Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

PNEUMONIA

Oleh
Ahmad Haviz
H1A 013 004

Pembimbing Fakultas
dr. Ika Primayanti, M.Kes
dr. Ni Ketut Wilmayani

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT
2018
BAB I
ANALISIS SITUASI

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri. Gejala
penyakit pneumonia yaitu sesak napas, demam, dan batuk berdahak. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan
penemuan pneumonia pada balita. Pneumonia merupakan penyebab dari 15%
kematian balita, yaitu diperkirakan sebanyak 922.000 balita di tahun 2015.
Pneumonia menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak terjadi di
Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Populasi yang rentan terserang pneumonia
adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang
yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi, dan penyakit
kronis). Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3.55% 1

Risiko terbesar dari kematian akibat pneumonia di masa anak-anak ialah pada
masa neonatal. Setidaknya sepertiga dari 10,8 juta kematian pada anak-anak di
seluruh dunia yang terjadi pada usia 28 hari kehidupan diakibatkan oleh pneumonia.
Diperkirakan bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750.000 sampai 1,2
juta kematian neonatal per tahun, terhitung 10% kematian anak secara global. Dari
semua kematian neonatal, 96% terjadi di negara berkembang.2 Berdasarkan data riset
kesehatan dasar tahun 2013, lima provinsi di Indonesia yang mempunyai insiden
pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%),
Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%).
Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan
(21,7%). Berikut ditampilkan perkiraan kasus Pneumonia balita dan penderita yang
ditemukan dan ditangani di Provinsi NTB tahun 2011-2016.

2
Sementara kasus penyakit yang paling banyak diderita masyarakat di Provinsi NTB
berdasarkan Laporan Bulanan (LB1) di puskesmas dan jaringannya terlihat pada
gambar berikut:

3
Gambar diatas memperlihatkan bahwa kunjungan terbanyak di puskesmas
adalah infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas. Kondisi ini erat kaitannya
kejadian pneumonia pada balita. Sementara itu, gambaran penyakit pneumonia di
kabupaten Lombok barat adalah sebagai berikut:

4
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita
pneumonia di puskesmas Gunung Sari dari 188 kasus pada tahun 2015 menjadi 512
kasus pada tahun 2016. Pneumonia tergolong penyakit ringan apabila segera
ditangani dengan tepat dan cepat, tetapi bisa menjadi penyakit berbahaya dan
mematikan apabila tidak ditangani dengan baik. Pada bayi atau balita umumnya
terjadi pada balita dengan gizi kurang dan kondisi lingkungan yang tidak sehat.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Pneumonia di Puskesmas Narmada


Dari seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Gunung Sari pada
tahun 2016, ditemukan kasus Pneumonia pada Balita sebanyak 131 kasus (22,13%)
dari target perkiraan jumlah kasus 592 ( 10% dari jumlah Balita ). Dari semua kasus
yang ditemukan, 100% kasus telah mendapatkan penanganan sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan. Sementara pada trimester pertama tahun 2018 telah didapatkan 17
kasus pneumonia dari jumlah balita 1577 orang. Pneumonia merupakan salah satu
dari 10 penyakit terbanyak di rawat jalan puskesmas Gunung Sari pada tahun 2017.

Beberapa strategi dan kebijakan program telah dilakukan untuk


menanggulangi peningkatan kasus ISPA/pneumonia pada balita diantaranya adalah
care seeking untuk pemantauan faktor risiko yang ada di rumah terhadap balita
penderita pneumonia serta pembinaan kader dan penguatan pencatatan dan pelaporan
kasus pneumonia di semua tatanan.

6
7
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu penyakit klinis sehingga didefinisikan berdasarkan
gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik
menyatakan bahwa pneumonia merupakan suatu peradangan pada saluran napas
bagian bawah, meliputi alveolus dan jaringan interstitiil, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pnemonia
ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi pernapasan), napas cuping
hidung, retraksi dinding dada, ronkhi, dan kadang-kadang sianosis. 7

2.2.2 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian
kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid substances)
dan benda yang teraspirasi. Patogen penyebab pneumonia bermacam-macam, virus
merupakan penyebab pada kebanyakan kasus, seperti adenovirus, respiratory
syncytial, parainfluenza, serta virus influenza. Pneumonia pada bayi baru lahir
biasanya disebabkan oleh organisme yang berasal dari organ genital wanita sewaktu
hamil. Haemophillus influenza merupakan salah satu penyebab pneumonia yang
kasusnya semakin menurun karena telah ditemukan vaksinnya. Mycoplasma
pneumoniae dan Streptococcus pneumoniae penyebab paling umum kasus pneumonia
pada anak-anak di atas 6 tahun. Chlamydia pneumoniae menimbulkan infeksi pada
anak-anak (5-14 tahun). Beberapa kasus pneumonia disebabkan oleh kontak langsung
dengan binatang, seperti : Francisella tularensis (kelinci), Chlamydia psittaci
(burung), Coxiella burnetti (domba), Salmonella choleraesuis (babi). Di Indonesia,
penelitian di Pulau Lombok 1997-2003 usap tenggorok pada anak usia <2 tahun yang
menderita pneumonia ditemukan Streptococcus pneumoniae (48%) dan
Haemophyllus influenzae B (8%). 2,3,8

8
Tabel 1. Etiologi pneumonia.7,8

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir 20 hari

E. colli Bakteri anaerob

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu-3 bulan

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza


tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus adeno Staphylococcus aureus

Virus influenza Ureaolasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Virus

Respiratory syncytial virus Virus Sitomegalo

9
4 bulan – 5 bulan

Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza tipe


B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Eptain-Barr

Virus Influenza

10
Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial
Virus

Virus Varisela-Zoster

2.2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia

a. Faktor Host

1. Umur: Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi


dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita
yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang
menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat
pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda.

2. Jenis Kelamin: hasil penelitian menunjukkan anak laki-laki memiliki risiko lebih
besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.

3. Riwayat BBLR: BBLR atau berat bayi lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan
berat kurang dari 2500 gram. Bayi dan balita dengan riwayat BBLR umumnya
lebih berisiko terhadap kematian, bahkan sejak masa-masa awal kehidupannya.
Hal ini disebabkan karena zat anti kekebalan di dalam tubuhnya belum sempurna.
Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa bayi 0-4 bulan dengan riwayat BBLR
memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia.

4. Status Gizi: Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan


gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Penyebab langsung timbulnya gizi
kurang pada anak adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua

11
penyebab tersebut saling berpengaruh. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada anak antara lain adanya
kekurangan energi protein. Timbulnya Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak
hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA.
Anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah diserang
penyakit infeksi. Anak dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita
pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi penyakit pneumonia
dengan sempurna. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran
anthropometri dengan melihat kriteria yaitu: Berat Badan per Umur (BB/U),
Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB).

5. Pemberian ASI: ASI mengandung nutrisi dan zat-zat penting yang berguna
terhadap kekebalan tubuh bayi. Zat-zat yang bersifat protektif tersebut dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Oleh sebab itu, sangat penting
bagi bayi agar segera diberikan ASI sejak lahir karena saat itu bayi belum dapat
memproduksi zat kekebalannya sendiri. Pemberian ASI ternyata dapat
menurunkan risiko pneumonia pada bayi dan balita. Bayi yang dirawat dirumah
sakit karena pneumonia lebih berisiko meninggal dengan Case Fatality Rate dua
kali lebih besar pada bayi yang tidak memperoleh ASI.

6. Defisiensi vitamin A: Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian vitamin


A berguna dalam mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya
kematian akibat pneumonia. Beberapa penelitian menunjukkan balita yang tidak
memperoleh suplementasi vitamin A berisiko 14,8 kali untuk meninggal
dibandingkan dengan yang telah disuplementasi.

7. Status Imunisasi: Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka


kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari seluruh kematian balita,
sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi

12
yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada
usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11
bulan), Hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11
bulan). Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih
mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT
(Difteri, Pertusis, Tetanus). Oleh karena itu untuk menekan tingginya angka
kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
seperti imunisasi DPT dan campak.

b. Faktor Agent

Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,


Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Penyebab pneumonia lainnya
adalah virus golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Othomyxovirus, dan Herpesvirus.

c. Faktor Perilaku

1. Pekerjaan Orang Tua: Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil
pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah
menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik,
perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak
menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi
termasuk penyakit pneumonia.

2. Pendidikan Ibu: Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko
yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama pneumonia. Tingkat
pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada
anak-yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia
tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko

13
meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan yang tepat.

d. Faktor Lingkungan

1. Fisik. Polusi udara dalam rumah: Rumah atau tempat tinggal yang kurang baik
dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan,
diantaranya adalah infeksi saluran napas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang
berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap
kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan
mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi
saluran pernapasan yang berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur
kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang
tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang
merokok dalam rumah akan menderita infeksi pernapasan lebih sering
dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.

2. Kepadatan Hunian: Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah


yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan
penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan
kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak
penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit
dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang
sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang
berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.

3. Non fisik: lingkungan ekonomi yang rendah mengakibatkan ketidakmampuan


mengatasi pneumonia dari segi perbaikan keadaan rumah yang meningkatkan
risiko pneumonia

14
Gambar 1. Faktor Risiko untuk Pneumonia pada Balita

2.2.4 Klasifikasi
 Pneumonia berat atau sangat berat, adanya nafas sesak dengan tarikan dinding
dada atau saturasi oksigen <90 persen. Dan harus dirawat serta diberikan
antibiotik.

 Pneumonia, bila tidak ada tarikan dinding dada namun ada nafas cepat, usia 2
bulan - 1 tahun > 50 kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali
permenit. Dan pasien tidak perlu dirawat, dapat diberikan antibiotik oral.

 Batuk bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat, hanya batuk pilek biasa
tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan pasien tidak perlu
dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simtomatis
seperti penurun panas.

15
2.2.5 Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
napas. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia, yaitu :

1) Stadium hepatisasi merah.

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli.1,6

2) Stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.1,6

3) Stadium resolusi

Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi,
fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru
yang tidak terkena akan tetap normal.1,6

2.2.6 Diagnosis
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat.1,4

16
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis sederhana yang meliputi napas
cepat, sesak napas, disertai demam dan berbagai tanda bahaya agar anak segera
dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat di hitung dengan frekuensi napas selama
satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas di nilai dengan
melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk. Diagnosis ditegakkan sesuai dengan
klasifikasi MTBS.3,6,7

2.2.7 Tatalaksana
Dasar tatalaksana pneumonia adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik.6,7

Batuk bukan pneumonia

Rawat jalan

Pengobatan simtomatis tanpa antibiotik

Pneumonia

Rawat jalan

Beri antibiotik : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3


hari atau Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari. Anjurkan ibu untuk memberi makan
anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih
cepat bila keadaan anak memburuk atau tidak bias minum atau menyusu.
Ketika anak kembali, jika pernapasannya membaik (melambat), demam

17
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3
hari. Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perbaikan,
ganti ke antibiotic lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika
ada tanda pneumonia berat, rawat anak di fasilitas kesehatan yang sesuai. 6,7

Pneumonia berat atau sangat berat

Rawat inap/rujuk

Terapi antibiotik

 Beri ampisilin/amoksisilin (25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6


jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberikan respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah taau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.

 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan


yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargi atau tidak sadar, sianosis,
distress pernapasan berat) maka ditambahkan khloramfenikol (25
mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam)

 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamicin.

 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80 – 100 mg/kgBB IM atau IV


sekali sehari).

 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan


foto dada.

18
 Apabila diduga peneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan
gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sehari sekali) dan kloksasilin (50
mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari
– 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin
(atau dikoksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral sampai 2 minggu.

Terapi oksigen

o Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

o Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi


oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen
setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%.

o Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

o Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan


dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas ≥ 70
x/menit tidak ditemukan lagi.

Perawatan penunjang

 Bila disertai demam (≥ 37,5C) beri paracetamol.

 Bila ditemukan adanya weezing, beri bronkodilator kerja cepat.

 Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat


dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan.6

19
2.8 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.6

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : An. NS
Umur : 14 bulan
Tanggal Lahir : 21 April 2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gegutu Ledang, Desa Midang, Kecamatan Gunung Sari

Identitas Orang Tua Pasien

Identitas Ibu Ayah

Nama Ny. J Tn. H

Umur 23 tahun 28 tahun

Agama Islam Islam

Pendidikan Tamat SMP Tamat SMP

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Serabutan

Alamat Gegutu Ledang, Desa Gegutu Ledang, Desa


Midang, Kecamatan Midang, Kecamatan
Gunung Sari Gunung Sari

21
3.2 Heteroanamnesis
Keluhan utama: Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli anak puskesmas Gunung Sari dengan keluhan sesak.
Keluhan ini dikeluhkan sejak 1 hari yang lalu. Pasien dikeluhkan mengalami batuk
dan pilek sejak 3 hari yang lalu. Keluhan demam (+) sejak kemarin bersifat terus-
menerus dan turun saat diberikan obat penurun panas. Nafsu makan pasien juga
menurun sejak mengalami sakit.
Mual muntah disangkal, riwayat BAB (+) normal dengan frekuensi 1-2 kali
per hari dengan konsistensi lunak dan berwarna kuning, darah (-), lendir(-). BAK (+)
normal dengan frekuensi 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien beberapa kali memiliki riwayat keluhan serupa sebelumnya dan sudah
3 kali masuk rumah sakit. Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat sesak napas pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain,
tetangga sekitar dan teman-teman pasien disangkal. Riwayat asma didalam keluarga
pasien (-). Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal.
Riwayat alergi obat/makanan disangkal. Keluarga pasien mengatakan tidak pernah
sakit berat namun hanya mengalami flu biasa.
Genogram Keluarga Pasien

28 tahun 23 tahun

22
5 tahun 14 bulan
Keterangan:

: Laki-Laki

: Perempuan

/ : Penderita pneumonia

Riwayat kehamilan dan persalinan


Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya di Poskesdes. Riwayat sakit
berat selama hamil disangkal. Riwayat minum obat-obatan selama hamil disangkal,
ibu hanya mengonsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+) sejak bulan
pertama kehamilan sampai menjelang persalinan. Ibu pasien ANC sebanyak lebih
dari 4 kali di poskesdes. Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu
(riwayat perdarahan, muntah berlebihan, maupun demam selama kehamilan
disangkal). Pasien lahir spontan di rumah dan tidak ditolong bidan, lahir cukup bulan
dengan berat lahir 3.100 gram. Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir
(-), kuning setelah lahir (-).

Riwayat Imunisasi:

Ibu pasien mengatakan sampai saat ini pasien sudah mendapatkan semua
imunisasi dasar kecuali campak.

Riwayat Nutrisi:

Pasien minum ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan sampai saat ini masih
minum ASI. Pasien mulai makan makanan tambahan pada usia 6 bulan berupa bubur.
Saat ini pasien sudah mulai diberikan nasi.

23
Riwayat Tumbuh Kembang:

Saat ini pasien berusia 14 bulan dan sudah mampu berdiri dan berjalan 1-2
langkah. Pasien dapat mengenali benda dan orang-orang disekitarnya. Saat ini pasien
sudah dapat mengatakan mama-papa.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaaan umum : tampak sesak
Kesadaran : Composmentis
Frek. Nadi : 108 x/menit
Frek. Nafas : 64 x/menit
Suhu aksila : 38,0 º C
BB : 6 kg
PB : 56 cm
BB/U : <-2SD (sangat kurus)
TB/U : <-2SD (sangat pendek)
BB/TB : 1SD < x < 2SD (gizi buruk karena BB/U dan TB/U tidak
normal)
Status Lokalis
Kepala : normochepali
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor,
cowong (-)
THT
 Telinga : hiperemis (-), edema (-), sekret (-), bagian dalam tde
 Hidung : nafas cuping hidung (-), rinore (-)
 Tenggorokan : Tde
Mukosa bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Leher
 Inspeksi : benjolan (-)

24
 Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Tde
 Palpasi : Tde
 Perkusi : Tde
 Auskultasi : S1 S2 Normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Gerakan dada simetris (+), retraksi (+)
 Palpasi : Tde
 Perkusi : Tde
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Abdomen :
 Inspeksi : Distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Tde
 Perkusi : Tde
Ekstremitas:

Inguinal-genitalia-anus: Tde

25
3.4 Diagnosis Holistik
a. Aspek personal
Pasien datang dengan keluhan sesak, demam, dan pilek.
b. Aspek klinik
Pneumonia berat
c. Aspek risiko internal
Usia bayi dan balita juga merupakan salah satu faktor yang memudahkan
terjadinya risiko infeksi karena sistem imun yang belum terbentuk secara
sempurna.
d. Aspek keluarga
Pengetahuan dan perilaku keluarga mengenai faktor risiko dan pencegahan
pneumonia.

3.5 Penatalaksanaan
- Rawat inap (rujuk)
- Oksigen 2 lpm
- Pasang IV line
- Ampisilin IV
- Selanjutnya dilanjutkan dengan konseling:
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah pneumonia atau peradangan paru berat.
- Edukasi untuk rawat inap (rujuk).
3.6 Prognosis pasien
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

26
BAB IV

PENELUSURAN (HOME VISITE)

4.1 Tujuan
Mengetahui faktor risiko terjadinya pneumonia pada pasien.
4.2 Metodologi
Metodologi yang dipakai meliputi wawancara dan pengamatan
langsung terhadap lingkungan tempat tinggal pasien.
4.3 Hasil Penelusuran
Denah Rumah

Keterangan:
II : Pintu
O : Sumur 27
[] : Jendela/ventilasi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan seorang kakaknya di rumah sendiri
berukuran 7x6 m. Rumah tersebut memiliki satu ruang keluarga dan dua kamar. Satu
kamar digunakan untuk tidur sekeluarga dan kamar lainnya digunakan untuk
menyimpan barang rumah tangga. Rumah pasien memiliki 2 jendela dan 2 ventilasi
kecil di ruang keluarga sementara di dalam kamar tidak terdapat ventilasi. Rumah
pasien tidak memiliki plafon dan atap terbuat sebagian besar dari seng. Dapur dan
tempat MC (mandi dan cuci) terpisah dari rumah dengan jarak 3 meter. Sementara
itu, sumber air yang digunakan berasal dari sumur milik sendiri. Jarak dengan rumah
sekitar berkisar 2-3 meter. Pasien buang air besar di rumah orang tuanya. Jarak septic
tank dari sumur berkisar 6 meter. Pembuangan limbah air dari rumah pasien dialirkan
ke parit dibelakang rumahnya yang berbatasan dengan sawah dengan langsung
dialirkan ke sungai. Pembuangan sampah dikumpulkan di belakang rumah dekat
sawah yang kemudian nantinya akan dibakar.

Gambaran Keadaan Rumah Pasien

Rumah tampak dari depan Ruang keluarga

28
Pembuangan air Plafon rumah

Lingkungan sekitar rumah Dapur

29
Gudang Tempat MC

sumur
Pembuangan sampah

30
4.4 Analsis Permasalahan dalam Manajemen Pelayanan Kesehatan dan
Kedokteran Keluarga
Dari segi pelayanan kesehatan, terdapat beberapa masalah yang
mengakibatkan terjadinya pneumonia. Masalah yang pertama adalah masih
belum maksimalnya pemberdayaan kader pneumonia dalam penemuan kasus
pneumonia. Hal ini dapat disebabkan oleh karena beban kerja
petugas/programmer yang terlalu tinggi sehingga perhatian terhadap kasus
pneumonia menjadi kurang fokus. Selain itu, dari segi kader pneumonia masih
banyak yang merangkap tugas sebagai kader program kesehatan yang lain
sehingga penemuan kasus belum maksimal. Masalah kedua adalah dari segi
metode penemuan kasus yang masih pasif sehingga penemuan kasus
pneumonia menjadi kurang maksimal. Dengan adanya sistem kedokteran
keluarga diharapkan penemuan kasus menjadi lebih aktif dan penemuan kasus
pneumonia menjadi lebih maksimal.

31
BAB V
KERANGKA KONSEP DETERMINAN MASALAH KESEHATAN

BIOLOGIS/GENETIK

MELITUS
 Masa bayi-balita sehingga sistem
imun belum terbentuk secara
sempurna yang mengakibatkan
DIABETES
rentan terkena penyakit.
 Gizi buruk
MELITUS
PERILAKU LINGKUNGAN

 Kebiasan ayah yang DIABETES  Fisik:Polusi udara di


merokok dalam dalam rumah dan
rumah MELITUS lingkungan sekitar oleh
Pneumonia
 Kebiasaan membakar asap , kepadatan hunian
sampah di dekat yang tinggi
rumah dibandingkan
DIABETES
 Care seeking luas rumah
behavior MELITUS  Non fisik: ekonomi
 Cara menyusui menengah kebawah
kurang sesuai
PELAYANAN
DIABETES
KESEHATAN
MELITUSkader belum
 Man : Pemberdayaan
maksimal, beban kerja petugas
kesehatan tinggi
 Money: -DIABETES
 Method: proses penemuan kasus
MELITUS
masih pasif
 Machine: -
 Material: -

DIABETES
32

MELITUS
BAB V

PEMBAHASAN

6.1 Aspek Klinis


Pasien laki-laki usia 14 bulan datang ke poli anak puskesmas Gunung
Sari dengan keluhan Sesak. Keluhan ini dikeluhkan sejak kemarin. Keluhan
didahului batuk dan pilek. Keluhan demam (+) terus-menerus dan turun saat
diberikan obat penurun panas. Nafsu makan pasien juga menurun sejak sakit.
Riwayat menderita keluhan seruma dan rawat inap di rumah sakit sebanyak 3
kali.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, frek.
nadi 108 x/menit, frekuensi nafas 64x/menit, suhu aksila 38,0 º C, BB 6 kg dan
TB 56 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya retraksi dinding dada
dan pada auskultasi didapatkan ronki pada kedua lapang paru.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
sebagai pneumonia berat. Terapi pada pasien digunakan prosedur terapi
pneumonia berat sesuai MTBS yakni dengan memberikan oksigen 2 lpm,
memasang IV line kemudian antibiotik IV dosis pertama yang selanjutnya
dilakukan perujukan ke rumah sakit.

6.2. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Timbulnya suatu penyakit pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. H.L. Bloom memperkenalkan paradigma hidup sehat yang terdiri
atas faktor genetik, perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Faktor-faktor
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit

33
dan kesehatan. Analisa munculnya penyakit pneumonia pada pasien
berdasarkan empat faktor tersebut meliputi:
1) Faktor Genetik dan Biologis
- Usia
Usia muda rentan terkena penyakit karena imunitas tubuh belum terbentuk
secara sempurna.
- Gizi buruk
Gizi buruk mengakibatkan individu lebih rentan terkena penyakit terutama
penyakit infeksi karena penurunan fungsi sistem imun.
2) Faktor Perilaku
- Faktor perilaku orang tua merokok dan membakar sampah di sekitar rumah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia
pada pasien. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan pemahaman orang
tua mengenai penyakit pasien. Selain itu, pendidikan orang tua juga dapat
memengaruhi pemahaman terhadap penyakit serta tindakan perawatan yang
akan dilakukan selanjutnya.
3) Faktor Lingkungan
- Lingkungan fisik: Polusi udara di lingkungan rumah
Polusi baik dari asap rokok maupun asap pembakaran sampah merupakan
salah satu faktor lingkungan pada pasien. Sampah tersebut dilakukan
pembakaran karena tidak adanya tempat sampah khusus di lingkungan
rumah pasien. Selain itu, perbandingan kepadatan hunian dengan luas rumah
meningkatkan kerentanan terjadinya pneumonia pada pasien melalui
penularan ISPA dari keluarga.
- Lingkungan non fisik: Keadaan ekonomi menengah kebawah
Keadaan ekonomi menengah kebawah pada keluarga pasien mengakibatkan
kurangnya kemampuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan rumah
sehingga sesuai kriteria rumah sehat.

34
4) Pelayanan Kesehatan
- Pemberdayaan kader yang belum maksimal mengakibatkan belum
maksimalnya promosi kesehatan tentang pneumonia kepada masyarakat.
Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya dana yang digunakan dalam
program pengendalian penyakit ISPA/pneumonia. Selain itu, beban kerja
petugas kesehatan yang tinggi mengakibatkan menurunnya konsentrasi
petugas dalam menjalankan program-programnya. Sementara itu, dari segi
method, penemuan kasus pneumonia masih dilakukan secara pasif.

35
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
Penyakit pneumonia terutama pada balita merupakan salah satu masalah
kesehatan yang perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak pada bayi-balita. Kasus infeksi pneumonia pada pasien ini tidak
terlepas dari adanya ketidakseimbangan dari empat determinan kesehatan yang
meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan
kesehatan. Faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada pasien ini adalah
faktor lingkungan. Dalam hal ini, yaitu polusi udara dilingkungan rumah dan
kepadatan hunian rumah. Selain itu, faktor genetik berupa usia dan keadaan gizi
buruk serta perilaku orang tua dalam perawatan anak yang sakit juga memengaruhi
terjadinya penyakit pada pasien.
7.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus pneumonia pada anak diperlukan
adanya kerjasama dari berbagai program dan sektor lain seperti gizi, pengendalian
penyakit menular, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan dan institusi
pemerintahan lainnya. Dalam hal ini, penulis memberikan saran untuk beberapa pihak
agar dapat bermanfaat bagi kemajuan bersama.

1. Bagi petugas puskesmas: meningkatkan pemberdayaan kader ISPA/pneumonia


dalam upaya promotif dan pendataan kasus.
2. Bagi manajemen puskesmas: menambah tenaga kerja untuk menurunkan beban
kerja.
3. Bagi orang tua pasien: mengubah perilaku merokok di lingkungan rumah dan
melakukan penguburan sampah.
4. Bagi ibu pasien: memperbaiki cara menyusui dengan cara yang benar yaitu
dengan cara duduk memangku anaknya kemudian disusui.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Curnow B. (2011). Epidemiologi Pneumonia. Available in: www.news-


medical.net/health/pneumonia-epidemiologi(Indonesia).aspx. [accessed on 7
May 2018]
2. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi: Pneumonia Balita;3:Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Manajeman Terpadu Balita
Sakit Berbasis Masyarakat. Jakarta: Kemenkes RI
4. Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Nus Tenggara
Barat Tahun 2016. Mataram: Dinas Kesehatan Provinsi NTB
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten
Lombok Barat Tahun 2016. Gerung: Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
6. Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2015. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes
RI
7. Rahajoe Nastiti N, Setyanto Darmawan Budi. 2010. Pneumonia. Dalam : Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. h. 169-
173
8. Pudjiadi, Antonius H dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
9. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Kemenkes RI
10. Puskesmas Gunung Sari. 2017. Profil Kesehatan Tahun 2016 UPT BLUD
Puskesmas Gunung Sari. Lombok Barat: Puskesmas Gunung Sari

37

Anda mungkin juga menyukai