REFERAT
KONSTIPASI
Disusun Oleh :
CHARLES KURNIAWAN
07120080019
Pembimbing :
JAKARTA
2012
i
KONSTIPASI
Disusun oleh :
CHARLES KURNIAWAN
07120080019
Pembimbing
KATA PENGANTAR
itu penting bagi kita semua untuk memahami tentang penyakit ini. Referat
pada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, penyusun juga mengucapkan
Dalam Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, atas ilmu dan
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Etiologi.........................................................................................................................7
Patofisiologi Konstipasi......................................................................................10
Manifestasi Klinik...............................................................................................12
Penatalaksanaan.......................................................................................................18
Prognosis...................................................................................................................23
KESIMPULAN............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................iv
1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Konstipasi merupakan salah satu keluhan yang paling sering dalam gangguan
Selain dari frekuensi buang air besar yang jarang, gangguan konstipasi sering tidak
menyebabkan spasme otot pada kolon (usus besar) dan adanya divertikula yang
1
menyebabkan nyeri abdomen dan gangguan pada kolon.
Selain itu, pada gangguan konstipasi tentu terjadi hambatan pengeluaran tinja
melalui kolon dan rektum disertai kesulitan pada defekasi. Normalnya, setiap 24 jam
kolon dikosongkan secara teratur, namun ada pula orang normal yang melakukan
defekasi 2-3 kali per hari, bahkan ada pula kelompok orang yang melakukan defekasi
EPIDEMIOLOGI
15% dari jumlah penduduk. Pada 2006, kasus konstipasi yang ditemukan pada
kunjungan dokter ke rumah mencapai angka 5,7 juta penderita, dan 2,7 juta diantaraya
Kasus konstipasi di seluruh dunia mencapai 12% dari total penduduk dunia yang
diketahui oleh penderita itu sendiri. Penduduk Amerika dan Asia Pasifik memiliki angka
1,2
prevalensi dua kali lebih banyak daripada penduduk Eropa.
2
Konstipasi dapat terjadi dalam semua kalangan umur, dari bayi baru lahir
maupun orang-orang tua. Seiring berjalannya usia, insiden dari gangguan konstipasi
gangguan konstipasi. Insiden yang meninggi tersebut berkaitan dengan kombinasi dari
faktor perubahan pola makan, penurunan tonus otot, penurunan dalam aktifitas fisik /
Di Amerika Serikat, gangguan konstipasi lebih banyak diderita oleh wanita daripada
pria. Rasio perbandingan antara wanita dan pria sekitar 3:1. Insiden pada wanita
1,2
meningkat terutama saat mengandung dan saat setelah persalinan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Konstipasi tidak dipahami sebagai sebuah penyakit, namun suatu keluhan yang
muncul akibat masalah dari fungsi kolon dan anorektal. Konstipasi merupakan
terhambatnya defekasi dari kebiasaan normal. Definisi dapat memiliki arti yang luas,
seoerti frekuensi buang air besar yang jarang, volum feses yang kurang, konsistensi
frekuensi buang air besar dan sulitnya pengeluaran tinja. Pada orang yang buang air
besar tiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak dan tanpa kesulitan tidak dapat digolongkan
gangguan buang air besar yang berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensai
yang tidak puas saat buang air besar, adanya rasa sakit, harus mengejan atau feses
merupakan berkurangnya frekuensi buang air besar hingga kurang dari 3 kali per
minggu. Berdasarkan kriteria Roma III tentang konstipasi, pasien harus mengalami
paling tidak 2 gejala di bawah ini setidaknya selama 3 bulan, seperti: (1) frekuensi
buang air besar kurang dari 3x per minggu, (2) mengejan saat buang air besar, (3)
perasaan adanya sumbatan oada anorektal, (4) perasaan tidak puas setelah buang air
1,2
besar, (5) penggunaan jari dalah usaha untuk pengeluaran tinja.
4
Pada kriteria Roma III, pasien juga tidak memenuhi kriteria dalam “Irritable Bowel
1,3
Syndrome” dan serta penggunaan obat-obatan laksatif.
1. Usus Halus:
Usus halus adalah sebuah saluran yang berlipat-lipat, kompleks, dan dimulai
dari pilorus hingga katup ileocecal. Panjang usus halus pada orang dewasa berkisar
3,6 m. Usus halus mengisi bagian tengah dan bagian bawah rongga abdomen.
Diameter usus halus menyepit dari bagian proksimal ke bagian distal, yaitu ujung
Usus Halus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum (usus dua belas jari),
jejenum, dan ileum. Panjang duoderum berkisar 25 cm, jejenum memiliki panjang
3
berkisar 2,4 meter, dan ileum memiliki panjang sekitar 3,3 meter.
Segmen usus dua belas jari atau duodenum dimulai dari pilorus sampai
jejenum. Duodenum adalah bagian dari usus halus yang paling pendek. Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. Pada duodenum terdapat muara, yaitu yang berasal dari
ligamentum Treits, yaitu suatu fibromuskular pita otot polos yang berasal pada cruz
dekstra diagragma dekat hiatus esofagus dan berlokasi pada perbatasan duodenum
dan jejenum. Ligamen ini berfungsi sebagai ligamentum suspensorium atau sebagai
penggantung. 3
5
Jejenum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara duodenum dan
Ileum merupakan bagian terminal dari usus halus dan terletak setelah
duodenum dan ileum. Ileum terletak di regio midabdomialis sebelah kanan bawah.
3
Bagian ileum berakhir pada fleksura ileocecalis.
Usus besar atau kolon memiliki diameter 6,3 cm dan panjang sekitar 1,5
meter. Usus besar mengubungkan antara usus halus (ileum) dan anus sebagai
lubang terakhir pengeluaran tinja. Kolon terdiri dari caecum, appendix vermiformis,
kolon asenden, kolon tranversa, dan kolon desenden yang melingkari usus halus,
kolon sigmoid yang membelok ke arah medial dan ke arah bawah rektum dan
kanalis analis. Terdapat katup ileocecal dan appendix yang melekat pada ujung
3
caecum. Panjang caecum adalah dua sampai tiga inci pertama dari kolon.
Kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri disebut
sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista
crassum yang terakir disebut sebagai rektum yang membentang dari colon sigmoid
hingga anus. Satu inci terakir disebut kanalis ani dan dilindungi oleh muskulus
spingter ani externus et internus. Panjang rectum dan kanalis ani adalah sekitar 15
cm. 3
6
FISIOLOGI DEFEKASI:
Frekuensi defekasi atau buang air besar sangat beranekaragam dari beberapa
kali per hari hingga 2-3 x per minggu. Banyaknya feses / tinja juga bermacam-macam.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses ke kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan terjadi keadaan individu menjadi peka untuk
4,5
kebutuhan defekasi.
suatu sinyal yang menyebar melalui pleksus mesentericus untui memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoidm dan rektum. Gelombang ini menekan
feses ke arah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
5
tidak menutup dan bila spingter eksterna tenang maka feses akan keluar.
Saat serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord
(sakral 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
anus internus dan meningkatkan refleks defekasi intrinsik. Spingter anus individu duduk
defekasi intrinsik.
Defekasi juga dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diafragma yang
meningkatkan tekanan intraabdominal. Selain itu proses defekasi juga dibantu oleh
7
kontraksi otot levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan tinja ke luar anus.
Proses duduk juga meningkatkan tekanan ke bawah menuju rektum. Bila refleks
defekasi diabaikan secara aktif maka terjadilah kontraksi otot musculus spingter
3,4,5
ekternus sehingga rektum meluas untuk menampung feses.
Feses sendiri tersusun oleh bakteri yang sudah mati, sel epitel dari usus, zat
mucin, kalsium fosfat, sedikit zat besi dari selulosa, sisa makanan yang tidak dicerna
diet, aktifitas fisik, pemasukan cairan, kebiasaan, posisi, nyeri, kehamilan, operasi dan
3,5
anestesi, obat-obatan, kondisi patologis, iritan
Etiologi
1. Kelainan Fungsional.
Kelainan fungsional seperti retensi tinja, depresi, latihan defekasi yang salah,
Nyeri saat defekasi dapat disebabkan oleh fissura ani, benda asing, pemakaian
3. Obstruksi Mekanis
massa di pelvis, obstruksi usus bagian atas, stenosis rektum, atresia ani, an ileus
mekonikum
8
5. Kelainan feses
Konstipasi juga dapat disebabkan oleh dehidrasi, diet serat yang kurang dan
malnutrisi.
1. Konstipasi primer:
Normal-Transit Constipation atau NTC adalah jenis dari konstipasi primer yang
paling sering. Walaupun feses melewati kolon pada jumlah yang normal, pasien merasa
kesulitan untuk mengeluarkan feses tersebut dari anus. Pasien jenis ini kadang-kadang
utama anara IBS dengan konstipasi dengan konstipasi adalah adanya nyeri abdomen
pada IBS-C. 1, 2, 3
9
jarang, berkurangnya urgency atau keinginan untuk buang air besar dengan segera,
atau adanya paksaan untuk buang air besar atau mengejan. Pasien dengan STC
memiliki aktifitas motorik pada kolon yang tertanggu. Pada pemeriksaan biasanya
1, 2, 3
ditemukan distensi atau feses yang teraba pada kolon sigmoid.
Pelvic Floor Dysfunction ditandai dengan gangguan pada otot levator ani pada
dasar panggul atau spingter anal. Pasien sering mengeluhkan rasa mengejan yang
berlebihan atau lama, rasa tidak puas atau ada feses yang tertinggal setelah defekasi,
ada penggunaan tekanan perineal atau vagina selama proses defekasi, atau
1, 2, 3
penggunaan jari saat proses defekasi.
2. Konstipasi Sekunder
a. Pola hidup: diet rendah serat, kurang minum atau dehidrasi, kebiasaan
minum kopi, teh, atau alkohol yang berlebihan, kebiasaan buang air besar
yang buruk yang dipengaruhi oleh kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
kebiasaan untuk menunda buang air besar, dan kurang olah raga.
b. Kelainan anatomi (struktur): fissura ani, hemoroid, striktur kolon, tumor, abses
perineum, megakolon
disease”
PATOFISIOLOGI KONSTIPASI
Fungsi kolon atau usus bersar adalah menerima zat sisa pencernaan dari ileum,
dikosongkan tiap 24 jam. Proses pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon ke
daerah retrosigmoid dilakukan tiap beberapa hari sekali., melalui gelombang yang
memiliki amplitudo tinggi dan berlangsung lama. Gerakan ini dikontrol oleh batang otak
dan sudah terlatih sejak masa anak-anak. Saat terjadi hambatan pasase bolus di kolon
maupun rektum, dapat terjadi konstipasi bahkan obstipasi atau kegagalan total
2, 5
menyeluarkan feses dari rektum.
psikoneurosis. Misalnya gangguan pasase bolus karena infeksi (parasit, bakteri, virus),
kelainan organ, tumor jinak maupun ganas yang dapat menyebabkan obstruksi maupun
11
paska bedah pada gastrektomi atau kolesistektomi. Kolon seharusnya menyerap air
dan membentuk bahan buangan sisa makanan atau tinja dan kontraksi otot pada kolon
akan membawa kotoran ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, feses akan menjadi
lebih padat karena adanya proses penyerapan air pada kolon. Apabila kolon menyerap
terlalu banyak air dapat menyebabkan tinja yang menjadi terlalu keras dan kering. Hal
itu terjadi karena kontraksi otot terlalu lama sehingga tinja bergerak ke arah kolon
1, 4, 5
terlalu lama sehingga terjadinya obstruksi yang menyebabkan konstipasi.
Konstipasi juga dapat timbul dari gangguan pengisian dan pengosongan rektum.
Gangguan pengisian rektum dapat disebabkan bila gerakan peristaltik kolon tidak
efektif, misalnya pada kasus hipotiroidisme, penggunaan opium, obstruksi usus besar
karena kelainan struktur atau penyakit Hirschrung. Pada penyakit Hirschprung, tidak
terdapat sel ganglion sehingga meningkatkan persarafan intrinsik dan ekstrinsik. Sistem
adrenergik sebagai excitatory lebih dominan dari sistem kolinergik (inhibitory) sehingga
meningkatkan tonus otot polos. Hal ini memicu ketidakseimbangan dari kontraksi otot
1, 5
polos, gangguan peristaltis, sehingga obstruksi secara fungsional.
pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum
yang normalnya akan memicu evakuasi. Rektum dikosongkan melalui evakuasi spontan
tergantung pada reflek defekasi yang dipicu oleh perangsangan reseptor tekanan pada
otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum
atau otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa
1, 2
menyebabkan tinja tidak bisa dievakuasi.
12
Selain itu, distensi rektum dapat mengurang sensitifitas refleks defekasi dan
aktifitas peristaltik. 5
Konstipasi juga bisa dijelaskan melalui konsumsi serat yang tidak adekuat.
Padahal konsumsi serat yang cukup menyebabkan serat menarik air dan menstimulasi
menjadi berkurang. 1, 2
MANIFESTASI KLINIK
Anamnesis:
melakukan defekasi, jumlah defekasi per minggunya, dan ada tidaknya keluhan
mengejan atau tinja yang memiliki konsistensi yang keras. Anamnesis juga diperlukan
untuk mendeteksi adanya penurunan berat badan, perdarahan saluran cerna, riwayat
keluarga kanker, pola buang air besar sebelumnya. Pasien juga perlu ditanyakan
tentang ada riwayat konstipasi paska bedah, tirah baring yang terlalu lama, sisa barium
konstipasi seperi golongan opioid dan golongan antikolinergik. Pasien juga ditanyakan
1
tentang jumlah konsumsi cairan per hari.
melitus dan hipotiroidisme karena penderita diabetes melitus biasanya menderita kronik
penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, seperti penyakit Parkinson,
13
Multiple Sklerosis, Stroke, Sifiis pada sistem saraf pusat, trauma pada sumsum tulang
Pada pasien geriatri yang melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan
keluhan akan proses defekasi yang sulit dan nyeri, tinja keras, mengejan yang
berlebihan saat defekasi, perasaan kurang puas setelah defekasi, defekasi hanya 3x
atau kurang dalam seminggu. Keluhan lain yang biasa timbul adalah perasaan
kembung dan kurang enak. Penderita konstipasi juga bisa tanpa gejala sama sekali
atau memiliki keluhan seperti perdarahan rektum, buang air besar yang sedikit-sedikit,
1, 2, 7
dan nyeri pinggang bagian bawah.
Pasien dengan gangguan konstipasi biasanya juga mengeluh sudah tidak buang
air besar selama beberapa hari atau tinja keluar berwarna kehitaman. Perut dirasakan
penuh, mendesak ke atas, berbunyi, dan perasaan mual. Rasa mulas juga bisa
dirasakan di daerah perut kiri, yaitu pada kolon desenden dan kolon sigmoid. Selain itu
penderita konstipasi juga bisa merasakan mulut yag terasa pahit, lidah yang kering,
kepala pusing, dan nafsu makan yang menurun. Bila keluhan makin parah dapat
7
ditemukan gejala obstruksi intestinal.
Keluhan berikut juga dapat ditanyakan kepada pasien sebagai dugaan bahwa
defekasi, sering dilakukan evakuasi feses dengan jari, tenesmus atau nyeri saat buang
air besar. 1
14
Konstipasi yang ditemukan sejak lahir atau sejak awal usia anak-anak cenderung
bersifat kongenital, sementara apabila awitan yang terjadi kemudian saat dewasa
menunjukkan penyakit yang didapat. Penderita konsipasi juga perlu ditanya adanya
1, 2, 8
riwayat pemakaian laksatif dan durasi penggunaannya
Pemeriksaan fisik
pengobatan konstipasi. Pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan sistemik dan lokal,
terutama tanda adanya masa intra abdomen, peristaltik usus dan colok dubur.
yang dapat turut menjadi penyebab timbulnya konstipasi. Perhatian khusus harus
1
diberikan pada pemeriksaan neurologis, termasuk penilaian terhadap fungsi otonom.
distensi usus atau feses yang tertahan. Pemeriksaan perineum dan anorektal harus
dilakukan untuk menemukan bukti adanya deformitas, atrofi otot gluteus, prolapsus
rekti, stenosis ani, fissura ani, masa rektum atau fecal impaction. Pasien dapat diminta
untuk mengejan agar bukti yang menunjukan adanya rektokel, atau prolapsus rekti
dapat terlihat. 1, 9
Adanya kedipan atau kontraksi pada anus dinilai duntuk menunjukkan kontraksi
refleks kanalis ani setelah rasa ditusuk benda tajam pada perineum. Pemeriksaan fisik
b. Lesi anorektal, yang diduga menjadi penyebab konstipasi, seperti fisura ani,
1) Masa anorektal
Pada “pelvis outlet dysfunction”, akan ditemukan tinja lebih banyak di daerah
“rectal vault” dari pada pada “colonic inertia” atau “irritable bowel syndrome”, di mana di
antara defekasi biasanya hanya ditemukan sisa tinja dalam jumlah yang lebih sedikit
atau tidak ada sama sekali. Selain itu gejala yang tampak adalah kegagalan untuk
memberi tekanan pada jari pada saat mengejan pada waktu dilakukan pemeriksaan
colok dubur. 1, 2, 4
Anus kaku atau spastik, yang menunjukkan adanya lesi pada anus. Lumen dari
rektum biasanya membesar dan biasanya teraba massa fekal. Jadi bila dijumpai dilatasi
dari rektum dengan proktostasis dan adanya gangguan pengosongan rektum ialah
Pemeriksaan laboratorium
konsistensi dari masa fekal. Pemeriksaan kimia darah dapat dipakai untuk
anemia karena perdarahan per anum (“gross” atau “occult”). Pemeriksaan fecal occult
blood yaitu memeriksa darah pada feses dapat membantu pada kasus geriatri untuk
mengakibatkan konstipasi. Tes fungsi tiroid, seperti TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
1, 2
dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya hipotiroid.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen baik secara berdiri maupun berbaring dapat menunjukkan
jumlah feses pada kolon penderita. Foto polos dapat membantu pemeriksa untuk
Gastropati diabetik, seperti halnya “fecal impaction”, dapat timbul pada penderita
neuropati diabetik. Sisa barium (sesudah pemeriksaan barium enema) dapat juga
tampak pada foto polos abdomen. Skleroderma dan penyakit jaringan ikat yang lain,
dapat disertai gangguan motorik yang dapat menutupi gejala-gejala obstruksi kolon
pada pemeriksaan foto polos abdomen “Myxedema ileus” dapat terjadi akibat penyakit
hipotiroid. 1, 2
Pemeriksaan lain-lain
a. Rektosigmoidoskopi
koli. Pada penderita yang biasa mempergunakan laksatif atau terlalu sering melakukan
17
lavement, maka terlihat tanda-tanda inflamasi yang ringan yaitu mukosa membran
Pemeriksaan ekstensif yang lebih teliti pada penderita konstipasi dapat dilakukan
secara poliklinik, biasanya baru dikerjakan bila keluhan berlangsung lebih dari 3 – 6
bulan, dan pengobatan medik tidak ada hasilnya. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
sebagai bercak berwarna hitam coklat pada mukosa usus yang terjadi akibat
1, 2, 4
penggunaan preparat laksatif antrakuinon secara kronik.
juga dapat memperlihatkan lesi obstruktif kolon, penyakit mega kolon atau mega
rektum, dan pada penyakit hirschsprung akan menunjukkan segmen usus yang
segmen kolon bagian proksimal. Pada kasus-kasus seperti ini, biopsi rektum dapat
1, 2, 4
dilakukan untuk menunjukkan tidak adanya neuron.
b. Anuskopi/Proctoscopi
Pada pemeriksaan anoskopi dapat dilakukan untuk melihat adanya fisura ani,
1
tukak, hemoroid, dan keganasan lokal anorektal
18
PENATALAKSANAAN:
Pengobatan utama adalah pemberian diet tinggi serat. Hindari pemakaian iritan
atau perangsang peristaltik. Penggunaan obat-obat ini dalam jangka panjang pernah
Penatalaksanaan konstipasi untuk tiap penderita tidak selalu sama, dan harus
yang rutin dan pada waktu-waktu yang tertentu. Perhatian terhadap pengobatan lebih
ditujukan pada evakuasi dari tinja, dibanding meningkatkan gerakan usus. Konsultasi
dengan departemen bedah dilakukan bila ada kecurigaan obstruksi intestinal atau
1. Terapi Non-Farmakologis
a. Diet
Asupan makanan yang mengandung serat, baik yang mudah larut maupun yang
sulit larut, seperti buah-buahan, sayuran dapat membantu keluhan pasien penderita
konstipasi. Makanan berserat yang mudah larut dalam air akan membentuk bahan
seperti gel dalam usus. Sebaliknya makanan berserat yang tidak larut dalam air akan
19
melewati usus tanpa mengalami perubahan. Bahan serat yang berbentuk besar dan
lunak ini akan mencegah adanya konsistensi feses yang keras dan kering yang sulit
melintasi usus. Konsumsi serat bermanfaat karena serat memiliki kandunga selulosa
yang sulit dicerna, sebab didalam badan kita tidak mempunyai enzim selulosa sehingga
35 gram. Terapi awal dilakukan dengan peningkatan asupan serat makanan. Penderita
gangguan konstipasi menunjukkan respon yang baik dengan peningkatan asupan serat
makanan. Suplementasi serat dapat meningkatkan berat tinja serta frekuensi defekasi
1, 2, 3
dan menurunkan waktu transit gastrointestinal.
seperti penyakit megakolon atau megarektum, suplementasi serat bukan terapi yang
tepat. 1
penyebabnya. Pada pasien tirah baring yang memiliki aktifitas fisik yang kurang sering
2. Terapi Farmakologis
obat-obatan dapat dikerjakan untuk membantu melakukan evakuasi tinja. Namun perlu
Pemakaian obat-obat ini dalam jangka panjang pernah dilaporkan dapat menimbulkan
kerusakan pada “myenteric plexus”, yang selanjutnya justru akan mengganggu gerakan
usus. 1, 2, 10
menghilangkan konstipasi. Ada jenis obat aman digunakan dalam jangka waktu lama,
ada pula jenis obat lainnya yang hanya boleh digunakan sesekali. Beberapa obat
1. Bulk-forming Agents
Penambahan serat ini akan merangsang kontraksi alami usus dan tinja yang berserat
lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Bulking agents bekerja perlahan dan
merupakan obat yang paling aman untuk merangsang buang air besar yang teratur.
Pada mulanya diberikan dalam jumlah kecil. Dosisnya ditingkatkan secara bertahap,
sampai dicapai keteraturan dalam buang air besar. Orang yang menggunakan bahan-
bahan ini harus disertai konsumsi cairan minimal 250 cc. Obat jenis ini perlu dihindari
pada pasien yang mengalami gangguan konstipasi karena masalah obstruksi pada
usus dan digunakan secara hati-hati pada penderita hipertensi yang membatasi
21
masuknya konsumsi natrium. Efek samping yang paling umum dari pengobatan jenis ini
2. Pelunak Tinja
jumlah air yang dapat diserap oleh tinja. Bahan ini adalah sejenis detergen yang
tinja dengan mudah dan menjadikannya lebih lunak. Jenis obat ini juga bekerja untuk
mencampur bahan-bahan mengandung air dan lemak pada feses. Mekanisme tersebut
membantu melunakkan tinja sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh. Efek
samping dari jenis obat ini adalah kurangnya kemampuan untuk mengontrol keluarnya
3. Bahan-bahan Osmotik
besar air ke dalam usus besar, sehingga tinja menjadi lunak dan mudah dilepaskan.
Cairan yang berlebihan juga meregangkan dinding usus besar dan merangsang
kontraksi. Pencahar ini mengandung garam-garam (fosfat, sulfat dan magnesium) atau
menyebabkan retensi cairan pada penderita penyakit ginjal atau gagal jantung,
1, 2, 10
terutama jika diberikan dalam jumlah besar.
dalam aliran darah dan berbahaya untuk penderita gagal ginjal. Pencahar ini pada
22
umumnya bekerja secara cepat mulai 30 menit hingga 3 jam setelah pemberiannya dan
lebih baik digunakan sebagai pengobatan daripada pencegahan. Bahan ini juga
4. Pencahar Perangsang.
dan merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Obat
ini mengandung substansi yang dapat mengiritasi seperti senna, kaskara, fenolftalein,
bisakodil atau minyak kastor. Obat dengan jenis oral bekerja setelah 6-12 jam dan
menghasilkan tinja setengah padat, tapi sering menyebabkan kram perut yang parah.
Dalam bentuk supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja
setelah 15-60 menit. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada
usus besar, juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus
perangsang ini sering digunakan untuk mengosongkan usus besar sebelum proses
diagnostik dan untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena
obat yang memperlambat kontraksi usus besar ,misalnya narkotik dan kondisi
konstipasi akut. 1, 2, 3, 10
23
3. Tindakan Pembedahan
pengujian fisiologis dan terbukti memiliki manfaat sembelit transit kolon yang lambat
dari operasi. Sebuah kolektomi subtotal dengan ileorectostomy adalah prosedur pilihan
untuk pasien dengan konstipasi transit lambat. Komplikasi setelah operasi mungkin
termasuk obstruksi usus kecil, sembelit berulang atau persisten, diare, dan
anorectal dysfunction. Hubungan antara rectocele dan sembelit tidak sepenuhnya jelas.
Koreksi bedah dicadangkan untuk pasien dengan rectocele besar yang mengubah
fungsi usus. 1
Prognosis
pemberian obat. Pada penderita yang harus tirah baring lama, konstipasi akan menjadi
masalah. 1, 4
24
KESIMPULAN
akibat dari kelainan fungsi kolon dan anorektal. Konstipasi dpat diartikan sebagai buang
air besar yang jarang, jumlah feses yang kurang, konsistensi feses yang keras dan
kering.
keadaan yang nyeri sat defekasi, obstruksi mekanis, penurunan motilitas dan sensasi,
Diagnosis konstipasi ditegakkan dari klinis, yaitu meliputi tanda dan gejala,
termasuk ada atau tidak adanya keluhan defekasi sulit dan nyeri, perasaan kurang puas
setelah defekasi, defekasi hanya 3 kali atau kurang dalam seminggu, perut kembung,
dan riwayat mengejan. Selain itu perlu ditanyakan riwayat tirah baring, paskaoperasi,
dan onset dari konstipasi itu sendiri. Pemeriksaan fisik dengan palpasi maupun colok
dimulai dengan perubahan pola hidup, aktifitas fisik, dan perubahan pola makan dan
konstipasi.
25
DAFTAR PUSTAKA