Anda di halaman 1dari 24

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

NASKAH LAPORAN KASUS


SKIZOFRENIA PARANOID

OLEH
Yolanda Satrini Putri
H1A 013 063

PEMBIMBING
dr. Agustine Mahardika, Sp.KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN


ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA NTB
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan Naskah Refleksi Kasus yang
berjudul Skizofrenia Paranoid tepat pada waktunya. Tugas ini merupakan salah satu
prasyarat dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Jiwa
Mutiara Sukma Provinsi NTB.

Tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dari
dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
dan jajaran RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB. Melalui kesempatan ini penulis
megucapkan terima kasih kepada dr.Agustine Mahardika, Sp.KJ selaku
pembimbing dan juga seluruh pihak yang membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Sekian.

Mataram, Juli 2018

Penulis

2
STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Mrs X / Sahni
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL/Usia : ~35 tahun
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan Terakhir : Tidak tamat SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Pernikahan : Cerai Mati
Alamat : Mantang, Lombok Tengah

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Data diperoleh dari:


 Autoanamnesis pada tanggal 14 Juli 2018 di Bangsal Dahlia RSJ Mutiara Sukma pukul
09.00 WITA.
A. Keluhan Utama:
Mengamuk.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Alloanamnesis
Pasien dibawa ke RSJ oleh Satpol PP karena pasien berbicara kacau dan
berkeluyuran di pasar sweta tanpa mengenakan busana dan pasien juga marah-marah
hingga mengamuk tanpa sebab yang jelas. Pasien tanpa kartu identitas dan belum
diketahui siapa keluarga pasien. Warga Sweta tidak mengenal pasien. Saat ditanyakan
identitas pasien hanya menyebut nama dan kemudian berbicara kacau.

Autoanamnesis
Pasien mengatakan bahwa dirinya dibawa ke RSJ Mutiara Sukma oleh petugas
Satpol PP. Pasien mengatakan bahwa ia tidak mengerti alasan ia dibawa ke RSJ karena
menurutnya ia tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak wajar atau menyakiti orang

3
lain, dan pasien yakin bahwa ia tidak sedang sakit jiwa, hanya saja pasien merasa kesal
karena belum mendapat pekerjaan.
Pasien menceritakan bahwa ia sering menjadi bahan gunjingan dan dikucilkan
dari lingkungannya karena tidak punya uang dan pekerjaan, ia telah berusaha
mendapatkan uang dan pekerjaan bahkan dengan cara meminta-minta (menjadi
pengemis), namun orang-orang selalu mengolok-oloknya dan hal itu yang membuatnya
selalu merasa jengkel. Dan kemudian pasien menjadi marah-marah hingga membuka
bajunya. Setelah ditanya siapa yang mengoloknya, pasien mengatakan ada suara yang
didengar ditelinganya dan pasien juga menegatakan suara itu dari orang-orang yang jauh.
Pasien mengatakan suara-suara itu muncul tidak ada wujudnya. Pasien mengatakan
suara-suara itu muncul sejak dulu, kurang lebih sudah hampir 10 tahun.
Pasien juga menceritakan bahwa ia malu mendapatkan makanan dan baju dari
rumah sakit karena tidak pernah kerja apa-apa. Kemudian pasien menyebutkan sebuah
nama aminah, setelah ditanya aminah adalah orang yang pernah tinggal dan bekerja
dengannya. Pasien juga menceritakan ia pergi bekerja ke batulayar bersama saminah, ia
menjadi tukang sapu, tukang cuci dan tukang pel. Pasien juga menceritakan konflik bule
yang jual menjual tanahnya.
Saat ditanya tentang riwayat personal pasien, pasien mengatakan ia sudah
menikah dan pernah memiliki anak namun telah meninggal dan suami juga dikatakan
telah meninggal. Anak dan suami pasien meninggal karena memang takdir jawabnya,
tidak pernah sakit dan tiba-tiba meninggal. Sekarang pasien tinggal sendiri tidak punya
rumah, pasien menumpang di rumah temannya di Batulayar. Pasien mengatakan ayah
pasien mempunyai 2 istri, dan pasien juga mempunyai banyak saudara, saat ditanya nama
orang tua dan saudara pasien tidak tahu karena karena ayah ibu telah lama meninggal,
saudara juga tidak diketahui karena meraka sudah tinggal terpisah. Pasien merupakan
anak terakhir.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:

1) Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien mengatakan ini baru pertama kali ke rumah sakit jiwa dan tidak pernah sakit
apapun, tidak pernah ke Puskesmas ataupun dokter.
4
2) Riwayat Gangguan Medis
Pasien menyangkal adanya riwayat kecelakaan dan benturan kepala. Riwayat tekanan
darah tinggi, sesak napas atau asma, kejang, demam tinggi, dan penyakit lainnya
disangkal.
3) Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat Lain
- Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal
- NAPZA disangkal oleh pasien dan keluargnya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi:

1) Riwayat prenatal dan perinatal


Tidak ada keterangan

2) Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)


Tidak ada keterangan

3) Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)

Pasien mengatakan pernah sekolah SD, namun tidak sampai tamat. Pasien tidak
menjawab alasan berhenti sekolah.

4) Masa kanak-kanak akhir (11-19 tahun)

Tidak ada keterangan


5) Dewasa

a. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah sampai kelas 6 SD namun tidak tamat.

b. Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai tukang sapu, tukang cuci dan tukang pel. Pasien
mengelak untuk menjelaskan lebih lanjut.

c. Riwayat Psikoseksual
Tidak ada keterangan

d. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam, dan mengatakan rajin sholat dan rajin mengaji.

5
e. Aktivitas Sosial
Pasien menceritakan bahwa dirinya tidak memiliki banyak teman di berbagai
daerah. Pasien hanya menyebut aminah saja.

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasein mengaku bahwa tidak terdapat riwayat gangguan jiwa dalam keluarga
pasien. Pasien juga mengatakan tidak tahu penyakit yang ada dalam keluarganya.

F. Riwayat Pengobatan:
Pasien mengaku tidak pernah minum obat apapun dan menyangkal pernah sakit.

G. Situasi Kehidupan Sekarang:


Pasien mengatakan, Saat ini pasien sedang berusaha mencari uang dan pasien
mengatakan tinggal di rumah temannya di batulayar.

H. Persepsi dan Harapan Pasien:


Pasien mengetahui bahwa dirinya saat ini berada di RSJ dan saat wawancara
pasien menyatakan keinginan untuk segera pulang karena pasien menyakini bahwa
dirinya sudah pulih dan tidak sedang gangguan jiwa.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental dilakukan pada tanggal 12 April 2018, di Bangsal


Dahlia Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB.

A. Deskripsi Umum

1) Penampilan
Pasien seorang perempuan, tampak sesuai usia, penampilan kurang rapi, rambut
berantakan.

2) Kesadaran

Compos mentis

6
3) Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif

4) Pembicaraan
Spontan, volume suara sedikit kecil, artikulasi kurang jelas, logorrhea.
B. Alam perasaan dan emosi
 Mood : Eutimik
 Afek : Luas
 Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+)
D. Pikiran
 Bentuk pikir : realistik
 Arus pikir : sirkumstansial
 Isi pikir : terdapat ide-ide tentang pekerjaan namun masih relevan dan
koheren
E. Fungsi Intelektual

a. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan

Tingkat pengetahuan dan kecerdasan pasien kesannya sesuai dengan taraf


pendidikan.

b. Orientasi :
 Orang  baik. Pasien mengetahui bahwa yang membawa pasien saat masuk
rumah sakit adalah kakak kandung dan tetangganya.
 Tempat baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada di RSJ
Mutiara Sukma
 Waktu  baik. Pasien mengetahui waktu saat dilakukan wawancara
c. Daya Ingat :
 Jangka segera  kesan baik. Pasien dapat menyebutkan kembali nama
pemeriksa.
 Jangka pendek  kesan baik. Pasien dapat mengingat aktivitasnya tadi pagi.

7
 Jangka menengah  kesan baik. Pasien dapat mengingat kegiatannya
setelah pulang bekerja sebagai TKW.
 Jangka panjang  kesan baik. Pasien dapat mengingat bulan dan tahun
lahirnya.

d. Konsentrasi dan Perhatian

Cukup baik, pasien dapat memusatkan perhatian pada pewawancara dan


menjawab sesuai pertanyaan akan tetapi pasien beberapa kali teralihkan
perhatiannya terhadap teman yang keluar masuk kamar.

e. Kemampuan Berhitung
Kurang baik. Pasien tidak dapat menjawab pengurangan, penjumlahan, dan
perkalian angka sederhana dengan hasil yang benar.
f. Kemampuan Membaca dan Menulis
Kesan kurang baik, pasien tidak dapat membaca dan menulis dengan baik dan
lancar.
g. Kemampuan Visuospasial
Kesan kurang baik.
h. Pikiran Abstrak
Kesan baik, pasien dapat menemukan persamaan buah (apel, jeruk, nanas).
F. Pengendalian Impuls
Selama wawancara, pasien dapat mengendalikan diri.
G. Daya Nilai dan Tilikan
 Daya Nilai Sosial : cukup baik
 Uji Daya Nilai : cukup baik
 Tilikan : derajat 1
H. Taraf Dapat Dipercaya
Secara umum, informasi yang disampaikan oleh pasien dapat dipercaya.

8
IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Juli 2018 di Bangsal Dahlia, Rumah
Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB.

Status Internus

a. Status Generalis

Keadaan umum : Baik


Kesadaran/GCS : E4V5M6
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi radialis : 80x/mnt
Pernapasan : 20x/mnt
Suhu axila : 36,5˚C (suhu aksila)

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Konjungtiva anemis : (-)/(-)
Ikterus : (-) /(-)
Leher : tidak tampak adanya pulsasi vena jugularis,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan Thorax

Inspeksi : pergerakan dada simetris (+/+), retraksi (-/-)


Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Cor: S1 S2 tunggal reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler+/+, ronki (-/-), wheezing (-/-)
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : jejas (-), distensi (-)

9
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan abdomen (-) di seluruh kuadran
Abdomen
e. Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal
 Nervi Cranialis
a. N. Olfaktorius : kesan baik.
b. N. Optikus
Penglihatan : ODS kesan normal
Lapang pandang : ODS sesuai pemeriksa, luas
c. N III, IV, VI
Celah kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Eksoftalmus : (-/-)
Posisi bola mata : ortotropia ODS
Pupil
Ukuran atau bentuk : bulat (3 mm/3 mm)
Isokor atau anisokor : Isokor
Refleks cahaya langsung : (+) pada ODS
Refleks cahaya tidak langsung : (+) pada ODS
Gerakan bola mata
Parese ke arah : tidak ada parese pada ODS
Nistagmus : tidak ada
d. N V (Trigeminus)
Sensibilitas :
N VI : baik
N V2 : baik
N V3 : baik
Motorik : baik

10
e. N VII ( Fasialis )
Motorik
Motorik M frontalis M Orbikularis M Orbi Oris
okuli
Istirahat Normal Normal Normal

Gerakan Normal Normal Normal


Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : tidak dievaluasi
f. N VIII ( Auditorius )
Pendengaran : kesan baik aurikula dekstra dan sinistra
Tes rinne/ weber : tidak dievaluasi
g. N IX / X ( Glosopharingeus/ vagus )
Posisi arkus phariks (istirahat/AAH) : di tengah, deviasi uvula (-)
Refleks menelan atau muntah : tidak dievaluasi
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : tidak dievaluasi
Suara : baik, tidak ada disfonia
Takikardi/ bradikardi : (-)
h. N XI ( Accesorius)
Memalingkan kepala dengan atau tanpa tahanan : baik
Angkat Bahu : baik
i. N XII ( Hipoglosus)
Deviasi lidah : tidak ada deviasi lidah
Atropi : tidak ada atropi
Tremor : tidak ada tremor

11
 Ekstremitas Motorik
Motorik Superior Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Pergerakan Bergerak Bergerak Bergerak Bergerak
aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Bentuk otot Normal Normal Normal Normal

Refleks Fisiologis
a. Biceps : ++ / ++
b. Triceps : ++ / ++
Refleks Patologis
a. Hoffman dan Tromer : (- / -)
b. Babinsky : (- / -)
c. Oppenheim : (- / -)
Sensibilitas Ekteroseptik atau Sensorik
1. Nyeri : baik dextra et sinistra
2. Raba Halus : baik dextra et sinistra
3. Suhu : tidak dievaluasi
 Tanda Efek Ekstrapiramidal
Pergerakan abnormal yang spontan
Parkinson : negatif
Akatisia : negatif
Bradikinesia : negatif
Tremor : negatif, baik saat aktivitas
maupun istirahat (resting
tremor)
Rigiditas : negatif
Postural Instability : negatif

12
Gangguan koordinasi
Tes jari hidung : baik, dextra et sinistra
Tes disdiadokokinesia : baik, dextra et sinistra
Tes tumit : baik, dextra et sinistra
Tes pegang jari : baik, dextra et sinistra
Gangguan keseimbangan
Tes Romberg : tidak ada gangguan
Cara berjalan : normal, tidak ada gait
 Pemeriksaan Fungsi Luhur (Fungsi Bicara)
Fluency atau kelancaran : baik
Pemahaman : baik
Repetisi atau mengulang : baik
Kesan tidak ditemukan afasia baik sensorik, motorik, ataupun campuran

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Berdasarkan anamnesis riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik serta
status mental, pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan
yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu hendaya (disability) dalam berbagai
fungsi baik psikososial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari pasien. Dengan demikian
berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan
jiwa.
Berdasarkan anamnesis riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah mengalami
trauma kepala atau penyakit lainnya yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi
otak sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Oleh karenanya, gangguan mental
organik dapat disingkirkan (F00-F09). Pada pasien, tidak didapatkan adanya riwayat
penggunaan zat psikoaktif, atau riwayat penggunaan alkohol sebelumnya. Oleh

13
karenanya, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif dapat
disingkirkan (F10-F19).
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pasien mengamuk hingga
membuka baju, pasien juga berbicara kacau. Hal tersebut dikarenakan pasien mendengar
suara-suara yang mengolok dirinya, suara tanpa sumber yang jelas. Mendengar suara-
suara sudah hampir 10 tahun.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan bahwa penampilan pasien kurang rapi
dan sesuai dengan usianya, dengan perawatan diri yang kurang. Sikap terhadap
pemeriksa cukup kooperatif. Bicara pasien spontan dan volume suara sedikit mengecil,
psikomotor normoaktif, konsentrasi cukup baik. Mood eutimik dan afek serasi. Pasien
cenderung terlihat dapat mengendalikan impuls.
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik namun tidak terdapat ilusi dan bentuk
pikir pasien realistik dan arus pikir sirkumtansial. Kesadaran compos mentis. Orientasi
orang, tempat, dan waktu terkesan baik. Daya ingat terkesan baik. Konsentrasi/perhatian
dan kemampuan visuospasial terkesan kurang baik. Kemampuan membaca dan menulis
terkesan kurang baik. Pikiran abstrak serta intelegensi pasien terkesan baik. Daya nilai
sosial baik, uji daya nilai baik, tilikan derajat 1. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan
hasil dalam batas normal.
Gejala-gejala yang tampak pada pasien tersebut telah memenuhi kriteria
skizofrenia paranoid menurut PPDGJ III.

VI. DIAGNOSIS MULTI AKSIAL


 Aksis I : F20.0 Skizofrenia paranoid
 Aksis II : Belum ada diagnosis
 Aksis III : Tidak ada diagnosis
 Aksis IV : Masalah pekerjaan
 Aksis V : GAF SCALE sekarang 60-51

14
VII. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologik : Ketidakseimbangan neurotransmitter

B. Psikologi :
 Mengamuk hingga mengganggu orang lain
 Halusinasi auditorik
 Pembicaraan sirkumstansial

C. Lingkungan dan Sosioekonomi

Pasien datang ke RSJ tanpa ada penanggung jawab, keluarga pasien belum dikatahui.
Pasien tidak punya BPJS, biaya rumah sakit masih ditanggung oleh BANSOS.

VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN


A. Psikofarmaka :
Rencana terapi yang diberikan adalah antipsikosis atipikal golongan
benzisoksazole yaitu risperidon 2x2 mg sebagai dosis inisial. Resperidon merupakan
antipsikosis atipikal atau antipsikosis golongan II. Antipsikosis golongan II merupakan
golongan obat yang memiliki efek untuk mengurangi gejala negatif maupun positif. Jika
dibandingkan dengan antipsikosis golongan I, risperidon mempunyai efektivitas yang
lebih baik dalam mengontrol gejala negatif dan positif. Obat ini mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor
dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Sindrom psikosis berkaitan dengan
aktivitas neurotransmitter dopamine yang mengikat (hiperreaktivitas system
dopaminergik sentral), obat ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pascasinaptik
neuron di otak, khususnya di system limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2
receptor antagonis). Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif maupun
gejala negative. Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan
demikian perlu diadakan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon
ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat
minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal.

15
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/ hari dan besoknya dinaikkan menjadi 4
mg/ hari. Sebagian besar orang dengan skizofrenia membutuhkan dosis sekitar 4-6 mg/
hari sehingga saya menganjurkan dosis risperidon sebesar 4 mg/ hari pada pasien, yang
dibagi menjadi 2 kali pemberian pada pagi dan sore hari untuk mengurangi risiko efek
samping ekstra piramidal. Apabila respon risperidon tidak adekuat, dianjurkan untuk
menaikkan dosis hingga 8 mg/hari. Perbaikan dengan risperidon terlihat dalam 8 minggu
pertama dan responnya lebih cepat dari haloperidol.

B. Psikoterapi dan Psikoedukasi :


Selain diberikan obat-obat terapi medikamentosa pasien juga dilakukan terapi
nonmedikamentosa yaitu psikoterapi dan psikoedukasi yang dianjurkan setelah pasien tenang
dengan pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat penyembuhan
pasien.

 Pada pasien dilakukan psikoterapi suportif dengan cara mendukung pasien. Sistem
pendukung pasien harus kuat, tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi pasien.
Pasien juga diberikan edukasi mengenai penyakitnya, gejala, penyebab, pengobatan,
bagaimana dampak bila tidak kontrol atau tidak minum obat dan bagaimana jika
keluhan kembali muncul.
 Edukasi terhadap pasien :
- Memberi informasi dan edukasi pada pasien mengenai gangguan yang diderita,
mulai gejala, dampak, faktor risiko, pemicu, tingkat kekambuhan, dan tata cara
dan manfaat pengobatan agar pasien tetap taat meminum obat, dan segera
berobat bila mulai timbul gejala serupa.
- Memberi edukasi mengenai keuntungan pengobatan sehingga pasien termotivasi
untuk minum obat secara teratur.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa obat yang diberikan bisa memberikan efek
samping bagi pasien namun dapat diatasi. Dan memberikan pemahaman bahwa
keuntungan akan efek obat lebih besar dibandingkan dengan efek samping obat
yang ditimbulkan sehingga pasien harus tetap meminum obat.

16
 Edukasi kepada keluarga :
- Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan
antara gejala dengan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada
akhirnya diharapkan keluarga bisa menerima dan memahami keadaan pasien
serta mendukung proses penyembuhannya dan mencegah kekambuhan.
- Menjelaskan bahwa sakit yang diderita oleh pasien merupakan penyakit yang
membutuhkan dukungan dan peran aktif keluarga dalam membantu proses
penyembuhan penyakit.
- Memberikan penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien (kegunaan
obat terhadap gejala pasien serta efek samping yang mungkin muncul pada
pengobatan).
- Selain itu juga ditekankan pentingnya pasien kontrol dan minum obat secara
teratur.

IX. PROGNOSIS
1. Qua ad vitam : bonam
2. Qua ad functionam : dubia bonam
3. Qua ad sanationam : dubia bolam

X. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis baik alloanamnesis
maupun autoanamnesis, dan pemeriksaan fisik dan status mental pada pasien ditemukan
adanya pola perilaku, dan perasaan yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu
penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan
demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu
gangguan jiwa.1

Berdasarkan keterangan pasien dan keluarga tidak terdapat riwayat trauma kepala,
kejang ataupun kelainan organik lain. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organik pada pasien (F00-F09). Pasien memiliki riwayat
menggunakan zat psikoaktif, yaitu alcohol. Pasien menggunakan zat psikoaktif sekitar 1
tahun namun sudah 5 tahun tidak lagi menggunakan zat psikoaktif tersebut, selain itu

17
pasien tidak memiliki riwayat NAPZA sehingga hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
(F10-F19).1

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dengan pasien dan keluarga, terdapat


halusinasi auditorik dan waham yang jelas, serta menimbulkan perubahan kualitas hidup
yang bermakna sehingga berdasarkan PPDGJ III pasien dapat didiagnosis dalam kategori
psikotik fungsional (F20-F29). Hal ini sudah berlangsung lebih dari 1 bulan. Dari data ini
menjadi dasar diagnosis bahwa pasien menderita skizofrenia sekaligus menyingkirkan
diagnosis psikotik akut (F.20). Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan juga adanya
halusinasi auditorik pada pasien serta terdapatnya waham curiga, dan juga waham
kontrol, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita skizofrenia paranoid (F20.0). 1

Gangguan kepribadian yang bermakna secara klinis saat ini belum dapat
ditentukan, sehingga untuk Aksis II Belum Ada Didiagnosis. Berdasarkan keterangan
keluarga, sebelum perilaku pasien berubah, pasien berperilaku layaknya orang
kebanyakan, dapat bekerja, dan bersosial di lingkungan tempat tinggalnya. Pada pasien
ini tidak ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan fisik, sehingga Aksis III Tidak
Ada Diagnosis.

Pada pasien mengalami masalah putus obat, karena pasien merasa sudah sembuh
dan tidak membutuhkan obat lagi serta pasien tidak mau ketergantungan mengkonsumsi
obat seumur hidupnya. Pasien juga memiliki masalah pekerjaan, dimana pasien merasa
bosnya tidak pernah menghargai dirinya yang sudah bekerja lama disana. Selain itu
pasien juga memiliki masalah dengan lingkungan pasien merasa sering diperhatikan oleh
tetangganya karena pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sehingga dapat disimpulkan
Aksis IV Masalah pekerjaan, dan masalah dengan lingkungan.

Pada Aksis V GAF (Global Assessment of Functioning) Scale pasien pada saat
ini adalah 60-51 yaitu beberapa gejala sedang dengan disabilitas sedang.

18
XI. REFLEKSI KASUS
1. Hal yang menarik dari kasus yang diambil
Hal yang membuat saya tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena pasien
merupakan ini kali pertama pasien masuk rumah sakit jiwa, walaupun pasien masih diberi
julukan Mrs X, sehingga tidak anamnesis pada pasien ini dirasa kurang, maka karena itu
penulis merasa tertantang untuk menggali diagnosis pasien hanya berdasarkan keterangan
pasien itu sendiri. Pemicu dari gangguan pasien saat ini adalah masih belum diketahui.
Pasien juga bersikap cukup kooperatif juga menjadi pertimbangan pengambilan kasus ini.
2. Hal yang ingin dipelajari dari kasus yang diambil
Dari kasus pasien dapat dipelajari gejala yang timbul pada pasien dengan
skizofrenia dan gejala yang lebih khas pada pasien dengan skizofrenia paranoid, serta
pilihan terapi anti psikotik pada pasien dengan skizofrenia. Selain itu juga bahwa
hubungan keluarga dan sosial sangat berpengaruh pada pasien dengan skizofrenia untuk
memunculkan gejalanya.

3. Hasil Pembelajaran
1. Gangguan Skizofrenia dan Skizofrenia Paranoid
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan skizofrenia dapat ditegakkan apabila
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas), yaitu:
a. Thought
- Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b. Delusi/ Waham
- Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau

19
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatantertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara
jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,
tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yangmberbicara atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh).
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain).
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.

20
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
* Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
Kemudian untuk diagnosa skizofrenia paranoid, pasien harus emenuhi kriteria
umum diagnosis skizofrenia dan sebagai tambahan harus terdapat halusinasi atau
waham yang menonjol, seperti:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
d. Serta gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

21
Terdapat 5 dimensi gejala yang dapat ditemukan pada pasien skizofrenia.
Diantaranya adalah gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif, gejala agresif dan
bermusuhan, serta gejala depresi dan cemas4.
Patofisiologi skizofrenia sebenarnya belum diketahui secara pasti, namun
diduga yang paling berperan dalam memunculkan 5 dimensi gejala pada
skizofrenia adalah neurotansmitter dopamin. Terdapat empat jalur dopamin yang
ada di otak diantaranya adalah jalur dopamin mesolimbik, mesokortikal,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Jalur yang diduga paling berperan dalam
memunculkan gejala positif adalah jalur dopamin mesolimbik 4.

2. Terapi pada Skizofrenia


Pilihan terapi utama pada pasien dengan skizofrenia disesuaikan dengan
konsensus penatalaksanaan gangguan skizofrenia yang dibuat oleh PDSKJI.
Terapi biologik (farmakologi) skizofrenia mengalami kemajuan pesat terutama
setelah ditemukan anti psikotik generasi kedua sehingga anti psikotik generasi
kedua sering menjadi pilihan utama terapi terutama pada pasien skizofrenia yang
menunjukkan gejala negatif yang dominan2,4. Namun, akibat keterbatasan obat
yang tersedia pada pelayanan kesehatan primer, haloperidol masih menjadi
pilihan yang dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala positif yang
dominan dengan sikap yang agresif2,3.
Terapi selama fase stabil bertujuan untuk mempertahankan remisi gejala
atau untuk mengontrol, meminimalisasi risiko, atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Penggunaan anti
psikotik pada fase stabil dapat mengurangi risiko kekambuhan hingga 30% per
tahun2. Kepatuhan terhadap obat yang digunakan sangat diperlukan.
Penggunaan antipsikotik pada pasien ini didasarkan pada fakta bahwa
antipsikotik dapat membantu mencapai dan memelihara respons klinis yang
diinginkan. Terdapat dua golongan obat antipsikotik, yaitu golongan tipikal dan
atipikal. Antipsikotik tipikal bekerja dengan memblokade reseptor D2 khususnya
di jalur dopamin mesolimbik sehingga memiliki efek mengurangi hiperaktivitas
pada jalur ini yang akan dapat menurunkan gejala positif. Antipsikotik atipikal

22
memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan keuntungan terapi pada
gejala negatif dan memperbaiki profil efek samping obatnya. Risperidon adalah
anti psikotik generasi 2 yang paling sering digunakan, ditanggung BPJS dan
ketersediaannya paling baik3,4.
Dosis Risperidone mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif’ (mulai timbul peredaan
Sindrom Psikosis, lalu dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan sampai
“dosis optimal” dan dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), diturunkan
setiap 2 minggu sampai dosis maintenance dipertahankan 6 bulan – 2 tahun
(diselingi “drug holiday” 1-2hari/minggu), tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) lalu dihentikan2,3.
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/ hari dan besoknya
dinaikkan menjadi 4 mg/ hari. Sebagian besar orang dengan skizofrenia
membutuhkan dosis sekitar 4-6 mg/ yang dapat dibagi menjadi 2 kali pemberian
pada pagi dan sore hari untuk mengurangi risiko efek samping ekstra piramidal.
Perbaikan dengan risperidon terlihat dalam 8 minggu pertama dan responnya
lebih cepat dari haloperidol.

XII. KURVA PERJALANAN PENYAKIT

13/7/18 14/7/18 16/7/18

MRS Cukup stabil dan kooperatiif, Cukup stabil dan kooperatiif,


Pertama verbal kacau, halusinasi audi (+) verbal kacau, halusianasi
Mengamuk berkurang

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan
Gangguan Skizofrenia. 2011.
3. KAPLAN & SADOCK’S Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical
Psychiatry. 11th Editi. Goolsby J, Elfrank J, editors. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 1 st ed. Ed: Elvira S and
Hadisukanto G. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai