LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. Sulaiman
2. No. RM : 820599
3. Umur : 47 tahun 9 bulan 25 hari
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Pekerjaan : PNS
6. Ruang Perawatan : IC Lt. 2 Kamar 1
7. Tanggal Masuk : 25 Oktober 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang / Gizi Cukup / Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah : 12/80 mmHg
Nadi : 72x/menit, reguler, kuat angkat
Napas : 22x/menit
Suhu : 36,6OC
Saturasi : 98%
Skala nyeri : 4 NRS, lokasi pinggang kiri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : IMT 19,5 kg/m2
2. Status Lokalis
a. Kepala :
- Mata : Sklera Ikterus tidak ada, Konjungtiva anemis tidak ada
- Telinga : Otorrhea tidak ada
- Hidung : Rhinorre dan Epistaksis tidak ada
- Mulut : Stomatitis angularis tidak ada, mulut tidak kering
- Leher : DVS R+1 cmH2O
Pembesaran kelenjar limfe tidak ada
b. Thorax
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri kanan
- Perkusi : Sonor dikedua hemitorkas
- Auskultasi : Bronkovesikular, Ronkhi dan wheezing tidak ada
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan jantung linea parasternalis kanan ICS II, batas kiri
jantung linea midclaviculars ICS V
- Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular, bising tidak ada
c. Abdomen
- Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio hipogastrium sinistra. Hepar dan lien tidak
teraba.
- Perkusi : timpani, normal.
d. Extremitas
Edema tungkai tidak ada
e. Status Neorologis
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Tanda rangsang meninges : Kaku kuduk tidak ada, Kernign sign tidak ada
- Nervus Cranialis : tidak diperiksa
- Motorik : Tonus otot normal
- Refleks Fisiologis : KPR/APR : N/N
TPR/BPR : N/N
- Refleks Patologis : Babinski tidak ada
- Sensorik : dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (20/10/2017)
Hematologi Rutin Hasil Nilai Rujukan
WBC 8 x 103/uL 4 – 10 x 103/uL
HCT 38% 37 – 48 %
MCV 80 fL 80 – 97 fL
Limfosit 24 % 20 – 40 %
INR 1,17 -
Interpretasi:
Berdasarkan standar kelayakan foto, foto dinyatakan kurang layak baca. Foto ini
dilengkapi dengan identitas dan penanda sisi (marker). identitas pasien terdiri dari nama pasien,
usia, jenis kelamin, nomor rekam medik, tanggal pengambilan foto serta posisi pengambilan
foto. Inspirasi kurang dilihat dari posisi diafragma kiri setinggi kosta VIII posterior yang
seharusnya setinggi kosta XI posterior. Posisi simetris dimana proyeksi tulang corpus vertebra
terletak di tengan sendi sternoklavikular kiri dan kanan. Film meliputi seluruh cavum thorax
mulai dari puncak sampai sinus costophrenicus.
Pada kesan umum, foto terlihat simetris dilihat dari prosesus spinosus ke clavicula < 2 cm
kiri maupun kanan. Diafragma licin dan sudut costofrenikus lancip, jantung dalam batas normal
karena dari hasil pengukuran CRT jantung didapatkan nilai <50 % artinya janutng tidak
mengalami kardiomegali.
Pada penilaian paru didapatkan adanya garis-garis fibrosis dan bintik-bintik kalsifikasi
yang tersebar pada kedua hemithorax. Tampak multiple kavitas pada kedua lapangan paru.
Kedua sinus kesan baik. Tulang-tulang intak. Jaringan lunak sekitar kesan normal.
Kesan :
- Tuberkulosis Paru Lama Aktif Lesi Luas
E. DIAGNOSIS KERJA
F. PLANNING AWAL
Sputum BTA, Kultur M.TB, sensitivitas OAT
GDP, GD2PP, HbA1c,
HbsAg, Anti HCV
HIV rapid
USG Abdomen
Asam urat
Urin rutin
Rencana transfusi trombosit
Rencana konsul TS bedah urologi
Rencana konsul TS Interna divisi EMD dan Ginjal HIpertensi
A. TERAPI AWAL
Infus NaCl 0,9% 28 tetes per menit
N-Ace 200 mg/ 8 jam/inhalasi
4 FDC 3 tab/24 jam/oral
VIP albumin 1 tab/12 jam/oral
B. DAFTAR MASALAH
No Masalah Berdasarkan Rencana
.
1. Tuberkulosis Paru S: Rencana Diagnostik :
Klinis Kasus baru Batuk berlendir ± 1 bulan, lendir kultur M. TB, sensitivitas OAT
Status HIV warna putih, darah tidak ada, batuk
negatif dalam terus menerus. Sesak napas ada, Rencana Terapi :
pengobatan hari-7 tidak berkurang dengan perubahan N-Ace 200mg / 8 jam / oral
posisi. Nyeri dada ada seperti 4 FDC 3 tab/24 jam/oral
tertusuk, dirasakan memberat saat
bernapas dan batuk, tidak tembus
ke belakang. Demam ada dirasakan
terus menerus. Riwayat keringat
malam hari ada tanpa aktivitas dan
dalam suhu ruang, tidak berkurang
meskipun menggunakan AC.
Nafsu makan menurun ada sejak 1
bulan yang lalu. Penurunan berat
badan ada sebanyak 12 kg dalam 2
bulan terakhir. Riwayat konsumsi
OAT tidak ada. Riwayat kontak
dengan penderita batuk lama ada,
namun tidak diketahui ada riwayat
minum obat 6 bulan atau tidak.
Riwayat
O:
RR : 22x/menit
SpO2 : 98%
Thorax
Inspeksi : pergerakan dinding dada
simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus simetris
kiri kanan
Perkusi : sonor dikedua hemitorkas
Auskultasi : Bronkovesikular,
Ronkhi
dan wheezing tidak ada
Foto Thorax (25-10-2017)
• Tampak garis-garis fibrosis
dan bintik kalsifikasi pada
kedua lapangan paru
• Tampak multiple kavitas
pada hemithorax kiri bawah
Kesan : TB paru lama aktif lesi luas
Urinalisis (26-10-2017)
Glukosa : 4+
Laboratorium (27-10-2017)
HbsAg : Non Reactive
Anti HCV (ICT) : Non Reactive
Lab (31-10-2017)
HbsAg 0,01/NR
Anti HCV 3,15 / Reactive
O:
Nyeri tekan pada regio
hipogastrium sinistra
USG Abdomen (26-10-2017)
-Hydronephroureter sinistra
-Polip GB
-Cholelith
Laboratorium (30-10-2017)
PLT : 93.000/uL
C. FOLLOW UP
D. TIMELINE
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 –
0,6 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. Kuman tersebut dapat
menyerang bagian-bagian tubuh seperti tulang, sendi, usus, kelenjar limfe, selaput otak
dan terutama paru-paru.
Tuberkulosis (TB) adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Karena besarnya angka kematian akibat TB,
maka peranan diagnosis dan perawatan menjadi sangat penting. Pemeriksaan
mikroskopik bakteriologi masih merupakan cara rutin yang digunakan, yaitu dengan
menemukan Bakteri Tahan Asam (BTA) untuk menegakkan diagnosis penderita TB paru,
khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Pemeriksaan 3 spesimen dahak
(Sewaktu – Pagi – Sewaktu / SPS) secara mikroskopis langsung menjadi pilihan, karena
nilainya setara dengan pemeriksaan dahak dengan metode kultur yang relatif lebih mahal
dan memerlukan waktu lebih lama.
Banyak hal yang mempengaruhi kepositifan BTA dalam pemeriksaan apusan
langsung antara lain kualitas specimen dahak, jumlah atau konsentrasi kuman, luas lesi di
paru, dan teknik pemeriksaan. Untuk mendapatkan hasil positif BTA dalam sputum,
maka di dalam sediaan tersebut harus terkandung 5.000 kuman TB/mL dahak. Banyak
pemeriksaan mikrobiologi yang telah diperkenalkan, tetapi pemeriksaan deteksi antigen
kuman TB melalui kultur atau molekuler (Polymerase Chain Reactions/PCR) merupakan
baku emas. Pemeriksaan lain seperti fluoresensi, Rapid Diagnostic Test dan lain-lain
mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Pemeriksaan fluorosensi dapat memeriksa 15 kali
lebih banyak sediaan dalam waktu yang sama dan memperoleh hasil positif. Pemeriksaan
dengan ICT TB merupakan uji serologi dengan teknik imunodiagnosis. Uji ini
dikembangkan untuk mendeteksi respon antibodi yang signifikan terhadap antigen
Mycobacterium Tuberculosis (metode ini sekarang tidak direkomen oleh Kemenkes).
B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai
Global Emergency. Pada tahun 2011, diperkirakan 8,7 juta kasus insiden TB secara
keseluruhan, sama dengan 125 kasus TB/100.000 penduduk. Kasus yang terbanyak
terdapat di Asia (59%) dan Afrika (26%). Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah
8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun.1
TB di Indonesia masih merupakan masalah utama penyakit infeksi di komunitas,
dengan sekurang-kurangnya ditemukan 429.730 kasus baru dan 66.000 kematian tiap
tahun akibat TB. Menurut Global TB Report WHO 2011, Indonesia berada pada urutan
ke empat negara dengan beban penderita TB yang tinggi di dunia setelah China, India,
dan Afrika selatan.
Namun Negara kita berhasil mencapai target Millenium Development Goals
(MDGs) untuk TB di tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru BTA positif dan 85%
kesembuhan. Meskipun program pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai
target MDGs, akan tetapi di sebagian besar rumah sakit, klinik dan praktek swasta
penatalaksanaan TB belum sesuai dengan strategi DOTS ataupun Standar Pelayanan
sesuai International Standards for Tuberculosis Care (ISTC).2,3
Pengendalian TB dipersulit dengan munculnya Multi Drug-Resistant
Tuberkulosis (MDR-TB) atau bahkan Extremely Drug-Resistant TB (XDR-TB).
C. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat
aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6
µm, memiliki dinding sel kaya lipid yang dapat melindungi bakteri dari serangan antibodi
dan komplemen. Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk mengisolasi
bakteri dari spesimen klinis di agar Lowenstein Jensen, Ogawa. Tahan terhadap suhu
rendah, sehingga dapat hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4 oC sampai
-70oC. Sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar UV. Dalam dahak pada suhu
30-37oC akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu. Uji sensitivitas obat
membutuhkan 4 minggu. Ciri khas bakteri ini adalah tahan asam, yaitu kemampuan
membentuk kompleks mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna
arilmetan dan mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol.1,4
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab penyakit tuberkulosis (TB),
Mycobacterium Leprae menyebabkan penyakit kusta, Mycobacterium Avium-
intercellulare (M. Avium Complex atau MAC) dan mycobacterium atipik lainnya sering
menginfeksi penderita AIDS, menjadi patogen oportunistik pada pasien dengan sistem
imun yang rendah (immunocompromised), meskipun kadangkala menyebabkan infeksi
juga pada pasien dengan sistem imun yang normal. Terdapat lebih dari 50 spesies
Mycobacterium, banyak diantaranya bersifat saprofit.
D. PATOGENESIS
Paru merupakan port de entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
droplet berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6 µm terhirup dan masuk ke dalam
alveolus. Pada sebagian kasus kuman TB akan dihancurkan sepenuhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi
pada sebagian besar kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada kasus ini,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan, akan
tetapi sebagian kecil kuman yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak
didalam makrofag yang kemudian akan menyebabkan lisis makrofag, lalu kuman TB
akan membentuk lesi pada tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer (fokus Ghon).
1,2,3
1. Gejala respiratorik
a) Batuk > 2 minggu
b) Batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberkulosis, brokiektasis, abses
paru, ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab, yang
paling sering adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat menyebabkan
nekrosis pada parenkim paru yang akan menimbulkan proses perkejuan. Apabila
dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar dan meninggalkan
lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah sklerotik. Jika terjadi
peradangan arteri di dinding kavarne akan mengakibatkan pecahnya vasa darah.
Jika vasa darah pecah maka darah akan dibatukkan keluar dan terjadilah
hemoptisis. (1-6)
c) Sesak napas
d) Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. (1-6)
2. Gejala sistemik
a) Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis
biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari. Mekanisme demam
sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan
difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis,
sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen
endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus
hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh
dan terjadi demam atau panas. (1-6)
b) Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun. Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita sehingga
terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang disebut disini tidak
hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga terjadi setiap saat. Namun, pada
pagi dan siang hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat
akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
- Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).
- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan, cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan pertama), pagi (keesokan harinya),
sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat
sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa
pos. (6)
- Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
o Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di
bagian tengah dari kertas saring sebanyak ± 1ml.
o Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
o Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus bahan dahak dalam kertas saring yang kering
dimasukkan dalam kantong plastik kecil.
o Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
o Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak, dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
- Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, bronchoalveolar
lavage/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan
dengan cara: (6)
MIKROSKOPIK
Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
o bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease):
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
RADIOLOGI
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).6
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular. Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi
untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
o Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7)
o Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT). (6,7)
o Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. (6,7)
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak
ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb
tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun
ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat. (6,7)
o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Teknik ini merupakan salah
satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses
antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)
ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran. 6,7
Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan
dapat dideteksi dengan mudah. 6,7
Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah satu jenis uji
yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. 6,7
Uji serologi yang baru / IgG TB. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan
serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial
rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan
menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk
diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan
untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis
TB pada anak.6,7
G. TATALAKSANA
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk pengobatan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai pengobatan selesai
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
o Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah
sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
o Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang paling penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Catatan:
o Pemberian streptomosin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi
10mg/kgBB/hari.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
Catatan:
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tabel 7. OAT yang digunakan pada pengobatan TB MDR
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap
dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
H. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi
yang mungikin timbul adalah: batuk darah, pneumotoraks, gagal napas, gagal jantung dan
efusi pleura.1,3
I. PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung pada deteksi dini kasus TB secara cepat dan tepat, serta
sarana laboratorium untuk evaluasi pola kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT.
BAB III
PEMBAHASAN
Tuberkulosis
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan MTB positif
a. Kasus baru :
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah minum OAT
kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh :
Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh, atau pengobatan lengkap kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus pindahan :
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain.
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat minimal satu bulan dan berhenti dua minggu atau
lebih kemudian datang kembali berobat.
e. Kasus gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan kelima
Penderita dengan BTA negatif, gambaran radiologi positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan kedua pengobatan dan/atau gambaran radiologi ulang
mengalami perburukan.
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologi menunjukkan lesi TB
inaktif dengan riwayat pengobatan OAT yang adekuat.
Radiologi meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan, ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologi.
Gambaran Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala
organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk ≥ 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
Pada pasien ini ditemukan batuk ≥ 3 minggu dan penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 2
bulan terakhir.
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis yang bisa didapatkan pada pasien tuberkulosis adalah :
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
2. Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg
dan pirazinamid 400 mg
Diabetes Mellitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.
• Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
• Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
• Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
• Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam
kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah
puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut.
Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal
atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya:
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus
segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut
dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Cara kerja
dari berbagai golongan obat DM dapat dilihat pada tabel berikut ini:
BAB IV
KESIMPULAN
1. Tanto, Christ [et. al.]. (2016). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
2. Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
2014.
3. WHO The Global Plan to Stop TB 2011-2015 : Transforming the fight toward
Elimination of TB. 2011.
4. Dinas Kesehatan PemProv Jawa Tengah., Draf Pedoman Standar Keamanan Petugas
Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. April 2012.
5. Bulletin CRID-TROPHID. Universitas Indonesia. Celebrating World Tuberculosis Day.
2011.Vol 2
6. Mahon, R. C. Textbook of Diagnostic Microbiology 4th ed. WB Sanders Co, 2011
7. Pfyffer GE. Mycobacterium : General characteristics Laboratory Detection and Staining
Procedure in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9 th ed. ASM
Press. Washington DC. 2007.
8. Vincet V, Gutierrez MC. Mycobacterium : Laboratory Charateristics of Slowly Growing
Mycobacterium. in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9 th ed.
ASM Press. Washington DC. 2007.
9. Siddiqi S. Drug Resistant TB; Role of culture-based testing compared with new
technologies. Bacton-Dickinson product information. 2012
10. Kolegium PAMKI, Modul MK/07: Penanganan Mikrobiologi Klinik Penyakit
Tuberculosis dan Non Tuberculosis Mycobacterium, Modul Pendidikan Spesialis
Mikrobiologi Klinik Berbasis Kompetensi. 2010. 7.1-7.13.