Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

When to Suspect and


How to Diagnose
Dissociative Identity Disorder

Yolanda Satriani Putri


(H1A013063)

Pembimbing :
dr. Emmy Amalia Sp Kj
Identitas Journal
 Penulis : Ross, C.,
 Judul : When to Suspect and How to
Diagnose Dissociative Identity Disorder
 Penerbit : Journal of EMDR Practice and
Research,
 Halaman : 1-7
 Jenis jurnal : Review
Pendahuluan
 Sebelumnya, Dissociative Identity Disorder
(DID) yang tidak terdiagnosis dapat
diketahui melalui metode psikoterapi Eye
Movement Desensitization & Reprocessing
(EMDR).
 DID ditemukan sekitar 3,9% dari 1.529
pasien psikiatri dewasa dalam sepuluh
penelitian yang dilakukan di enam
negara.
 Menurut DSM-IV, Dissociative Identity
Disorder adalah seseorang yang
mempunyai dua ego yang berbeda
(alter ego), di mana masing-masing ego
mempunyai perasaan, kelakuan,
kepribadian yang exist secara
independent dan keluar dalam waktu
yang berlainan.
ISI
 Sepuluh penelitian yang telah dilakukan
di 6 negara (Kanada, Amerika, Turki, Norwegia,
Swiss, dan Jerman) didapatkan hasil sekitar
3,9% dari 1.529 pasien psikiatri terdiagnosis
sebagai DID
 Prosedur penelitian tersebut mengunakan
instrument
 Dissosiative Experiences Scale (DES)
 Dissosiative Disorders Interview Schedule
(DDIS) atau DSM-IV.
EMDR
 Belum ada literatur yang menyatakan bahwa
EMDR sebagai tindak lanjut DID
 Disamping itu, tidak ada literatur yang
menjelaskan protokol penaganan DID

EMDR adalah salah satu metode yang dapat


dilakukan untuk penanganan DID, jika ada
suatu literatur RCT, maka EMDR akan valid
digunakan dan dapat menjadi protokol standar
penangan DID
 Terdapat
beberapa
kesalahpahaman
mengenai Validitas
dan reabilitias DID
 Gangguan disosiatif identitas ditegakkan
berdasarkan gejala utama, anamnesis secara
langsung, waktu yang memungkinkan, dan
keterangan keluarga.
 Gangguan disosiatif identitas harus dapat
dibedakan dari malingering dan orang yang
berpura-pura mengalaminya. Gejala kepribadian
berubah-ubah murni dari gangguan mental
bukan dari penderita itu sendiri.
 Memiliki gangguan ini tidak selalu berubah
menjadi kepribadian yang tidak memiliki moral,
etika, dan tanggung jawab.
KRITERIA DID (DSM-V)
 (127) Pernahkah Anda merasa seperti  (129) Pernahkah anda merasa
ada dua atau lebih kepribadian gejala menyebabkan kesulitan
dalam diri Anda, yang mana pada dalam masalah sosial,
suatu kondisi Anda merasa memiliki pekerjaan, atau fungsi yang
kepribadian itu? Suatu kepribadian lain? Ya = 1, Tidak = 2, Tidak
yang menganggu dan tidak masuk Yakin = 3
akal yang disertai dengan kekacauan
perasaan, perilaku, kesaradaran,
ingatan, persepsi, pikiran dan sensasi?.
Ya = 1, Tidak = 2, Tidak Yakin = 3  (130) Adakah masalah
dengan perbedaan identitas
atau kepribadian dikarenakan
suatu penyalahgunaan zat
 (128) Pernahkah Anda mengalami (seperti alcohol) atau suatu
ketidakmampuan dalam mengingat kondisi medis lain? Ya = 1,
kembali informasi personal yang Tidak = 2, Tidak Yakin = 3
penting atau kejadian traumatik yang
sangat sulit dijelaskan karena anda
tidak mengingatnya?. Ya = 1, Tidak =
2, Tidak Yakin = 3
Kapan curiga
DID
 Pada beberapa
penelitian
menjelasakan
wanita>laki-laki
(2:1)
Contoh Kasus
 Kasus ini diambil dari Current Psychiatry
yang mengandung beberapa elemen
yang menunjukkan bahwa gangguan
disosiatif identitas yang tidak terdiagnosis.
 Ms. T usia 20 tahun, dibawa ke IGD oleh ayahnya
karena dia tidak mau makan dan minum, tidak
mau melakukan apapun, dan hanya berbaring di
kasur sepanjang hari, dan tidak melakukan
aktivitas seperti biasa (ADL).
 Di IGD dia mulai tidak kooperatif dan mutisme,
kemudian dia menjadi agitatif dan mengalami
kejang dengan karakteristik seperti menyentakkan
kaki dan tangannya secara acak dan tidak
simetris, kedua mata tertutup, meneteskan air
mata, mulut berbusa, merintih, dan tidak ada
respon.kejangnya berdurasi lebih dari 5 menit.
 Kondisi psikiatri, Ms. T merupakan orang yang
sangat sensitive dan tidak teratur dan jarang
makan, berprilaku kekanakan. Ia sering ditemukan
tidur dengan posisi meringkuk, kondisi menangis,
dan berbicara seperti anak kecil.
 Dokter psikiatrinya menjelaskan bahwa ia
merupakan korban kekerasan fisik dan pelecehan
seksual sejak usia 7 tahun. Saat usia 9 tahun
ibunya meninggal karena kanker payudara,
kemudian dia dan saudaranya pindah ke panti
asuhan, dimana ia mengalami kekerasan fisik oleh
staf. Dia tinggal disana hingga usia 18 tahun.
 Ayahnya mengatakan bahwa ia sering
keluar masuk rumah sakit karena instabil
pelvis, berbicara gagap, dan tidur semu.
Dokter psikiatrinya mempertimbangkan
adanya gangguan konversi dan
gangguan disosiatif.
Pembahasan Kasus
 Diagnosis Pseudoseizure yang dibuat oleh
penulis secara teknik telah benar akan tetapi
tidak dapat menjelaskan gambaran klinis
yang lengkap.
 Walaupun telah dipertimbangkan adanya
gangguan disosiatif, tidak ada bukti yang
kuat bahwa gangguan disosiatif identitas
dapat ditegakkan. Maka sangat perlu pasien
diinterview menggunakan DES dan DDIS
sehingga dapat menentukan diagnosis yang
tepat.
 Episode kejang yang terjadi pada Ms T dapat
merupakan ledakan emosi dari kejahatan
yang dialami saat masa kecilnya. Gangguan
disosiatif identitas dapat menyebabkan
perubahan mendadak dari perilaku,
menangis, dan berbicara seperti anak kecil,
dan tidur semu yang ia alami. Riwayat
pelecehan seksual yang dialaminya
menyebabkan instabil pelvis. Bagaimana
dokter terserbut mendapat diagnosis
gangguan disosiatif pada Ms T selama
wawancara psikiatri?
Bagaimana Penegakan Diagnosis DID

PERTANYAAN SPESIFIK
 Pada beberapa penelitian menjelaskan
bahwa pasien dengan kepribadian multiple
rata-rata telah berlangsung selama 7 tahun
dan kemudian terdiagnosis DID
 Belum ada bukti penelitian bahwa durasi
yang lebih pendek dalam menentukan
diagnosis, kecuali terdapat satu laporan
literatur yang menjelaskan bahwa gangguan
disosiatif didiagnosis setelah 25 tahun.
 Seperti penyakit yang lainnya,
penegakan diagnosis pada beberapa
kasus membutuhkan waktu dan
kolaborasi lintas bagian.
 Biasanya, pada beberapa kasus
diagnosis yang dapat diangkat sesuai
DSM-V yaitu gangguan disosiatif tak
spesifik.
Kesimpulan
 Jika ada suatu penelitian Randomized
Control Trials yang menjelaskan EMDR untuk
maka sebuah protokol standar dibutuhkan.
 Apapun protokolnya, dibutuhkan suatu
assessment yang sistematis untuk
menegakkan gangguan disosiatif yang tidak
terdiagnosis.
 Adapun pedoman dalam menentukan
diagnosis DID telah jelaskan dalam artikel ini,
dan tambahan yang dapat membantu
diagnosis gangguan ini adalah DES dan DDIS.
REFERENSI
 Ross, C., When to Suspect and How to Diagnose Dissociative Identity Disorder. Journal of
EMDR Practice and Research, 2015. Vol 9 (2)

 Rizki D., Eye Movement Desensitization And Reprocessing (Emdr) Untuk Menurunkan Ptsd
Pada Korban Inses. Humanitas. 2017. Vol 14 (1)

 APA. (2000). DSM V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text
Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Press

 DES SCALE
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8
&ved=0ahUKEwjZrveFtpDcAhWOfX0KHejVAe8QFggtMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.hebpsy
.net%2Ffiles%2FruZXkl5YGeKcvt6dBZpS.pdf&usg=AOvVaw1jMoYORco9Mvn2uA1_ulZT)

 DDIS
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8
&ved=0ahUKEwidoKWltpDcAhVYbysKHV0fBaIQFgg0MAE&url=http%3A%2F%2Fwww.rossinst.c
om%2FDownloads%2FDDIS-DSM-5.pdf&usg=AOvVaw273-2VRJE2PsOGtC1L3sDp)

Anda mungkin juga menyukai