REFLEKSI KASUS
Disusun Oleh :
H1A320042
Pembimbing :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Refleksi kasus yang berjudul “Skizofrenia Paranoid dengan Extrapyramidal Syndrome” ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Agustine Mahardika, M.Biomed.,
Sp.KJ selaku pembimbing refleksi kasus karena telah memberikan masukan dan saran dalam
penyelesaian tugas.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktik sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : HH
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan Terakhir : S1
Status : Menikah
B. Riwayat Psikiatri
Autoanamnesis dengan pasien tanggal 11 Maret 2021 pukul 10.00 WITA di Bangsal Kenanga,
C. Keluhan Utama
Gelisah
D. Keluhan Penyerta
Pasien mengeluhkan badan kaku, air liur yang banyak, dan merasa sulit tidur selama tiga hari
dengan keluhan gelisah, badan kaku, air liur berlebih, dan sulit tidur selama tiga hari. Pasien
dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma sejak tanggal 6 Maret 2021. Pasien sebelumnya sudah
pernah dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma pada tahun 2015 dan 2017. Pasien pertama kali
didiagnosis dengan Skizofrenia Paranoid pada tahun 2015. Menurut suami pasien, hal ini dipicu
oleh karena keributan yang ada di sekitar rumah pasien ketika masa pilkada dan sering terjadi
perkelahian di depan rumah pasien. Pasien awalnya mengaku memiliki halusinasi auditorik yang
mana beliau mendengar banyak orang berbicara namun tidak ada wujudnya. Pasien juga
mengaku mendengar namanya dipanggil oleh orang-orang tersebut. Selain halusinasi auditorik,
pasien juga mengaku memiliki halusinasi dan ilusi visual yang mana beliau melihat ibu kostnya
sebagai ratu ular dan melihat anjing dan babi yang tidak dapat dilihat orang lain. Pasien mengaku
Pasien juga mengaku pernah ingin bunuh diri karena gangguan persepsi tersebut. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan rasa seperti dikejar-kejar dan ingin dilukai. Sebelum dibawa ke RSJ
Mutiara Sukma, pasien sudah pernah mencoba berobat di dukun namun tidak berhasil
menghilangkan keluhan pasien. Pasien akhirnya berobat di sebuah rumah sakit di Sumbawa yang
merujuknya ke RSJ Mutiara Sukma. Pasien dirawat inap pada tahun 2015 selama tiga bulan.
Selama perawatannya di RSJ Mutiara Sukma, pasien sempat mengeluhkan badan yang kaku,
namun berhenti ketika diganti obat. Setelah itu, pasien dianjurkan rajin kontrol. Pasien mengaku
sempat berhenti meminum obat dari tahun 2016 hingga tahun 2017 dikarenakan jarak Sumbawa
- Lombok yang jauh. Hal ini menyebabkan pasien mengalami gangguan persepsi yang parah
hingga pasien ketakutan dan berteriak. Pasien akhirnya dirawat inap kembali di RSJ Mutiara
Sukma pada tahun 2017. Setelah dipulangkan, pasien rajin kontrol ke Poli Jiwa RSUD Asy-Syifa
Sumbawa Barat. Beberapa minggu sebelum dirawat kembali di RSJ Mutiara Sukma pada bulan
Maret 2021, pasien mengeluhkan mudah mengantuk dan lelah pada psikiater di Sumbawa Barat.
Hal ini menyebabkan psikiater tersebut mengganti obat pasien. Obat yang baru adalah kapsul
berisi haloperidol dan clobazam satu kali sehari dan kapsul lain yang berisi alprazolam dan
clozapin satu kali sehari. Seminggu setelah penggantian obat yang baru, pasien kembali dengan
keluhan gelisah dan badan yang kaku. Pasien akhirnya dirujuk ke RSJ Mutiara Sukma.
Pasien tidak ada riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit medis umum lainnya. Pasien
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa, namun ibu pasien diakui sering sakit-
sakitan. Keponakan pasien memiliki penyakit autisme. Keluarga pasien memiliki riwayat maag
dan hipertensi.
H. Riwayat Personal
Pasien lahir secara normal di rumah sakit di Lombok Timur. Pasien tidak diberikan ASI
Pasien mengaku memiliki banyak teman, namun sering dilarang oleh orang tuanya untuk
● Masa dewasa
Pasien telah menikah dan memiliki tiga anak. Pasien tinggal bersama suami dan anak-
anaknya. Pasien bekerja sebagai guru sekolah dasar. Pasien senang dengan pekerjaannya.
I. Riwayat Pendidikan
J. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengaku merupakan seorang guru sekolah dasar. Pasien merupakan seorang pegawai
negeri sipil.
K. Riwayat Perkawinan
Pasien telah menikah dan telah memiliki tiga anak. Pasien mengaku suaminya jarang pulang
karena pekerjaan. Suami pasien mengaku tidak pernah memiliki keributan dengan istrinya.
Pasien menjadi pendiam dan sering memendam masalah pribadinya setelah didiagnosis
skizofrenia paranoid.
L. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam. Pasien masih rajin salat lima waktu walau pernah terganggu di tahun
M. Aktivitas sosial
Pasien mengaku memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang di sekitarnya.
Suami pasien mengaku bahwa pasien merupakan orang yang ceria sebelum didiagnosis
Status Generalis
3. Tanda vital
b. Nadi : 90 kali/menit
c. Pernafasan : 20 kali/menit
Status Lokalis
1. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak ditemukan konjungtiva anemis, tidak
2. Leher : tidak ada pembesaran gejala getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3. Thorax:
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada krepitasi
4. Abdomen
Status Neurologis
4. Motorik : +5/+5/+5/+5
5. Sensorik : baik
P. Genogram
Keterangan:
□ = Laki-laki
◌ = Perempuan
X = Meninggal
● = Pasien
Pemeriksaan status mental dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Deskripsi Umum
1. Penampilan : pasien perempuan, tampak sesuai jenis kelamin dan usia, penampilan rapi
2. Psikomotor : normoaktif
4. Mood : eutimik
6. Bicara : kuantitas bicara dalam batas normal, volume suara dalam batas normal, verbal
9. Pikiran :
siang hari.
ii. Tempat : Baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada di Rumah
c. Daya ingat
ii. Jangka pendek : Baik. Pasien dapat mengingat menu sarapannya pada pagi
iv. Jangka panjang : Baik. Pasien dapat mengingat nama sekolah tempat ia
mata dengan pemeriksa dan perhatian pasien tidak mudah teralihkan ke orang
sekitar atau benda-benda disekitarnya. Namun ketika ditanya 100 dikurang tujuh
selama lima kali dan 50 ditambah tujuh selama lima kali, pasien hanya dapat
f. Kemampuan Visuospasial
g. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan arti dari persamaan “tong kosong nyaring bunyinya”.
h. Judgement
Baik. Pasien mengatakan kalau menemukan dompet di jalan, maka pasien akan
i. Insight/Tlikan
Tilikan derajat 6, karena pasien mengerti bahwa dirinya sakit dan ia mencari
pertolongan.
R. Diagnosa Multiaksial
4. Aksis IV: suami jarang pulang, pembuatan soal untuk semesteran di sekolah tempat ia
mengajar
S. Diagnosis Banding:
aktivitas sehari-hari.
sebelumnya
Pasien mengaku bahwa suaminya jarang Aksis IV terdapat masalah keluarga dan
pulang karena pekerjaan sehingga ia harus pekerjaan pada pasien.
sedang.
1. Pasien datang dengan keluhan gelisah, tubuh kaku, dan air liur yang banyak selama tiga
2. Pasien memiliki riwayat penggantian obat karena sebelumnya mengeluhkan tidak bisa
tidur dengan obat yang lama dan keluhan muncul seminggu setelah meminum obat yang
baru
4. Ini adalah kali ketiga pasien dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma. Kali pertama terjadi
pada tahun 2015 dengan keluhan melihat bayangan dan mendengar bisikan, kali kedua
pada tahun 2017 karena gejala-gejala tersebut muncul kembali karena putus obat selama
V. Daftar Masalah
1. Organobiologik
Ketidakseimbangan neurotransmitter pada otak, kekakuan pada tubuh, air liur yang
banyak.
2. Psikologi
Gelisah.
Hubungan pasien dengan keluarga dan rekan kerja menjadi terganggu karena keluhan
1. Risperidone 2 x 2 mg
2. Arkin 2 x 2 mg
3. Lorazepam 1 x 1 mg
4. Difenhidramin 2 ampul
1. Psikoterapi Suportif
Psikoterapi suportif merupakan terapi agar pasien dapat mengekspresikan apa yang
sedang dirasakan pasien dan membantu pasien mengerti lebih dalam tentang apa yang
dialami.
2. Psikoedukasi
a. Edukasi pasien: memberikan edukasi kepada pasien agar pasien mengerti tentang
b. Edukasi keluarga: memberikan edukasi kepada keluarga pasien agar mereka dapat
pasien.
Y. Prognosis
Terkait gejala psikosis yang dialami pasien, terdapat dua golongan obat antipsikoti yang
dapat digunakan, yaitu golongan tipikal dan atipikal. Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal
adalah memblokade dopamine, pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem
limbik dan ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap dopamine D2
receptors, juga terhadap serotonin 5 HT2 receptors, sehingga efektif juga untuk gejala negatif.
impuls eferen. Reseptor yang terdampak adalah reseptor dopamin dan M1 muscrinic reseptor.
Penegakan diagnosis
being influenced), atau “passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus;
waham persepsi.
c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau sekelompok
orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau bentuk halusinasi suara lainnya yang
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar
serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau
politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super” (tidak sesuai dengan budaya
dan sangat tidak mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi
afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial,
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
i. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara
sosial.
Pedoman Diagnostik
1. Minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila gejala kurang jelas) yang tercatat
pada kelompok a sampai d diatas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok e
sampai h, yang harus ada dengan jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
yang menyeluruh serta depresi dan preokupasi yang berderajat ringan, mendahului
Karena sulitnya menentukan onset, kriteria lamanya 1 bulan berlaku hanya untuk
gejala-gejala khas tersebut di atas dan tidalk berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal.
3. Diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila terdapat secara luas gejala-gejala
depresif atau manik kecuali bila memang jelas, bahwa gejala-gejala skizofrenia itu
4. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang nyata, atau
2. Sebagai tambahan:
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
iii. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
Untuk diagnosis banding, paranoia (gangguan waham F22.0) memiliki kriteria diagnosis yang
meliputi:
1. Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling
mencolok. Waham waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham)
harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas, pribadi (personal)
2. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / “full-blown”
mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap
4. Tidak boleh ada halusinasi auditorik, atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat
sementara
1. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-
2. Maslim, R. Panduan Praktik Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi keempat. Jakarta:
3. Jilani TN, Sabir S, Sharma S. Trihexyphenidyl. [Updated 2020 Dec 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519488/