EFUSI PLEURA TB
Pembimbing :
dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P
Disusun oleh :
dr. Tanisa Pradani Resna
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
Definisi…………………………………………………………………………….…………… 6
Epidemiologi…………………………………………………………………………………… 6
Etiologi…………………………………………………………………………….…………… 6
Patofisiologi…………………………………………………………………………………… 7
Manifestasi klinis……………………………………………………………………………… 8
Diagnosis………………………………………………………………………………………. 8
Tatalaksana……………………………………………………………… ………………….. 13
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………… 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari efusi pleura.
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.5
Efusi pleura TB adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan didalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Efusi pleura tuberkulosis merupakan
salah satu jenis TB ekstra paru dengan persentase terbanyak kedua setelah limfadenitis TB.3
2.2 Epidemiologi
Ada sekitar 1,5 juta orang yang baru didiagnosis dengan efusi pleura di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Beberapa penyebab umum efusi pleura adalah keganasan, gagal jantung,
tuberkulosis (TB), pneumonia, hydrothorax hepar, dll. Penyebab efusi pleura berhubungan
dengan keadaan dari populasi tersebur seperti status sosioekonomi dan usia. Di negara
berkembang, efusi pleura karena tuberkulosis adalah penyebab tersering.
Di Amerika Serikat, gagal hati, pneumonia, dan keganasan adalah penyebab yang paling
umum. Efusi pleura karena tuberkulosis menjadi penyebab keempat dari efusi pleura (9%),
keganasan (27%), gagal jantung (21%) dan pneumonia (19%). Penderita efusi pleura TB
cenderung berusia lebih muda, dibandingkan dengan mereka dengan efusi pleura yang
disebabkan oleh gagal jantung (32 tahun dan 80 tahun). Di Indonesia, efusi pleura TB terjadi
pada sekitar 5% pasien dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis.6,7
2.3 Etiologi
Penyebab efusi pleura adalah:1
- Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi jantung, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
- Pembentukan cairan yang berlebihan, karena proses peradangan seperti pada infeksi
tuberkulosis, pneumonia, bronkiektasis dan abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura. Di Indonesia 80% disebabkan karena tuberkulosis.
6
2.4 Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di dalam rongga
pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorpsi oleh pleura
parietalis. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:1
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium TB, suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi
pleura TB bisa dengan beberapa cara:8,9
a. Efusi pleura TB dapat terjadi tanpa dijumpainya kelainan radiologi thoraks. Ini
merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura
TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkejuan subpleura paru sehingga
mengakibatkannya masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T
yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitivititas tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler
pleura terhadap protein dan akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi
umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak
kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk
empiema TB.
7
b. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Efusi
pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita
mengalami imunitas rendah.
c. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada.
2.6 Diagnosis
Anamnesis perlu dilakukakan untuk menanyakan manifestasi klinis yang muncul pada
pasien tersebut. Perlu juga ditanyakan faktor resiko dan gejala dari etiologi penyakit seperti
gejala pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, hipoalbuminemia,
keganasan, perikarditis konstriktiva, atelektasi paru, tuberculosis paru dan lain lain.
Pada pemeriksaan fisik paru, dapat ditemukan:
8
- Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang
interkostal menonjol pada efusi pleura berat.
- Palpasi : fremitus berkurang pada bagian yang terkena.
- Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura.
- Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura.
2.6.1 Radiologi
1. Foto Rontgen Dada
Foto rontgen biasanya menunjukkan gambaran efusi pleura unilateal minimal hingga
sedang. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto toraks tegak adalah 250-300ml. Bila
jumlah cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pendisian cairan di sinus
kostofrenikus posterior pada foto toraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-
100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di mana cairan
akan berkumpul di sisi samping bawah 7,12
Pada pemeriksaan foto toraks, cairan pleura tampak berupa perselubungan
homogen yang menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif raadioopak dengan permukaan
atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah karena cairan mengisi ruang
hemitoraks sehingga jaringan paru dapat terdorong ke arah sentral/hilus.12
2. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan UGS dada lebih sensitif dari pemeriksaan-pemeriksaan rontgen. USG
dapat membantu melihat adanya pita-pita fibrin (fibrin bands), septa dan efusi pleura
9
berkantong. USG dapat menentukan volume cairan lebih tepat daripada foto rontgen, lokalisasi
septa, membrane, pleura dan penebalan pleura dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien.
Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama
pada efusi yang terlokalisasi. 7
3. CT Scan
Pemeriksaan ini lebih akurat untuk menentukan adanya lesi parenkimal, limfadenopati,
eksklusi penyakit lain dan deteksi komplikasi yang berkaitan dengan pleuritis TB.7
10
Cairan pleura transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan mengukur laktat
dehidrogenase (LDH) dan tingkat protein dalam cairan pleura. efusi pleura eksudat memenuhi
setidaknya satu dari kriteria berikut, sedangkan efusi pleura transudat tidak memenuhi:1
a) Protein cairan pleura / protein serum> 0,5
b) LDH cairan pleura / serum LDH> 0,6
c) LDH cairan pleura lebih dari dua-pertiga batas atas normal serum
11
Jika satu atau lebih kriteria eksudat terpenuhi dan pasien secara klinis diduga memiliki
kondisi yang menghasilkan efusi transudat, maka perbedaan antara tingkat protein dalam serum
dan cairan pleura harus diukur. Jika gradiennya > 31 g / L (3,1 g/dL), kategori eksudat dengan
kriteria tersebut dapat diabaikan karena hampir semua pasien tersebut memiliki efusi pleura
transudat. Pasien dengan efusi pleura eksudat, tes pada cairan pleura harus diperoleh deskripsi
penampilan cairan, kadar glukosa, jumlah sel diferensial, studi mikrobiologi, dan sitologi.
12
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia).
b. Tumor pada pleura.
c. Iinfark paru.
d. Karsinoma bronkogenik.
e. Radiasi.
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
2.7 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang
dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut :1,14
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan melalui
sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu
memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika
perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran
getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk
tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan
untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
13
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH, Pirazinamid,
Etambutol, Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB
selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan)2.
2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga keluhan sesak berkurang, jangan lebih 1-1,5 liter
pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan
waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan
terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan menekan
jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-
tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3 minggu.
Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun cairan
masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana
mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam
sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada
pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.15
4. Pleurodesis
14
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren
seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang.
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam
rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil,
perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat
yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah
tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah
dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti
segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain
2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum
dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama
30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh
rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.15
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ES
Umur : 20 tahun
Seorang laki-laki datang ke Poli Paru RSUD Padang Pariaman pada tanggal 16 September
2020 dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
- Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tidak
menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Sesak terutama setelah
beraktivitas berat seperti olahraga.
- Tidur lebih nyaman ketika dimiringkan ke kiri, sesak berkurang.
- Batuk (+) sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk kadang berdahak.
- Demam (+) hilang timbul sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
- Penurunan BB (+) dari 60kg ke 52 kg dalam 1-2 bulan terakhir.
- Berkeringat malam (+) kadang-kadang.
- Penurunan nafsu makan ada.
- Badan terasa mudah lelah sejak 2 minggu terakhir.
- Nyeri dada tidak ada.
- Edema pada tungkai tidak ada.
- Mual dan muntah tidak ada.
- BAB dan BAK normal.
17
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Dada
Paru :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi :
Paru kanan : pekak mulai dari RIC VII-VIII.
Paru kiri : pekak mulai dari RIC VI – RIC VIII.
Auskultasi : SN bronkovesikuler, rhonki -/+, wheezing -/-, pada bagian
bawah paru suara napas melemah.
Jantung :
18
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : distensi (-), supel, NT (-), timpani, BU(+) normal.
Punggung : tidak tampak kelainan
Ekstremitas : CRT <2dtk, edema (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (16/09)
Hb : 13,4 gr/dl Trombosi t : 115.000 /mm3
Ht : 40% LED : 60 mm/jam
Eritrosit : 5,3 juta Hitung Jenis : 0/3/-/64/17/16
Leukosit : 6.600/mm3
Kesan :
o Efusi pleura bilateral.
o Suspek TB Paru
19
E. DIAGNOSIS KERJA
F. DIAGNOSIS BANDING
G. TATALAKSANA
H. FOLLOW UP
O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 138/80 68x/i 20x/i 36,8ºC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Pulmo : simetris kiri dan kanan, suara napas bronkovesikuler, Rh -/+, Wh -/-
Cor : irama reguler, murmur (-)
Abdomen : Supel, BU(+) normal
Extremitas : edema (-), akral hangat
20
A/ Efusi pleura bilateral ec Susp. TB
P/ Telah dilakukan aspirasi cairan pleura di RIC VII kanan pada 3 posisi, tapi tidak didapatkan
cairan.
O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 138/80 68x/i 20x/i 36,8ºC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Pulmo : simetris kiri dan kanan, suara napas bronkovesikuler, Rh -/+, Wh -/-
Cor : irama reguler, murmur (-)
Abdomen : Supel, BU(+) normal
Extremitas : edema (-), akral hangat
P/ Pasien dipulangkan.
- Rifampisin 600 mg
- Isoniazid 300 mg
- Pirazinamide 450 mg
- Etambutol 1000 mg
- Cefixime 2 x 200 mg
- Curcuma 3 x 1
- Vit B6 3 x 1
21
BAB IV
DISKUSI
Telah datang seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun pada tanggal 16 September 2020
di Poli Paru RSUD Padang Pariaman dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 minggu sebelum
masuk RS. Sesak tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis banding asma pada pasien ini. Pasien mengatakan sesak akan
berkurang jika ia tidur dengan posisi miring ke kiri. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul, berkeringat malam, berat badang menurun 8
kg dalam 1-2 bulan terakhir, penurunan nafsu makan dan badan yang terasa mudah letih. Gejala
diatas seringkali dijumpai pada pasien yang menderita tuberkulosis. Seperti yang diketahui
tuberkulosis dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura yang akan memunculkan gejala sesak
seperti yang dirasakan oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak pada RIC
VI-VII di hemitoraks kiri dan RIC VII-VIII dihemitoraks kanan. Hal ini dikarenakan adanya
22
cairan dibagian tersebut sehingga menimbulkan suara pekak ketika diperkusi. Suara napas juga
melemah dikarenakan adanya hambatan dikarenakan cairan yang menumpuk dibagian tersebut.
Hasil rontgen thoraks menunjukkan adanya gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul
serta perselubungan homogen dengan bagian lateral lebih tinggi daripada medial. Hal ini khas
didapatkan pada keadaan efusi pleura. Efusi pleura pada pasien usia muda sering disebabkan
karena infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang
bukan karena tuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura
karenatuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena
tuberkulosis. Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara
tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium menjadi sangat penting. Perlu dilakukan pungsi percobaan, kemudian dianalisis
untuk membedakan eksudat dan transudat agar etiologi dapat diketahui. Namun karena jumlah
cairan yang sedikit, pada saat torakosentesis dilakukan tidak didapatkan cairan dari cavum
pleuranya.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah pemeriksaan tes cepat molekular untuk menegakkan
diagnosis TB pada pasien. Diberikan juga antibiotik spektrum luas kepada pasien. Pemberian
obat GG diharapkan dapat membantu pasien mengeluarkan dahaknya sehingga meringankan
gejala batuk dan memudahkan untuk pengambilan sampel dahak untuk pemeriksaan. Obat anti
tuberkulosis diberikan karena dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan mengarah
kepada diagnosis TB sehingga efusi pleura yang terjadi kemungkinan besar disebabkan karena
infeksi TB. Secara epidemiologi, pasien dengan usia muda dinegara berkembang yang menderita
efusi pleura memiliki penyebab terbanyak karena infeksi TB. Pada pasien yang telah
mendapatkan pengobatan TB, cairan efusi biasanya akan diserap kembali, umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal.
1056-60.
2. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev.
2002;23:417-425.
3. Amalia RN, Pradjoko I. Nilai Diagnostik Adenosine Deaminase (ADA) Cairan Pleura
pada Penderita Efusi Pleura Tuberkulosis. Jurnal Respirasi. 2016: 2(2); 35-40.
4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of
Critical Care 2011; 20: 119-128.
5. Longo et al. 2012. Harrison's: Principles Of Internal Medicine. United States of America:
McGraw-Hill Companies.
6. He T, Oh S. Diagnostic approach to pleural effusions. AME medica Journal. 2018: 3;
116.
7. Wesnawa MADP. Diagnosis dan tatalaksana pleuritis tuberkulosis. CDK-240. 2016:
43(5): 341-345.
8. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI:
Jakarta. 2005, 51-52.
24
9. Hariadi S. Efusi Pleura. Dalam: Wibisono MJ, Winariani, and H Slamet, editors. Buku
ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010.
114-116.
10. Carolyn J. Hildreth, et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical
Association. 2009. 301(3).
11. Zhai K, Lu Y, Shi HZ. Tuberculous pleural effusion. Journal of Thoracic Disease. 2016:
8(7); 486-494.
12. Rasad S. 2013. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hal 116.
13. Longo et al. 2012. Harrison's: Principles Of Internal Medicine. United States of America:
McGraw-Hill Companies
14. Hanley, M. E. & Welsh, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
15. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
25