Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA TB

Pembimbing :
dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P

Disusun oleh :
dr. Tanisa Pradani Resna

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANG PARIAMAN


2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul kasus : Efusi Pleura TB

Pembimbing : dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P

Dibacakan oleh : dr. Tanisa Pradani Resna

Dibacakan tanggal : 7 Oktober 2020

Diajukan guna memenuhi tugas dokter internship RSUD Padang Pariaman.

Padang Pariaman, 7 Oktober 2020

Pembimbing

dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan …………………………………………………………………………………… 2

Daftar Isi …………………………………………………………………………………..…………….. 3

BAB I : Pendahuluan ………………… … … … … …………………………………………………… 4

BAB II : Tinjauan pustaka

Definisi…………………………………………………………………………….…………… 6

Epidemiologi…………………………………………………………………………………… 6

Etiologi…………………………………………………………………………….…………… 6

Patofisiologi…………………………………………………………………………………… 7

Manifestasi klinis……………………………………………………………………………… 8

Diagnosis………………………………………………………………………………………. 8

Tatalaksana……………………………………………………………… ………………….. 13

BAB III : Laporan Kasus…………………………………………………………………… ……….. 17

BAB III : Kesimpulan……………………………………………………………………..…………. 23

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………… 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura merupakan keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi normal di
dalam cavum pleura, dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga
pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis
hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di
negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati,
keganasan, dan pneumonia bakteri. Infeksi tuberkulosis seringkali menjadi penyebab dari efusi
pleura pada negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia.1
Efusi pleura TB (tuberkulosis) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
adanya penimbunan cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Efusi pleura tuberkulosis merupakan salah satu jenis TB ekstra paru dengan
persentase terbanyak kedua setelah limfadenitis TB. Angka kejadian efusi pleura TB dengan atau
tanpa TB paru adalah sekitar 4% dari seluruh kasus TB. Efusi pleura ini mungkin sembuh secara
spontan, namun kegagalan diagnosis dan penatalaksanaan TB pleura dapat menambah
progresivitas penyakit dan penyebaran ke berbagai organ pada 65% penderita. penting untuk
memikirkan kemungkinan TB pada penderita yang mengalami efusi pleura yang belum diketahui
penyebabnya.2,3
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak dan dipsneu. Nyeri yang timbul akibat
efusi berupa nyeri dada pleuritik. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis
serta pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiologi, diagnosis yang pasti melalui pungsi
percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura. Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan
dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan
pleurodesis.1,4
Oleh karena itu, perlu pembahasan lebih lanjut mengenai manifestasi klinis, penegakan
diagnosis, cara menentukan etiologi yang tepat untuk penatalaksanaan yang sesuai.

4
1.1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari efusi pleura.

1.2. Metode Penulisan


Metode penulisan laporan kasus ini adalah studi kepustakaan dengan merujuk pada
berbagai literatur.

1.3. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
efusi pelura..

BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.5
Efusi pleura TB adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan didalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Efusi pleura tuberkulosis merupakan
salah satu jenis TB ekstra paru dengan persentase terbanyak kedua setelah limfadenitis TB.3
2.2 Epidemiologi
Ada sekitar 1,5 juta orang yang baru didiagnosis dengan efusi pleura di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Beberapa penyebab umum efusi pleura adalah keganasan, gagal jantung,
tuberkulosis (TB), pneumonia, hydrothorax hepar, dll. Penyebab efusi pleura berhubungan
dengan keadaan dari populasi tersebur seperti status sosioekonomi dan usia. Di negara
berkembang, efusi pleura karena tuberkulosis adalah penyebab tersering.
Di Amerika Serikat, gagal hati, pneumonia, dan keganasan adalah penyebab yang paling
umum. Efusi pleura karena tuberkulosis menjadi penyebab keempat dari efusi pleura (9%),
keganasan (27%), gagal jantung (21%) dan pneumonia (19%). Penderita efusi pleura TB
cenderung berusia lebih muda, dibandingkan dengan mereka dengan efusi pleura yang
disebabkan oleh gagal jantung (32 tahun dan 80 tahun). Di Indonesia, efusi pleura TB terjadi
pada sekitar 5% pasien dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis.6,7

2.3 Etiologi
Penyebab efusi pleura adalah:1
- Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi jantung, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.

- Pembentukan cairan yang berlebihan, karena proses peradangan seperti pada infeksi
tuberkulosis, pneumonia, bronkiektasis dan abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura. Di Indonesia 80% disebabkan karena tuberkulosis.

6
2.4 Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di dalam rongga
pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorpsi oleh pleura
parietalis. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:1

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan


pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura.
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler ke arah rongga pleura.
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena
untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan
cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium TB, suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi
pleura TB bisa dengan beberapa cara:8,9
a. Efusi pleura TB dapat terjadi tanpa dijumpainya kelainan radiologi thoraks. Ini
merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura
TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkejuan subpleura paru sehingga
mengakibatkannya masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T
yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitivititas tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler
pleura terhadap protein dan akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi
umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak
kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk
empiema TB.
7
b. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Efusi
pleura ini terjadi akibat  proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita
mengalami imunitas rendah. 
c. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada.

2.5 Manifestasi Klinis


Efusi pleura tuberculosis biasanya bermanifestasi sebagai gejala yang akut terutama
pada pasien muda yang lebih imunokompeten. Gejala dan tanda efusi pleura tuberculosis adalah
sebagai berikut :10,11
- Batuk non produktif.
- Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura. Nyeri dada
dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi saraf intercostalis dan segmen
torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernapas dalam,
sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat.
- Sesak napas terutama jika cairannya yang menumpuk banyak.
- Gejala lain seperti demam, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan dan
malaise.
- Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Pada waktu
bernapas bagian hemitoraks yang sakit akan menjadi tertinggal.
- Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat).

2.6 Diagnosis
Anamnesis perlu dilakukakan untuk menanyakan manifestasi klinis yang muncul pada
pasien tersebut. Perlu juga ditanyakan faktor resiko dan gejala dari etiologi penyakit seperti
gejala pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, hipoalbuminemia,
keganasan, perikarditis konstriktiva, atelektasi paru, tuberculosis paru dan lain lain.
Pada pemeriksaan fisik paru, dapat ditemukan:

8
- Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang
interkostal menonjol pada efusi pleura berat.
- Palpasi : fremitus berkurang pada bagian yang terkena.
- Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura.
- Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura.

2.6.1 Radiologi
1. Foto Rontgen Dada
Foto rontgen biasanya menunjukkan gambaran efusi pleura unilateal minimal hingga
sedang. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto toraks tegak adalah 250-300ml. Bila
jumlah cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pendisian cairan di sinus
kostofrenikus posterior pada foto toraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-
100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di mana cairan
akan berkumpul di sisi samping bawah 7,12
Pada pemeriksaan foto toraks, cairan pleura tampak berupa perselubungan
homogen yang menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif raadioopak dengan permukaan
atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah karena cairan mengisi ruang
hemitoraks sehingga jaringan paru dapat terdorong ke arah sentral/hilus.12

Gambar 2.1 Rontgen dada PA menunjukkan efusi pleura kiri

2. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan UGS dada lebih sensitif dari pemeriksaan-pemeriksaan rontgen. USG
dapat membantu melihat adanya pita-pita fibrin (fibrin bands), septa dan efusi pleura
9
berkantong. USG dapat menentukan volume cairan lebih tepat daripada foto rontgen, lokalisasi
septa, membrane, pleura dan penebalan pleura dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien.
Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama
pada efusi yang terlokalisasi. 7

2.2 Gambaran USG dari efusi pleura

3. CT Scan
Pemeriksaan ini lebih akurat untuk menentukan adanya lesi parenkimal, limfadenopati,
eksklusi penyakit lain dan deteksi komplikasi yang berkaitan dengan pleuritis TB.7

2.6.2 Pemeriksaan cairan pleura


Pada seseorang dengan efusi pleura, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan penyebab. Perlu dilakukan torakosentesis diagnostik untuk menentukan jenis efusi
transudat atau eksudat dan untuk analisi cairan pleura. Efusi pleura transudat terjadi perubahan
pada faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Penyebab
utama efusi pleura transudat di Amerika Serikat adalah gagal jantung kiri dan sirosis. Efusi
pleura eksudatif terjadi ketika terdapat perubahan pada faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Penyebab utama efusi pleura eksudatif adalah
pneumonia bakteri, keganasan, infeksi virus, dan emboli paru.13

10
Cairan pleura transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan mengukur laktat
dehidrogenase (LDH) dan tingkat protein dalam cairan pleura. efusi pleura eksudat memenuhi
setidaknya satu dari kriteria berikut, sedangkan efusi pleura transudat tidak memenuhi:1
a) Protein cairan pleura / protein serum> 0,5
b) LDH cairan pleura / serum LDH> 0,6
c) LDH cairan pleura lebih dari dua-pertiga batas atas normal serum
11
Jika satu atau lebih kriteria eksudat terpenuhi dan pasien secara klinis diduga memiliki
kondisi yang menghasilkan efusi transudat, maka perbedaan antara tingkat protein dalam serum
dan cairan pleura harus diukur. Jika gradiennya > 31 g / L (3,1 g/dL), kategori eksudat dengan
kriteria tersebut dapat diabaikan karena hampir semua pasien tersebut memiliki efusi pleura
transudat. Pasien dengan efusi pleura eksudat, tes pada cairan pleura harus diperoleh deskripsi
penampilan cairan, kadar glukosa, jumlah sel diferensial, studi mikrobiologi, dan sitologi.

Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik


dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:1
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik.
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner.
3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura.
4. Menurunnya tekanan intra pleura.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:1


a. Gagal jantung kiri (terbanyak).
b. Sindrom nefrotik.
c. Obstruksi vena cava superior.
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui
saluran getah bening).
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabelnya
abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi
proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi
protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

12
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia).
b. Tumor pada pleura.
c. Iinfark paru.
d. Karsinoma bronkogenik.
e. Radiasi.
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

2.7 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang
dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut :1,14
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan melalui
sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu
memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika
perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.

b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran
getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk
tumor yang menyumbat aliran getah bening.

c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan
untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).

13
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH, Pirazinamid,
Etambutol, Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB
selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan)2.

2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga keluhan sesak berkurang, jangan lebih 1-1,5 liter
pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan
waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan
terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan menekan
jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-
tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3 minggu.
Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun cairan
masih tetap banyak.

3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana
mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam
sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada
pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.15

4. Pleurodesis

14
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren
seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang.
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam
rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil,
perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat
yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah
tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah
dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti
segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain
2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum
dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama
30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh
rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.15

5. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :


a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan kecuali
pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD,
pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis
yang buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak diobati.
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan rongga
pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke rongga
peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun
pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma
pada kelenjar getah bening.15

15
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. ES

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal masuk : 16 September 2020

B. ANAMNESIS (autoanamnesa / pasien sendiri)


16
Keluhan Utama:

Seorang laki-laki datang ke Poli Paru RSUD Padang Pariaman pada tanggal 16 September
2020 dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tidak
menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Sesak terutama setelah
beraktivitas berat seperti olahraga.
- Tidur lebih nyaman ketika dimiringkan ke kiri, sesak berkurang.
- Batuk (+) sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk kadang berdahak.
- Demam (+) hilang timbul sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
- Penurunan BB (+) dari 60kg ke 52 kg dalam 1-2 bulan terakhir.
- Berkeringat malam (+) kadang-kadang.
- Penurunan nafsu makan ada.
- Badan terasa mudah lelah sejak 2 minggu terakhir.
- Nyeri dada tidak ada.
- Edema pada tungkai tidak ada.
- Mual dan muntah tidak ada.
- BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.


- Riwayat meminum obat 6 bulan sebelumnya tidak ada.
- Riwayat DM (-), hipertensi (-), asma (-).
- Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat meminum obat 6 bulan tidak ada.


- Riwayat DM (-), hipertensi (-), asma (-).

17
C. PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan Darah :110/70 mmHg Keadaan Umum : Sakit sedang


Nadi : 84 x/menit Kesadaran : CMC
Nafas : 24 x/menit Tinggi Badan : 175 cm
Suhu : 37 ºC Berat Badan : 52 kg
Sianosis : tidak ada BMI : 16,9 kg/m2
Edema : tidak ada Ikterik : tidak ada
Anemis : tidak ada

Status Generalisata

Kulit : turgor kulit baik


KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normochepal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : dalam batas normal
Hidung : napas cuping hidung (-)
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP 5-2 cmH20

Dada
Paru :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi :
Paru kanan : pekak mulai dari RIC VII-VIII.
Paru kiri : pekak mulai dari RIC VI – RIC VIII.
Auskultasi : SN bronkovesikuler, rhonki -/+, wheezing -/-, pada bagian
bawah paru suara napas melemah.
Jantung :

18
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : distensi (-), supel, NT (-), timpani, BU(+) normal.
Punggung : tidak tampak kelainan
Ekstremitas : CRT <2dtk, edema (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (16/09)
Hb : 13,4 gr/dl Trombosi t : 115.000 /mm3
Ht : 40% LED : 60 mm/jam
Eritrosit : 5,3 juta Hitung Jenis : 0/3/-/64/17/16
Leukosit : 6.600/mm3

Rontgen Thoraks (12/09/2020)

Kesan :
o Efusi pleura bilateral.
o Suspek TB Paru

19
E. DIAGNOSIS KERJA

Efusi pleura bilateral e.c susp. TB

F. DIAGNOSIS BANDING

G. TATALAKSANA

- Torakosentesis untuk analisis cairan pleura


- Tes TCM
- IVFD RL 12jam/ kolf
- GG 2 x 1 tab
- Cefixim 2 x 200 mg

H. FOLLOW UP

(17 September 2020)


S/ Sesak (+) berkurang.
Batuk (+) tidak berdahak
Demam (-)

O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 138/80 68x/i 20x/i 36,8ºC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Pulmo : simetris kiri dan kanan, suara napas bronkovesikuler, Rh -/+, Wh -/-
Cor : irama reguler, murmur (-)
Abdomen : Supel, BU(+) normal
Extremitas : edema (-), akral hangat

20
A/ Efusi pleura bilateral ec Susp. TB

P/ Telah dilakukan aspirasi cairan pleura di RIC VII kanan pada 3 posisi, tapi tidak didapatkan
cairan.

(18 September 2020)


S/ Sesak (+) berkurang.
Batuk (+) tidak berdahak
Demam (-)

O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 138/80 68x/i 20x/i 36,8ºC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Pulmo : simetris kiri dan kanan, suara napas bronkovesikuler, Rh -/+, Wh -/-
Cor : irama reguler, murmur (-)
Abdomen : Supel, BU(+) normal
Extremitas : edema (-), akral hangat

A/ Efusi pleura bilateral ec Susp. TB

P/ Pasien dipulangkan.

- Rifampisin 600 mg
- Isoniazid 300 mg
- Pirazinamide 450 mg
- Etambutol 1000 mg
- Cefixime 2 x 200 mg
- Curcuma 3 x 1
- Vit B6 3 x 1

21
BAB IV
DISKUSI

Telah datang seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun pada tanggal 16 September 2020
di Poli Paru RSUD Padang Pariaman dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 minggu sebelum
masuk RS. Sesak tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis banding asma pada pasien ini. Pasien mengatakan sesak akan
berkurang jika ia tidur dengan posisi miring ke kiri. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul, berkeringat malam, berat badang menurun 8
kg dalam 1-2 bulan terakhir, penurunan nafsu makan dan badan yang terasa mudah letih. Gejala
diatas seringkali dijumpai pada pasien yang menderita tuberkulosis. Seperti yang diketahui
tuberkulosis dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura yang akan memunculkan gejala sesak
seperti yang dirasakan oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak pada RIC
VI-VII di hemitoraks kiri dan RIC VII-VIII dihemitoraks kanan. Hal ini dikarenakan adanya

22
cairan dibagian tersebut sehingga menimbulkan suara pekak ketika diperkusi. Suara napas juga
melemah dikarenakan adanya hambatan dikarenakan cairan yang menumpuk dibagian tersebut.
Hasil rontgen thoraks menunjukkan adanya gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul
serta perselubungan homogen dengan bagian lateral lebih tinggi daripada medial. Hal ini khas
didapatkan pada keadaan efusi pleura. Efusi pleura pada pasien usia muda sering disebabkan
karena infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang
bukan karena tuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura
karenatuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena
tuberkulosis. Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara
tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium menjadi sangat penting. Perlu dilakukan pungsi percobaan, kemudian dianalisis
untuk membedakan eksudat dan transudat agar etiologi dapat diketahui. Namun karena jumlah
cairan yang sedikit, pada saat torakosentesis dilakukan tidak didapatkan cairan dari cavum
pleuranya.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah pemeriksaan tes cepat molekular untuk menegakkan
diagnosis TB pada pasien. Diberikan juga antibiotik spektrum luas kepada pasien. Pemberian
obat GG diharapkan dapat membantu pasien mengeluarkan dahaknya sehingga meringankan
gejala batuk dan memudahkan untuk pengambilan sampel dahak untuk pemeriksaan. Obat anti
tuberkulosis diberikan karena dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan mengarah
kepada diagnosis TB sehingga efusi pleura yang terjadi kemungkinan besar disebabkan karena
infeksi TB. Secara epidemiologi, pasien dengan usia muda dinegara berkembang yang menderita
efusi pleura memiliki penyebab terbanyak karena infeksi TB. Pada pasien yang telah
mendapatkan pengobatan TB, cairan efusi biasanya akan diserap kembali, umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal.
1056-60.
2. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev.
2002;23:417-425.
3. Amalia RN, Pradjoko I. Nilai Diagnostik Adenosine Deaminase (ADA) Cairan Pleura
pada Penderita Efusi Pleura Tuberkulosis. Jurnal Respirasi. 2016: 2(2); 35-40.
4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of
Critical Care 2011; 20: 119-128.
5. Longo et al. 2012. Harrison's: Principles Of Internal Medicine. United States of America:
McGraw-Hill Companies.
6. He T, Oh S. Diagnostic approach to pleural effusions. AME medica Journal. 2018: 3;
116.
7. Wesnawa MADP. Diagnosis dan tatalaksana pleuritis tuberkulosis. CDK-240. 2016:
43(5): 341-345.
8. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI:
Jakarta. 2005, 51-52.

24
9. Hariadi S. Efusi Pleura. Dalam: Wibisono MJ, Winariani, and H Slamet, editors. Buku
ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010.
114-116.
10. Carolyn J. Hildreth, et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical
Association. 2009. 301(3).
11. Zhai K, Lu Y, Shi HZ. Tuberculous pleural effusion. Journal of Thoracic Disease. 2016:
8(7); 486-494.
12. Rasad S. 2013. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hal 116.
13. Longo et al. 2012. Harrison's: Principles Of Internal Medicine. United States of America:
McGraw-Hill Companies
14. Hanley, M. E. & Welsh, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
15. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai