PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut di parenkim baru dijumpai sekitar 15-20%.4
Kejadian Pneumonia nosokomial (PN) di ruang ICU lebih sering daripada
di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU,
dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.4
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa gangguan imunitas yang
jelas, namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.4
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan
sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga pada pasien yang
menderita diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
insufisiensi ginjal, keganasan, penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik.
Faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, DM,
2
keadaan imunodefisensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan
penurunan kesadaran; juga adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi,
trakeostomi, atau pemasangan ventilator.4
Di Amerika Serikat, pneumonia komunitas terjadi 12 kasus per 1000 orang
per tahunnya, namun insidensi meningkat sampai 12-18 kasus untuk pasien anak-
anak dibawah 4 tahun dan mencapai 20 kasus per 1000 orang untuk pasien diatas
60 tahun.5
Untuk pasien-pasien dengan rawatan ICU, sekitar 10% akan mengalami
pneumonia dari kebanyakan penelitian yang dilakukan, dimana ratio hazard
tertinggi adalah saat 5 hari pertama pemasangan ventilator.5
2.3 Etiologi
3
Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D
yang merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada
pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang dirawat di rumah
sakit, dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan
endotracheal tube.
Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :
Pseudomonas aeruginosa: bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki
bau yang sangat khas.
Klebsiella pneumonia: bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak
berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang
kuman ini.
Haemophilus influenza: bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul
atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi
yaitu encapsulated type B (HiB)
2. Atypical organism
Bakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp., chlamydia
sp. , Legionella sp.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
opportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara.
Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus
neoformans.
4
2.4 Faktor resiko
2.5. Klasifikasi8,9
6
a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim
paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat
pada foto thoraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia.
b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72
jam atau lebih setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah
sakit mempunyai faktor resiko yang lebih termasuk ventilasi
mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas dan gangguan imun.
Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda misalnya
MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator
merupakan salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam
atau lebih setelah intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh
aspirasi banda asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau
refluks dan muntah yang sering mengandungi bakteri anaerobik
sehingga sering menyebabkan bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi,
menggigil, batuk produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat
lobaris atau segmental. Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan
ekstraseluler misalnya S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa
menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang
difus dan leukositosis ringan. Penyebab biasanya mycoplasma
pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya
merupakan influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-
lain. Pneumonia jamur: aspergilus, histoplasma kapsulatum.
3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis
a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya
melibatkan satu lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus
7
pneumoniae dan klebsiella pneumoniae serta stafilokokus aureus,
streptokokus B hemolitik dan haemofilus influenza.
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus
terminal di dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang
menyebabkan eksudasi purulen yang menyebar ke alveoli di
sekitarnya secara endobronkial sehingga menyebabkan konsolidasi
“patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau tua dan pada
kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk
streptokokus, stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.
c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial,
merupakan infeksi di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan
oleh virus atau bakteri atipikal. Ciri khasnya ada edema septa
alveolaris dan infiltrat mononuklear.
2.6. Patogenesis10,11
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk
mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks
batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir dan keutuhan epitel bronkus
serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan
antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif /kualitatif
sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman yang ada
di suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari
sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis
kuman yang menginfeksi penderita yang akan menghasilkan gejala yang khas.
Ada beberapa cara mikroorganisme masuk ke saluran nafas yaitu (1)
inokulasi langsung misalnya pada intubasi trakea dan luka tembus yang mengenai
paru, (2) penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru
misalnya endokarditis, (3) inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman serta (4)
kolonisasi di permukaan mukosa akibat aspirasi sekret orofaring yang
mengandung kuman.
8
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak
dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori
interalveolaris dan percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami
kongesti dan alveoli berisi cairan edema. Kuman berkembang biak tanpa
hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang telah
mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi
oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman
menjadi terhalang bahkan difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk
antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam
alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding
alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.
Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar,
alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang
terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi
luar, daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua gambaran
yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan
dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.
9
1. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan
factor infeksi:
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik
(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob),
penurunan imunitas (kuman Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV,
Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus pneumoniae,
H. influenzae, M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia Nosokomial
(Staphylococcus aureus), Gram negative.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae);
perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae). 11
2. Pemeriksaan Fisik
Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis.
Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas
kuman dan tingkat berat penyakit.
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia,
Streptococcus spp., Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan
myalgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif;
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua/imunitas menurun akibat
kuman yang kurang patogen /oportunistik, misalnya Klebsiella,
Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.
c. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumoniaklasik bisa didapatkan berupa
demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang
pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada
pneumonia komunitas primer berupa bronkopneumonia, pneumonia
lobaris, atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas
dijumpai pada pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit
dasar paru) ataupun pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk
manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura,
10
pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada pasien pneumonia nosokomial
atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh
hipoksia.
d. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.11
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh
virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah
atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis.
Pada lobus bawah dapat terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia.
Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru,
infeksi anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan
pneumonia sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman
anaerob, S. pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-
kadang oleh K. pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat
pada pneumonia nekrotikans/supurativa , abses, dan fibrosis akibat
terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumoniae,dan
kuman-kuman anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides,
Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi
atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis
ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-
12 minggu.
11
Gambar 1.1 Tampak perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan
bagian atas13
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orangtua, atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test,
dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN
yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya.11
12
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien
pneumonia nosokomial/pneumonia komunitas yang dirawat nginap perlu
diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.11
13
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB
adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus
paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan
gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan
laboratorium.
2.9. Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal
Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada
pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang
berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada
pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di
rumah sakit.11
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan
pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae
yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke
derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk pneumonia komunitas yang
disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-
klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan
baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan
keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila
pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali
sehari selama 10-14 hari. Sedangkan pemilihan antibiotika untuk pneumonia
nosokomial memerlukan kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi
antibiotika baik in vitro maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang
14
dapat digunakan tidak heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah
sakit lain. Namun secara umum antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel
dibawah ini.13
total/hari)
selama 4
hari
keganasan) Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
15
Aspirasi Anaerob mulut Ampicilin 100-200 2-6 g
+aminoglikosida .
Nosokomial
Gatifloksasin - 0,4 g
Levofloksasin - 0,5-0,75
g
Meronem/Aztreonam
Keterangan :
16
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.
b. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut.11
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk,
khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish
mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi
tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
tidak bermanfaat pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan
kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan
FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
17
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti
napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama
didapatkan dari lemak (50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang
berlebihan.
2.9 Komplikasi11
2.10 Prognosis11
1. Pneumonia Komunitas
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang
buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian
no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia sebesar
89%.
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70%
bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.
Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P.
Aeruginosa atau Acinobacter spp.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. D.B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 79 tahun
Tempat dan tanggal lahir : Bahu, 07 November 1939
Alamat : Bahu, Siau Timur
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Kristen Protestan
MRS : 13 Desember 2017
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak
Keluhan Tambahan : Batuk dan demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas sejak ± 1 minggu SMRS, memberat
sejak 1 hari SMRS. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien tidur menggunakan
satu bantal. Batuk dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu SMRS, berdahak, warna
kehijauan dan tidak ada darah. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 minggu SMRS,
turun dengan obat penurun panas kemudian naik lagi. Riwayat penurunan berat badan
disangkal. Keringat malam disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas
normal.
19
- Penyakit jantung disangkal
Riwayat Alergi :
Riwayat Psikososial :
Riwayat Pengobatan :
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Sakit Sedang
2. Kesadaran : GCS E4V5M6 (Compos Mentis)
3. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Respirasi : 38 kali/menit
Suhu : 39 o C
4. Kepala
Conjungtiva : anemis (-)
Pupil : bulat, isokor, uk. O 3 mm kiri = kanan, RC +/+
Mulut : Bibir dan mukosa mulut basah
5. Thoraks
Paru
Inspeksi : gerakan pernapasan kiri = kanan
Palpasi : stem Fremitus kiri = kanan,
nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler kiri = kanan
suara napas tambahan: ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
20
Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV linea parasternalis Dekstra
batas jantung kiri di ICS V linea mid clavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-)
6. Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat, nyeri
tekan epigastrium
Perkusi : timpani
7. Ekstremitas : Edema (-), akral hangat, CRT <2”
MCV 91 µm3 80 – 97
D. Resume
Tn. D.B, 79 tahun mengeluh sesak napas sejak 1 minggu SMRS, memberat sejak 1
hari SMRS. Batuk (+) sejak 2 minggu SMRS, berdahak warna kehijauan, darah (-).
21
Demam (+) sejak 1 minggu SMRS, turun dengan obat penurun panas kemudian naik
lagi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 98 kali/menit,
respirasi 38 kali/menit, suhu 9o C, ronki didapatkan di kedua lapang paru.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis 20.900 dan granulosit 88.6.
E. Diagnosis
Pneumonia
F. Tatalaksana
- O2 4 lpm
- IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV (ST)
- Inj. Dexametason 3 x 1 amp IV
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV
- Paracetamol 2 x 1000 mg IV drips
Rencana :
- Foto thorax
- EKG
- Sputum BTA
- Kultur darah
G. Follow Up
Kamis, 14/12-17 S: P:
08:00 - Sesak - O2 4 lpm
- Batuk + - IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
- Panas(-) - Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
O: (H2)
- Dexametason 2 x 1 amp
KU: Sedang Kes:CM IV
- Ranitidin 2 x 1 amp IV
TD: 110/60 N: 88x/m R: 26x/ - Paracetamol drips 2 x
1000 mg (k/p)
SB: 36,8C - Asetilsistein 2 x 200 mg
PO
St. Generalis:
Thorax:
22
Abdomen: NTE (-), BU (+)
Edema:
A: Pneumonia
Thorax:
Edema:
A: Pneumonia
St. Generalis:
Thorax:
23
Cardio: BJ I-II N, Bising (-)
Hasil Lab 16/12-17
Abdomen: NTE (-), BU (+)
Edema:
A: Pneumonia
MCV 92 µm3 80 – 97
24
BAB IV
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Pada pemeriksaan darah rutin, biasanya Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai
dijumpai adanya peningkatan jumlah sel adanya peningkatan jumlah sel darah
darah putih yang menandakan adanya putih (20.900/mm3).
proses infeksi.
25
BAB V
KESIMPULAN
Bapak DB, usia 79 tahun, mengalami pneumonia dan diberi tatalaksana berupa
oksigenasi, cairan intravena, pemberian antibiotik ceftriaxone 2 gram/12 jam/IV
serta dexametasone sebagai anti radang.
26
DAFTAR PUSTAKA
11.Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed
5. Jakarta : Interna Publishing
28