Anda di halaman 1dari 20

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

REFLEKSI KASUS

Skizofrenia Paranoid dengan Extrapyramidal Syndome

Disusun Oleh :

David Giffard Kawi Junior

H1A320042

Pembimbing :

dr. Agustine Mahardika, M.Kes., Sp.KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Refleksi kasus yang berjudul “Skizofrenia Paranoid dengan Extrapyramidal Syndrome” ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Agustine Mahardika, M.Biomed.,
Sp.KJ selaku pembimbing refleksi kasus karena telah memberikan masukan dan saran dalam
penyelesaian tugas.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktik sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, 12 Maret 2021

Penulis
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : HH

Usia : 36 tahun/24 Januari 1985

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Sasak

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Guru Honorer

Status : Menikah

Alamat : Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat

Tanggal Periksa : 11 Maret 2021

B. Riwayat Psikiatri

Autoanamnesis dengan pasien tanggal 11 Maret 2021 pukul 10.00 WITA di Bangsal Kenanga,

Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma.

C. Keluhan Utama

Gelisah

D. Keluhan Penyerta

Pasien mengeluhkan badan kaku, air liur yang banyak, dan merasa sulit tidur selama tiga hari

sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mudah lupa.

E. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dirujuk ke RSJ Mutiara Sukma oleh dr. Jumiami, SpKJ dari RSUD Asy-Syifa Sumbawa

dengan keluhan gelisah, badan kaku, air liur berlebih, dan sulit tidur selama tiga hari. Pasien

dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma sejak tanggal 6 Maret 2021. Pasien sebelumnya sudah

pernah dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma pada tahun 2015 dan 2017. Pasien pertama kali

didiagnosis dengan Skizofrenia Paranoid pada tahun 2015. Menurut suami pasien, hal ini dipicu

oleh karena keributan yang ada di sekitar rumah pasien ketika masa pilkada dan sering terjadi

perkelahian di depan rumah pasien. Pasien awalnya mengaku memiliki halusinasi auditorik yang

mana beliau mendengar banyak orang berbicara namun tidak ada wujudnya. Pasien juga

mengaku mendengar namanya dipanggil oleh orang-orang tersebut. Selain halusinasi auditorik,

pasien juga mengaku memiliki halusinasi dan ilusi visual yang mana beliau melihat ibu kostnya

sebagai ratu ular dan melihat anjing dan babi yang tidak dapat dilihat orang lain. Pasien mengaku

ketakutan oleh gangguan persepsi tersebut sehingga mengganggu pekerjaannya sehari-hari.

Pasien juga mengaku pernah ingin bunuh diri karena gangguan persepsi tersebut. Selain itu,

pasien juga mengeluhkan rasa seperti dikejar-kejar dan ingin dilukai. Sebelum dibawa ke RSJ

Mutiara Sukma, pasien sudah pernah mencoba berobat di dukun namun tidak berhasil

menghilangkan keluhan pasien. Pasien akhirnya berobat di sebuah rumah sakit di Sumbawa yang

merujuknya ke RSJ Mutiara Sukma. Pasien dirawat inap pada tahun 2015 selama tiga bulan.

Selama perawatannya di RSJ Mutiara Sukma, pasien sempat mengeluhkan badan yang kaku,

namun berhenti ketika diganti obat. Setelah itu, pasien dianjurkan rajin kontrol. Pasien mengaku

sempat berhenti meminum obat dari tahun 2016 hingga tahun 2017 dikarenakan jarak Sumbawa

- Lombok yang jauh. Hal ini menyebabkan pasien mengalami gangguan persepsi yang parah

hingga pasien ketakutan dan berteriak. Pasien akhirnya dirawat inap kembali di RSJ Mutiara

Sukma pada tahun 2017. Setelah dipulangkan, pasien rajin kontrol ke Poli Jiwa RSUD Asy-Syifa
Sumbawa Barat. Beberapa minggu sebelum dirawat kembali di RSJ Mutiara Sukma pada bulan

Maret 2021, pasien mengeluhkan mudah mengantuk dan lelah pada psikiater di Sumbawa Barat.

Hal ini menyebabkan psikiater tersebut mengganti obat pasien. Obat yang baru adalah kapsul

berisi haloperidol dan clobazam satu kali sehari dan kapsul lain yang berisi alprazolam dan

clozapin satu kali sehari. Seminggu setelah penggantian obat yang baru, pasien kembali dengan

keluhan gelisah dan badan yang kaku. Pasien akhirnya dirujuk ke RSJ Mutiara Sukma.

F. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak ada riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit medis umum lainnya. Pasien

menyangkal penggunaan NAPZA.

G. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa, namun ibu pasien diakui sering sakit-

sakitan. Keponakan pasien memiliki penyakit autisme. Keluarga pasien memiliki riwayat maag

dan hipertensi.

H. Riwayat Personal

● Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir secara normal di rumah sakit di Lombok Timur. Pasien tidak diberikan ASI

oleh ibunya karena ibu pasien sering mengalami sakit.

● Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)

Pasien mengaku tumbuh secara normal dan tidak sering sakit.

● Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)

Pasien mengaku memiliki banyak teman, namun sering dilarang oleh orang tuanya untuk

bergaul di luar rumah.

● Masa dewasa
Pasien telah menikah dan memiliki tiga anak. Pasien tinggal bersama suami dan anak-

anaknya. Pasien bekerja sebagai guru sekolah dasar. Pasien senang dengan pekerjaannya.

Pasien tidak memiliki masalah ekonomi.

I. Riwayat Pendidikan

Pasien merupakan lulusan sarjana pendidikan. Pasien memiliki riwayat bersekolah di MI

Jamaludin, MTS Jamaludin, dan MA Kediri.-9

J. Riwayat Pekerjaan

Pasien mengaku merupakan seorang guru sekolah dasar. Pasien merupakan seorang pegawai

negeri sipil.

K. Riwayat Perkawinan

Pasien telah menikah dan telah memiliki tiga anak. Pasien mengaku suaminya jarang pulang

karena pekerjaan. Suami pasien mengaku tidak pernah memiliki keributan dengan istrinya.

Pasien menjadi pendiam dan sering memendam masalah pribadinya setelah didiagnosis

skizofrenia paranoid.

L. Riwayat Agama

Pasien beragama Islam. Pasien masih rajin salat lima waktu walau pernah terganggu di tahun

2015 dan 2017 karena penyakitnya.

M. Aktivitas sosial

Pasien mengaku memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang di sekitarnya.

Suami pasien mengaku bahwa pasien merupakan orang yang ceria sebelum didiagnosis

skizofrenia paranoid, namun berubah menjadi orang yang pendiam.

N. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya

Pasien merasa bahwa dirinya dan lingkungannya baik-baik saja.


O. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

1. Keadaan umum : baik

2. Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)

3. Tanda vital

a. Tekanan darah: 129/87 mmHg

b. Nadi : 90 kali/menit

c. Pernafasan : 20 kali/menit

Status Lokalis

1. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak ditemukan konjungtiva anemis, tidak

ditemukan sklera ikterik, tidak ditemukan sianosis

2. Leher : tidak ada pembesaran gejala getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

3. Thorax:

a. Inspeksi : bentuk dan ukuran normal, gerakan dinding dada simetris

b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada krepitasi

c. Perkusi : dalam batas normal

4. Abdomen

a. Inspeksi: dalam batas normal

b. Auskultasi: dalam batas normal

c. Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen

d. Palpasi: dalam batas normal

Status Neurologis

1. Tanda rangsang meningeal : (-)


2. Refleks patologis : (-)

3. Refleks fisiologis : normal

4. Motorik : +5/+5/+5/+5

5. Sensorik : baik

Pemeriksaan extrapyramidal syndome:

1. Tidak ditemukan distonia

2. Tidak ditemukan akathisia

3. Tidak ditemukan tremor, rigiditas, ataupun bradykinesia

4. Tidak ditemukan tardive dyskinesia

P. Genogram

Keterangan:

□ = Laki-laki

◌ = Perempuan

X = Meninggal
● = Pasien

Kotak besar = tinggal serumah

Q. Pemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan status mental dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara

Barat.

Deskripsi Umum

1. Penampilan : pasien perempuan, tampak sesuai jenis kelamin dan usia, penampilan rapi

menggunakan baju seragam RSJ MS.

2. Psikomotor : normoaktif

3. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

4. Mood : eutimik

5. Afek : luas, serasi dengan mood

6. Bicara : kuantitas bicara dalam batas normal, volume suara dalam batas normal, verbal

normal, spontan, artikulasi jelas.

7. Gangguan Persepsi : disangkal

8. Dorongan instingtual : disangkal

9. Pikiran :

a. Bentuk pikir : realistik

b. Arus pikir : koheren

c. Isi pikir : relevan

10. Sensorium dan kognisi

a. Kesadaran : jernih, compos mentis


b. Orientasi dan memori

i. Waktu : Baik. Pasien mengetahui bahwa saat wawancara dilakukan di

siang hari.

ii. Tempat : Baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada di Rumah

Sakit Jiwa Mutiara Sukma.

iii. Orang : Baik. Pasien mengetahui bahwa yang memeriksanya adalah

seorang dokter muda.

c. Daya ingat

i. Jangka segera : Kurang, pasien tidak dapat mengingat alamat yang

disebutkan oleh dokter muda.

ii. Jangka pendek : Baik. Pasien dapat mengingat menu sarapannya pada pagi

hari sebelum dilakukan wawancara.

iii. Jangka menengah : Baik. Pasien dapat mengingat siapa yang

mengantarnya ke RSJ Mutiara Sukma.

iv. Jangka panjang : Baik. Pasien dapat mengingat nama sekolah tempat ia

belajar saat masih kecil.

d. Konsentrasi dan Perhatian

Selama proses wawancara dan pemeriksaan, pasien bisa mempertahankan kontak

mata dengan pemeriksa dan perhatian pasien tidak mudah teralihkan ke orang

sekitar atau benda-benda disekitarnya. Namun ketika ditanya 100 dikurang tujuh

selama lima kali dan 50 ditambah tujuh selama lima kali, pasien hanya dapat

menjawab 4 dari 10 perhitungan, sehingga konsentrasi dan perhatian terganggu.

e. Kemampuan Membaca dan Menulis


Ketika diminta untuk membaca dan menulis pasien dapat melakukannya dengan

baik dan benar.

f. Kemampuan Visuospasial

Baik. Pasien dapat menggambarkan 2 segienam yang saling tumpang tindih.

g. Pikiran Abstrak

Pasien dapat menyebutkan arti dari persamaan “tong kosong nyaring bunyinya”.

h. Judgement

Baik. Pasien mengatakan kalau menemukan dompet di jalan, maka pasien akan

mengembalikan dompet tersebut.

i. Insight/Tlikan

Tilikan derajat 6, karena pasien mengerti bahwa dirinya sakit dan ia mencari

pertolongan.

j. Taraf Dapat Dipercaya

Informasi yang disampaikan oleh pasien dapat dipercaya seluruhnya.

R. Diagnosa Multiaksial

1. Aksis I: Skizofrenia Paranoid (F20.0) dengan extrapyramidal syndrome

2. Aksis II: tidak ada diagnosa

3. Aksis III: tidak ada diagnosa

4. Aksis IV: suami jarang pulang, pembuatan soal untuk semesteran di sekolah tempat ia

mengajar

5. Aksis V: GAF scale 60-51

S. Diagnosis Banding:

1. Gangguan waham menetap (F22.0)


T. Formulasi Diagnosis

Pertimbangan Formulasi Diagnosis

Berdasarkan anamnesis psikiatri dan Pasien dapat dikatakan mengalami suatu

pemeriksaan status mental ditemukan gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III

adanya suatu gejala klinis yang bermakna

dan menimbulkan suatu penderitaan

(distress) dan hendaya (disability) pada

aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Gangguan mental organik dapat

berat, kejang, maupun kecelakaan disingkirkan

sebelumnya

Pasien memiliki riwayat adanya gejala Pasien tidak memenuhi diagnosis

halusinasi auditorik yang menetap selama gangguan waham menetap (F23.3).

lebih dari dua minggu.

Halusinasi auditorik dan visual sangat Pasien didiagnosis sebagai Skizofrenia

jelas. Pasien mendengar suara yang tidak paranoid (F20.0).

didengar orang lain maupun melihat orang

yang tidak dapat dilihat orang lain. Pasien

mengaku pernah merasa seperti dikejar-

kejar dan merasa ingin dilukai.

Pasien mengaku bahwa suaminya jarang Aksis IV terdapat masalah keluarga dan
pulang karena pekerjaan sehingga ia harus pekerjaan pada pasien.

mengurus anaknya sendiri. Suami pasien

juga mengaku bahwa pasien sering

mengeluh stres karena harus membuat

soal untuk ujian semester

GAF (Global Assessment of Functioning) Aksis V didiagnosis dengan GAF scale

scale sesuai pengamatan pemeriksa adalah 60– 51.

60 – 51 yaitu gejala sedang, disabilitas

sedang.

U. Ikhtisar Penemuan Bermakna

1. Pasien datang dengan keluhan gelisah, tubuh kaku, dan air liur yang banyak selama tiga

hari sebelum masuk rumah sakit.

2. Pasien memiliki riwayat penggantian obat karena sebelumnya mengeluhkan tidak bisa

tidur dengan obat yang lama dan keluhan muncul seminggu setelah meminum obat yang

baru

3. Obat-obatan yang baru adalah haloperidol, clobazam, alprazolam dan clozapine.

4. Ini adalah kali ketiga pasien dirawat inap di RSJ Mutiara Sukma. Kali pertama terjadi

pada tahun 2015 dengan keluhan melihat bayangan dan mendengar bisikan, kali kedua

pada tahun 2017 karena gejala-gejala tersebut muncul kembali karena putus obat selama

setahun, dan sekarang dirawat karena muncul extrapyramidal syndrome.

V. Daftar Masalah
1. Organobiologik

Ketidakseimbangan neurotransmitter pada otak, kekakuan pada tubuh, air liur yang

banyak.

2. Psikologi

Gelisah.

3. Lingkungan dan Sosioekonomi

Hubungan pasien dengan keluarga dan rekan kerja menjadi terganggu karena keluhan

pasien. Pasien memiliki masalah dengan suami dan pekerjaan.

W. Rencana Terapi Psikofarmaka

1. Risperidone 2 x 2 mg

2. Arkin 2 x 2 mg

3. Lorazepam 1 x 1 mg

4. Difenhidramin 2 ampul

X. Rencana Terapi Non-farmaka

1. Psikoterapi Suportif

Psikoterapi suportif merupakan terapi agar pasien dapat mengekspresikan apa yang

sedang dirasakan pasien dan membantu pasien mengerti lebih dalam tentang apa yang

dialami.

2. Psikoedukasi

a. Edukasi pasien: memberikan edukasi kepada pasien agar pasien mengerti tentang

gangguan yang diderita serta pengobatan dan efek sampingnya

b. Edukasi keluarga: memberikan edukasi kepada keluarga pasien agar mereka dapat

memahami serta membantu pasien dalam terapi serta mencegah kekambuhan


penyakit pasien. Keluarga juga diberikan edukasi terkait kepatuhan minum obat

pasien. Keluarga diedukasi terkait pentingnya peran keluarga dalam pengobatan

pasien.

Y. Prognosis

 Hal yang memperbaiki prognosis:

o Pasien mengonsumsi obat secara teratur

o Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa

 Hal yang memperburuk prognosis

o Pasien memiliki masalah terkait suami yang jarang pulang rumah

 Berdasarkan hal-hal tersebut, maka disimpulkan prognosis pasien:

o Quo ad vitam : dubia ad bonam

o Quo ad functionam : Dubia ad bonam

o Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Z. Edukasi kepada keluarga

 Edukasi mengenai penyakit dan rencana terapi pasien.

 Gangguan dapat berlangsung berbulan-bulan sehingga keteraturan minum obat

sangat penting walaupun sudah mengalami remisi.

AA. Pembahasan kasus dan clinical reasoning

Terkait gejala psikosis yang dialami pasien, terdapat dua golongan obat antipsikoti yang

dapat digunakan, yaitu golongan tipikal dan atipikal. Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal

adalah memblokade dopamine, pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem

limbik dan ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap dopamine D2

receptors, juga terhadap serotonin 5 HT2 receptors, sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

Terkait gejala ekstrapiramidal yang dialami pasien, dapat diberikan antikolinergik.

Antikolinergik seperti trihexyphenidyl bekerja pada sistem parasimpatetis dengan menginhibisi

impuls eferen. Reseptor yang terdampak adalah reseptor dopamin dan M1 muscrinic reseptor.

BB. Refleksi Kasus

Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III adalah:

Penegakan diagnosis

a. Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan (thought

withdrawal atau thought insertion), dan penyiaran pikiran (thought broadcasting).

b. Waham dikendalikan (delusion of being control), waham dipengaruhi (delusion of

being influenced), atau “passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau

pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus;

waham persepsi.

c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau sekelompok

orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau bentuk halusinasi suara lainnya yang

datang dari beberapa bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar

serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau

politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super” (tidak sesuai dengan budaya

dan sangat tidak mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi

dengan makhluk asing yang datang dari planet lain).


e. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus

menerus.

f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat

inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme, dan stupor.

h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial,

tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika.

i. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa

aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan,

sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara

sosial.

Pedoman Diagnostik

1. Minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila gejala kurang jelas) yang tercatat

pada kelompok a sampai d diatas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok e

sampai h, yang harus ada dengan jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan pada gejala tersebut tetapi lamanya


kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis sebagai gangguan

psikotik lir skizofrenia akut.

2. Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala dan

perilaku kehilangan minat dalam bekerja, dalam aktivitas (pergaulan) sosial,

penelantaran penampilan pribadi dan perawatan diri, bersama dengan kecemasan

yang menyeluruh serta depresi dan preokupasi yang berderajat ringan, mendahului

onset gejala-gejala psikotik selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Karena sulitnya menentukan onset, kriteria lamanya 1 bulan berlaku hanya untuk

gejala-gejala khas tersebut di atas dan tidalk berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal.

3. Diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila terdapat secara luas gejala-gejala

depresif atau manik kecuali bila memang jelas, bahwa gejala-gejala skizofrenia itu

mendahului gangguan afektif tersebut.

4. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang nyata, atau

dalam keadaan intoksikasi atau putus zat.

Pedoman diagnostik Skizofrenia paranoid (F20.0)

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2. Sebagai tambahan:

a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:

i. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung

(humming), atau bunyi tawa (laughing);


ii. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain

perasaan tubuh; halusinasi visual mungin ada tetapi jarang menonjol

iii. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of

control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity),

dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas

b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara

relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Untuk diagnosis banding, paranoia (gangguan waham F22.0) memiliki kriteria diagnosis yang

meliputi:

1. Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling

mencolok. Waham waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham)

harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas, pribadi (personal)

dan bukan budaya setempat.

2. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / “full-blown”

mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap

pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu

3. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak

4. Tidak boleh ada halusinasi auditorik, atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat

sementara

5. Tidak ada riwayat, gejala-gejala skizofreia (waham dikendalikan, siar pikiran,

penumpulan afek, dsb)


DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-

5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.

2. Maslim, R. Panduan Praktik Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi keempat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.

3. Jilani TN, Sabir S, Sharma S. Trihexyphenidyl. [Updated 2020 Dec 8]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519488/

Anda mungkin juga menyukai