Anda di halaman 1dari 4

Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi dari

luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi mendengung,


menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain.
Tinitus dapat dibagi atas 2, yaitu :
a. Tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus obyektif bersifat vibritorik, berasal dari transmisi
vibrasi sistem vaskuler atau kardoivaskuler di sekitar telinga.
b. Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri, jenis ini sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau
perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar (Husnul, 2009).
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien sendiri.
Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada
tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa
berdenyut (tinitus pulsasi). Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis, dan lain-lain.
Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan
oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif,
seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani bergerak dan terrjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif.
Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid-body tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada tuli sensorineural,
biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar 4000 Hz). Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis, kanamysin,
dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah dan tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Ganguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo.
Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat
hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah kembali normal.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22165/4/Chapter%20II.pdf Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang
dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat
jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin
tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus.
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif.
Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya
terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup
oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang
pelepasan neuro-transmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke
arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat
berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta : FKUI.)
Hubungan hipertensi dan peningkatan kolesterol?
Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi 02 dalam darah, oleh karena itu perubahan aliran darah yang mendadak dapat menimbulkan vertigo. Vertigo
tidak akan timbul bila hanya ada perubahan konsentrasi 02 saja, tetapi harus ada faktor lain yang menyertainya, misalnya sklerosis pada salah satu dari arteri auditiva interna,
atau salah satu arteri tersebut terjepit. Dengan demikian bila ada perubahan konsentrasi 02, hanya satu sisi saja yang mengadakan penyesuaian, akibatnya terdapat perbedaan
elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri. Akibatnya akan terjadi serangan vertigo.
Perubahan konsentrasi 02 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi, hipotensi, spondiloartrosis servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme terjadinya vertigo disebabkan oleh
karena terjadi perbedaan perilaku antara arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan perbedaan potensial antara vestibuler kanan dan kiri.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Timbunan kolesterol dalam pembuluh darah --> jejas pada endotel dan intima pembuluh darah --> disfungsi endotel krena adanya perlekatan leukosit, monosit --> plak ateroma
pada pembuluh darah --> lumen pembuluh jadi sempit dan pembuluh darah tidak elastik lagi --> darah yang dipompa ke jaringan / organ berkurang --> memaksa jantung untuk
memompa lebih kuat.
Organ vestibuli mudah terpengaruh oleh konsentrasi O2 dalam darah, bila terjadi penurunan mendadak --> vertigo, tapi tidak hanya konsentrasi O2 saja tetapi harus ada faktor
lain (sklerosis) untuk bisa menyebabkan vertigo --> a. auditiva interna tersumbat --> maka hanya sisi lain saja yang mengadakan penyesuaian --> perbedaan elektropotensial
vestibular kanan dan kiri --> serangan vertigo
Sumber : Buku Ajar THT, FK UI, 2001
Adanya hipertensi akan mengakibatkan iskemia yang disebabkan spasme pembuluh darah atau karena proses arteriosklerosis sehingga lumen dari pembuluh darah menjadi
sempit, dan otot dari lapisan media menjadi atrofi. Penyempitan lumen pembuluh darah ini menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan penurunan kemampuan sel otot untuk
beraktivitas, selanjutnya akan terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan kerusakan sel-sel rambut. Mekanisme inilah yang dianggap sebagai penyebab gangguan pendengaran
sensorik pada hipertensi. Pada penelitian binatang dibuktikan terdapat peninggian rata-rata kehilangan sel rambut koklea pada tikus diabetik hipertensi jika dibandingkan dnegan
tikus diabetik normotensi dan tikus non diabetik normotensi.
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal. Sementara keterkaitan antara hipertensi dengan gangguan
pendengaran dan tinnitus juga terkait dengan vaskularisasi koklea. Pada hipertensi kronik dapat terjadi trombosis, emboli, vasospasme, yang tentunya dapat terjadi dengan
adanya faktor lipid yang kurang baik pula. Reduksi dari oksigenasi pada koklea sangat berpengaruh pada hambatan vaskularisasi ini. Akibat adanya hambatan pada vaskularisasi
koklea ini, dapat terjadi iskemia koklea yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan pendengaran tuli sensorineural dan tinnitus
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V
Pusing, mual, rasa berputar?
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsikan oleh susunan saraf pusat (Cermin Dunia Kedokteran, 2004 : 41).
Gangguan pada sistem vestibularis, yang terdiri dari cerebellum, batang otak, danapparatusvestibularis di telinga; mengakibatkan teraktivasinya reseptor trigger zone yang
terdapatpada pons (batang otak) sehingga menimbulkan rasa tidak enak di epigastrium, lalu keluarsuara tidak enak (retching) selanjutnya yang terjadi adalah muntah
Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi 02 dalam darah, oleh karena itu perubahan aliran darah yang mendadak dapat menimbulkan vertigo. Vertigo
tidak akan timbul bila hanya ada perubahan konsentrasi 02 saja, tetapi harus ada faktor lain yang menyertainya, misalnya sklerosis pada salah satu dari arteri auditiva interna,
atau salah satu arteri tersebut terjepit. Dengan demikian bila ada perubahan konsentrasi 02, hanya satu sisi saja yang mengadakan penyesuaian, akibatnya terdapat perbedaan
elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri. Akibatnya akan terjadi serangan vertigo.
Perubahan konsentrasi 02 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi, hipotensi, spondiloartrosis servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme terjadinya vertigo disebabkan oleh
karena terjadi perbedaan perilaku antara arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan perbedaan potensial antara vestibuler kanan dan kiri.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Gangguan keseimbangan apa yang memiliki riwayat jatuh dan kejang?
A. Labirintitis
Suatu proses radang yang melibatkan mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau
supuratif. Labirintis toksil akut disebabkan suatu infeksi pada struktur di dekatnya; dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintis toksik biasanya
sembuh dengan gangguan pendengaran dan dungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan organism hidup.
Labirintis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas kedalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular
secara lengkap cukup tinggi. Yang terakhir, labirintis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan
patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosis labirin.
Sumber : BOIES Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 Adams , Boies , Higler
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatoma, dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada
keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik
difus.
Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi
kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.
Gejala klinis mula-mula hanya terdapat gangguan keseimbangan dan tuli saraf ringan.Pada keadaan yang lebih lanjut terdapat vertigo yang lebih berat disertai nausea dan
muntah dan terdapat nistagmus horizontal.
Sumber : Penatalaksanaan Penyakit Dan Kelainan Tht, Fkui, 1992.
Penderita segera dirujuk ke rumah sakit untuk :
Operasi menghilangkan infeksi telinga tengah dan menutup fistel
Pemberian antibiotika spectrum luas,yang baik untuk kuman aerob dan anaerob.
Obat simtomatis,antivertigo
Adaptasi dalam rangka rehabilitasi.
Sumber : Penatalaksanaan Penyakit Dan Kelainan Tht, Fkui, 1992.
B. Mastoiditis
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang
sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri
pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya)
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga
tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa
keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis.
Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang
berperan pada penderita anak-anak ini adalah S. Pnemonieae.
Sumber : http://www.klikdokter.com/illness/detail/70
Dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah
melibatkan organ mastoid.
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika
demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi
dan belum dapat berkomunikasi.
Sumber : http://www.klikdokter.com/illness/detail/70
Biasanya gejalamuncul dalam waktu 2 minggu atau lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian dalam dari prosesus mastoideus.
Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses (penimbunan nanah).
Kulit yang melapisi prosesus mastoideus menjadi merah, membengkak dan nyeri bila ditekan.
Daun telinga terdorong ke samping dan ke bawah.
Gejala lainnya adalah demam, nyeri di sekitar dan di dalam telinga serta keluarnya cairan kental dari telinga. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut.
Terjadi ketulian yang berkembang secara progresif.
Sumber : (http://medicastore.com/penyakit/824/Mastoiditis_Akut.html)
BPPV/ VPPJ
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala
yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan
vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual
bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo
jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu
pada sistem vestibularis.
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis
akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula
akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel
atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo. 2,4
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan kanalolitiasis.
Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini
maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang.
Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh
karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis.
Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis
posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini
menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi
kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 2,4
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan
menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian
memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang
mendasari BPPV pasca trauma kepala.
Tes apa saja untuk mengetahui kelainan keseimbangan ?
a. Uji Romberg
Uji ini dapat untuk mengetahui adanya gangguan fungsi keseimbangan sekaligus untuk membedakan apakah gangguan fungsi tersebut berasal dari
serebelum (Sistem Saraf Pusat) atau Vestibuler (Sistem Saraf Perifer).
Cara Kerja
Probandus berdiri (alas kaki/sepatu dilepas) dengan kedua kaki dirapatkan. Kedua belah tangan sebaiknya dilipat di depan dada, untuk mengurangi pengaruh faktor
keseimbangan proprioseptif (dari ekstremitas atas). Mula-mula kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan probandus pada posisi tersebut selama 20-30 detik
Interpretasi Uji Romberg
i. Normal:dapat berdiri tegak lebih dari 30 detik.
ii. Gangguan Keseimbangan Perifer (Vestibuler) bila: pada mata tertutup probandus goyang menjauhi garis tengah kemudian kembali tegak lagi,
pada keadaan kedua mata terbuka badan probandus tetap tegak
iii. Gangguan keseimbangan pusat (Serebeler) bila: badan probandus akan goyang menjauhi garis tengah pada mata terbuka ataupun tertutup
b. Uji jalan Tandem (Tandem gait)
Uji ini juga untuk mengetahui adanya gangguan fungsi keseimbangan sekaligus untuk membedakan apakah gangguan fungsi tersebut berasal dari
serebelum (Sistem Saraf Pusat) atau Vestibuler (Sistem Saraf Perifer)
Cara Kerja Uji Jalan Tandem
Probandus berjalan lurus ke depan (tanpa alas kaki/sepatu dilepas) dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan (menyentuh) ujung jari kaki kanan/kiri secara bergantian. Kedua
mata dalam keadaan terbuka
Interpretasi Uji Jalan Tandem
Orang Normal: akan dapat berjalan lurus ke depan dan tidak menyimpang, goyang atau jatuh
Pada Kelainan Vestibuler: Perjalanan probandus akan menyimpang
Pada Kelainan Serebelar: Probandus akan cenderung jatuh.
c. Uji Tunjuk Barany
Uji ini Untuk mengetahui gangguan keseimbangan vestibuler kanan atau kiri
Cara Kerja Uji tunjuk Barany
Tangan kanan probandus lurus ke depan dg jari telunjuk ekstensi. Pemeriksa juga melakukan hal yang sama dan berdiri di depan probandus, dg jari telunjuk
pemeriksa dan probandus bersentuhan. Selanjutnya probandus disuruh mengangkat tangan tersebut ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh jari telunjuk
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang mula-mula dg kedua mata terbukakedua mata tertutup.
Interpretasi Uji tunjuk Barany
Orang Normal akan dapat menyentuh jari telunjuk pemeriksa tanpa terjadi penyimpangan.
Pada kelainan vestibuler akan terjadi penyimpangan ke arah lesi (ipsilateral)
d. Uji Unterberger (modifikasi tes berjalan/Stepping Test)
Uji ini untuk mengetahui adanya gangguan fungsi keseimbangan vestibuler.
Cara Kerja Uji Unterberger
Probandus (tanpa menggunakan alas kaki) dengan kedua lengan lurus ke depan disuruh berjalan di tempat sebanyak 50 langkah (kurang lebih dalam 1 menit) dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin. Amati apakah ada pergeseran ke samping dan perputaran arah.
Interpretasi Uji Unterberger
o Normal: dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pergeseran ke samping/perputaran arah.
o Probandus mengalami gangguan keseimbangan bila tempat bergeser lebih dari 1 meter dan terjadi perputaran arah lebih dari 30 derajat.
o Pada kelainan Vestibuler: Posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dg gerakan spt melempar cakram (kepala & badan berputar ke arahlesi
dg lengan sisi lesi turun dan yg lainnya naik). Terdapat Nistagmus fase lambat ke arah lesi.
2. Uji khusus Oto-Neurokoklogis yang terdiri atas:
a. Tes Dix Hallpike
Uji ini bertujuan untuk menentukan apakah lesi (kelainannya) bersifat sentral atau perifer (Vertigo sentral atau perifer)
Cara Kerja Uji Dix Hallpike
Probandus duduk di tempat tidur dg posisi kedua tungkai lurus ke depan. Selanjutnya penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, shg kepalanya
menggantung 45 derajat di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan ke kanan dan ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo
dan nistagmus
Interpretasi Uji Dix Hallpike
Vertigo Perifer (Vertigo posisional benigna) bila:
o Vertigo non Nistagmus timbul 2-10 detik setelah rangsangan (kepala probandus diputar), hilang dlm kurun wkt < 1 menit setelah
rangsangan,hilang/berulang bila tes diulang beberapa kali.
Vertigo sentral bila:
o Vertigo dan Nistagmus muncul sejak rangsangan dilakukan (tanpa ada periode laten), berlangsung > 1menit, tdk berkurang atau menghilang
meskipun rangsangan sdh diulang beberapa kali.
b. Tes Kalori
Uji ini dapat membedakan adanya gangguan keseimbangan sentral (lesi di Sistem Saraf Pusat)/Directional preponderance dan perifer (lesi di labirin atau
N.VIII)/canal paresis
Cara Kerja Tes Kalori
Probandus berbaring dengan kepala fleksi 30 derajat, shg kanalis semisirkularis lateral dlm posisi vertikal. Kedua telinga dirigasi bergantian dg air dingin (30OC)dan air hangat
(44OC) masing2 selama 40 dtk & jarak setiap irigasi 5 menit. Catat lama Nistagmus yang terjadi sejak permulaan irigasi sampai nistagmus hilang (normal 90-150 dtk)
Interpretasi Tes Kalori
Normal: Nistagmus berlangsung selama 90-150 dtk
Kelainan/abnormal: Nistagmus berlangsung lebih dari 150 dtk
Canal Paresis: abnormalitas ditemukan pada 1 telinga, baik setelah rangsang air dingin maupun hangat
Directional preponderance: Abnormalitas ditemukan pada kedua telinga
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta : FKUI.)
VERTIGO
Perasaan berputar.
Vertigo spontan : timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan endolimfa yang
meninggi.
Vertigo posisi : timbul disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris (kotoran yang
menempel pada kupula kanalis semisirkularis) atau pada kelainan servikal.
Vertigo kalori : vertigo yang terjadi pada saat tes kalori. Penting ditanyakan agar pasien dapat membandingkan perasaan vertigo dengan serangan yang dialaminya. Bila
sama, maka keluhan vertigonya betul, bila beda, keluhan vertigonya dapat diragukan.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak
dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang
bersangkutan dengan kelainan keseimbangan
Vertigo terjadi ketika beragam impuls syaraf yang berperan untuk keseimbangan tubuh mengirimkan signal-signal yang berbeda sehingga terjadi konflik. Otak biasanya
menerima masukan signal untuk keseimbangan dari empat sistem sensor yang berbeda, yaitu :
1. Penglihatan memberikan informasi tentang posisi tubuh & gerakan terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini berperan penting terhadap mekanisme keseimbangan
tubuh.
2. Syaraf sensor di persendian memberikan informasi ke otak mengenai posisi kaki, lengan & torso. Sehingga tubuh dapat memperbaiki posisinya supaya tidak
kehilangan keseimbangan.
3. Sensasi tekanan pada kulit dapat memberikan informasi mengenai posisi tubuh & gerakan yang berhubungan dengan gravitasi.
4. Bagian dalam telinga yang disebut dengan labyrinth mempunyai kanal semisirkular yang didalamnya terdapat sel khusus yang mampu mendeteksi gerakan &
perubahan posisi tubuh.
Adanya cedera ataupun penyakit seperti infeksi pada telinga bagian dalam dapat menyebabkan pengiriman signal yang keliru ke otak yang mengambarkan bahwa
labyrinth mendeteksi adanya gerakan. Jika signal yang salah ini bertabrakan dengan signal dari bagian tubuh lain yang mengawasi pergerakan tubuh, maka vertigo dapat
terjadi.
MENIERE
Penyakit Meniere adalah suatu penyakit yang ditandai oleh serangan berulang vertigo (perasaan berputar), tuli dan tinnitus (telinga berdenging).
Sumber : http://medicastore.com/penyakit/826/Penyakit_Meniere.html
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan volume endolimfe diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membrane labirin.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan
oleh :
Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri.
Berkurangnya tekanan osmotic di dalam kapiler.
Meningkatnya tekanan osmotic di ekstrakapielr.
Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan pelebaran dan perubahan morfologi pada membrane Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibule,
terutama si daerah apeks koklea Helikotrema, sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari derah apeks
koklea, kemungkinan dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah pada penyakit Meniere.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Manifestasi klinis
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo disertau rasa muntah.
Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berptar, mual dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun keadaannya berangsur
semakin baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak
seperti serangan yang pertama kali. Pada penyakit Meniere vertigonya periodic yang makin mereda pada serangan-serangan berikutnya.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.
Patofis vertigo
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation). Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga
timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal
dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch. Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbulreaksi darisusunan saraf otonom.Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulangulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsurangsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik. Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan
5. Teori neurohumoral. Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap. Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi,
belajar dan daya ingat.Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan
gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi
setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
(Cermin Dunia Kedokteran No.144, 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai