Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

BRONKIEKTASIS

Disusun oleh :
dr. Nastasha Mufti

Pembimbing :
dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANG PARIAMAN


2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul kasus : Bronkiektasis

Pembimbing : dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P


Dibacakan oleh : dr. Nastasha Mufti

Dibacakan tanggal : 2 Oktober 2020

Diajukan guna memenuhi tugas dokter internsip RSUD Padang Pariaman.

Padang Pariaman, Oktober 2020

Pembimbing

dr. Fadhli Muhammad Kurnia, Sp.P


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiektasis merupakan suatu penyakit saluran napas yang bersifat
kronik dan  permanen yang ditandai dengan pelebaran dan kerusakan pada
bronkus ireversibel yang mengarah kepada keadaan infeksi saluran napas
berulang.1,2  Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tersendiri, melainkan
merupakan hasil dari berbagai proses dan memiliki etiologi yang bervariasi.3

Diperkirakan 30 hingga 35 % kasus diawali infeksi paru yang dapat


merusak bronkus. Selain pneumonia, infeksi lain, seperti batuk rejan (pertusis)
atau tuberkulosis, dapat menyebabkan kerusakan bronkial. Meskipun infeksi yang
mengawali biasanya berat, bronkiektasis juga dapat terjadi dengan infeksi
minimal. Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak memadai berisiko
tinggi terhadap infeksi bronkial kronis, yang dapat merusak saluran pernapasan
dan mengarah pada kondisi bronkiektasis.4

Insiden bronkiektasis pada populasi tidak diketahui secara luas karena


gejala yang  bervariasi dan diagnosis jarang ditegakkan. Di New Zealand
prevalensi yang dialporkan adalah 3.7/100.000 populasi, di US dilaporkan hingga
52/100.000. Prevalensi terjadi peningjktan pada usia lebih dari 74 tahun yaitu
272/1000.000. 5,6

Apapun penyebab bronkiektasis, penyakit ini akan membuat pasien


menjadi rentan terhadap infeksi bronkial dan respon inflamasi yang
menyebabkan kerusakan paru progresif. Mengingat sifat penyakit ini proses
progresif dan kronis serta kerusakan yang ditimbulkan bersifat permanen, maka
penting untuk menetapkan strategi pengelolaan yang lebih efektif dan
menerapkannya agar diagnosis penyakit sedini mungkin dapat ditegakkan.3 

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2014, bronkiektasis


merupakan salah satu masalah kesehatan dengan kategori 3A. Hal tersebut
mewajibkan setiap dokter umum mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat,

1
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, serta
menindaklanjuti sesudah pasien kembali dari rujukan. Oleh karena itu, perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai masalah penegakan diagnosis cepat dan tepat
yang berhubungan dengan bronkiektasis untuk penatalaksanaan yang tepat.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami definisi,
etiologi, patogenesis, gejala klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan dari
bronkiektasis.

1.3. Metode Penulisan


Metode penulisan laporan kasus ini adalah studi kepustakaan dengan
merujuk pada berbagai literatur.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai bronkiektasis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bronkiektasis merupakan suatu penyakit saluran napas yang bersifat
kronik dan permanen yang ditandai dengan pelebaran dan kerusakan pada bronkus
ireversibel yang mengarah kepada infeksi saluran napas berulang.1,2 Bronkiektasis
sering dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran napas dengan
diagnosis bronkiektasis terinfeksi.2 Pelebaran dari bronkus ini mengakibatkan
kemampuan untuk membersihkan debris dan sekret menjadi berkurang sehingga
kegagalan fungsi ini mengakibatkan bakteri dan partikel terkumpul sehingga lebih
banyak sekresi dan inflamasi yang semakin memperparah kerusakan jalan napas
dan pelabaran bronkus.4

Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:2

a) Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau


lingual, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia yang berat, penyumbatan
oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar. Bronkiektasi bagian lobus atas
biasanya disebabkan oleh tuberculosis atau aspergilosis bronkopulmonal.

b) Menyeluruh (generalized), biasanya Karena infeksi saluran napas yang


berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary clearance.
Penyebab lainnya adalah vasculitis, defesiensi α1-antitripsin, AIDS, sindrom
Marfan, SLE, sindrom Syorgen, sarcoidosis.

2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Berbagai mekanisme dan penyebab (gambar 2.1) mengarah
pada perkembangan bronkiektasis, akan tetapi perkembangan patofisiologinya
serupa. Pada awalnya, pasien akan mengalami kerusakan epitel bronkus sebagai
akibat dari inflamasi. Parenkim disekitarnya akan diinfiltrasi oleh sel-sel radang.
Kerusakan jaringan sekitar akan mengakibatkan dilatasi dalam bentuk silindris,
varikos, atau distensi kistik dengan kerusakan jaringan disekitarnya. Hal ini
selanjutnya akan mengganggu fungsi clearance dari mukosiliar yang

3
mengakibatkan retensi sekresi. Pada akhrinya, retensi dari sekresi ini akan
menarik kuman-kuman untuk berkolonisasi dengan inflamasi yang kronik.5

Gambar 2.1. Penyebab bronkiektasis

Selanjutnya akan terjadi penebalan mukosa bronkial yang secara histologis


menunjukkan metaplasias epitel skuamosa yang menonjol, tetapi insiden
terhadap peningkatan kejadian keganasan belum diobservasi.5

a) Penyebab post infeksi


Infeksi pernafasan yang berbeda dapat menyebabkan bronkiektasis,
termasuk:

● Pertusis

4
● Bakteri gram negatif (Pseudomonas aeruginosa,H. influenzae)

● Virus (HIV, paramyxovirus, adenovirus, danflu)

● Tuberkulosis 

● Mikobakteri atipikal.5

b) Penyebab Kongenital
Penyebab kongenital paling umum untuk bronkiektasis non-CFA adalah
primary siliary dyskinesia (PCD). Penurunan dari gerakan siliari mengakibatkan
clearance sekresi yang berkurang, sehingga memicu peningkatan laju infeksi.
Bronkiektasis kongenital sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan
sinusitis. Apabila ketiga keadaan ini terjadi secara bersamaan, keadaan ini disebut
sebagai sidrom Kartagener dengan prevalensi1/20 000.5

Penyebab kongenital yang baru-baru ini ditemukan adalah mutasi gen


ENaC, yang berakibat pada kelainan kanal natrium di epitel. Hiperaktif kanal
natrium ini Memicu gangguan homeostasis pada garam dan air dari mukosa
respirasi.5

c) Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Pasien dengan paru obstruktif kronik lanjut mungkin memiliki


bronkiektasis. Literatur melaporkan tingkat kejadian antara 30% dan 50%.
Pasien ini lebih sering menderita dyspnea dan menunjukkan fungsi paru yang
buruk. Pada pemeriksaan CT secara morfologi, bronkiektasis pada PPOK
berbeda dengan bronkiektasis klasik, karenaektasis kurang jelas, akan tetapi
infiltrasi peribronchial lebih jelas.5

d) Aspirasi Benda asing


Pada anak-anak, aspirasi benda asing ke saluran napas bawah merupakan
lesi obstruksi yang paling umum dan paling sering terjadi yang mengaibatkan
bronkiektasis. Pada dewasa bronkiektasis sekunder juga dapat terjadi
akibataspirasi benda asing meskipun hal ini jarang terjadi. Aspirasi pada orang
dewasa biasanya berhubungan dengan gangguan neurologis dengan hilangnya
perlindungan jalan nafas(trauma, penyakit saraf, kehilangan kesadaran).6

5
2.3 Epidemiologi
Insiden bronkiektasis pada populasi umumnya tidak diketahui secara luas
karena gejala yang bervariasi dan diagnosis jarang ditegakkan.4,6 Pada zaman
sebelum dikenal antibiotik, insiden bronkiektasis hampir menyamai bahkan
melebihi kejadian tuberkulosis dan ditemukan pada 92% kasus bronkitis
kronik.4 Beberapa penelitian dari data rumah sakit dengan bronkiektasis
menunjukkan penurunan sejak 1950. Perubahan ini disebabkan sejak dikenalnya
antibiotik.6 Penggunanaan  High Resolution Computed Tomography  saat ini
membuat bronkiektasis dapat didiagnosis lebih awal. Hal ini juga mengakibatkan
terjadinya peningkatan prevalensi dari bronkienktasis.5

Di New Zealand prevalensi yang dialporkan adalah 3.7/100.000 populasi,


di USdilaporkan hingga 52/100.000. Prevalensi terjadi peningjktan pada usia lebih
dari 74 tahun yaitu 272/1000.000. Diperkirakan 30 hingga 35 % kasus diawali
infeksi paru yang dapat merusak bronkus. Selain pneumonia, infeksi lain, seperti
batuk rejan (pertusis) atau tuberkulosis, dapat menyebabkan kerusakan bronkial.
Meskipun infeksi yang mengawali biasanya berat, bronkiektasis juga dapat terjadi
dengan infeksi minimal. Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak
memadai berisiko tinggi terhadap infeksi bronkial kronis, yang dapat merusak
saluran pernapasan dan mengarah pada kondisi bronkiektasis.5,6

2.4 Diagnosis
Bronkiektasis kongenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat
dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Penderita bronkiektasis paling sering
mengeluhkan batuk kronis, produksi sputum, dan letargi. Hemoptisis, nyeri dada,
penurunan berat badan, bronkospasme, dyspnea, dan gangguan kinerja fisik juga
sering ditemukan. Sputum pada penderita bronkiektasis terdiri dari lapisan atas
berbusa, lapisan tengah mukus dan liquid, dan lapisan dasar purulen yang
merupakan patognomonis, tapi hal ini tidak selalu terjadi. Beberapa pasien bebas
dari gejala dalam sehari-harinya dan klinis hanya mencolok saat eksaserbasi.5

6
Banyak pasien mengalami eksaserbasi, dengan rata-rata 1,5 per tahun.
Eksaserbasi didefinisikan sebagai adanya empat atau lebih gejala yang tercantum
dalam gambar 2.2. Hilangnya fungsi paru pada non perokok dengan Bronkiektasis

telah dilaporkan sekitar 50 mL / tahun.5 

Gambar 2.2 Gejala Eksaserbasi pada Bronkiektasis

Pada pemeriksaan fisik paru, hasil yang didapatkan tergantung pada


derajat kerusakan patologiknya. Pada bentuk ringan tanpa komplikasi,
pemeriksaan fisik tidak akan menunjukkan kelainan. Pada keadaan berat dapat
terjadi ronki pada bagian yang terkena. Jari tabuh sering ditemukan pada pasien
bronkiektasis yang telah berlangsung lama.2,3

Gambaran klinis sangat bervariasi dan mungkin melibatkaninfeksi saluran


napas berulang yang bergantian dengan periode asimtomatik atau dengan
produksi sputum kronis (lendir mukus atau mukopurulen atau
purulen).Bronkiektasis harus dicurigai bila tidak riwayat paparan asap tembaka.
Sputum mungkin berdarah atau terjadi hemoptisis berulang. Selain itu, dapat
ditemukan hiperresponsif bronkial dan sesak napas dalam kaitannya
dengankeparahan keterlibatan fungsi paru, dapat juga ditemuka pleuritic chest
pain jika terdapat keterlibatan dari pleura visceral kelemahan dan penurunan berat
badan. Sinusitis mungkin ada, terutama jika terdapat cystic fibrosis, primary

7
ciliary dyskinesia, primer defisiensi imun primer, Young syndrome,  yellow nails

syndrome, atau panbronchiolitis difus.3

Saluran napas mungkin tampak normal saat pemeriksaan atau dapat


ditemukan crackles, ronki, dan / atau wheezing.  Dalam tahap lanjut, pada pasien
dapat ditemukan clubbiing finger, cachexia, tanda-tanda gagal napas, atau cor
pulmonale.2,3 

8
Gambar 2.3 Algoritma Diagnosis

Pada pemeriksaan penunjang, foto paru penderita bronkiektasis


menunjukkan gambaran bayangan yang disebut tram-line shadows atau honey
comb appearance. Jika pasien dengan gejala klinis yang sesuai dengan
bronkiektasis, tetapi foto parunya tidak menunjukkan kelainan yang mengarahkan
pada bronkiektasis, harus dilakukan High Resolution Computed Tomography.
Perlu dilakukan uji spirometri ataupun peak flow meters untuk mengetahui
apakah terdapat obstruksi saluran napas. Uji keringat dilakukan untuk mendeteksi
apakah terdapat fibrosis kistik. Tes sakarin dilakukan untuk meneliti apakah ada
masalah pada mukosiliar.2
2.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada bronkiektasis bertujuan untuk meningkatkan
keadaan klinis pasien dan mencegah progresivitas penyakit.3

a) Penatalaksanaan etiologi
Pengobatan penyakit yang mendasari bronkiektasis harus diberikan kapan
pun etiologinya diketahui, terutama pada pasien dengan defek produksi antibodi,
aspergillosis bronkopulmoner alergi, penyakit refluks gastroesofagus, pembatasan
aliran udara, infeksi oleh mycobacteria, defisiensi α1-antitripsin, Cystic

fibrosis, inflamasi penyakit usus, penyakit autoimun,  panbronchioliti.3

b) Pentalaksanaan untuk drainase sekret


Penatalaksanaan bertujuan untuk mengupayakan pengeluaran dan
mengurangi sekresi dahak dengan cara drainase postural serta mencegah
terjadinya infeksi. Upaya drainase dahak tergantung pada jumlah dahak yang di
produksi, tetapi sebaiknya dilakukan paling tidak dua kali sehari, yaitu pada saat
bangun tidur di pagi hari dan pada saat akan tidur malam. Sering diperlukan
penggetaran dinding dada agar dahak mudah keluar, yaitu dengan cara memukul
punggung.2 

c) Pengobatan Kolonisasi Bronkial dan Infeksi

9
Tidak ada bukti yang mendukung pengobatan antibiotik kolonisasi awal
kecuali pada pasien fibrosis kistik dengan bronkiektasis, dimana patogen yang

dimaksud adalah spesies Pseudomonas. Tujuan dari pemberian antibiotik adalah


untuk mengeradikasi koloni sebelum menjadi kronis. Ciprofloxacin oral dan terapi
antibiotic inhalasi (tobramycin) dapat diberikan selama tiga minggu.

Gambar 2.4. Terapi Antibiotik

10
Pengobatan alternatif lainnya adalah pemberian dua antibiotik intravena
selama 14 sampai 21 hari, diikuti dengan inhalasi antibiotik selama tiga sampai 12
bulan (Gambar 2.4). Meskipun tidak ada studi tentang etiologi lainnya, tetapi tetap
direkomendasikan pemberian Ciprofloxacin secara oral selama tiga minggu.3

Gambar 2.5. Skema Penatalaksanaan Bronkiektasis

Pengobatan kuratif untuk localized   bronkiektasis yang sulit dikelola


adalah operasi, asalkan penyakit yang mendasari telah dikesampingkan. Operasi
diindikasikan untuk tujuan paliatif bila ada yang hemoptisis berat dengan
embolisasi atau daerah denganabses yang tidak dapat disembuhkan dengan
pengobatan antibiotik.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. MK
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tandikek

1.2 ANAMNESA
Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke IGD RSUD Padang
Pariaman pada tanggal 25 September 2020 dengan keluhan utama batuk darah
yang semakin banyak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Batuk darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, lengket pada dahak.
Batuk darah semakin banyak sejak 1 hari ini, jumlah 1 gelas kecil,
berwarna merah terang. Riwayat batuk darah sebelumnya (+) sekitar 4
tahun yang lalu.
 Batuk (+) sejak 2 minggu yang lalu, hilang timbul, berdahak, warna putih.
 Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul, tidak tinggi, tidak
menggigil.
 Badan terasa mudah letih sejak 3 hari yang lalu.
 Sesak napas tidak ada.
 Penurunan nafsu makan tidak ada.
 Penurunan berat badan tidak ada
 Keringat malam tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada.
 BAB dan BAK tidak dikeluhkan
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat minum OAT tahun 2016, selama 6 bulan, sampai selesai.
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)

12
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat minum OAT dalam keluarga (-)
 Riwayat DM dalam keluarga (-)
 Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum :
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7 °C
Kepala : Normosefal, tidak ditemukan kelainan.

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Leher

JVP : 5-2 cmH2O

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Jantung : S1, S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru : simetris, SN bronkovesikuler, Rh +/-, Wh -/-

Abdomen : tidak membuncit, supel, hepar dan lien tidak teraba, bising

usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), clubbing finger (-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Hb : 11 2 g/dl
Leukosit : 13.230 /mm3
Ht : 33%

13
Trombosit : 266.000 /mm3
Hitung Jenis : 0/0/85/8/7
GDS : 115 g/dl
Kesan: Anemia ringan, leukositosis
TCM : MTB not detected
Rontgen Thorax

Kesan : Bronkiektasis, atelektasis


1.5 DIAGNOSIS KERJA
⁻ Hemoptisis ec Bronkiektasis Terinfeksi
⁻ Bekas TB paru
1.6 PENATATALAKSANAAN
⁻ IVFD RL 12 jam/ kolf
⁻ Ceftriaxon IV 2 x 1 g
⁻ Asam Tranexamat IV 3 x 500 mg

14
⁻ Vitamin C IV 3 x 1 dalam NaCl 0,9% 100 cc dalam 1 jam
⁻ Cetirizin PO 1 x 10 mg

FOLLOW UP
28 September 2020 (H-3)
S/ Batuk darah berkurang, lengket didahak
Demam (-)
Sesak napas (-)
O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 138/80 68x/i 20x/i 36,8ºC
Thorax : simetris, suara napas bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
A/ Hemoptisis ec Bronkiektasis terinfeksi (perbaikan)

P/ Terapi lanjut

29 September 2020 (H-4)


S/ Batuk berkurang, darah lengket didahak
Demam (-)
Sesak napas (-)
O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 128/70 70x/i 20x/i 36,5ºC
Thorax : simetris, suara napas bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
A/ Hemoptisis ec Bronkiektasis terinfeksi (perbaikan)

P/ Terapi lanjut

30 September 2020 (H-5)


S/ Batuk kadang-kadang, darah lengket didahak
Demam (-)
Sesak napas (-)
O/ KU KES TD HR RR T
sdg sadar 130/80 65x/i 20x/i 36,7ºC
Thorax : simetris, suara napas bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

15
A/ Hemoptisis ec Bronkiektasis terinfeksi (perbaikan)

P/ Pasien boleh pulang


Azitromisin 1 x 500 mg
Cetirizine 1 x 10 mg
Asam traneksamat 3 x 500 mg
Vitamin C 3 x 1

16
BAB IV
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun pada tanggal 25


September 2020 di Ruang Rawat Non Bedah RSUD Padang Pariaman dengan
keluhan utama batuk darah yang semakin banyak sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Pasien didiagnosis dengan bronkiektasis terinfeksi berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Bronkiektasis merupakan penyakit
saluran napas yang bersifat kronik dan permanen, ditandai dengan pelebaran dan
kerusakan pada bronkus ireversibel yang mengarah kepada infeksi saluran napas
berulang.
Berdasarkan anamnesis diketahui pasien sudah mengalami batuk darah
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, berupa darah lengket didahak. Batuk
darah semakin banyak sejak 1 hari yang lalu, jumlah 1 gelas kecil, berwarna
merah terang, sehingga pasien datang berobat ke IGD. Batuk sudah dirasakan
pasien sejak 2 minggu yang lalu, berdahak, warna putih. Penderita bronkiektasis
paling sering mengeluhkan batuk kronis, produksi sputum, dan letargi. Batuk pada
bronkiektasis terjadi akibat pelebaran dari bronkus yang mengakibatkan
kemampuan untuk membersihkan debris dan sekret menjadi berkurang sehingga
mengakibatkan bakteri dan partikel terkumpul. Batuk darah merupakan usaha
pasien untuk mengeluarkan dahak lebih keras sehingga terjadi iritasi pada dinding
bronkus yang melebar yang menyebabkan perdarahan.
Pasien mempunyai riwayat TB paru pada tahun 2016 dan sudah
menyelesaikan OAT selama 6 bulan. Infeksi paru oleh kuman TB merupakan
salah satu etiologi terjadinya bronkiektasis. Hasil rontgen thorax menunjukkan
adanya honey comb appearance yang menjadi khas bronkiektasis, serta adanya
atelektasis sebagai sekuele dari penyembuhan TB paru pada pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital pasien dalam batas normal. Pada
auskultasi paru terdapat suara napas bronkovesikuler dan ronchi terutama pada
lapangan paru kanan. Ronkhi terjadi akibat udara yang bergesekan dengan cairan
seperti mukus yang menumpuk pada bronkus yang melebar.

17
Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan infus RL 12 jam/ kolf sebagai
cairan rumatan. Pasien juga mendapat injeksi asam tranexamat untuk
menghentikan perdarahan. Hasil labor pasien juga menunjukkan anemia ringan,
sehingga proses perdarahan harus dihentikan. Terapi antibiotik yang diberikan
selama rawatan merupakan antibiotik broad spectrum untuk mengatasi infeksi
yang terjadi pada bronkiektasis..

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bellelli G, Chalmers JD, Sotgiu G, Dore S, McDonell MJ, Goeminne PC, et


al. Characterization of bronchiectasis in the elderly. Respiratory
Medicine.2016; 119: 13-19.
2. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta:EGC, 2014; 111-114.
3. Vandrell M, Gracia J, Olveira C, Martinez MA, Giron R, Maiz L et al.
Diagnosis and Treatment of Bronchiectasis. Arch
Bronconeumol. 2008;44(11):629-40.
4. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, Tino G. Prevalance and economic burden
of bronchiectasis. Clin Pulm Med. 2005;12:205-209.
5. Rademacher J, Welte T. Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment (review
article). Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int. 2011;
108(48): 809 – 1  5.
6. Pasteur MC, Bilton D, Hill AT. British thoracic society guidline for non-CF
bronchiectasis. Thorax. 2010;65:1-58.

19

Anda mungkin juga menyukai