatu kekuatan sihir dari luar.
Sering berkeringat (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), gelisah (+), dan susah memulai tidur (+)
Sudah berobat keberbagai macam dokter namun belum sembuh

2. Objektif :

a. VITAL SIGN
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 94x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Suhu : 36,5C

b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dalam batas normal

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dalam batas normal

3. Assesment :
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan
sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan
sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
Pasien Tn. I berusia 39 tahun merasa dirinya menderita penyakit jantung. Pasien merasa sering berdebar-debar, sesak, berkeringat,
sakit kepala, gelisah, dan susah tidur. Secara patofisiologi gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.
Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance).
Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang
menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon
tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II, dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13


anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin
terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan
anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Serotonin disintesis SSP di mana ia memiliki berbagai
fungsi, termasuk regulasi suasana hati, selera makan, tidur, kontraksi otot, dan beberapa fungsi kognitif. Maka dari itu pasien juga mengalami
gangguan tidur dimana pasien kesulitan untuk memulai tidur (early insomnia).
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR

a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan,
tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak
terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidakmemuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas
perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata
selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi
medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan
perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut:
a. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)
b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya);
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering dan sebagainya).
c. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang
yang menonjol.
d. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas
fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
Dengan berpacu terhadap kriteria di atas pasien dapat didiagnosis dengan gangguan cemas menyeluruh. Penyebab dari keluhan
pasien adalah kemungkinan pasien terlalu terpacu terhadap pikiran bahwa pasien telah dicelakai oleh dukun sehingga pasien memiliki

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


penyakit jantung serta masalah sosial dan lingkungan seperti masalah dengan ayahnya, masalah kuliah, serta beberapa masalah lain yang
mungkin belum diceritakan oleh pasien.

4. Plan :
a. Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
F45.0 Gangguan somatisasi
F45.2 Gangguan hipokondrik
- Axis II : F 60.1 Gangguan kepribadian skizoid
- Axis III : Tidak ada diagnosis
- Axis IV : Masalah keluarga
Masalah lingkungan sosial
- Axis V : GAF 80-71

b. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD :
- Pasang O2 2-3 lpm nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Omeprazol 1 x 4 mg

Per Oral:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


- Trizedon MR 2x35mg
- Clobazam 1x10 mg

Penatalaksanaan di bangsal :
FOLLOW UP

7 April 2017 8 April 2017 9 April 2017 10 April 2017

Subyektif Cemas (+), Sesak (+), Cemas (+), Sesak berkurang, Cemas (+), Sesak berkurang, Cemas (+), Sesak berkurang,
Nyeri dada (+), Perut tidak Nyeri dada berkurang Nyeri dada berkurang Nyeri dada berkurang, kadang
nyaman (+) merasa berdebar
Objektif Vital sign : Vital sign : Vital sign : Vital sign :
- TD : 140/90 - TD : 130/90 - TD : 120/90 - TD : 130/80
- N : 87 x/mnt - N : 90 x/mnt - N : 82 x/mnt - N : 92 x/mnt
- RR : 24 x/mnt - RR : 22 x/mnt - RR : 22 x/mnt - RR : 22 x/mnt
- T : 36.5C - T : 36.4C - T : 36.8C - T : 36.5C

Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn Pemeriksaan fisik dbn

Assesment Atypical chestpain Atypical chestpain Atypical chestpain Atypical chestpain


Gangguan Cemas Menyeluruh Gangguan Cemas Menyeluruh Gangguan Cemas Menyeluruh Gangguan Cemas Menyeluruh
Hipokondriasis Hipokondriasis Hipokondriasis Hipokondriasis

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


Terapi - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm - Aff IVFD
- Drip Cernevit dalam 500 CC - Drip Cernevit dalam 500 CC - Drip Cernevit dalam 500 CC
RL/flabot RL/flabot RL/flabot Peroral:
- Inj. Omeprazol 1 x 4 mg - Inj. Omeprazol 1 x 4 mg - Inj. Omeprazol 1 x 4 mg
- Clobazam 2x10 mg
11Peroral:
April 2017 Peroral: Peroral: - Omeprazol 2x1
- Clopidogrel 1x1
- Trizedon MR 2x35mg - Trizedon MR 1x35mg - Trizedon MR 1x35mg
Subyektif Cemas (+), Sesak berkurang, - Diltiazem 0-0-30mg
- Clobazam 1x10 mg - Clopidogrel 1x1 - Clopidogrel 1x1
Nyeri dada berkurang
- Clobazam 2x10 mg - Clobazam 2x10 mg
Objektif Vital sign :
Planning Awasi keadaan umum dan TTV Awasi keadaan umum dan TTV, Awasi keadaan umum dan TTV, Awasi keadaan umum dan TTV,
- TD : 140/80
Konsul ke spesialis interna, psikoterapi psikoterapi psikoterapi
- Njantung,
: 80 x/mnt
dan jiwa
- RR : 22 x/mnt
- T : 36.5C

Pemeriksaan fisik dbn

c. Observasi
Assesment Atypical chestpain
Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital, klinis pasien, dan evaluasi pengobatan.
Gangguan Cemas Menyeluruh
Hipokondriasis
d. Edukasi
Terapi Peroral:
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, terutama penyebab dan komplikasi
- Clobazam 2x10 mg yang dapat timbul termasuk dalam pemberian psikoterapi
- Omeprazol 2x1
- Clopidogrel 1x1
- Diltiazem 0-0-30mg

Planning Pasien boleh pulang, selanjutnya


kontrol ke poli spesialis jiwa
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18
e. Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan bagian spesialis jiwa untuk penanganan utama dan konsultasi ke spesialis
penyakit dalam dan spesialis jantung untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit organik yang diyakini pasien

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan
dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi
ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan
berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya
tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu
aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang
berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.

2. EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara
perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup
tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.

3. ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori
tersebut antara lain :
Kontribusi Ilmu Psikologi

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20


Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan.
Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.

a. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali
kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk
mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi
tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami
kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan
muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup.
Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah
wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan
dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.

b. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik,
seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar.
Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan,
seperti orang tua cemas.

c. Teori eksistensial

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21


Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi
untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan
bioterorisme.

d. Teori kognitif-perilaku

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal
yang negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan
diri untuk menghadapi ancaman.

e. Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Kontribusi Ilmu Biologi

a. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot
(misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).

b. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk mempelajari kecemasan adalah

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22


tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya,
sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat
lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.

c. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal
otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan
kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik
terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik,
batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan
respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan
untuk membentuk respon ketakutan.

d. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan.
Berbagai hasil test pada stres akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks prefrontal, amigdala,
dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik
memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar),
suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan
antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel sel yang
menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa
meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 23


menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik
halusinogen dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait
dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.

e. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas
GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,
benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat obat
golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis
benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah
membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor
GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.

4. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.

a. Gejala somatik

Gemetar
Nyeri punggung dan nyeri kepala
Ketegangan otot
Napas pendek, hiperventilasi
Mudah lelah, sering kaget
Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
Parestesia

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24


Sulit menelan
b. Gejala psikologik
Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
Sulit konsentrasi
Insomnia
Libido menurun
Rasa mual di perut
Hipervigilance (siaga berlebih)
Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan
darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu
dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan
peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf
otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis
sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus
meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan anxietas
menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-
hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan
reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-
HT2 akan meningkatkan tekanan darah.

5. DIAGNOSIS

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 25


Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR:
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidakmemuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi
(seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan),
penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres
pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi
medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan
perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut:
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 26


Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang
menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-),
gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

6. DIAGNOSIS BANDING

Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan
dengan penggunaan zat.Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus
menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan
anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan
yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia,
gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.
Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak
membahayakannya. Sebagai akibat, obyek atau situasi tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.
Gangguan obsesif kompulsif

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 27


Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu
untuk menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan atau membahayakan.
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya.
Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.
Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien,
sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

7. PENATALAKSANAAN
a.Farmakoterapi
1) Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons
terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan.
Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin
meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam
golongan Benzodiazepin antara lain :
Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv), broadspectrum
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-
pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai
anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 28


Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai
anti-anxietas.
Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik, onset of action lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.

2) Non-benzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik.
Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin
setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.

b. Psikoterapi
1) Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-
respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan
dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku,
mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 29


2) Terapi suportif

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

3) Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self
pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat
diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.

8. PROGNOSIS

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh
usia, onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya beberapa peristiwa negatif dalam kehidupan
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu
keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini
berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan
dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja
atau dalam interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan,
kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 30


dalam menanggapi kenyataan, pengendalian diri dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan masyarakat, kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi
lebih baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan
lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-
gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis
akan menjadi lebih jelek.
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan
cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari
lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat
penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita
misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 31

Anda mungkin juga menyukai