Anda di halaman 1dari 25

REFARAT

INFEKSI SALURAN KEMIH

Pembimbing:
dr. Tiona Simamora, Sp.A

Disusun Oleh:
Gabriella Fritzie Tan
19.650.50.094

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 15 JUNI – 11 JULI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul “Infeksi Saluran Kemih” sebagai rangkaian kegiatan
Kepaniteraan Klinik di Bagian kepanitraan klinik Anak Periode 15 Juni – 11 Juli
2020.
Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan
penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan penulisan referat berikutnya.

Jakarta, 23 Juni 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................5

2.1 Definisi ..............................................................................................................6

2.2 Epidemiologi .................................,....................................................................6

2.3 Klasifikasi ...........................................................................................................7

2.4 Etiologi…………………................................................................................... 9

2.5 Manifestasi klinis...............................................................................................10

2.6 Patofisiologi…………. .................................................................................... 11

2.7 Diagnosis ......................................................................................................... 14

2.8 Diagnosis Banding .......................................................................................... 18

2.9 Penatalaksanaan .............................................................................................. 19

2.10 Komplikasi......................................................................................................22

2.11 Prognosis.........................................................................................................23

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) sering ditemui pada bayi dan anak-anak, ditandai
dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin. Angka morbiditas penyakit ISK pada
bayi masih tinggi, ISK merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada bayi,
setelah infeksi saluran napas. Prevalensi ISK bervariasi bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Kejadian ISK pada bayi kira-kira berkisar dari 0,1% hingga 2,0%, pada semua bayi
baru lahir mencapai 20% terutama bayi prematur dan populasi neonatal berisiko (mis. bayi

berat lahir rendah) 1

Berkisar 3-10% pada bayi perempuan dan 1-3% pada bayi laki-laki. Risiko ISK
selama dekade pertama setelah kelahiran adalah 1% pada lelaki dan 3% pada perempuan,

berbeda untuk anak usia kurang dari 3 bulan yang lebih umum terjadi pada anak lelaki.2

Diketahui sekitar 7,5% pada bayi <8 minggu, 5,3% pada bayi < 1 tahun dan pada anak-anak
< 2 tahun sebanyak 4,1%. Bayi ataupun anak pasti mengalami setidaknya satu episode ISK.
Insidens ISK pada bayi baru lahir dengan usia 0-28 hari tidak memiliki gejala yang spesifik
untuk mengarah ke dalam ISK (demam, penurunan nafsu makan, lemah dan gelisah).

Angka kejadian ISK pada bayi sering terjadi pada pasien dengan kelaianan anatomi
dan fungsi dari saluran kemih. Prevalensi infeksi saluran kemih bervariasi berdasarkan usia,
3

jenis kelamin, dan status sirkumsisi. Bayi laki-laki yang sudah di sirkumsisi dapat

menurunkan 10 kali lipat insiden ISK pada tahun pertama kehidupan.4

Manifestasi ISK sangat bervariasi dan bergantung usia, mulai dari gejala
asimtomatik hingga gejala yang berat dan dapat menimbulkan komplikasi, sehingga ISK
dapat menjadi salah satu pertimbangan diagnosis banding pada bayi dan anak yang datang
dengan keluhan demam. Pentingnya anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terkait untuk
dapat mengetahui faktor-faktor resiko yang mengarah menuju ke diagnosis ISK.

Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin dapat digunakan sebagai pedoman diagnosis
pada pasien ISK, namun untuk pasien bayi pemeriksaan laboratorium ini untuk bayi tidak
dapat diandalkan . Selain itu pemeriksaan penunjang lain seperti penanda biokimia (Nitrit
5

4
dan leukosit esterase yang dikombinasikan dalam uji dipstik), USG, Foto BNO dan IVP
juga dapat dilakukan.

Di Indonesia, dari 200 anak yang dievaluasi sebesar 35% pada anak 1 sampai 5 tahun
dan 22% anak usia 6 sampai 10 tahun menderita infeksi saluran kemih atau sekitar 33%
pada laki-laki dan 67% pada perempuan. Data ini menunjukan infeksi saluran kemih

merupakan infeksi dengan angka kejadian cukup tinggi.4

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sering pada bayi dan anak, selain infeksi saluran nafas atas dan diare. Manifestasi
klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, dari gejala yang
asimtomatik sampai gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi. 5

Infeksi Saluran Kemih disebabkan adanya mikroorganisme di dalam urin yang


jumlah kontaminasinya tidak bisa dihitung (10 ), dan mempunyai kemampuan
5

untuk menyerang jaringan dan struktur saluran kemih.1

Umumnya, infeksi saluran kemih ini dikelompokkan berdasarkan tempat


terjadinya infeksi yaitu pielonefritis di ginjal, sistitis di kandung kemih, dan uretra
di uretritis. Dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu infeksi saluran kemih

terkomplikasi dan infeksi saluran kemih tak terkomplikasi.1

2.2. Epidemiologi Infeksi Saluran kemih

Berkisar 3-10% pada bayi perempuan dan 1-3% pada bayi laki-laki.
Risiko ISK selama dekade pertama setelah kelahiran adalah 1% pada lelaki dan
3% pada perempuan, berbeda untuk anak usia kurang dari 3 bulan yang lebih
umum terjadi pada anak lelaki. Diketahui sekitar 7,5% pada bayi <8 minggu,
2

5,3% pada bayi < 1 tahun dan pada anak-anak < 2 tahun sebanyak 4,1%. Selama
tahun pertama kehidupan, kejadian ISK adalah sekitar 0,7% pada anak
perempuan dan 2,7% pada anak laki-laki yang tidak disunat. Pada bayi demam
dalam dua bulan pertama kehidupan, kejadian ISK adalah sekitar 5% pada anak
perempuan dan 20% pada anak laki-laki yang tidak disunat .

Selama 6 bulan pertama, anak laki-laki yang tidak disunat memiliki

peningkatan risiko 10 hingga 12 kali lipat terkena ISK 3. Pada periode neonatal,

ISK lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan . Setelah
usia satu tahun, anak perempuan jauh lebih mungkin mengalami ISK daripada

6
anak laki-laki. ISK memiliki onset usia bimodal dengan satu puncak pada tahun
pertama kehidupan dan puncak lainnya pada usia antara 2 dan 4 tahun yang
sesuai dengan usia toilet training. Diperkirakan sekitar 7,8% anak perempuan
dan 1,7% anak laki-laki pada usia 7 tahun akan menderita ISK . Pada usia 16
tahun, 11,3% anak perempuan dan 3,6% anak laki-laki akan menderita ISK.

Anak-anak Hispanik dan kulit putih memiliki prevalensi ISK dua


hingga empat kali lebih tinggi daripada anak-anak kulit hitam. Secara umum,
tingkat kekambuhan adalah 30 hingga 50% . Kekambuhan ISK sangat umum
terjadi pada anak perempuan. Data ini menunjukan infeksi saluran kemih
merupakan infeksi dengan angka kejadian cukup tinggi. Sekitar 75% Kaukasia
dan 50% anak perempuan usia sekolah Afrika-Amerika di Amerika Serikat

dengan ISK memiliki setidaknya satu kekambuhan ISK. 4,5

Di Indonesia, dari 200 anak yang dievaluasi sebesar 35% pada anak 1
sampai 5 tahun dan 22% anak usia 6 sampai 10 tahun menderita infeksi saluran
kemih atau sekitar 33% pada laki-laki dan 67% pada perempuan.

2.3.Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kencing pada bayi dan anak-anak dibedakan berdasarkan


gejala klinis, lokasi infeksi dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK
dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi,
ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah dan berdasarkan kelainan saluran

kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.6

Tabel 2.3.1 Klasifikasi ISK

Klasifikasi Deskripsi

Berdasarkan gejala klinis

• Bakteriuria terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa


asimptomatik bermanifestasi klinis
(asymptomatic

7
bacteriuria, covert
bacteriuria)

• ISK simptomatik ISK yang disertai gejala dan tanda klinik, terbagi
menjadi dua bagian yakni infeksi yang menyerang
parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala
utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran
kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa
gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing
mengedan (urgency)
Berdasarkan lokasi infeksi

• ISK atas infeksi yang disebabkan oleh invasi bakteri pada


(pielonefritis) parenkim ginjal

• ISK bawah (sistitis infeksi yang terbatas pada kandung kemih atau uretra
dan urethritis)

Berdasarkan kelainan saluran kemih

• ISK simpleks merupakan infeksi pada saluran kermih yang normal


(simple UTI, tanpa adanya kelainan struktural maupun fungsional
uncomplicated yang dapat menyebabkan stasis urin
UTI)

• ISK kompleks ISK yang disertai dengan kelainan anatomi dan atau
(compicated UTI) fungsional yang menyebabkan stasis urin ataupun
aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih ini
dapat berupa batu pada saluran kemih, obstruksi,
anomali saluran kemih, kista ginjal, buli-buli
neurogenic, benda asing, dsb.
Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)

• ISK atipikal ISK dengan keadaan pasien yang serius, diuresis


sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung
kemih, peningkatan kreatinin darah, septicemia,

8
tidak memberikan respon terhadap antibiotik dalam
48 jam, disebabkan oleh kuman non E. coli
• ISK berulang terdapatnya dua kali atau lebih episode pielonefritis
akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis
akut atau ISK atas disertai satu atau lebih episode
sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode
sistitis atau ISK bawah

2.4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih

Organisme penyebab paling umum adalah dari flora usus; Escherichia


coli menyumbang 80 hingga 90% dari ISK pada anak-anak. Organisme lain
termasuk Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis,
Citrobacter, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus spp., Dan Serratia spp. .
Proteus mirabilis lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
Streptococcus agalactiae relatif lebih umum pada bayi baru lahir. Staphylococcus
saprophyticus sangat umum pada remaja wanita yang aktif secara seksual,
terhitung ≥ 15% dari ISK.

Pada anak-anak dengan anomali saluran kemih (anatomi, neurologis, atau


fungsional) atau sistem kekebalan tubuh yang terganggu, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus viridians, dan Streptococcus agalactiae mungkin bertanggung
jawab. Penyebaran infeksi secara hematogen, penyebab ISK yang tidak umum,
dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Proteus
mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, dan nontyphoidal Salmonella. Penyebab
bakteri yang jarang dari ISK adalah Mycobacterium tuberculosis dan

Streptococcus pneumoniae 7 .

Virus seperti adenovirus, enterovirus, echovirus, dan coxsackievirus


dapat menyebabkan ISK. Infeksi terkait biasanya terbatas pada saluran kemih

9
bagian bawah. Dalam hal ini, adenovirus diketahui menyebabkan sistitis
hemoragik. Jamur (misalnya, Candida spp., Cryptococcus neoformans,
Aspergillus spp.) adalah penyebab ISK yang tidak umum dan terjadi terutama pada
anak-anak dengan kateter urin yang menetap, anomali saluran kemih, penggunaan
jangka panjang antibiotik spektrum luas, atau kekebalan tubuh yang terganggu.

2.5.Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih

Gejala klinis ISK sangat bervariasi ditentukan oleh intensitas reaksi


peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan usia penderita. Sebagian
ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik umumnya ditemukan pada anak usia
sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis
(screening program). ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi

pielonefritis dan memiliki prognosis jangka panjang baik.2

Pada masa neonatus, gejala klinis tidak spesifik dapat berupa demam,
penurunan nafsu makan, gagal tumbuh kembang, ikterus atau kolestatis, muntah,
diare, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Suhu
meningkat tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala
klinis hanya berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour). Pada bayi
gejala klinis dapat berupa demam, penurunan BB, gagal tumbuh, nafsu makan
menurun, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada

palpasi ginjal bayi merasa kesakitan.2

Pada anak usia lebih besar yaitu sampai dengan usia 4 tahun, dapat terjadi
demam yang tinggi hingga menjadi kejang, muntah, dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. ISK pada anak mulai tampak gejala klinis lokal saluran kemih berupa
polakisuria, disuria, urgency, frequency. Pada pielonefritis dapat dijumpai demam
tinggi disertai menggigil, gejala saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan
darah pada umumnya masih normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala
neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut adalah
salah satu bentuk pielonefritis yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang
dulu dikenal sebagai nefropenia lobar. Pada sistitis, demam jarang melebihi 38°C,
biasanya ditandai dengan nyeri pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih

10
berupa frekuensi, nyeri waktu berkemih, rasa tidak nyaman di daerah suprapubik,

urgensi, kesulitan berkemih, retensi urin, dan enuresis.8

2.6. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Patofisiologi infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung


dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organismenya (faktor
virulensi kuman). Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter,
vesika urinaria atau dari uretra.2

Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen pada neonatus atau


secara asending pada anak-anak. Pada bayi dan anak anak biasanya bakteri
berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik
yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot
polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut.

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang


berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri
dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus
epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik
ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi
bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema,
meradang dan perdarahan (hematuria).2

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula
ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks
berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear
dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada
pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik
yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).

11
12
13
2.7.Diagnosis Infeksi Saluran Kemih

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Pemeriksaan
urinalisis pada pasien ISK meliputi adanya leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Pemeriksaan laboratorium darah tidak spesifik untuk

menentukan diagnosis pada ISK.5,9

2.7.1 Anamnesis

Pada neonatus gejala ISK tidak spesifik, yaitu sering demam,sering


tidak mau makan, malas minum, muntah, diare,perut kembung, nafas sering
tidak teratur dan sering disertai ikterus yang memanjang, dan tanda tanda
sepsis.

Pada masa bayi, gejala sering berupa panas yang tidak jelas
penyebabnya, muntah, nafsu makan kurang, gangguan pertumbuhan, kadang
kadang diare atau kencing yang sangat berbau.
Pada usia prasekolah dan anak sekolah, gejala ISK umumnya terlokalisir
pada saluran kemih, meliputi trias gejala :

1. Urgency (Keinginan berkemih lebih sering dan memaksa)


2. Polakisuria (Perasaan air seni tidak habis setelah berkemih)
3. Disuria (Nyeri sewaktu berkemih)

Trias diatas merupakan gejala yang biasa terdapat pada sistitis atau
ISK bawah. Disuria saja dapat didiagnosa banding dengan vaginitis, uretritis
dan manifestasi cacing kremi. Enuresis diurnal ataupun nokturnal dapat juga
merupakan manifestasi ISK, terutama pada anak wanita. Adanya sakit
pinggang, demam, rasa mengigil,sakit pada daerah sudut costo vertebral
merupakan gejala ISK atas(upper UTI) atau pielonefritis akut. Hematuria
makroskopis juga merupakan manifestasi ISK yang sering ditemukan.

Pada infeksi yang kronis atau kambuh berulang (rekuren) dapat


terjadi tanda tanda gagal ginjal menahun atau hipertensi serta gangguan

14
pertumbuhan Infeksi yang asimptomatis pada umumnya ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan rutin seorang anak atau pada kegiatan
penyaringan ISK pada anak sekolah. 9

2.7.2 Pemeriksaan fisik

Pada anak harus dilakukan inspeksi alat genitalia eksterna dan palpasi
abdomen. Pada pemeriksaan genitalia anak laki-laki perlu diperhatikan
adanya kelainan congenital antara lain hipospadia dan fimosis serta apakah
sudah di sirkumsisi. Perabaan pembesaran ginjal unilateral dan bilateral
dapat memberi petunjuk adanya hidronefrosis. Pembesaran kandung kemih
disertai pengeluaran urin yang tidak lancar menunjukkan adanya valvula
uretra posterior pada bayi, laki-laki atau buli-buli neurogenik. Inspeksi
pinggang (sakral) perlu dilakukan untul melihat adanya spina bifida.
Beberapa sindrom kadang-kadang disertai kelainan saluran kemih misalnya
sindrom Prune Belly dan kelainan anorektal.9

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan dilakukan pada semua anak yang terbukti menderita ISK


untuk pertama kali. Akan tetapi jenis pencitraan yang akan dilakukan
tergantung pada umur penderita, manifestasi klinik dan pemeriksaan fisik
serta tersedianya alat radiologi yang ada dan ekspertisenya. Jenis
pemeriksaaan berbeda pada penderita ISK dengan panas tinggi, apalagi
disertai sepsis daripada dengan anak yang hanya mengeluh disuria dan
polakisuria. Tujuan utama pemeriksaan pencitraan pada ISK adalah untuk
melihat kelainan anatomis yang merupakan factor predisposisi.9

1. USG (Ultrasonografi). Dengan USG dapat dilihat:

a. Struktur anatomis saluran kemih, meskipun fungsinya nol


b. Besar/ukuran ginjal
c. Dilatasi dari pelviokalises, ureter dan anomali vesika urinaria.
d. Batu saluran kemih

15
2. Foto polos abdomen. Jarang dilakukan kecuali ada dugaan kuat kearah
batu saluran kemih dan sebagai persiapan pielografi intravena (PIV)
3. Pielografi intravena (PIV). Dilakukan bila tidak ada alat pencitraan
korteks DMSA. Gambaran PIV sama dengan kombinasi USG dan
DMSA. Dosis radiasi DMSA lebih rendah dari PIV dan tanpa zat kontras
sehingga kemungkinan alergi.
4. MSU (Miksiosisto uretrografi). Dilakukan pada anak berumur dibawah
2 tahun dengan ISK yang disertai gejala panas, karena kemungkinan
RVU besar. Pemeriksaan ini masih invasif dengan kateter. Tujuan MSU
untuk menilai:

a. Refluks vesikoureter
b. Valvula uretra posterior

Dianjurkan untuk memberi antibiotik 48 jam sebelum pemeriksaan


dan bila ditemkan refluks maka segera dilanjutkan dengan antibiotic
profilaksis bila belum diberikan sebelumnya. Pada MSU pertama
sebaiknya dilakukan dengan zat kontras, tetapi pada pemeriksaan ulang
dipakai isotop DTPA (sistografi istop) karena dosis radiasinya lebih
rendah. Dengan MSU dapat terlihat adanya refluks vesicourethral pada
30-40% anak.

5. Scan DMSA (Dimerkapto succinic acid). Dilakukan untuk menilai parut


ginjal. Bila dilakukan saat infeksi akut berlangsung, pada pielonefritis
akut berlangsung, pada pielonefritis akut terlihat gambaran “filling
defect”. Sedangkan pada sistitis, ginjal terlihat normal. DMSA dapat
dipakai untuk membedakan antara ISK atas dan bawah. Defek fase akut
tersebut bias menghilang atau menetap. Bila 6 bulan kemudian, terlihat
gambaran defek berarti terjadi parut ginjal permanen. DMSA dapat
dipakai untuk melihat fungsi ginjal kanan-kiri secara terpisah, tetapi
yang lebih tepat untuk pemeriksaan fungsi adalah scan DTPA. DMSA
lebih sensitif dalam menilai parut ginjal dibandingkan USG atau PIV.
6. Pemeriksaan Renografi isotop DTPA atau MAG 3. Dilakukan untuk
melihat adanya obstruksi dan menilai fungsi ginjal kiri dan kanan secara
terpisah.

16
Indikasi pemeriksaan pencitraan pada anak dengan ISK ialah:
1. Pada umur 0-2 tahun
A. USG pada semua anak
B. MSU, dilakukan setelah urin steril atau 4-6 minggu kemudian, hal ini
dilakukan kaena RVU banyak terjadi
C. Scan DMSA untuk menilai kelainan akibat pielonefritis akut
2. Pada umur 2-5 tahun
a. USG sistem saluran kemih
b. MSU masih perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan RVU
c. DMSA dilakukan bila ada kelainan pada pemeriksaan USG dan MSU
3. Pada umur > 5 tahun
a. USG sistem saluran kemih
b. Bila USG abnormal dilakukan DMSA
c. MSU dilakukan bila ditemukan kelainan pada USG atau DMSA.

17
Gambar 1. Alur Pemeriksaan Urin pada Anak curiga Infeksi Saluran Kemih. 10

Berdasarkan Konsensus UKK Nefrologi IDAI, Diagnosis klinis ISK dapat


ditegakkan sehingga dapat diterapi dengan antibiotik empiris meskipun belum ada
hasil biakan urin, apabila: (a) bayi dengan demam, rewel, disertai kelainan pada
urinalisis seperti leukosituria, uji nitrit positif, leukosit esterase positif. (b) bayi
dengan keluhan gangguan berkemih yang ditandai dengan menangis saat BAK,
disertai dengan kelainan pada urinalisis seperti leukosituria, uji nitrit positif,

leukosit esterase positif.5

2.8. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih

Bakteriuria asimptomatik mengacu pada kolonisasi saluran kemih oleh


bakteri nonvirulent yang tidak mampu untuk membentuk respons simptomatik
atau peradangan. Kondisi ini terjadi pada sekitar 1% anak-anak dengan dominasi
pada anak perempuan. Anak-anak dengan kelainan genitourinari memiliki
kemungkinan lebih tinggi terkena bakteriuria asimptomatik. Bakteriuria

18
asimptomatik muncul ketika kultur urin positif, tetapi tidak ada gejala yang
menunjukkan ISK dan urin tidak mengandung jumlah sel darah putih yang
2
abnormal.

Kultur urin yang menghasilkan banyak mikroorganisme menunjukkan


adanya kontaminasi dibanding ISK, kecuali jika pasien mengalami
immunocompromised atau jika ada malformasi ginjal dan saluran kemih.

Kegagalan untuk melebarkan labia pada saat berkemih dapat


menyebabkan urin mengalir ke vagina, kontaminasi urin dengan bakteri vagina
dan diagnosis ISK yang salah. Vulvovaginitis dapat menyebabkan disuria, dan
sering berdampingan dengan ISK. Gadis prapubertas mungkin menderita uretritis
dengan disuria yang disebabkan oleh kebersihan yang buruk atau paparan iritan
6
seperti bubble bath atau sabun dan bukan disebabkan oleh ISK.

Sindrom urgnesi dan berkemih disfungsional dapat muncul dengan gejala


peningkatan frekuensi berkemih, urgensi, ngompol siang hari, dan enuresis
nokturnal. Meskipun ISK lebih sering terjadi pada anak-anak, gejala disfungsi
berkemih muncul pada diagnosis selain ISK. Ketika gejala-gejala ini menetap
setelah pengobatan ISK yang terbukti dengan biakan, sindrom urgensi atau
difungsi voiding harus dipertimbangkan.

Diagnosis banding lainnya adalah infeksi virus, demam pascakonsentrasi,


batu saluran kemih, benda asing vagina, orkitis, uretritis sekunder akibat penyakit
menular seksual, penyakit Kawasaki, radang usus buntu, infeksi streptokokus grup
A, dan, pada remaja perempuan, infeksi panggul Fitur khas dari setiap kondisi
memungkinkan diferensiasi langsung dari ISK

2.9. Tatalaksana Infeksi Saluran kemih

Tatalaksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien,


lokasi infeksi, gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK.
Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik antibiotik yang

diberikan secara oral maupun parenteral. 5,9

19
Tabel 2.2 Jenis Antibiotik Oral dan Dosis untuk ISK pada anak dan bayi

Jenis Antibiotik (Oral) Dosis


Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
Sulfonamid:
Trimetroprim (TMP) 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX /kgbb/hari
Sulfametoksazol (SMX) dibagi dalam 2 dosis

Sulfisoksazol 120-150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis

Sefalosporin:

Sefiksim 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefpodiksim 9 g/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefprozil 30 g/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefaleksin 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis

Lorakarbef 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

Tabel 2.3 Jenis Antibiotik Parenteral dan Dosis untuk ISK pada Anak

Jenis Antibiotik (Parenteral) Dosis

Seftriakson 75 mg/kgbb/hari

Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam


Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

20
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Pada kasus ISK, selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif
dan simtomatik juga perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan
muntah. Terapi cairan harus adekuat untuk membuat volume diuresis meningkat. 5,11

Pengobatan pada ISK simpleks yaitu melalui pemberian antibiotik per oral selama
7 hari, meskipun terdapat penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan
pemberian selama 7 hari.

NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut8:

1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter
spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:

• Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak.


• Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti
sefalosporin atau ko-amoksiklav.
• Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti cefotaxime atau ceftriaxon selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.

3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:

• Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman


setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
• Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat. 8

21
2.10. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih

ISK menyebabkan anak resah dan orang tua khawatir dan merupakan
penyebab umum ketidaknyamanan pada anak, selain anak yang tidak masuk
sekolah dan bekerja. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup anak atau
orang tua, terutama jika ISK berulang atau menyebabkan kerusakan ginjal
permanen . ISK pada masa bayi merupakan faktor risiko nyeri perut berulang
10
pada masa kanak-kanak .

Bakteremia tidak jarang. Dalam satu penelitian, bakteremia terjadi


pada 5,6% anak-anak dengan ISK . Faktor risiko untuk bakteremia termasuk
prematuritas, usia muda (<1 tahun), dan kreatinin serum tinggi pada presentasi
. Sepsis lateonset akibat ISK tidak jarang terjadi pada bayi dengan usia
kehamilan kurang dari 32 minggu. Kejang demam dapat terjadi pada anak
kecil dengan demam tinggi akibat pielonefritis.

Insufisiensi ginjal adalah komplikasi yang diketahui, dapat


disebabkan oleh adanya pielonefritis, anomali ginjal bawaan yang sudah ada
sebelumnya yang menjadi predisposisi anak untuk ISK, atau dari penggunaan
antibiotik nefrotoksik . Gangguan elektrolit dan asam-basa dapat terjadi.
Dalam satu studi prospektif cross-sectional, elektrolit dan gangguan asam-
basa terjadi pada 59 (74%) dari 80 anak-anak dengan pielonefritis akut .

Lima puluh anak mengalami hiponatremia, 18 memiliki


hipobikarbonatemia, 14 memiliki hiperkalemia, 6 memiliki
hiperbikarbonatemia, 3 memiliki hipokloremia, 3 memiliki hipokalemia, dan
1 memiliki hiperkloremia

Penyebab paling penting dari terbentuknya jaringan parut ginjal


adalah hipodisplasia ginjal yang seringkali merupakan bawaan sejak lahir .
Jaringan parut ginjal juga dapat dikaitkan dengan anomali saluran kemih
seperti refluks vesikoureterik tingkat tinggi atau obstruksi saluran kemih .
Namun demikian, parut pada ginjal berkembang hingga 5% anak perempuan
dan 13% anak laki-laki setelah episode simtomatik pertama mereka dari
pielonefritis . Faktor-faktor lain yang menjadi predisposisi jaringan parut

22
ginjal adalah pielonefritis pada masa bayi, peningkatan jumlah serangan
pielonefritis, keterlambatan pengobatan antibiotik, virulensi bakteri, dan
kerentanan individu. Dua tahun pertama kehidupan dianggap sebagai waktu
yang sangat rentan untuk terbentuknya jaringan parut, dengan risiko yang
semakin berkurang sampai sekitar usia delapan tahun, di luar itu risikonya
jauh berkurang . Prediktor jaringan parut ginjal setelah URI pertama meliputi
suhu ≥ 39 C, refluks vesikoureter (terutama kadar tinggi), ultrasonografi ginjal
°

/ kandung kemih yang abnormal, peningkatan jumlah neutrofil absolut,


peningkatan prokalsitonin serum, protein C-reaktif serum, protein C-reaktif>
40mg / l, dan VEGF, ACE I / D dan TGF-β1 Polimorfisme gen.

Sekitar 10% anak-anak dengan parut ginjal akan mengalami


hipertensi pada masa remaja atau dewasa awal. Wanita dengan bekas luka
ginjal berisiko lebih tinggi untuk toksemia dalam kehamilan. Insufisiensi
ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir merupakan konsekuensi yang
mungkin timbul dari parut ginjal akibat pielonefritis.

Komplikasi seperti abses ginjal, pionephrosis, pielonefritis


emfisematosa, dan pielonefritis xanthogranulomatous jarang terjadi pada era
pasca-antibiotik.

2.11. Prognosis Infeksi Saluran Kemih

Anak-anak dengan kelainan fungsional atau anatomi saluran kemih


atau defisiensi imun cenderung mengalami ISK. Prognosis ISK tanpa adanya
refluks vesikoureter dan jaringan parut ginjal biasanya baik dan tidak terkait
dengan gejala sisa jangka panjang. Studi terbaru menunjukkan bahwa banyak
dari jaringan parut ginjal yang sebelumnya dikaitkan dengan pielonefritis
akut berkaitan dengan displasia ginjal kongenital, refluks vesikoureterik
tingkat tinggi, atau obstruksi saluran kemih . Namun demikian, telah terbukti
tanpa keraguan bahwa keterlambatan dalam pengobatan ISK dengan gejala
dominan demam atau ISK demam berulang dapat menyebabkan jaringan
parut ginjal.

23
BAB III

KESIMPULAN

ISK pada bayi sulit untuk di diagnosis karena asimtomatik. Infeksi saluran
kemih secara umum dapat disebabkan oleh bakteri E.coli, terutama pada bayi. Pada
bayi gejala klinis dapat berupa demam, rewel dan cengeng, gelisah, nafsu makan
menurun, muntah, ikterus, dan distensi abdomen, namun tidak banyak juga bayi yang
mengalami ISK tidak menimbulkan gejala yang spesifik. Selain bakteri E.coli, bakteri
lain yang dapat menyebabkan ISK salah satunya dapat melalui infeksi nosocomial
seperti : Klebsiella, Proteus, providencia, citrobacter, P. auruginosa, dan
Staphylococcus saprophyticus.

Diagnosis yang dilakukan untuk pendeteksian penyakit infeksi saluran kemih


adalah dengan tujuan untuk mengidentifikasikan adanya infeksi bakteri yang
menyebabkan penyakit tersebut dengan urinalisis, namun pada pasien bayi < 2 tahun
hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat diandalkan. Diagnosis ISK pada bayi
dapat ditegakkan berdasarkan gejala yang ada, namun gejala-gejala dari infeksi
saluran kemih, baik akut maupun kronis sangat sukar dibedakan dan sangat sulit
ditemukan gejala yang spesifik. hal ini dikarenakan gambaran klinik dari infeksi
saluran kemih pada bayi sering menunjukan hasil yang negatif palsu.

Penatalaksanaan ISK pada bayi adalah dengan pemberian antibiotic peroral


dan parenteral. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti jaringan parut ginjal,
hipertensi, sepsis,kejang demam. Prognosa ISK pada bayi umumnya baik apabila
tidak timbul komplikasi lebih lanjut.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman R. Stanton B. dkk. Nelson textbook of pediatrics 20th ed. Philadelpha. PA:
Elsevier. 2016
2. Balighian E, Burke M. Urinary tract infections in children. Pediatr Rev 2018; 39(1):
3-12.
3. William. H. W. Current Diagnosis & Treatment Pediatri 20th Ed. USA: 2011
4. Shaikh. Prevalence of Urinary Tract Infection in Childhood: A Meta-Analysis. The
Pedriatric Infection Disease Journal. 2008. Volume 27, Issue 4, 302-308 p
5. Shaikh N, Hoberman A. Urinary tract infections in children: Epidemiology and risk
factors. In: Post TW, Ed. UpToDate. Waltham, MA. (Accessed on August 10, 2018)
6. Pardede S. Tambunan T. Alatas H. dkk. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak.
Jakarta: Badan Penerbit Okatan Dokter Anak Indonesia. 2011
7. Garout WA, Kurdi HS, Shilli AH, Kari JA. Urinary tract infection in children younger
than 5 years. Etiology and associated urological anomalies. Saudi Med J 2015; 36(4):
497-501.
8. Irfan W. Guideline. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Infeksi Saluran
Kemih pada Anak. Jakarta: IAUI. 2015
9. Becknell B, Schober M, Korbel L, Spencer JD. The diagnosis, evaluation and
treatment of acute and recurrent pediatric urinary tract infections. Expert Rev Anti
Infect Ther 2015; 13(1): 81-90.
10. Megged O. Bacteremic vs. nonbacteremic urinary tract infection in children. Am J
Emerg Med 2017; 35(1): 36-8.

25

Anda mungkin juga menyukai