Oleh:
Rilano Viktorison Sondakh Umboh
14014101244
Masa KKM: 28 Desember 2015 24 Januari 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I. PENDAHULUAN
11
I. Definisi Demensia
12
J. Epidemiologi Demensia
12
K. Etiologi Demensia
12
L. Klasifikasi Demensia
14
14
15
O. Penatalaksanaan Demensia
16
17
20
SIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
14
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fungsi eksekutif model hierarki
13
16
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan eksekutif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia
lanjut karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan kemandirian.
Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses
penuaan yang sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan eksekutif ini
bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian
dari proses degenerasi yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis salah
satunya yang paling umum terjadi pada lansia adalah demensia.1
Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak
bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi. Jumlah penderita
demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena prevalensi demensia yang
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta
diantaranya mengalami demensia.2
Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensi
demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah Cina, India dan Jepang.
Pada tahun 2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensi
sebanyak 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia
meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang
dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang
dengan insidensi sebanyak 932.000 orang.3
Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi
pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya karena dampak demensia
yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini
menyebabkan lansia demensia memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus
dari keluarganya.1
Istilah demensia itu berasl dari bahas asing emence yang pertama kali
dipakai oleh Pinel.4 Demensia merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada
lansia sebagai efek dari perubahan fisiologis yang berupa kemunduran kognitif.
Demensia disebut juga pikun dalam bahasa orang awam. Perubahan khas pada
demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, kemampuan visuospasial dan
gangguan perilaku serta pemenuhan kebutuhan lainnya.5,6
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan
masalah demensia. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fungsi Eksekutif
peranan
untuk
kontrol
impuls,
emosional
subjektif.
Lesi
dapat
menyebabkan
disinhibisi,
SAS terkonsentrasi pada ide bahwa rutinitas atau skema yang telah
ada secara otomatis yang merespon terhadap situasi rutin sementara fungsi
eksekutif digunakan pada saat kita berhadapan dengan kejadian baru. Ada
teori bahwa korteks prefrontal secara langsung mengontrol kognisi dan
kontrol diimplementasikan dengan meningkatkan neuron sensoris dan
motoris yang terkait tugas atau elemen lingkungan luar yang bertujuan. Teori
ini membuka wacana bahwa aksi korteks prefrontal adalah untuk mengiringi
aliran atau aktivitas neural sepanjang jalur yang memberikan gambaran yang
sesuai antara input, status internal dan output yang diperlukan untuk
melakukan tugas yang diberikan.8
2. Model Hierarki
Model hierarki dibuat berdasarkan premis bahwa fungsi eksekutif
menerima input dari proses tingkat rendah atau dasar, seperti atensi dan
bahasa dan juga dari tingkat yang lebih tinggi pada proses metakognitif.
Gambar 3 memberikan ringkasan sistem hierarki predominan.12
belajar. Saat menginjak usia tiga tahun, anak tidak lagi impulsif dalam merespon
stimulus dalam pola yang kaku tetapi dapat bersikap lebih tenang dan dengan
perencanaan yang disadari.
Saat menginjak usia antar tiga dan lima tahun, anak-anak menunjukkan
peningkatan signifikan dalam melakukan tugas
memory. Mereka mulai merefleksikan tindakan mereka sendiri. Hal ini dapat
terlihat peningkatan kemampuan fleksibilitas kognitif, tingkah laku bertujuan dan
perencanaan. Mereka mulai berpikir mengenai tujuan dari suatu tindakan daripada
sekedar hanya merespon terhadap lingkungan.
Seiring dengan perubahan dan perkembangannya, anak-anak terus
mengalami peningkatan dalam hal kemampuan kontrol inhibisi dan kemampuan
untuk berkonsentrasi. Selama masa sekolah dasar dan saat remaja dini, perubahan
utama yang tampak adalah kemampuan untuk mempertimbangkan dalam
beberapa aspek dan bertindak berdasarkannya. Anak prasekolah sudah dapat
mengungkapkan pengetahuan mereka tentang apa yang benar namun seringkali
belum diiringi tindakan yang sesuai. Kebutuhan untuk segera diapresiasi
bertumpang tindih dengan kemampuan perencanaan dan berpikir logis
(reasoning). Selanjutnya kemampuan mereka untuk mengimplementsikan strategi
untuk membatasi respon impulsivisitas belum berkembang, walau sudah mulai
mengarah ke arah sana.
masalah,
orientasi,
persepsi,
perhatian
dan
konsentrasi,
demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang
secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular.
K. Etiologi Demensia18
Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermanifestasi
sebagai gejala-gejala defisit kognitif seperti kelemahan memori, hendaya
berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, apraksia dan agnosia. Etiologi demensia
adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak, antara lain penyakit
Alzheimer, penyakit serebrovaskular, hidrosefalus, penyakit Parkinson, AIDS,
Huntington dan gangguan metabolik termasuk defisiensi vitamin. Gangguan
mental seperti gangguan depresi, gangguan konversi dan skizofrenia dapat
memberikan gambaran seperti demensia. Tabel 2 memperlihatkan kemungkinan
penyebab demensia.
L. Klasifikasi Demensia19
Demensia dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Demensia yang tak dapat pulih (irreversibel) seperti demensia tipe
Alzheimer, Korea Huntington, penyakit Parkinson dan penyakit Pick.
2. Demensia yang dapat pulih (reversibel) seperti demensia tipe vaskular,
hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hidrocephalus.
3. Demensia menetap yang diinduksi oleh zat
memburuk dan menjadi lebih nyata jika disertai dengan penyakit medik (misalnya
pneumonia, gagal jantung kronis).18
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa
harus diperhatikan, demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan atau
rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan
yang berlebihan, penarikan sosial atau kecenderungan untuk menghubungkan
peristiwa dalam perincian yang kecil dapat merupakan karakteristik.18
Wawancara terhadap keluarga harus selalu dilakukan karena umumnya
keluarga memperhatikan perubahan-perubahan pada individu (dalam kepribadian,
daya ingat) yang biasanya tidak disadari oleh individu itu sendiri. Berbeda dengan
delirium, pada demensia jarang diumpai kesadaran yang berkabut. Jadi pada
demensia harus dipastikan bahwa kesadarn pasien baik.18
Diagnosis pada umumnya dibuat atas dasar riwayat penyakit, pemeriksaan
dan observasi langsung, tes psikometrik, pemeriksaan laboratorium dan
neuroimaging. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis berpedoman pada
ICD-10 atau PPDGJ III. Kriteria diagnosis lain yang umum dipergunakan adalah
DSM-V dan NINCDS-ARDRA. Dalam NINCDS-ARDRA, diagnosis dibedakan
mulai dari diagnosis pasti, diagonosis probable dan diagnosis possible untuk
demensia Alzheimer dan demensia vaskular.18,24
O. Penatalaksanaan Demensia
sebuah
benda
dan
meletakkan
ditempatnya
atau
mengoperasikan telepon.
2. Kesulitan memulai, meneruskan, menggeser atau menghentikan sebuah
tindakan seperti semua langkah yang diperlukan untuk makan hingga
akhir. Orang lain mungkin perlu mengingatkan untuk mengambil gigitan
lain, menyuap sesendok selama makan.
3. Kesulitan mengambil potongan informasi dalam memori penyimpanan
untuk menentukan pilihan, sehingga melupakan kunci dari potongan
informasi dan membuat pilihan yang salah. Misalnya melupakan
pemberitahuan teman yang tidak bisa datang ke suatu acara yang dapat
menyebabkan bertanya mengapa orang tersebut belum datang.
4. Kesulitan yang tepat dan menghormati batas, misalnya mengetahui kapan
untuk menambahkan komentar untuk diskusi, tidak menyentuh atau
berbicara dengan orang asing atau tidak menyentuk suatu objek seni
(next to Do Not Touch sign) di pusat perbelanjaan atau museum.
5. Kesulitan menahan tindakan atau komentar spontan meskipun kasar,
menyakitkan, bukan waktunya, melawan aturan dan hukum. Orang
mungkin akan terkejut ketika tindakan spontan seperti mengemudi mobil
melewati tanda berhenti atau lampu merah. Pengemudi dengan
penurunan fungsi eksekutif menuduh hal tersebut adalah kesalahan orang
lain bukan kesalahannya.
6. Kesulitan menjaga kestabilan emosi, dengan kata lain memiliki ledakan
tiba-tiba marah, bertindak menjengkelkan atau kasar atau tertawa ketika
orang sedang serius atau berduka karena kehilangan orang yang dicintai,
emosi yang ekstrim atau tidak sesuai dengan situasi atau interaksi dari
orang lain. Acuh disaat orang lain mengungkapkan perhatian yang tulus.
7. Kesulitan menjaga kecepatan dalam aktifitas atau percakapan. Bertindak
sangat lambat ketika berpikir, bergerak, dan berbicara. Seolah-olah
memiliki jet lag atau dalam film gerak lambat.
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
1. Fungsi eksekutif merupakan serangkaian proses yang berhubungan dengan
pengaturan diri sendiri dan sumber lainnya dalam rangka mencapai suatu
tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Demensia. Jakarta; 2006.
2. World Health Organization. Dementia around the world. 2000.
2006
[cited
2016
January
2].
Available
from:
http://www.alzheimers.org.au
4. Hartati S, Widayanti CG. Clock drawing: asesmen untuk demensia. Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro: Jurnal Psikologi Undip Volume 7 Nomor 1;
2010.
5. Maftukhah. Jurnal hubungan antara status demensia dengan disabilitas
fungsional
pada
lansia
di
desa
Gonilan
Kartasura.
Universutas
14. Zelazo PD. Executive functioning part two: The development of executive
functioning in infancy, early childhood and across lifespan; 2010.
15. Purdy M. Executive functions: Theory, assessment and treatment. In M.
Kimbarow (Ed.), Cognitive communication disorders. New York: Plural
publishing; 2011.
16. Haskin EC. Cognitive Rehabilitation Manual: Translating evidenced-based
recommendations into practice. Restopn, VA: ACRM Publishing; 2012.
17. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010.
18. Wiwik SN. Demensia. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
19. Purnakarya I. Peran zat gizi makro terhadap kejadian demensia pada lansia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 3 Nomor 2; 2009.
20. Memory
Disorders
[image
on
the
Internet].
Available
from:
http://gabehavioural.comMemory%20disorders.htm
21. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia [Internet]. Available from:
http://www.idijakbar.com.prosiding/delirium.htm
22. Maslim R. Penggunaan obat psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2014.
23. Kaplan H, Sadock BJ, Sadock VA. Comprehensive textbook of psychiatry. 8 th
ed. Lippincot, Williams, & Wilkins; 2004.
24. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorder. 17th ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing; 2013.