Anda di halaman 1dari 51

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. Sulaiman
2. No. RM : 820599
3. Umur : 47 tahun 9 bulan 25 hari
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Pekerjaan : PNS
6. Ruang Perawatan : IC Lt. 2 Kamar 1
7. Tanggal Masuk : 25 Oktober 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluhakn batuk berlendir ± 1 bulan, lendir warna putih, darah tidak ada, batuk
terus-menerus. Sesak napas ada, tidak berkurang dengan perubahan posisi. Nyeri dada
ada seperti tertusuk, dirasakan memberat saat bernapas dan batuk, tidak tembus ke
belakang. Demam ada dirasakan terus menerus. Riwayat keringat malam hari ada tanpa
aktivitas dan dalam suhu ruang, tidak berkurang meskipun menggunakan AC. Nafsu
makan menurun sejak 1 bulan lalu. Ada penurunan berat badan 12 kg dalam 2 bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah pinggang kiri. Buang air besar biasa.
Buang air kecil, terputus putus, rasa tidak tuntas saat berkemih. Riwayat minum OAT
disangkal. Pasien saat ini sudah mengkonsumsi OAT selama 2 hari. Riwayat asma
disangkal. Riwayat kontak dengan orang batuk lama ada, tetangga pasien namun tidak
diketahui berapa lama minum obat. Riwayat merokok sejak usia 14 tahun dan berhenti
sejak tahun 2006 ( 22 tahun) 3 batang per hari. Indeks Brinkman: 3 x 22 = 66
(perokok ringan).
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat DM ada sejak 8 tahun lalu, tidak kontrol teratur.
Riwayat hipertensi ada, tidak kontrol teratur
Riwayat dirawat dengan batu ginjal, dan sudah menjalani operasi batu ginjal yang kedua
kalinya pada tanggal 2/11/17.

C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang / Gizi Cukup / Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah : 12/80 mmHg
Nadi : 72x/menit, reguler, kuat angkat
Napas : 22x/menit
Suhu : 36,6OC
Saturasi : 98%
Skala nyeri : 4 NRS, lokasi pinggang kiri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : IMT 19,5 kg/m2

2. Status Lokalis
a. Kepala :
- Mata : Sklera Ikterus tidak ada, Konjungtiva anemis tidak ada
- Telinga : Otorrhea tidak ada
- Hidung : Rhinorre dan Epistaksis tidak ada
- Mulut : Stomatitis angularis tidak ada, mulut tidak kering
- Leher : DVS R+1 cmH2O
Pembesaran kelenjar limfe tidak ada

b. Thorax
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri kanan
- Perkusi : Sonor dikedua hemitorkas
- Auskultasi : Bronkovesikular, Ronkhi dan wheezing tidak ada

Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan jantung linea parasternalis kanan ICS II, batas kiri
jantung linea midclaviculars ICS V
- Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular, bising tidak ada

c. Abdomen
- Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio hipogastrium sinistra. Hepar dan lien tidak
teraba.
- Perkusi : timpani, normal.

d. Extremitas
Edema tungkai tidak ada
e. Status Neorologis
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Tanda rangsang meninges : Kaku kuduk tidak ada, Kernign sign tidak ada
- Nervus Cranialis : tidak diperiksa
- Motorik : Tonus otot normal
- Refleks Fisiologis : KPR/APR : N/N
TPR/BPR : N/N
- Refleks Patologis : Babinski tidak ada
- Sensorik : dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (20/10/2017)
Hematologi Rutin Hasil Nilai Rujukan
WBC 8 x 103/uL 4 – 10 x 103/uL

RBC 4,85 x 106/uL 4 – 6 x 106/uL

HGB 12,5 gr/dl 12 – 16 gr/dl

HCT 38% 37 – 48 %

MCV 80 fL 80 – 97 fL

MCH 26,5 pg 26.5 – 33.5 pg

MCHC 33 gr/dl 31.5 – 35 gr/dl

PLT 70 x 103/uL 150 – 400 x 103/uL

Neutrofil 62,2 % 52 - 75%

Limfosit 24 % 20 – 40 %

Anti-HIV Non-reactive Non-reactive

HbSAg Non-reactive Non-reactive

Kimia Darah Hasil Nilai Rujukan

GDS 192 mg/dl 140 mg/dl

Fungsi Ginjal Hasil Nilai Rujukan

Ureum 10 mg/dl 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 0.67 mg/dl < 1.3 mg/dl

Fungsi Hati Hasil Nilai Rujukan

SGOT 35 u/L <38 u/L

SGPT 27 u/L <41 u/L

Albumin 2,9 gr/dl 3,5-5,0 gr/dl

Koagulasi Hasil Nilai Rujukan


PT 12,7 detik 10 – 14 detik

INR 1,17 -

APTT 28,5 detik 22,0 – 30,0 detik

Elektrolit Hasil Nilai Rujukan

Natrium 137 mmol/l 136 – 145 mmol/l

Kalium 4,2 mmol/l 3,5 – 5,1 mmol/l

Klorida 97 mmol/l 97 – 111 mmol/l

Foto Thoraks di RS Wahidin Sudirohusodo (25/10/2017):

Interpretasi:
Berdasarkan standar kelayakan foto, foto dinyatakan kurang layak baca. Foto ini
dilengkapi dengan identitas dan penanda sisi (marker). identitas pasien terdiri dari nama pasien,
usia, jenis kelamin, nomor rekam medik, tanggal pengambilan foto serta posisi pengambilan
foto. Inspirasi kurang dilihat dari posisi diafragma kiri setinggi kosta VIII posterior yang
seharusnya setinggi kosta XI posterior. Posisi simetris dimana proyeksi tulang corpus vertebra
terletak di tengan sendi sternoklavikular kiri dan kanan. Film meliputi seluruh cavum thorax
mulai dari puncak sampai sinus costophrenicus.
Pada kesan umum, foto terlihat simetris dilihat dari prosesus spinosus ke clavicula < 2 cm
kiri maupun kanan. Diafragma licin dan sudut costofrenikus lancip, jantung dalam batas normal
karena dari hasil pengukuran CRT jantung didapatkan nilai <50 % artinya janutng tidak
mengalami kardiomegali.
Pada penilaian paru didapatkan adanya garis-garis fibrosis dan bintik-bintik kalsifikasi
yang tersebar pada kedua hemithorax. Tampak multiple kavitas pada kedua lapangan paru.
Kedua sinus kesan baik. Tulang-tulang intak. Jaringan lunak sekitar kesan normal.

Kesan :
- Tuberkulosis Paru Lama Aktif Lesi Luas

E. DIAGNOSIS KERJA

1. TB Paru Klinis Kasus Baru


2. DM tipe 2
3. Retensi Urin ec terduga Batu Saluran Kemih

F. PLANNING AWAL
 Sputum BTA, Kultur M.TB, sensitivitas OAT
 GDP, GD2PP, HbA1c,
 HbsAg, Anti HCV
 HIV rapid
 USG Abdomen
 Asam urat
 Urin rutin
 Rencana transfusi trombosit
 Rencana konsul TS bedah urologi
 Rencana konsul TS Interna divisi EMD dan Ginjal HIpertensi

A. TERAPI AWAL
 Infus NaCl 0,9% 28 tetes per menit
 N-Ace 200 mg/ 8 jam/inhalasi
 4 FDC 3 tab/24 jam/oral
 VIP albumin 1 tab/12 jam/oral

B. DAFTAR MASALAH
No Masalah Berdasarkan Rencana
.
1. Tuberkulosis Paru S: Rencana Diagnostik :
Klinis Kasus baru Batuk berlendir ± 1 bulan, lendir kultur M. TB, sensitivitas OAT
Status HIV warna putih, darah tidak ada, batuk
negatif dalam terus menerus. Sesak napas ada, Rencana Terapi :
pengobatan hari-7 tidak berkurang dengan perubahan N-Ace 200mg / 8 jam / oral
posisi. Nyeri dada ada seperti 4 FDC 3 tab/24 jam/oral
tertusuk, dirasakan memberat saat
bernapas dan batuk, tidak tembus
ke belakang. Demam ada dirasakan
terus menerus. Riwayat keringat
malam hari ada tanpa aktivitas dan
dalam suhu ruang, tidak berkurang
meskipun menggunakan AC.
Nafsu makan menurun ada sejak 1
bulan yang lalu. Penurunan berat
badan ada sebanyak 12 kg dalam 2
bulan terakhir. Riwayat konsumsi
OAT tidak ada. Riwayat kontak
dengan penderita batuk lama ada,
namun tidak diketahui ada riwayat
minum obat 6 bulan atau tidak.
Riwayat
O:
RR : 22x/menit
SpO2 : 98%
Thorax
Inspeksi : pergerakan dinding dada
simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus simetris
kiri kanan
Perkusi : sonor dikedua hemitorkas
Auskultasi : Bronkovesikular,
Ronkhi
dan wheezing tidak ada
Foto Thorax (25-10-2017)
• Tampak garis-garis fibrosis
dan bintik kalsifikasi pada
kedua lapangan paru
• Tampak multiple kavitas
pada hemithorax kiri bawah
Kesan : TB paru lama aktif lesi luas

MSCT Thorax (dengan kontras)


(30-10-2017)
-TB Paru lama aktif lesi minimal
-Efusi pleura bilateral
Laboratorium (27-10-2017)
Anti HIV (ICT) Non Reactive
Laboratorium (26-10-2017)
Sputum BTA 1/2/3 :
Negatif/Negatif/Negatif
2. Diabetes Melitus S: Rencana Diagnostik :
Tipe 2 tidak Riwayat DM tipe 2 sejak 8 tahun GDS kontrol pagi-siang-malam
terkontrol yang lalu, tidak terkontrol.
O: Rencana Terapi :
Konsul interna divisi EMD
Laboratorium (25-10-2017)  Novorapid :
GDS : 192 mg/dl Pagi jam 06.00, 6 unit/ subkutan
Siang jam 12.00, 6 unit/ subkutan
Laboratorium (27-10-2017) Sore jam 18.00, 6 unit/ subkutan
GDP : 190 mg/dl  Levemir 10 unit jam 22.00
GD2PP : 296 gr/dl /subkutan
HbA1c : 14,5%

Urinalisis (26-10-2017)
Glukosa : 4+

3. Polip Empedu S: Rencana Diagnostik : -


Pasien merasakan nyeri pada perut
Rencana Terapi :
USG Abdomen (26-10-2017) Konsul Interna divisi GEH
-Hydronephroureter sinistra UDCA 250 mg / 24 jam/ oral
-Polip GB Curcuma 1 tab/8 jam / oral
-Cholelith

Laboratorium (27-10-2017)
HbsAg : Non Reactive
Anti HCV (ICT) : Non Reactive

Lab (31-10-2017)
HbsAg 0,01/NR
Anti HCV 3,15 / Reactive

4. Cholelithiasis S: Rencana Diagnostik : -


Pasien merasakan nyeri pada perut
Rencana Terapi :
USG Abdomen (26-10-2017) Konsul Interna divisi GEH
-Hydronephroureter sinistra UDCA 250 mg / 24 jam/ oral
-Polip GB Curcuma 1 tab/8 jam / oral
-Cholelith

MSCT Urografi (Stonegrafi)


(dengan kontras) (31-10-2017)
- Batu pada distal ureter
sinistra setinggi CV S2
berukuran +/- 0,5x0,4x0,9
cm yang mnegakibatkan
hydronephrosis grade III
dan hydroureter
- Nephrolith sinistra
- Renal cyst sinistra
- Cholelith
Laboratorium (27-10-2017)
HbsAg : Non Reactive
Anti HCV (ICT) : Non Reactive
Laboratorium (31-10-2017)
HbsAg 0,01/NR
Anti HCV 3,15 / Reactive

5. Hidronephrourete S: Rencana Diagnostik : -


r sinistra Buang air kecil terputus-putus, rasa
tidak tuntas saat berkemih, ada Rencana Terapi :
riwayat dirawat dengan batu ginjal Konsul Interna divisi Ginjal
dan sudah menjalani operasi batu HIpertensi
ginjal. Ada nyeri pada pinggang Konsul bedah urologi
kiri, skala nyeri 4 NRS. Riwayat
Hipertensi ada, tidak terkontrol
teratur.

O:
Nyeri tekan pada regio
hipogastrium sinistra
USG Abdomen (26-10-2017)
-Hydronephroureter sinistra
-Polip GB
-Cholelith

MSCT Urografi (Stonegrafi)


(dengan kontras) (31-10-2017)
- Batu pada distal ureter
sinistra setinggi CV S2
berukuran +/- 0,5x0,4x0,9
cm yang mnegakibatkan
hydronephrosis grade III
dan hydroureter
- Nephrolith sinistra
- Renal cyst sinistra
- Cholelith

6. Trombositopenia Laboratorium (25-10-2017) Rencana Diagnostik : -


PLT : 70.000/uL
Rencana Terapi :
Laboratorium (27-10-2017) Rencana transfusi trombosit
PLT : 40.000/uL

Laboratorium (30-10-2017)
PLT : 93.000/uL

7. Hipoalbumin Laboratorium (25-10-2017) Rencana Diagnostik : -


Albumin : 2,9 gr/dl
Rencana Terapi :
Lab (31-10-2017) Vip Albumin 1 tab/12 jam/oral
Albumin : 3,1 (N: 3,5-5,0)

C. FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning


Rabu/ Batuk berlendir ± Sakit sedang/ Gizi • Terduga TB Planning Terapi:
25-10- 1 bulan, lendir cukup/ Paru • Infus NaCl 0,9% 28
2017 warna putih, komposmentis • DM tipe 2 tetes per menit
darah tidak ada, TD: 130/80 mmHg • retensi Urin ec • Paracetamol 500
batuk terus Nadi: 95 x/ menit terduga Batu mg/8 jam/ oral
menerus. Sesak Napas: 20 x/menit Saluran Kemih • N-Ace 200 mg/ 8
Suhu: 38,5 C • Trombositope jam/oral
SpO2 97% tanpa nia • Novorapid 6-6-6
napas ada. Nyeri
oksigen • Hipoalbumine unit/ subkutan
dada ada seperti
Konjungtiva mia • Levemir 10 unit
tertusuk,
anemis tidak ada, /subkutan
dirasakan
sklera ikterik tidak • VIP albumin 1 tab/12
memberat saat
ada. jam/oral
bernapas, tidak
Deviasi trakea • Vit B Complex 1
tembus ke
tidak ada. tab/12 jam/oral
belakang. Demam
Pembesaran KGB
ada dirasakan Planning pemeriksaan:
tidak ada.
terus menerus. • Sputum, Kultur MTB,
Thorax :
Riwayat keringat sensitivitas OAT
I : pergerakan
malam hari ada. • Sputum, Kultur MO
dinding dada
Nafsu makan gram, sensitivitas
simetris saat statis
menurun sejak 1 antibiotik
dan dinamis
bulan lalu. Ada • HbA1c, GDP,
P : Vocal fremitus
penurunan BB 12 GD2PP
simetris kiri kanan
kg dalam 2 bulan • HbsAg, Anti HCV
P : sonor dikedua
terakhir. Buang • HIV rapid
hemitorkas
air besar biasa. • Asam urat
A :
Buang air kecil, • Urin rutin
Bronkovesikular,
terputus putus,
Ronkhi dan
rasa tidak tuntas
wheezing tidak ada
saat berkemih.
Abdomen:
Riwayat dirawat
peristaltik kesan
dengan batu
normal
ginjal. Riwayat
Extremitas: Udem
minum OAT
tidak ada, akral
disangkal.
hangat
Riwayat
Hasil Lab:
hipertensi ada,
WBC 7960, Hb
tidak kontrol
12,5 g/dl, PLT
teratur. Riwayat
70000/uL, Neut
DM ada sejak 8
62,2, Lymph 24,
tahun lalu, tidak
SGOT/SGPT
kontrol teratur.
35/27, albumin
Riwayat kontak
2,9, PT APTT
dengan orang
12,7/28,5, GDS
batuk lama ada,
192, Ur.Cr 10/
tetangga pasien
0,67, Na/K/Cl
namun tidak
137/4,2/97
diketahui berapa
Hasil foto thorax :
lama minum obat.
tidak tampak
kelainan
Kamis/ Batuk berlendir Sakit sedang/ Gizi • Terduga TB Planning Terapi:
26-10- warna putih, cukup/ Paru • Infus NaCl 0,9%
2017 darah tidak ada. komposmentis • DM tipe 2 28 tetes per menit
Demam tidak ada. TD: 130/90 mmHg • Retensi Urin • Paracetamol 500
Nyeri dada ada. Nadi: 87 x/ menit ec terduga Batu mg/8 jam/ oral
BAB biasa. BAK Napas: 24 x/menit Saluran Kemih • N-Ace 200 mg/ 8
seperti terputus Suhu: 36,5 C • Trombositope jam/oral
putus SpO2 98% tanpa nia • Novorapid 6-6-6
oksigen • Hipoalbumine unit/ subkutan
Konjungtiva mia • Levemir 10 unit
anemis tidak ada, /subkutan
sklera ikterik tidak • VIP albumin 1
ada. tab/12 jam/oral
Deviasi trakea • Vit B Complex 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Pembesaran KGB
tidak ada. Planning pemeriksaan:
Thorax :  USG abdomen
I : pergerakan  Tunggu hasil sputum
dinding dada  Rencana transfusi
simetris saat statis trombosit
dan dinamis
P : Vocal fremitus
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Jumat/ Batuk berlendir Sakit sedang/ Gizi • Terduga TB Planning Terapi:
27-10- sekali sekali. cukup/ Paru • Infus NaCl 0,9%
2017 Nyeri dada tidak komposmentis • DM tipe 2 28 tetes per menit
ada. Demam tidak TD: 120/80 mmHg • Retensi Urin • N-Ace 200 mg/ 8
ada. Mual dan Nadi: 87 x/ menit ec Batu Saluran jam/oral
muntah tidak ada. Napas: 26 x/menit Kemih • Novorapid 6-6-6
Sesak napas Suhu: 36,7 C • Colelithiasis unit/ subkutan
berkurang. BAB SpO2 98% tanpa • Polip empedu • Levemir 10 unit
biasa. BAK oksigen • Trombositope /subkutan
seperti terputus Konjungtiva nia • UDCA 250 mg /
putus anemis tidak ada, • Hipoalbumine 24 jam/ oral
sklera ikterik tidak mia • Curcuma 1 tab/8
ada. jam / oral
Deviasi trakea • VIP albumin 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Pembesaran KGB • Vit B Complex 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Thorax :
I : pergerakan Planning pemeriksaan:
dinding dada • MSCT Scan
simetris saat statis Toraks
dan dinamis • PT APTT
P : Vocal fremitus • Analisa darah tepi
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A:
Bronkovesikular,
Ronkhi ada di
apeks kanan dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Lab:, WBC
6250/uL, Hb 12,2
g/dl, PLT 40000,
neutrofil 56,9%,
Lymph 29 %.
HbA1c 14,5, GDP
190 mg/dl, GD2PP
296 mg/dl, asam
urat 3,6 mg/dl,
HBsAg, Anti HCV,
Anti HIV non
reactive
Sputum BTA 3x:
Negatif
USG Abdomen:
• Colelith
• Hidronefro
sis sinistra
• Polip GB
Urin rutin:
PH 6,5
Protein negatif
Glukosa +++
+/1000
Keton +-
Sabtu/ Batuk berlendir Sakit sedang/ Gizi • DM tipe 2 Planning terapi:
28-10- sekali sekali. cukup/ • Retensi Urin • Infus NaCl 0,9%
2017 Nyeri dada tidak komposmentis ec Batu Saluran 28 tetes per menit
ada. Demam tidak TD: 120/80 mmHg Kemih • N-Ace 200 mg/ 8
ada. Mual dan Nadi: 87 x/ menit • Colelithiasis jam/oral
muntah tidak ada. Napas: 26 x/menit • Polip empedu • Novorapid 6-6-6
Sesak napas Suhu: 36,7 C • Trombositope unit/ subkutan
berkurang. BAB SpO2 98% tanpa nia • Levemir 10 unit
biasa. BAK oksigen • Hipoalbumine /subkutan
seperti terputus Konjungtiva mia • UDCA 250 mg /
putus. anemis tidak ada, 24 jam/ oral
sklera ikterik tidak • Curcuma 1 tab/8
ada. jam / oral
Deviasi trakea • VIP albumin 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Pembesaran KGB • Vit B Complex 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Thorax :
I : pergerakan Planning pemeriksaan:
dinding dada • MSCT Scan
simetris saat statis Toraks dengan
dan dinamis kontras
P : Vocal fremitus • Analisa darah tepi
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi ada di
hemitoraks kanan
dan wheezing tidak
ada
Minggu/ Batuk tidak ada. Sakit sedang/ Gizi • DM tipe 2 Planning terapi:
29-10- Nyeri dada tidak cukup/ • Retensi Urin ec • Infus NaCl 0,9% 28
2017 ada. Demam tidak komposmentis Batu Saluran Kemih tetes per menit
ada. Mual dan TD: 130/70 mmHg • Colelithiasis • N-Ace 200 mg/ 8
muntah tidak ada. Nadi: 87 x/ menit • Polip empedu jam/oral
Sesak napas tidak Napas: 26 x/menit • Trombositopenia • Novorapid 6-6-6 unit/
ada. BAB biasa. Suhu: 36,7 C • Hipoalbuminemia subkutan
BAK seperti SpO2 98% tanpa • Levemir 10 unit
terputus putus oksigen /subkutan
Konjungtiva • UDCA 250 mg / 24
anemis tidak ada, jam/ oral
sklera ikterik tidak • Curcuma 1 tab/8 jam /
ada. oral
Deviasi trakea • Codein 10 mg/8 jam/
tidak ada. oral
Pembesaran KGB • VIP albumin 1 tab/12
tidak ada. jam/oral
Thorax : • Vit B Complex 1 tab/12
I : pergerakan jam/oral
dinding dada
simetris saat statis Planning pemeriksan:
dan dinamis • MSCT Scan Toraks
P : Vocal fremitus dengan kontras
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Senin/ Batuk ada. Nyeri Sakit sedang/ Gizi • DM tipe 2 Planning terapi:
30-10- dada tidak ada. cukup/ • Retensi Urin • Infus NaCl 0,9%
2017 Demam tidak ada. komposmentis ec Batu Saluran 28 tetes per menit
Mual dan muntah TD: 120/80 mmHg Kemih • N-Ace 200 mg/ 8
tidak ada. Sesak Nadi: 87 x/ menit • Colelithiasis jam/oral
napas tidak ada. Napas: 26 x/menit • Polip empedu • Novorapid 6-6-6
BAB biasa. BAK Suhu: 36,7 C • Trombositope unit/ subkutan
seperti terputus SpO2 98% tanpa nia • Levemir 10 unit
putus oksigen • Hipoalbumine /subkutan
Konjungtiva mia • UDCA 250 mg /
anemis tidak ada, 24 jam/ oral
sklera ikterik tidak • Curcuma 1 tab/8
ada. jam / oral
Deviasi trakea • Codein 10 mg/8
tidak ada. jam/ oral
Pembesaran KGB • VIP albumin 1
tidak ada. tab/12 jam/oral
Thorax : • Vit B Complex 1
I : pergerakan tab/12 jam/oral
dinding dada
simetris saat statis Planning:
dan dinamis • MSCT Scan
P : Vocal fremitus Toraks dengan
simetris kiri kanan kontras
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Lab:
WBC 6570/uL, Hb
11,6 g/dl, PLT
93000/uL,
Neutrofil 52,2%,
lymph 30,9%
Selasa/ Batuk ada. Nyeri Sakit sedang/ Gizi • DM tipe 2 Planning terapi:
31-10- dada tidak ada. cukup/ • Retensi Urin • Infus NaCl 0,9% 28
2017 Demam tidak ada. komposmentis ec Batu Saluran tetes per menit
Mual dan muntah TD: 120/80 mmHg Kemih • N-Ace 200 mg/ 8
tidak ada. Sesak Nadi: 87 x/ menit • Colelithiasis jam/oral
napas tidak ada. Napas: 26 x/menit • Polip empedu • Novorapid 6-6-6 unit/
BAB biasa. BAK Suhu: 36,5 C • Trombositope subkutan
seperti lancar. SpO2 98% tanpa nia • Levemir 10 unit
oksigen • Hipoalbumine /subkutan
Konjungtiva mia • UDCA 250 mg / 24
anemis tidak ada, • Tuberkulosis jam/ oral
sklera ikterik tidak Paru Klinis Kasus • Curcuma 1 tab/8 jam /
ada. Baru oral
Deviasi trakea • Codein 10 mg/8 jam/
tidak ada. oral
Pembesaran KGB • VIP albumin 1 tab/12
tidak ada. jam/oral
Thorax : • Vit B Complex 1 tab/12
I : pergerakan jam/oral
dinding dada • 4 FDC 3 tab/24
simetris saat statis jam/oral
dan dinamis
P : Vocal fremitus
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi ada di
apeks hemitoraks
kanan dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
MSCT Scan
Toraks dengan
Kontras:
• Tuberkulos
is paru aktif lesi
minimal
• Efusi
pleura bilateral

Rabu/ 1- Batuk ada Sakit sedang/ Gizi • Tuberkulosis Planning terapi:


10-2017 berlendir warna cukup/ Paru Klinis Kasus  4 FDC 3 tab/24
putih. Nyeri dada komposmentis Baru pengobatan jam/oral
tidak ada. Demam TD: 120/80 mmHg hari 1  N-Ace 200 mg/ 8
tidak ada. Mual Nadi: 87 x/ menit • DM tipe 2 jam/oral
dan muntah tidak Napas: 26 x/menit • Retensi Urin  Novorapid 6-6-6 unit/
ada. Sesak napas Suhu: 36,5 C ec Batu Saluran subkutan
tidak ada. BAB SpO2 98% tanpa Kemih  Levemir 10 unit
biasa. BAK terasa oksigen • Colelithiasis /subkutan
terputus putus Konjungtiva • Polip empedu  UDCA 250 mg / 24
anemis tidak ada, • Trombositope jam/ oral
sklera ikterik tidak nia  Curcuma 1 tab/8 jam /
ada. • Hipoalbumine oral
Deviasi trakea mia  VIP albumin 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Pembesaran KGB
 Vit B Complex 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Thorax :
I : pergerakan
dinding dada
simetris saat statis
dan dinamis
P : Vocal fremitus
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Kamis/ Batuk ada. Nyeri Sakit sedang/ Gizi • Tuberkulosis Planning terapi:
2-10- dada tidak ada. cukup/ Paru Klinis Kasus  4 FDC 3 tab/24
2017 Demam tidak ada. komposmentis Baru pengobatan jam/oral
Mual dan muntah TD: 120/80 mmHg fase intensif hari 2  N-Ace 200 mg/ 8
tidak ada. Sesak Nadi: 87 x/ menit • DM tipe 2 jam/oral
napas tidak ada. Napas: 26 x/menit • Retensi Urin  Novorapid 6-6-6 unit/
Suhu: 36,5 C ec Batu Saluran subkutan
SpO2 98% tanpa Kemih  Levemir 10 unit
oksigen • Colelithiasis /subkutan
Konjungtiva • Polip empedu  UDCA 250 mg / 24
anemis tidak ada, • Trombositope jam/ oral
sklera ikterik tidak nia  Curcuma 1 tab/8 jam /
ada. • Hipoalbumine oral
Deviasi trakea mia  VIP albumin 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Pembesaran KGB
 Vit B Complex 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Thorax :
I : pergerakan
dinding dada
simetris saat statis
dan dinamis
P : Vocal fremitus
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat
Kamis/ Batuk ada. Nyeri Sakit sedang/ Gizi • Tuberkulosis Planning terapi:
2-10- dada tidak ada. cukup/ Paru Klinis Kasus  4 FDC 3 tab/24
2017 Demam tidak ada. komposmentis Baru pengobatan jam/oral
Mual dan muntah TD: 120/80 mmHg fase intensif hari 2  N-Ace 200 mg/ 8
tidak ada. Sesak Nadi: 87 x/ menit • DM tipe 2 jam/oral
napas tidak ada. Napas: 26 x/menit • Retensi Urin  Novorapid 6-6-6 unit/
Suhu: 36,5 C ec Batu Saluran subkutan
SpO2 98% tanpa Kemih  Levemir 10 unit
oksigen • Colelithiasis /subkutan
Konjungtiva • Polip empedu  UDCA 250 mg / 24
anemis tidak ada, • Trombositope jam/ oral
sklera ikterik tidak nia  Curcuma 1 tab/8 jam /
ada. • Hipoalbumine oral
Deviasi trakea mia  VIP albumin 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Pembesaran KGB
 Vit B Complex 1 tab/12
tidak ada.
jam/oral
Thorax :
I : pergerakan
dinding dada
simetris saat statis
dan dinamis
P : Vocal fremitus
simetris kiri kanan
P : sonor dikedua
hemitorkas
A :
Bronkovesikular,
Ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen:
peristaltik kesan
normal
Extremitas: Udem
tidak ada, akral
hangat

D. TIMELINE
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 –
0,6 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. Kuman tersebut dapat
menyerang bagian-bagian tubuh seperti tulang, sendi, usus, kelenjar limfe, selaput otak
dan terutama paru-paru.
Tuberkulosis (TB) adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Karena besarnya angka kematian akibat TB,
maka peranan diagnosis dan perawatan menjadi sangat penting. Pemeriksaan
mikroskopik bakteriologi masih merupakan cara rutin yang digunakan, yaitu dengan
menemukan Bakteri Tahan Asam (BTA) untuk menegakkan diagnosis penderita TB paru,
khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Pemeriksaan 3 spesimen dahak
(Sewaktu – Pagi – Sewaktu / SPS) secara mikroskopis langsung menjadi pilihan, karena
nilainya setara dengan pemeriksaan dahak dengan metode kultur yang relatif lebih mahal
dan memerlukan waktu lebih lama.
Banyak hal yang mempengaruhi kepositifan BTA dalam pemeriksaan apusan
langsung antara lain kualitas specimen dahak, jumlah atau konsentrasi kuman, luas lesi di
paru, dan teknik pemeriksaan. Untuk mendapatkan hasil positif BTA dalam sputum,
maka di dalam sediaan tersebut harus terkandung 5.000 kuman TB/mL dahak. Banyak
pemeriksaan mikrobiologi yang telah diperkenalkan, tetapi pemeriksaan deteksi antigen
kuman TB melalui kultur atau molekuler (Polymerase Chain Reactions/PCR) merupakan
baku emas. Pemeriksaan lain seperti fluoresensi, Rapid Diagnostic Test dan lain-lain
mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Pemeriksaan fluorosensi dapat memeriksa 15 kali
lebih banyak sediaan dalam waktu yang sama dan memperoleh hasil positif. Pemeriksaan
dengan ICT TB merupakan uji serologi dengan teknik imunodiagnosis. Uji ini
dikembangkan untuk mendeteksi respon antibodi yang signifikan terhadap antigen
Mycobacterium Tuberculosis (metode ini sekarang tidak direkomen oleh Kemenkes).
B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai
Global Emergency. Pada tahun 2011, diperkirakan 8,7 juta kasus insiden TB secara
keseluruhan, sama dengan 125 kasus TB/100.000 penduduk. Kasus yang terbanyak
terdapat di Asia (59%) dan Afrika (26%). Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah
8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun.1
TB di Indonesia masih merupakan masalah utama penyakit infeksi di komunitas,
dengan sekurang-kurangnya ditemukan 429.730 kasus baru dan 66.000 kematian tiap
tahun akibat TB. Menurut Global TB Report WHO 2011, Indonesia berada pada urutan
ke empat negara dengan beban penderita TB yang tinggi di dunia setelah China, India,
dan Afrika selatan.
Namun Negara kita berhasil mencapai target Millenium Development Goals
(MDGs) untuk TB di tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru BTA positif dan 85%
kesembuhan. Meskipun program pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai
target MDGs, akan tetapi di sebagian besar rumah sakit, klinik dan praktek swasta
penatalaksanaan TB belum sesuai dengan strategi DOTS ataupun Standar Pelayanan
sesuai International Standards for Tuberculosis Care (ISTC).2,3
Pengendalian TB dipersulit dengan munculnya Multi Drug-Resistant
Tuberkulosis (MDR-TB) atau bahkan Extremely Drug-Resistant TB (XDR-TB).
C. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat
aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6
µm, memiliki dinding sel kaya lipid yang dapat melindungi bakteri dari serangan antibodi
dan komplemen. Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk mengisolasi
bakteri dari spesimen klinis di agar Lowenstein Jensen, Ogawa. Tahan terhadap suhu
rendah, sehingga dapat hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4 oC sampai
-70oC. Sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar UV. Dalam dahak pada suhu
30-37oC akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu. Uji sensitivitas obat
membutuhkan 4 minggu. Ciri khas bakteri ini adalah tahan asam, yaitu kemampuan
membentuk kompleks mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna
arilmetan dan mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol.1,4
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab penyakit tuberkulosis (TB),
Mycobacterium Leprae menyebabkan penyakit kusta, Mycobacterium Avium-
intercellulare (M. Avium Complex atau MAC) dan mycobacterium atipik lainnya sering
menginfeksi penderita AIDS, menjadi patogen oportunistik pada pasien dengan sistem
imun yang rendah (immunocompromised), meskipun kadangkala menyebabkan infeksi
juga pada pasien dengan sistem imun yang normal. Terdapat lebih dari 50 spesies
Mycobacterium, banyak diantaranya bersifat saprofit.
D. PATOGENESIS
Paru merupakan port de entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
droplet berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6 µm terhirup dan masuk ke dalam
alveolus. Pada sebagian kasus kuman TB akan dihancurkan sepenuhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi
pada sebagian besar kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada kasus ini,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan, akan
tetapi sebagian kecil kuman yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak
didalam makrofag yang kemudian akan menyebabkan lisis makrofag, lalu kuman TB
akan membentuk lesi pada tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer (fokus Ghon).
1,2,3

Dari fokus primer, kuman TB menyebar secara limfogen, penyebaran ini


menyebabkan terjadinya inflamasi saluran limfe (limfangitis) dan dikelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus bawah/tengah, kelenjar
limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe perihiler, sedangkan jika focus primer terletak di
apeks paru yang terlibat adalah kelenjar paratrakheal. Gabungan antara focus primer,
limfadenitis, dan limfangitis dinamakan kompleks primer. 1,2,3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB sampai terbentuknya
kompleks primer disebut masa inkubasi yang terjadinya bervariasi selama 2-12 minggu,
seringnya berlangsung selama 4-8 minggu, selama masa ini kuman berkembang biak
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas
seluler. 1,2,3
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB telah terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap protein tuberkel. Selama masa
inkubasi uji tuberkulin negatif. Jika imunitas selular telah terbentuk, kuman TB yang
masuk ke dalam alveolus akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik. 1,2,3
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer dijaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkejuan dan enkapulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. 1,2,3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). 1,2,3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Penyebaran hematogen langsung adalah saat kuman masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut penyakit sistemik. 1,2,3
Penyebaran hematogen yang sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang
pada organ yang memilki vaskularisasi dengan baik, seperti apeks paru, limpa dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati,
tulang, ginjal dan lainnya. Pada umumnya kuman disarang tersbut masih hidup tetapi
tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru
disebut fokus simons, yang dikemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
paru saat dewasa.1,2,3
Bentuk penyebaran hematogen lainnya adalah penyebaran hematogenik
generalisata (acute generalized hematogenic spread) yang menyebabkan kuman TB
masuk dan beredar didalam darah ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit secara akut, yang disebut TB diseminata, timbul pada waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulanya penyakit tergantung pada jumlah virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB. 1,2,3
Bentuk penyebaran yang sering terjadi adalah protacted hematogenic spread,
yang terjadi bila suatu focus perkejuan pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga
sebagian besar kuman TB akan beredar didalam darah, secara klinis tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenis spread.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). (1-6)

1. Gejala respiratorik    
a) Batuk > 2  minggu
b) Batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberkulosis, brokiektasis, abses
paru, ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab, yang
paling sering adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat menyebabkan
nekrosis pada parenkim paru yang akan menimbulkan proses perkejuan. Apabila
dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar dan meninggalkan
lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah sklerotik. Jika terjadi
peradangan arteri di dinding kavarne akan mengakibatkan pecahnya vasa darah.
Jika vasa darah pecah maka darah akan dibatukkan keluar dan terjadilah
hemoptisis. (1-6)
c) Sesak napas
d) Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. (1-6)
2. Gejala sistemik    
a) Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis
biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari. Mekanisme demam
sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan
difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis,
sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen
endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus
hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh
dan terjadi demam atau panas. (1-6)
b) Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun. Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita sehingga
terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang disebut disini tidak
hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga terjadi setiap saat. Namun, pada
pagi dan siang hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat
akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu 
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
 Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
 Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
 Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
 Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
 Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. 
- Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).
- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan, cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan pertama), pagi (keesokan harinya),
sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat
sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa
pos. (6)
- Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
o Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di
bagian tengah dari kertas saring sebanyak ± 1ml.
o Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
o Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus bahan dahak dalam kertas saring yang kering
dimasukkan dalam kantong plastik kecil.
o Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
o Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak, dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
- Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, bronchoalveolar
lavage/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan
dengan cara: (6)

MIKROSKOPIK

Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif
o bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease):
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M. tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan


cara :

o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh


o Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara,
baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji
niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen
yang timbul.

RADIOLOGI
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).6
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular. Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)    
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru  (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi
untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
o Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

PEMERIKSAAN KHUSUS
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7)
o Pemeriksaan  BACTEC
  Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT). (6,7)
o Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. (6,7)
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar 
internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak
ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb
tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun
ekstraparu sesuai dengan  organ yang terlibat. (6,7)
o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
 Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Teknik ini merupakan salah
satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses
antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)
 ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran. 6,7
 Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan
dapat dideteksi dengan mudah. 6,7
 Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah satu jenis uji
yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. 6,7
 Uji serologi yang baru / IgG TB. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan
serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk
Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial
rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan kombinasi lainnya akan
menberikan tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk
diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan
untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis
TB pada anak.6,7
G. TATALAKSANA
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk pengobatan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai pengobatan selesai
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
o Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah
sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
o Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang paling penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Tabel 1. OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek samping


Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati, gout artritis

Etambutol (E) Bakterisidal Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis


perifer

Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni

Tabel 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa


Dosis
Harian 3x/ minggu
OAT Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35)
Streptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Catatan:
o Pemberian streptomosin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi
10mg/kgBB/hari.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah:
o Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
o Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
o Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta obat lini 1, yaitu
pirazinamid etambutol.2,5
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami
efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Catatan:
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tabel 7. OAT yang digunakan pada pengobatan TB MDR

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap
dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
H. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi
yang mungikin timbul adalah: batuk darah, pneumotoraks, gagal napas, gagal jantung dan
efusi pleura.1,3
I. PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung pada deteksi dini kasus TB secara cepat dan tepat, serta
sarana laboratorium untuk evaluasi pola kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT.
BAB III

PEMBAHASAN
Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Tuberkulosis diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis Paru dan tuberkulosis ekstra
paru. Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru).

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif


 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan MTB positif

Klasifikasi berdasarkan tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.


Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru :
 Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah minum OAT
kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh :
 Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh, atau pengobatan lengkap kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus pindahan :
 Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain.
d. Kasus lalai berobat
 Penderita yang sudah berobat minimal satu bulan dan berhenti dua minggu atau
lebih kemudian datang kembali berobat.
e. Kasus gagal
 Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan kelima
 Penderita dengan BTA negatif, gambaran radiologi positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan kedua pengobatan dan/atau gambaran radiologi ulang
mengalami perburukan.

f. Kasus kronik
 Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
 Hasil dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologi menunjukkan lesi TB
inaktif dengan riwayat pengobatan OAT yang adekuat.
 Radiologi meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan, ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Gambaran Klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala
organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

Pada pasien ini ditemukan batuk ≥ 3 minggu dan penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 2
bulan terakhir.

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis yang bisa didapatkan pada pasien tuberkulosis adalah :

 Suara napas bronkial


 Suara napas melemah
 Ronki basah
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda spesifik pada pemeriksaan fisis yang mengarah ke
diagnosis Tuberkulosis paru.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

2. Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :


 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg
dan pirazinamid 400 mg

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan Etiologinya:


Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan


glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria untuk mendiagnosis DM saat ini adalah:

• Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
• Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
• Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
• Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam
kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah
puasa terganggu (GDPT).

 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tatalaksana Diabetes Mellitus


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan meliputi :

 Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut.
 Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal
atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya:
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus
segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut
dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Cara kerja
dari berbagai golongan obat DM dapat dilihat pada tabel berikut ini:

BAB IV
KESIMPULAN

Prevalensi terjadinya tuberculosis pada dewasa semakin meningkat setiap


tahunnya. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis, yang bersifat aerob yang terutama menyerang paru-paru dan
dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke daerah diluar paru (ekstrapulmonal),
dan dapat menular antar manusia melalui droplet (udara). Gejala TB terbagi menjadi
gejala local dan sistemik berupa batuk, sesak, penurunan berat badan, demam, lesu atau
malaise yang menetap lebih dari 2 minggu dan tidak ada perbaikan walaupun sudah
diberikan pengobatan yang adekuat, dan gejala spesifik terkait organ yang terkena (TB
ekstrapulmonal). Diagnosis TB dapat dilakukan dengan pemeriksaan bakteriologis,
pemeriksaan penunjang berupa foto thorax serta histopatologi (PA). Pengobatan TB
meliputi pengobatan profilaksis dan pengobatan untuk sakit TB. Pengobatan pada sakit
TB dapat diberikan 4 macam OAT pada fase inisial (2 bulan pertama), serta fase lanjutan
(4 bulan berikutnya) dengan pemberian Rifampisin dan INH.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto, Christ [et. al.]. (2016). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
2. Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
2014.
3. WHO The Global Plan to Stop TB 2011-2015 : Transforming the fight toward
Elimination of TB. 2011.
4. Dinas Kesehatan PemProv Jawa Tengah., Draf Pedoman Standar Keamanan Petugas
Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. April 2012.
5. Bulletin CRID-TROPHID. Universitas Indonesia. Celebrating World Tuberculosis Day.
2011.Vol 2
6. Mahon, R. C. Textbook of Diagnostic Microbiology 4th ed. WB Sanders Co, 2011
7. Pfyffer GE. Mycobacterium : General characteristics Laboratory Detection and Staining
Procedure in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9 th ed. ASM
Press. Washington DC. 2007.
8. Vincet V, Gutierrez MC. Mycobacterium : Laboratory Charateristics of Slowly Growing
Mycobacterium. in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9 th ed.
ASM Press. Washington DC. 2007.
9. Siddiqi S. Drug Resistant TB; Role of culture-based testing compared with new
technologies. Bacton-Dickinson product information. 2012
10. Kolegium PAMKI, Modul MK/07: Penanganan Mikrobiologi Klinik Penyakit
Tuberculosis dan Non Tuberculosis Mycobacterium, Modul Pendidikan Spesialis
Mikrobiologi Klinik Berbasis Kompetensi. 2010. 7.1-7.13.

Anda mungkin juga menyukai