Anda di halaman 1dari 60

BAB I PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.1 Di dunia sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Jumlah kematian anak di dunia akibat diare sebesar 17 %. Berdasarkan hasil Rikerdas 20072 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak di Indonesia yaitu 42 %, dibandingkan pneumonia 24%, sementara untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%. Pada tahun 1970-an, infeksi bakteri diperkirakan masih menjadi penyebab diare pada anak terbanyak di Indonesia. Penelitian selanjutnya memberikan bukti bahwa penyebab terbanyak diare akut adalah virus. Bahkan pada penelitian tahun 2005-2006 di Rumah Sakit Tipe A di Yogyakarta ditemukan hanya 5% diare yang disebabkan oleh bakteri.2 Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun ( 40 juta kematian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.3 Lebih dari 1,5 juta anak di bawah lima tahun meninggal tiap tahun akibat diare akut. Jumlah ini dapat dikurangi secara drastis melalui terapi seperti pencegahan dan penatalaksanaan dehidrasi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO) dan penyediaan cairan yang didapatkan dari rumah, pemberian ASI, makanan

berkelanjutan, penggunaan antibiotik selektif dan suplementasi zinc selama 10-14 hari.4 Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5-2 juta penderita penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN) 1972 diantara 8 penyakit utama, ternyata persentase penyakit diare yang berobat sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh pengobatan.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti bisaanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1 Diare akut dibagi menjadi dua macam:2 1. Diare cair akut Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa buang air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam. Pada 0-2 bulan frekuensi buang air besar anak yang minum ASI bisa mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja lunak, sering berbiji-biji dan berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. 2. Disentri Disentri adalah episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara micros

kopis atau tinja berwarna hitam yang menandakan adanya darah pada saluran cerna atas, bukan merupakan diare berdarah. Diare berdarah sering disebut juga sebagai sindrom disentri. Sindrom disentri terdiri dari kumpulan gejala, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesmus.2

2.2. Etiologi Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.1 Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatori diare birsanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,6

Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia Golongan bakteri Aeromonas Bacillus cereus Golongan virus Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum Clostridium perfringens Clostridium defficile Eschercia coli Rotavirus Norwalk virus Corona virus Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli Golongan parasit Balantidiom coli Blastocystis homonis

Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio parahaemolyticus Yersinia enterocolitica

Herpes simplek virus

Strongyloides stercoralis

Cytomegalovirus

Trichuris trichiura

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada angka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak antara lain:

Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak Kesulitan makanan Neoplasma Defek anatomis Malrotasi Penyakit Hirchsprung Short Bowel Syndrome Atrofi mikrovilli Stricture Malabsorbsi Defesiensi disakaridase Malabsorbsi galaktosa Cystic fibrosis Cholestosis Penyakit celiac glukosa dan Neuroblastoma Phaeochromocytoma Sindroma Zollinger Ellison

Lain-lain: Infeksi non gastrointestinal Alergi susu sapi Penyakit Crohn Defisiensi imun Colitis ulserosa Ganguan motilitas usus Pellagra

Keracunan makanan logam berat Mushrooms

Endokrinopati Thyrotoksikosis Penyakit Addison Sindroma Androgenital

2.3. Anatomi dan Fisiologi Gastro Intestinal Usus halus Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonatus memeiliki panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masingmasing regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu:1 1) Sel Goblet Merupakan sel penghasil mukus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mukus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum 2) Sel Kripta Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap villus, sel paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.

3) Sel Paneth Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus. 4) Sel Enteroendokrin Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin. 5) Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid. Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara:6 a) Transport aktif: Penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na (sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan osmotik meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air. b) Transport Pasif: Terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik. Setelah Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotik plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.

2.4. Mekanisme Pertahanan Tubuh Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barieir mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.3 1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi3 a. Flora usus Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme yang

merupakan flora usus normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non pathogen yang mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika. Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH menurun, daya oksidasi reduksi

menurun,dsb) atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman pathogen yang disebut colicines. b. Sekresi usus Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk mencegah perlekatan kuman-kuman pada mukosa Streptococcus, mulut sehingga

Staphylococcus,

Lactobacilus

pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung.

Mucin serupa terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembangbiaknya mikroorganisme di epitel usus. Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti allergen, enterotoksin,dll. c. pertahanan lambung Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus. d. gerak peristaltik Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan dsb), sehingga menimbulkan stagnasi isi usus. e. filtrasi hepar Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahan-bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik. f. Lain-lain - lisosim (mempunyai daya bakteriostatik) - garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman - Natural antibody: menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen yang sama yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.

10

2. Pertahanan imunologik lokal3 Saluran pencernaan dilengkapi dengan sistem imunologik terhadap penetrasi antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasma terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik lokal ini tidak tergantung dari sistem imunologik sistemik. Reaksi ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan imunologik lokal adalah: a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA) IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibodi yang terdapat dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC). Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap pengerusakan oleh enzim proteolitik (tripsin dan

kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaimana proses proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Sejumlah SIgA terdapat pula pada kolostrum. Hal ini sangat penting sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir. b. Cell Mediated Immunity (CMI) Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf penelitian.

11

c. Imunoglobulin lain IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam proteksi usus.

2.5. Faktor Resiko Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1 Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1 1. Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri

12

tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.1 2. Infeksi asimtomatik Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak

eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.1 3. Faktor musim Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.1 4. Epidemi dan pendemi Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemik dan pandemik dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negaranegara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan

13

terakhir di afrika tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemik di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1

2.6. Patofisiologi Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,7 1. Diare osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa, lactosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.1 2. Diare Sekretorik Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare

14

sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.8 Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium (Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotik 290-2 (Na+ + K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L) dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.5 Osmotik Volume tinja Puasa Na+ tinja Reduksi pH tinja <200 ml/hari Diare berhenti <70 mEq/L (+) <5 Sekretorik >200 ml/hari Diare berlanjut >70 mEq/L (-) >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1 Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat

15

mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1 Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Bisaanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan sekretorik.1 Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh ini bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi Klorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.1,9

2.7. Manifestasi Klinik Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi

16

neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1 Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1 Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada diare non inflamasi. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang

17

terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit. Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.9 Macam-macam organisme penyebab diare beserta gejala yang menyertai:

Rotavirus Masa Inkubasi Lama Diare Usia Kontak Demam >38,5C ISPA Kejang Muntah Nyeri Perut Tenesmus Diare Air Sering Variasi Ringan < 2tahun 30 % Jarang 4-8 hari 1-7 hari

Salmonella 0-3 hari

Campylobacter 2-4 hari

Yersinia

Shigella 0-2 hari

EPEC

ETEC 1-3 hari

EIEC

EHEC 1-8 hari

2-7 hari

5-7 hari

1-46 hari

2-5 hari

3-5 hari

3-6 hari

semua Var Variasi

1-5 tahun 10% Jarang

Semua <10% 50%

<6 tahun 50% Sering (tinggi)

<1thn Jarang

<1thn Jarang

Semua Variasi

Semua 20% Variasi

Jarang Sering Sedang

30% Berat

40% Kramp

Sering Sering Berat

Sering -

Sering -

Jarang -

Jarang 60% Berat

Jarang Encer Berlendir

Sering Mukoid air

Hijau

Sering Mukoid air + bau busuk

Air

Air

Sering Mukoid Air

Sering Mukoid Air

Darah Lendir

Jarang Selalu

Sering Selalu

25% Sering

> 50% Selalu

Sering Sering

Sering Sering

2.8. Diagnosis Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:2 1) Persistensinya

18

Menanyakan pada orang tua pasien, sudah berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 7 hari atau belum, sehingga nantinya dapat menentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau persisten. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut. 2) Etiologi Diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat langsung ditanyakan pada orang tua maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat, dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rectum dan tenesmus. Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan yang berat pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misalnya pneumonia) dan gizi buruk. 3) Derajat dehidrasi Melakukan anamnesis dengan teliti terutama tentang asupan per oral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya. Saat melakukan anamnesis, amati keadaan umum dan aktivitas anak. Adanya demam menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi. Berikut adalah cara dalam menentukan derajat dehidrasi : Kategori Dehidrasi berat Tanda dan Gejala Dua atau lebih tanda berikut : Letargi atau penurunan kesadaran Mata cowong Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali dengan sangat lambat

19

( 2 detik) Dehidrasi tak berat Dua atau lebih tanda berikut : Gelisah Mata cowong Kehausan atau sangat haus Cubitan kulit perut kembali dengan lambat Tanpa dehidrasi Tidak ada tanda yang cukup untuk mengelompokkan dalam dehidrasi berat atau tak berat

Catatan : a) Beberapa anak atau ras tertentu, dalam keadaan normal mata anak dapat tampak cowong, sehingga sangat penting menanyakan` pada orangtua apakah mata anaknya lebih cowong dari biasanya, juga dengan melihat mata orang tua pasien apakah bentuknya cowong. b) Bayi dan anak dengan gizi buruk atau obesitas, cubitan kulit biasanya tidak berguna. Tanda-tanda lain yang menunjukkan anak dengan gizi buruk mengalami dehidrasi harus dicari. Turgor kulit pada penderita marasmus lambat dikarenakan sedikitnya lemak subkutan, matanya kadang-kadang tampak cowong. Pada penderita kwashiorkor, turgor kulit sulit dinilai karena adanya edema. Tanda-tanda klinis yang masih berguna dalam menentukan status hidrasi pada pasien KEP yaitu: pasien sangat kehausan atau tidak (gejala dehidrasi ringan-sedang), letargi, akral dingin pada ekstremitas, denyut nadi yang lemah, berkurangnya produksi urin (gejala dehidrasi berat). Namun kadangkadang sangat sulit menentukan derajat dehidrasi pada anak dengan KEP berat.10 Pemeriksaan darah yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan asam-basa serta pemeriksaan kadar ureum untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal.9 1. Anamnesis

20

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: bisa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1 Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1 3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1

21

a. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika b. Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika c. Tinja: 1) Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah bisaanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah bisaanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas

22

lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.7 Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.7 2) Pemeriksaan mikroskopik Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil

23

bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negatif. bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+) bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++) bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++) bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++) Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:7 (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai lapang pandang (++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih 100 per lapang pandang atau sel memenuhi lebih dari lapang pandang (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang. Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan dalam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk 24

kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

Uji hydrogen napas Adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen dalam udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid), beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas hydrogen tersebut dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke paru dan dikeluarkan lewat udara napas.7 Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth, yang didefinisikan sebagai terdapatnya koloni atau spesies koloni lebih dari 106 unit per milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril. Sebelum pemeriksaan uji hydrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel udara napas dengan cara meniup (pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada alat yang dapat menghitung kadar hydrogen napas sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu diberikan larutan 2gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara napas seperti sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen napas >20ppm, atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit perut) disebut positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan disimpulkan sebagai bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan adanya laktosa

25

yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap oleh alat.7

2.9. Tatalaksana Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:7 1. Mencegah dehidrasi. 2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada. 3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare. 4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc. Terdapat lima lintas tatalaksana yaitu: rehidrasi, dukungan nutrisi, suplementasi zinc, antibiotik selektif edukasi orang tua:2 1) Rehidrasi Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat yaitu dengan oralit. Komposisi cairan rehidrasi oral sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. CRO selain murah, mudah digunakan juga aman. Sesuai dengan anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan formula baru yaitu komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium 20

26

mmol/L, Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi disesuaikan derajat dehidrasi yang sudah ditentukan. Di masyarakat, masih beredar oralit dengan formulasi lama yaitu oralit yang mengandung Natrium sebanyak 90 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Klorida 80mmol/L, Glukosa 111mmol/L dengan total osmolaritas 311mmol/L. Oralit ini kemudian dilarutkan dalam 200ml air matang. Oralit dengan formulasi lama sebenarnya digunakan untuk pengobatan kolera, sehingga apabila diberikan untuk diare bukan kolera, maka akan berisiko terjadinya hipernatremia. 2) Dukungan nutrisi Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisis yang hilang serta mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan, nafsu makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya. 3) Suplementasi Zinc Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih dari 90 jenis enzim. Saat ini zinc telah digunakan dalam pengelolaan diare. Awal mula penggunaan zinc dalam pengelolaan diare dilatarbelakangi oleh suatu fakta bahwa meskipun Garam Rehidrasi Oral (Oral Rehydration Salts = ORS) dapat mengatasi dehidrasi, tidak mampu menurunkan volume, frekuensi dan durasi diare. Untuk itulah diperlukan suatu metode tambahan untuk menanggulangi hal tersebut. Diare dapat menurunkan kadar Zinc dalam plasma bayi dan anak. Pada binatang percobaan, defisiensi zinc menyebabkan gangguan absorpsi air dan elektrolit. Uji klinik pertama penggunaan zinc sebagai terapi diare cair akut pada tahun 1988 di India, menunjukkan bahwa zinc mampu

27

menurunkan durasi dan frekuensi pada anak, terutama anak dengan penurunan kadar zinc yang berat. Cara kerja zinc dalam menanggulangi diare masih banyak diteliti. Beberapa efek zinc yaitu:11 Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim SOD terdapat di hampir semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika terjadi transpor elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bisa pula diubah menjadi H2O oleh enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus. Secara langsung zinc berperan sebagai antioksidan. Zinc berperan sebagai stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan disulfide dan berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe). Tembaga dan besi yang bebas dapat menimbulkan radikal bebas. Zinc mampu menghambat Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan timbul lipopolisakarida (LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric-oxideisynthase-2 (NOS-2). NOS-2 selanjutnya mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit, NO sangat berperan dalam menghancurkan kuman-kuman yang ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam kondisi inflamsi, NO juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh LPS dan IL-1, NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif. Dalam usus, NO berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan

28

enzim guanilat siklase untuk menghasilkan cGMP. Selanjutnya cGMP akan mengaktifkan protein kinase C(PKC) dan protein ini akan mengaktifkan atau menonaktifkan berbagai macam enzim, protein transport dan saluran ion, dengan hasil akhir berupa sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadikerusakan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam modulasi sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B, terjadi pembelahan sel-sel limfosit. Zinc berperan dalam ekspresi enzim timidin kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit dalam siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat berlangsung. Selain itu zinc berperan sebagai kofaktor berbagai enzim lain dalam transkripsi dan replikasi, dan berperan dalam factor transkripsi yang dikenal sebagai zinc finger DNA binding protein. Zinc berperan dalam aktivasi limfosit T, Karena zinc berperan sebagai kofaktor dari protein-protein system transduksi sinyal dalam sel T. Aktivasi sel T terjadi ketika sel T mengenali antigen Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus. Zinc berperan sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi dalam sel usus dapat terjaga. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selam 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc untuk anak-anak: Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari, Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.

29

Cara pemberian tablet Zinc : Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. 4) Antibiotik selektif Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Secara umum tatalaksana pada disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana disentri adalah pemberian antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Obat pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Kuinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan antibiotic yang sensitive terhadap shigella berdasarkan area. Jika kedua jenis antibiotika tersebut di atas tidak memberikan perbaikan maka amati kembali adanya penyulit atau penyebab selain disentri. Pada pasien rawat jalan dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim 5 mg/kgBB/hari per oral. Penderita dipesankan untuk kontrol kembali jika tidak membaik atau bertambah berat dan muncul tanda-tanda komplikasi yang mencakup panas tinggi, kejang, penurunan kesadaran, tidak mau makan dan menjadi lemah. Temuan trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis amebiasis atau giardiasis. Untuk kasus amebiasis diberikan

30

Metronidazol 7,5 mg/kgBB 3 kali sehari sedangkan untuk kasus giardiasis diberikan metronidazol 5 mg/kgBB sehari selama 5 hari. Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang muncul setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama mengarahkan adanya kemungkinan infeksi Clostridium dificille. Hubungan pola diare dengan pola pemberian makanan mengarahkan kita untuk berpikir adanya kemungkinan intoleransi laktosa atau alergi protein susu sapi. Disentri pada bayi muda tanpa gejala umum yang nyata dapat mengarah pada infeksi Campylobacter jejuni. Pada bayi kurang dari 2 bulan perlu dipikirkan penyebab bedah seperti invaginasi dan enterokolitis. 5) Edukasi orang tua Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi. Penatalaksanaan diare dengan menilai derajat dehidrasi dan sesuaikan dengan rencana pengobatan yang akan dilakukan.

Probiotik Probiotik merupakan bakteri hidup yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati fenomena tersebut, bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganiosme lain, maupun diare yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan travellers diarrhea.

31

Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan lactobacillus aman dan efektif untuk pengobatan diare akut pada infeksi anak, menurunkan lamanya diare dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua pemberian. Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan diare adalah: perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrient, mencegah adhesi patogen, modifikasi toksin dam efek immunomodulasi.13 Sediaan probiotik yang ada di pasaran terdiri dari lactic acid bacteria (Lactobacilli dan Bifidobacteria). Keduanya telah dibuktikan sebagai komponen penting dari mikroflora usus dan relatif aman. Bentuk sediaannya dapat berupa sediaan murni bakteri probiotik, makanan yang mengandung probiotik, maupun formula susu bayi yang ditambahkan bakteri probiotik. Sediaan murni bakteri probiotik : tersedia dalam bentuk tablet atau bubuk kering (free-dried powder). Sediaan tablet yang mengandung kombinasi Lactobacterium 90 mcg dan Glycobacterium 60 mcg diberikan antara 310 tablet dibagi dalam 3 kali pemberian, sedangkan tablet yang mengandung Lactobacillus sporagen lebih dari 50 juta diberikan 3x1 tablet sehari untuk penderita bayi dan 3x 1-2 tablet sehari untuk penderita anak. Adapun sediaan bubuk kering yang mengandung Lactobacillus GG sebanyak 1010-11colony form unit (cfu) setiap dosis diberikan 2 kali sehari selama 5 hari untuk tambahan pengobatan diare pada anak atau 3,7x10 10 cfu sekali sehari selama 1minggu. Makanan yang mengandung probiotik : terdapat dalam bentuk fermentasi susu yang berisi Lactobacillus GG 1010-11 cfu dalam 125 gram bahan diberikan selam 5 hari untuk tujuan pengobatan diare. Formulasi susu bayi yang ditambahkan bakteri probiotik. Namun amat disayangkan banyak macam formula susu seperti ini tidak

mencantumkan jumlah cfu per gram susu bubuk kering, melainkan hanya menonjolkan manfaat untuk memelihara keseimbangan mikroflora usus dan memelihara kesehatan

32

Penderita yang mengkonsumsi bakteri probiotik, dalam tinjanya ditemukan bakteri tersebut selama masih mengkonsumsinya dan baru hilang beberapa minggu setelah pemberiannya .

Obat antidiare Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3 Adsorben Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak. Antimotilitas Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare. Bismuth subsalicylate Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan. obat-obat lain:

33

Anti muntah Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah bisaanya berhenti bila penderita telah terehidrasi Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:13

Rencana Terapi A (Penderita Diare tanpa Dehidrasi) Gunakan Cara ini untuk Mengajari Ibu : Teruskan mengobati anak diare di rumah Berikan terapi awal bila terkena diare

Menerangkan Empat Cara Terapi Diare di Rumah 1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah Dehidrasi Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang, gunakan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah (Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair). Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri tablet Zinc a. Dosis Zinc untuk anak-anak : Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari 34

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari b. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare c. Cara pemberian tablet zinc Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. Tunjukkan cara penggunaan tablet Zinc kepada orang tua atau wali anak dan meyakinkan bahwa tablet zinc harus diberikan selama 10 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh. 3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi a. Teruskan ASI b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu. c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat: Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi. Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium. Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik. Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu. 4. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut: Buang air besar cair lebih sering Muntah terus-menerus Rasa haus yang nyata 35

Makan atau minum sedikit Demam Tinja berdarah 5. Anak harus diberi oralit di rumah apabila : Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan oralit dengan formula baru. Ketentuan Pemberian Oralit Formula Baru : Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam Berikan larutan oralit pada anak setiap buang air besar, dengan ketentuan sebagai berikut : - Untuk anak berumur kurang dari 2 tahun : berikan 50-100mL tiap kali buang air besar - Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 mL tiap kali buang air besar Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit : Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah usia 2 tahun Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit) Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit.

36

Rencana Terapi B ( Penderita Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang)

Pada dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur Berat Badan Dalam mL Lebih dari 4 bulan < 6 kg 200-400 4-12 bulan 6- < 10 kg 400-700 12 bulan-2 tahun 10 - < 12 kg 700-900 2-5 tahun 12-19 kg 900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan. Tunjukkan pada orang tua bagaiana cara memberikan rehidrasi oral a. Berikan minum sedikit demi sedikit b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-pelan c. Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta Setelah 4 jam a. Nilai ulang derajat dehidrasi anak b. Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi c. Mulai beri makan anak di klinik Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah b. Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana Terapi A c. Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah - Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya - Beri tablet Zinc - Beri makanan untuk mencegah kurang gizi - Kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan

37

Rencana Terapi C (Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat) Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah Ya, teruskan ke kanan, bila Tidak, teruskan ke bawah.
Apakah saudara dapat menggunakan cairan IV secepatnya? Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100 ml/kg BB cairan Ringer Laktat (atau cairan Normal Salin atau ringer asetat bila ringer laktat tidak tersedia), sebagai berikut : Umur Pemberian pertama Kemudian 70 30mL/kg BB mL/kgBB dalam dalam Bayi < 1tahun Anak 1-5 tahun 1 jam 30 menit 5 jam 2 jam

Ya

Tidak

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan intravena Juga berikan oralit (5mL/kgBB/jam)bila penderita bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita menggunakan table penilaian. Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B, atau C) untuk melanjutkan terapi Apakah ada terapi Apakah IV terdekat (dalam 30 menit) ? Kirim penderita untuk terapi intravena Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB) Nilailah penderita tiap 1-2 jam : - Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan pelanpelan - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita untuk terapi intravena Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai

Ya

Tidak

Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?

Ya

Tidak

Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui nasogastrik atau intravena

38

Catatan : - Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrsi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan member oralit. - Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara maka pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar

2.10. Komplikasi 1. Gangguan elektrolit a. Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1 b. Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia (Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan

39

Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1 c. Hiperkalemia Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.1 d. Hipokalemia Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1 2. Demam Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam

40

yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3 3. Edema/overhidrasi Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak bisanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3 4. Asidosis metabolik Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis. 5. Ileus paralitik Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3 6. Kejang3 a. Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali. b. kejang demam c. Hipernatremia dan hiponatremia d. penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.

41

7.

Malbasorbsi dan intoleransi laktosa Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama diare dapat menyebabkan:3 a. Volume tinja bertambah. b. Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi

memburuk. c. Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak. Tindakan: a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan menghidari efek bolus b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan padat, perlu diberikan. c. Pemberian yogurt atau susu yang telah mengalami fermentasi untuk mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus. d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti dengan susu kedelai. 8. Malabsorbsi glukosa Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan intravena3 9. Muntah Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikitsedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.3 10. Akut kidney injury

42

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi cukup.3

2.11. Prognosis Bila kita penatalaksanaan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten.7

2.12. Pencegahan 1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi: a. Pemberian ASI yang benar b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Membudayakan kebisaaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga f. Membuang tinja bayi yang benar 2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain: a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

43

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3 d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan manifestasi diare. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberian dengan interval 4-6 minggu.

44

BAB III PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas a. Nama : An. EJ

b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Tanggal Lahir : 15 Juli 2012 d. Umur e. Agama : 11 bulan : Islam

f. Suku/Bangsa : Bugis g. Pekerjaan h. Alamat i. Nama Ayah j. Nama Ibu k. No. RM : Belum bekerja : Jln. Komyos Sudarso Gang Saparaja Jalur V : Tn. EH : Ny. V : 793906 Jam: 00.57

Masuk RS tanggal : 11 Juni 2012

3.2. Anamnesis a. Keluhan utama Buang air besar (BAB) cair

b. Riwayat penyakit sekarang Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), orang sakit (os) menderita BAB cair seperti bubur 2x sebanyak 4 sendok makan, ditemukan ampas, namun tidak ditemukan lendir dan darah pada kotoran BAB. Keluhan disertai demam. Os kemudian dibawa berobat ke bidan, mendapat terapi obat oralit dan obat demam dan disarankan berobat ke puskesmas lagi 3 hari kemudian apabila tidak ada perbaikan gejala. Sejak

45

1 hari SMRS keluhan BAB cair semakin berat. BAB cair 6x/hari sebanyak gelas aqua dengan komposisi air yang semakin banyak, ditemukan ampas namun tidak ditemukan lendir dan darah pada kotoran BAB. Tidak pula ditemukan warna seperti cucian beras dan bau busuk pada BAB. Keluhan disertai dengan demam dan muntah sebanyak 15 x, berisi makanan atau minuman yang dimakan. Banyaknya muntah sesuai dengan banyaknya makanan atau minuman yang dimakan. Keluhan seperti batuk pilek, dan sesak nafas disangkal. Os menjadi makin lemas dan rewel. Os juga menjadi sering kehausan. Kemudian os dibawa ke RS. Sultan Syarif Abdurahman dan diberi terapi oralit, paracetamol dan nistatin. Os disuruh pulang namun apabila tidak ada perbaikan os disuruh ke RS Sultan Syarif Abdurahman lagi. Setelah keadaan os semakin lemas, os dibawa ke RS Sultan Syarif Abdurahman dan langsung dirujuk ke RS Dokter Soedarso.

c. Riwayat penyakit dahulu Os pernah menderita penyakit BAB cair disertai demam pada saat umur 3 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan namun tdak ada muntah, biasanya sembuh setelah berobat ke puskesmas atau klinik bidan.

d. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

e. Riwayat sosial, ekonomi, kebiasaan Os tinggal di rumah berukuran 6x6 M dengan toilet berada di luar rumah namun dekat dengan rumah. Rumah berlantaikan semen dan papan yang dilapisi karpet. Biasanya ibu os menyapu dan mengepel rumah 2x/hari. Os sehari-hari biasanya bermain di lantai. Sumber air minum yang dipakai adalah air hujan yang dimasak dan terkadang menggunakan air galon. Untuk mencuci sayur dan lauk biasanya menggunankan air parit yang kemudian dicuci ulang menggunakan air hujan. Sedangkan untuk mencuci

46

beras menggunakan air hujan. Mencuci piring menggunakan air parit yang ditampung sedangkan untuk mandi menggunakan air parit yang dimasak sampai mendidih dicampur dengan air parit yang tidak dimasak.

f. Riwayat kehamilan - Riwayat Kehamilan - Perawatan antenatal - Berat badan lahir - Panjang badan - Kelainan bawaan : P1 A1 : tidak teratur : 3000 gram : 59 cm : tidak ada

g. Riwayat perkembangan - Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan - Psikomotor o Tengkurap o Duduk o Berdiri - Poin KPSP bayi 9 bulan : 5 bulan : 10 bulan : 11 bulan : 10

h. Riwayat makanan Umur 0 2 bulan 3 4 bulan 5 6 bulan 7 8 bulan 9 10 bulan 11 bulan ASI / PASI V V V V V V V V V V V Buah/biscuit Bubur susu Nasi Tim

47

i. Riwayat imunisasi - Hepatitis B - BCG : 1 x (usia 1 hari) : 1 x (usia 2 bulan)

j. Riwayat anggota keluarga DATA Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat menikah Agama Suku bangsa Pendidikan terakhir Pekerjaan Penghasilan perbulan Keadaan kesehatan Penyakit Kosanguitas AYAH 32 1 30 Islam Bugis - Indonesia SMP Kuli bangunan 1.680.000 Baik IBU 21 1 20 Islam Melayu Indonesia SMP IRT Baik -

3.3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum: rewel dan lemah. b. Tanda-tanda vital 1) Kesadaran : compos mentis 2) Nadi : 164 x/menit

48

3) RR 4) Suhu

: 48 x/menit : 38,5oC

c. Pemeriksaan perorgan: 1) Kulit dan lengan kiri 2) Kepala 3) Mata 4) Tenggorokan 5) Mulut 6) Dada 7) Paru 8) Jantung 9) Perut 10) Punggung 11) Anus d. Panjang badan e. Berat badan : ubun-ubun besar cekung (+) : mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), : arkus faring hiperemis (-) : bibir kering dan pecah-pecah (+) : dada pada keadaan statis dan dinamis simetris : Bunyi nafas dasar Vesikuler/Vesikuler : S1S2 (+), S3S4 (-) : distensi abdomen (-), bising usus 6 kali permenit : dalam batas normal : perianal tampak kemerahan : 67 cm : 6,9 Kg : turgor baik, sianosis (-), sikatrik pada dada kanan

3.4. Pemeriksaan Penunjang 1) Darah rutin a. WBC b. RBC c. HGB d. MCV e. MCH f. MCHC g. PLT 2) Kimia darah a. Natrium b. Kalium c. Klorida : 4.0 mmol/l (3,3-5,4) : 8.8 mg/dl (8,6-10,3) : 91.8 mmol/l (98-106) : 10,6 K/uL : 4,16 K/uL : 9,2 g/dl : 77,4 fl : 22,1 pg : 28,6 g/dl : 336 K/uL

49

3) Feses a. Makroskopis - Warna - Konsistensi - Lendir - Darah - Nanah b. Mikroskopis - Lekosit - Eritrosit - Amoeba - Telur cacing o Ascaria o Ankylostoma o Trichuris - Lemak - Serat tumbuhan : (-) : (-) : (-) : (+) : (+) : (+) 0-1 : (-) : (-) : kuning kehijauan : cair : (+) : (-) : (-)

3.5. Diagnosis a. Diagnosis utama - Diare akut + vomitus frequent + febris H.IV - Dehidrasi ringan sedang - Gizi kurang b. Diagnosis banding - Diare akut ec infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan sedang 3.6. Tatalaksana - RL 60 cc/ 1 jam. Selanjutnya 20 tpm micro - Cedantron 3 x 0.7 mg iv - Antrain 3x75 mg iv - Cefotaxim 3x25 mg iv

50

3.7. Prognosis a. Ad vitam b. Ad fungtionam c. Ad sanactionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

3.8. Follow up No. 1. Tanggal 12.6.13 H.1 S BAB cair (+) 6x - Ampas (+) - Lendir (-) - Darah (-) Muntah (+) 1x isi susu Demam (+) Kembung (+) Rewel (+) Sering haus O Kes: CM KU: Baik N: 150 x/menit RR: 24 x/menit T ax: 36,9 C BB: 5,9 KG Kulit: turgor (N) UUB cekung (-/-) Mata - Konj. Anemis (-/-) - Cekung (-/-) Bibir : kering (+) Anus : merah (+) 2. 13.6.13 H.II BAB cair (-) Demam (<<) Muntah (-) Batuk (-) Pilek (-) Rewel (<<) Sering haus (+) Kes : CM KU: baik N: 144 x/menit RR: 30 x/menit T ax: 36,8oC BB: 6 KG Kulit: turgor (N) UUB: cekung (-) Mata Diare akut + dehidrasi ringansedang dengan perbaikan H. VI
o

A Diare akut + dehidrasi ringansedang dengan perbaikan H.V

P - RL 6 tpm mikro - Cefotaxim 3x125 mg iv - Antrain 60 mg iv paracetamol drop 3 x 0.6 ml - Zink 2 ml - Oralit 50-100 g/menit - Cek feses, Na, K, darah rutin - RL 10 tpm mikro - Cefotaxim 3x125 mg iv - Ondansetron 3x0,6 mg iv - Pct 3x0,6 mg - Zingkid 2 x - Oralit 50-100

51

- Cekung (-/-) - Konj.Anemis (-/-) Bibir: kering (-/-) Anus: merah (-) 3. 14.6.13 H.III BAB cair (-) Demam (-) Muntah (-) Batuk (-) Pilek (-) Rewel (-) Sering haus (-) Kes : CM KU: baik N: 128 x/menit RR: 32 x/menit T ax: 36,2oC BB: 6,3 KG Kulit: turgor (N) UUB: cekung (-) Mata - Cekung (-/-) - Konj.Anemis (-/-) Bibir: kering (-/-) Anus: merah (-) 4. 15.6.13 H.IV BAB cair (-) Demam (-) Muntah (-) Batuk (-) Pilek (-) Rewel (-) Sering haus (-) Kes : CM KU: baik N: 96 x/menit RR: 24 x/menit T ax: 36,2oC BB: 6,3 KG Kulit: turgor (N) UUB: cekung (-) Mata - Cekung (-/-) - Konj.Anemis Diare akut + dehidrasi ringansedang dengan perbaikan H.VIII Diare akut + dehidrasi ringansedang dengan perbaikan H.VII

mg

- RL 10 tpm mikro - Cefotaxim 3x125 mg iv - Ondansetron 3x0,6 mg iv - Pct 3x0,6 mg - Zingkid 2 x - Oralit 50-100 mg - Cotrimoksazol 2x4 mg

BLPL

52

(-/-) Bibir: kering (-/-) Anus: merah (-) 5. 16.6.13 H.V BAB cair (-) Demam (-) Muntah (-) Batuk (-) Pilek (-) Rewel (-) Sering haus (-) Kes : CM KU: baik N: 96 x/menit RR: 24 x/menit T ax: 36,2oC BB: 6,3 KG Kulit: turgor (N) UUB: cekung (-) Mata - Cekung (-/-) - Konj.Anemis (-/-) Bibir: kering (-/-) Anus: merah (-) Diare akut + dehidrasi ringansedang dengan perbaikan BLPL

53

BAB IV PEMBAHASAN

Seorang anak perempuan umur 11 bulan datang dengan keluhan sejak 4 hari SMRS mengalami BAB cair 2-6x/hari, pada BAB ditemukan ampas namun tidak ditemukan lendir dan darah. Keluhan disertai demam. Sejak 1 hari SMRS keluhan BAB cair semakin berat. Frekuensi BAB cair 6x/hari, komposisi air semakin banyak, pada BAB ditemukan ampas namun tidak ditemukan lendir, darah, warna seperti cucian beras dan bau busuk sebanyak gelas aqua. Keluhan disertai demam dan muntah sebanyak 15 kali, berisi makanan atau minuman yang dimakan dengan banyaknya muntah sesuai dengan banyaknya makanan atau minuman yang dimakan. Keluhan tidak disertai batuk, pilek, dan sesak nafas. Os menjadi lemas dan rewel. Os juga menjadi sering kehausan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan BB: 5,9 kg TB: 67 cm. KU : lemah dan rewel, tanda-tanda vital dalam batas normal, status gizi kurang, ubun-ubun besar cekung (+), mata cekung (-/-), turgor kulit kembali cepat, mukosa bibir kering (+) dan pecah-pecah. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dapat disimpulkan pada pasien ini terdapat masalah berupa adanya diare akut dengan dehidrasi ringan sedang, disertai gizi kurang. Pasien didiagnosis diare akut dengan dasar keluhan buang air besar dengan konsistensi cair tidak seperti biasanya, dengan frekuensinya > 3 kali (6 kali) sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Secara epidemiologi, penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Penyebab diare pada kasus ini kemungkinan adalah rotavirus, karena sebagian besar diare pada anak yaitu sekitar 60% disebabkan oleh rotavirus. Hal ini diperkuat oleh temuan laboratorium feses yaitu pada makroskopis: darah (-), nanah (-), dan pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan: lekosit (+) 0-1, eritrosit (-), amoeba (-), telur cacing, ascaria (-), ankylostoma (-), trichuris (-)

54

Diagnosis dehidrasi ringan-sedang ditegakan berdasarkan keluhan berupa anak menjadi lebih rewel dan sering haus. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan anak semakin lemah, ubun-ubun besar cekung, dan mukosa bibir tampak kering. Tampak normalnya turgor kulit pada pasien ini bisa saja disebabkan karena pasien telah direhidrasi. Pasien dikatakan menderita dehidrasi berat apabila didapatkan 2 dari 4 tanda berikut: Letargi atau penurunan kesadaran Mata cekung Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali dengan sangat lambat ( 2 detik

Pasien dikatakan menderita dehidrasi ringan sedang apabila didapatkan 2 dari 4 tanda berikut: 1) Gelisah atau rewel 2) Mata cekung 3) Kehausan atau sangat haus 4) Cubitan kulit perut kembali dengan lambat Sedangkan pada diare tanpa dehidrasi tidak ada tanda yang cukup untuk mengelompokkan dalam dehidrasi berat atau tak berat. Tatalaksana pasien anak dengan diare memiliki lima elemen penting antara lain: 1) Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah 2) Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut 3) Teruskan pemberian ASI dan makanan 4) Antibiotik selektif 5) Edukasi. Pasien diare akut dengan dehidrasi ringan sedang seharusnya diobati dengan rencana terapi B. Rehidrasi oralit yang diberikan adalah 75 ml x BB = 75 x 5,9 kg = 442,5 ml. Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit. Jika anak muntah tunggu sampai 10 menit kemudian kembali diberi diare lebih pelan yaitu tiap 2-3 menit selama 3 jam. Oralit diberikan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi

55

sebagai pengganti cairan dan elektrolit yang terbuang saat diare. Berdasarkan penelitian dengan oralit osmolaritas rendah, penderita diare akan: 1) Mengurangi volume tinja hingga 25% 2) Mengurangi mual muntah hingga 30% 3) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Pada pasien ini juga dilakukan rehidrasi melalui IV line. Hal ini dikarenakan anak yang sering muntah sehingga ditakutkan terjadi diare dengan dehidrasi berat. Selain itu anak ini disertai dengan keadaan kurang gizi. Cairan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (RL). Cairan yang diberikan kemudian hanya bersifat maintenence. Pada anak ini pada saat rehidrasi cairan yang diberikan adalah 60 cc/jam iv ringer laktat iv line. Dalam 3 jam cairan yang masuk hanya 120 cc, sedangkan pada anak ini seharusnya cairan yag dibutuhkan dalam 3 jam pertama adalah 442, 5 cc. Sedangkan untuk maintenancenya, seharusnya jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan perhitungan holiday segar. Pada anak ini jumlah cairan yang diberikan per 24 jam berdasarkan perhitungan holiday segar adalah BB x 100 ml = 5,9 x 100 ml = 590 ml/24 jam atau mendekati 25 ml/jam. Masukan cairan ini dapat berasal dari minuman, makanan maupun melalui iv line. Pada anak ini cairan yang diberikan hanya 6 tpm mikro karena pada anak ini masih bisa diberikan cairan peroral. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut. Ada dua cara perhitung dosis pemberian zink yaitu dengan menggunakan usia dan menggunakan berat badan. Dengan perhitungan usia, umur < 6 bulan: tablet (10 mg) per hari; usia 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. Sedangkan dengan perhitungan berat badan anak dengan berat badan < 10 Kg diberi dosis 10 mg/hari sedangkan berat badan 10 Kg diberi zink dengan dosis 20 mg/hari. Pada anak ini digunakan perhitungan dosis dengan menggunakan berat badan karena anak ini termasuk dengan anak gizi kurang. Pada anak ini zink yang diberikan dengan sediaan sirup dengan dosis 1 sendok teh per hari. Zink merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Zink hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zink yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan

56

anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zink selama episode diare, mengurangi lamanya dan tingkat keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zink, segera setelah anak tidak muntah. Zink/Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak. Seng/Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare. Adapun tatalaksana nutrisi pada anak ini adalah tatataksan sesuai tatalaksana nutrisi balita umur 9-12 bulan yaitu: 1) Teruskan pemberian ASI 2) Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim atau bubur nasi 3) Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau 4) Setiap hari berikan makanan 3 x 11 sendok makan Pemberian antibiotik sebenarnya tidak boleh dilakukan pada anak dengan diare akut yang disebabkan oleh virus. Pada anak ini diberikan antibiotik cefotaxim dikarenakan tingkat higienisitas ibu pasien yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan mencuci dan memasak ibu yang mengunakan air parit yang biasa digunakan warga untuk kegiatan mandi, cuci, kakus, sehingga ditakutkan bakteri bisa menjadi etiologi diare walaupun pada pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya bakteri maupun parasit. Paracetamol diberikan untuk menurunkan panas jika terdapat demam saja. Edukasi pada keluarga pasien sangat perlu dilakukan dengan tujuan agar mengurangi keparahan diare dan mencegah berulangnya diare pada anak. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain: 1) Memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. 2) Jangan menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Pencemaran dirumah dapat

57

terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. 3) Mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak. 4) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

Anak ini juga menderita gizi kurang. Hal ini didapat dari perhitungan: 1. Berat badan menurut umur (BB/U) pada persentil -3 sampai dengan persentil -2, sehingga masuk kategori gizi kurang. 2. Panjang badan menurut umur (PB/U) pada persentil -3 sampai dengan persentil -2 sehingga masuk kategori pendek. 3. Panjang badan menurut berat badan (PB/BB) pada pada persentil -3 sampai dengan persentil -2, sehingga masuk kategori gizi kurang. 4. Indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) pada persentil -3 sampai dengan persentil -2, sehingga masuk kategori kurus. Sehingga dapat disimpulkan anak ini dengan gizi kurang. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kebutuhan energi pada pasien ini adalah 384x2 = 768 kkal/hari untuk mengejar kekurangan berat badan yang dialaminya. Penentuan status gizi dan kebutuhan kalori adalah sebagai berikut: 50-60% kebutuhan kalori hendaknya dipenuhi oleh karbohidrat, sehingga sebanyak 384-460,8 kkal/hari harus berasal dari karbohidrat. Kebutuhan kalori ini dipenuhi dengan mengkonsumsi 96-115 gram karbohidrat dalam sehari. Untuk anak ini kita ambil kebutuhan sebesar 460 kkal/hari atau 115 gram karbohidrat/hari 15-25% kebutuhan kalori hendaknya dipenuhi dengan lemak, sehingga sebanyak 115,2-192 kkal/hari harus berasal dari lemak. Kebutuhan kalori ini dipenuhi dengan mengkonsumsi 12,5-21 gram lemak. Untuk anak ini kita ambil kebutuhan sebesar 192 kkal/hari atau 21 gram lemak per hari.

58

Kalori yang berasal dari lemak dan karbohidrat telah terpenuhi. Jumlah total kalori yang berasal dari keduanya adalah 652 kkal/hari. Maka sisa kebutuhan energi dipenuhi dari protein. Pada anak ini maka kebutuhan protein adalah 116 kkal/hari. Yang dipenuhi dengan mengkonsumsi 29 gram protein/hari.

Prognosis anak ini adalah baik karena lima elemen penting dalam tatalaksana diare telah diterapkan dalam penatalaksanaan anak ini. Tetapi kemungkinan kekambuhan diare pada anak ini tetap ada apabila ibu anak ini tidak menerapka pola hidup yang higienis. Pada hari ke 4 perawatan An.EJ sudah boleh pulang karena sudah tidak ada BAB cair lagi, tidak ada muntah lagi, tidak ada demam lagi, makan dan minum tidak ada masalah, dan tidak ada lagi tanda-tanda dehidrasi. Tahap perkembangan An.EJ sudah sesuai dengan umurnya berdasarkan KPSP namun An.EJ harus tetap melengkapi program imunisasinya.

59

BAB V KESIMPULAN

An.EJ menderita diare akut disertai dehidrasi ringan sedang dan gizi kurang. An.EJ diterapi menggunakan rencana terapi B WHO berupa lima elemen terapi yaitu: rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah, zink diberikan selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif, dan edukasi. Setelah diare akut berhasil diatasi dilakukan tatalaksana keadaan gizi kurang melalui pengaturan pola makan yang benar pada keadaan gizi kurang berdasarkan berat badan, panjang badan, dan umur.

60

Anda mungkin juga menyukai