Anda di halaman 1dari 25

Paper

FUNGSI EKSEKUTIF PADA DEMENSIA

Oleh:
Rilano Viktorison Sondakh Umboh
14014101244
Masa KKM: 28 Desember 2015 24 Januari 2016

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR TABEL

iii

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fungsi Eksekutif

B. Peranan Sistem Eksekutif

C. Anatomi Area Otak Yang Mengontrol Fungsi Eksekutif

D. Fisiologi Fungsi Eksekutif

E. Definisi Fungsional Sistem Eksekutif

F. Perkembangan Fungsi Eksekutif

G. Hal Kunci Fungsi Eksekutif

H. Gangguan Fungsi Eksekutif

11

I. Definisi Demensia

12

J. Epidemiologi Demensia

12

K. Etiologi Demensia

12

L. Klasifikasi Demensia

14

M. Tanda dan Gejala Demensia

14

N. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik Demensia

15

O. Penatalaksanaan Demensia

16

P. Perubahan Fungsi Eksekutif Pada Demensia

17

BAB III. PENUTUP

20

SIMPULAN

20

DAFTAR PUSTAKA

21

Gambar 1. Lobus frontal dan korteks prefrontal

Gambar 2. Definisi fungsional dari sistem eksekutif

Gambar 3. Perkembangan fungsi eksekutif menurut usia

Gambar 4. Perbandingan persentase etiologi demensia

14

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fungsi eksekutif model hierarki

Tabel 2. Kemungkinan penyebab demensia

13

Tabel 3. Perbedaan demensia dan delirium

16

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan eksekutif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia
lanjut karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan kemandirian.

Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses
penuaan yang sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan eksekutif ini
bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian
dari proses degenerasi yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis salah
satunya yang paling umum terjadi pada lansia adalah demensia.1
Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak
bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi. Jumlah penderita
demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena prevalensi demensia yang
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta
diantaranya mengalami demensia.2
Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensi
demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah Cina, India dan Jepang.
Pada tahun 2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensi
sebanyak 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia
meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang
dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang
dengan insidensi sebanyak 932.000 orang.3
Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi
pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya karena dampak demensia
yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini
menyebabkan lansia demensia memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus
dari keluarganya.1
Istilah demensia itu berasl dari bahas asing emence yang pertama kali
dipakai oleh Pinel.4 Demensia merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada
lansia sebagai efek dari perubahan fisiologis yang berupa kemunduran kognitif.
Demensia disebut juga pikun dalam bahasa orang awam. Perubahan khas pada
demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, kemampuan visuospasial dan
gangguan perilaku serta pemenuhan kebutuhan lainnya.5,6
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan
masalah demensia. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan

pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan


berbagai fungsi organ dan mental dimana masalah demensia memerlukan
penanganan lintas profesi yang melibatkan internist, neurologist, psikiater,
spesialist gizi, spesialis rehabilitasi medis dan psikolog klinis.7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif merupakan serangkaian proses yang berhubungan dengan


pengaturan diri sendiri dan sumber lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Fungsi ini merupakan payung dari kemampuan berpikir yang meliputi kontrol
pikiran dan kontrol diri. Fungsi eksekutif adalah mekanisme yang membantu kita
menetapkan tujuan dalam membuat rencana dan juga mengubah perilaku kita.8,9
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir
dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal
dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah tersebut.
Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal subkortikal terputus. Lezack
membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition (kemauan),
planning (perencanaan), purposive action (bertujuan), effective performance
(pelaksanaan yang efektif). Gejala yang muncul sesuai dengan keempat
komponen tersebut bila terjadi gangguan fungsi eksekutif.9
B. Peranan Sistem Eksekutif
Sistem eksekutif berperan untuk mengontrol suatu kejadian baru yang
berada di luar kendali kita. Fungsi eksekutif bekerja dalam lima macam keadaan
dimana pada rutinitas tidak cukup unutk mengaktivasi kinerja yang optimal
yaitu:10
1. Keadaan yang melibatkan perencanaan atau pembuatan keputusan.
2. Keadaaan yang melibatkan usaha koreksi kesalahan atau pemecahan
masalah.
3. Keadaan dimana respon bukan karena pengulangan atau latihan
mengandung runutan aksi baru.
4. Keadaan yang secara teknis sulit dan berbahaya.
5. Keadaan yang membutuhkan respon kuat dalam mengatasi masalah atau
menahan godaan.
Fungsi eksekutif seringkali dipicu pada saat diperlukan untuk mengambil
alih respon yang umumnya terpicu spontan oleh stimulus dari lingkungan luar.
Sebagai contoh saat terpapar stimulus yang memberi kepuasan, seperti sepotong
kue, seseorang mungkin akan memberi respon spontan untuk menggigitnya.
Namun bila respon tadi bertentangan dengan rencana dari dalam diri yaitu untuk
tidak memakan kue dikarenakan sedang dalam program diet maka fungsi
eksekutif dapat menekan bahkan menginhibisi respon tersebut.10
C. Anatomi Area Otak Yang Mengontrol Fungsi Eksekutif8

Fungsi eksekutif terutama terletak di regio prefrontal dari lobus frontal


dengan jaringan neuronal multipel ke regio kortikal, subkortikal dan batang otak.
Neuroimaging dan studi penelitian lesi berbagai penyakit neurologis dan luka
sudah mulai menkonfirmasi penemuannya. Walau demikian harus digarisbawahi
bahwa luka di area prefrontal tidak langsung mengganggu proses linguistik atau
proses kognitif tetapi lebih memberi dampak kepada pengaturan dan efektivitas
penggunaannya, seperti perubahan pada sejumlah jaringan neuronal di antara
korteks prefrontal dan regio otak lainnya.
Korteks prefrontal dorsolateral terlibat dalam pemrosesan informasi yang
berlangsung, seperti penggabungan dimensi berbeda dari kognisi dan perilaku.
Area korteks prefrontal dorsolateral yang diketahui berhubungan dengan
kelancaran berbahasa verbal dan mendesain, kemampuan mempertahankan atau
mengubah suatu hal, perencanaan, respon inhibisi, working recall, kemampuan
berorganisasi, logika (reasoning), pemecahan masalah dan pemikiran abstrak.
Korteks cingulata anterior terlibat dalam dorongan emosional, pengalaman
dan integrasi. Fungsi kognitif asosiatif meliputi inhibisi respon yang tidak sesuai,
pembuatan keputusan dan perilaku bertujuan. Lesi di daerah ini dapat
menyebabkan tidak berenergi seperti apatis, abulia dan mutisme akinetik dan juga
dapat berupa rendahnya motivasi untuk kebutuhan dasar seperti makan dan
minum dan kemungkinan menurunnya minat bersosialisasi atau aktivitas
khusus/spesifik dan berhubungan seksual.
Korteks orbitofrontal memegang

peranan

untuk

kontrol

impuls,

mempertahankan sesuatu, memonitor perilaku yang berlangsung dan perilaku


sosial yang sesuai. Korteks orbitofrontal juga berperan dalam penilaian suatu
nilai dan penghargaan berdasarkan stimulus sensoris dan mengevaluasi
pengalaman

emosional

subjektif.

Lesi

dapat

menyebabkan

disinhibisi,

impulsivitas, episode agresivitas tiba-tiba, berganti-ganti pasangan dan perilaku


antisosial.

Gambar 1. Lobus frontal dan korteks prefrontal8

D. Fisiologi Fungsi Eksekutif


Sistem eksekutif merupakan sistem kognitif yang mengatur dan
mengkoordinir proses kognitif lainnya. Belum ada satu metode pun yang menjadi
contoh bagaimana fungsi sistem eksekutif bekerja. Namun demikian fungsi
eksekutif meliputi proses kognitif yang kompleks. Perubahan wacana telah
bermunculan seiring waktu dan dengan bertambah majunya neuroimaging,
adaptasi lebih jauh akan terjadi. Model yang umum dipakai bahwa fungsi
eksekutif menentukan kemampuan baik itu bagian dari suatu hierarki atau sebagai
bagian dari sistem metakognitif.11
1. Model Meta Kognitif
Kata metakognitif secara umum memiliki pengertian berpikir tentang
pemikiran diri sendiri. Jadi berdasarkan perspektif tersebut, sistem
metakognitif menekankan kepada kemampuan seseorang untuk melihat,
mengobservasi dan mengevaluasi prosedur kognitif yang lebih dasar dan
meliputi self awareness, self monitoring dan kontrol diri untuk kognisi saat
melakukan suatu aktivitas. Suatu proses dinamik yang melihat tingkat
pemrosesan yang lebih rendah secara otomatis (di luar fungsi eksekutif) dan
tidak berkontribusi terhadap kemampuan tingkat yang lebih tinggi. Terdapat
dua model contoh proses metakognitif yaitu model Supervisory Attentional
System (SAS) dan model Miller & Cohen.11

SAS terkonsentrasi pada ide bahwa rutinitas atau skema yang telah
ada secara otomatis yang merespon terhadap situasi rutin sementara fungsi
eksekutif digunakan pada saat kita berhadapan dengan kejadian baru. Ada
teori bahwa korteks prefrontal secara langsung mengontrol kognisi dan
kontrol diimplementasikan dengan meningkatkan neuron sensoris dan
motoris yang terkait tugas atau elemen lingkungan luar yang bertujuan. Teori
ini membuka wacana bahwa aksi korteks prefrontal adalah untuk mengiringi
aliran atau aktivitas neural sepanjang jalur yang memberikan gambaran yang
sesuai antara input, status internal dan output yang diperlukan untuk
melakukan tugas yang diberikan.8
2. Model Hierarki
Model hierarki dibuat berdasarkan premis bahwa fungsi eksekutif
menerima input dari proses tingkat rendah atau dasar, seperti atensi dan
bahasa dan juga dari tingkat yang lebih tinggi pada proses metakognitif.
Gambar 3 memberikan ringkasan sistem hierarki predominan.12

Tabel 1. Fungsi eksekutif model hierarki12

E. Definisi Fungsional Sistem Eksekutif


Dengan variasi model untuk mengkonseptualisasikan fungsi eksekutif,
bagaimana kita dapat menggabungkan fungsi eksekutif dalam bentuk pemahaman
gabungan yang mudah dimengerti. Salah satu cara mengefektifkan definisi
fungsional atau operasional dari sistem eksekutif yang terdapat pada gambar
berikut.13

Gambar 2. Definisi fungsional dari sistem eksekutif13

F. Perkembangan Fungsi Eksekutif13


Faktor genetik dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap bagaimana
seseorang mengembangkan kemampuan kognitif tingkat tinggi. Gender juga
memiliki peranan dalam perkembangan fungsi eksekutif. Beberapa generalisasi
dapat dibuat sepanjang masa hidup mengenai pekembangan fungsi eksekutif
diluar dari efek tersebut.
Fungsi eksekutif berkembang sepanjang masa hidup dengan salah satu
tandanya terlihat dari masa bayi. Penelitian menunjukkan kontrol inhibisi dan
kemampuan working memory dimulai dari bayi usia 7 - 12 bulan. Anak mampu
memegang satu bagian informasi di pikirannya untuk bertindak hal yang lainnya.
Namun kemampuan ini sangat rapuh dan sangat rentan terhadap distraksi.
Saat menginjak usia satu tahun, anak-anak mulai menunjukkan atensi
selektif dengan distraksi dari luar yang tidak terlalu predominan. Saat menginjak
usia dua tahun, anak-anak lebih mampu memecahkan masalah dengan
mempelajari kemampuan berbahasa. Mereka mulai menggunakan bahasa untuk
mengatur perilaku. Saat usia dua tahun, anak sudah mampu mengikuti aturan,
permintaan dan arah per lisan (verbal). Mereka mulai belajar menyimpan aturan
per lisan dalam pikirannya untuk panduan dalam berperilaku. Peningkatan
penggunaan aturan dan bahasai terus bertambah dan mempengaruhi proses

belajar. Saat menginjak usia tiga tahun, anak tidak lagi impulsif dalam merespon
stimulus dalam pola yang kaku tetapi dapat bersikap lebih tenang dan dengan
perencanaan yang disadari.
Saat menginjak usia antar tiga dan lima tahun, anak-anak menunjukkan
peningkatan signifikan dalam melakukan tugas

untuk inhibisi dan working

memory. Mereka mulai merefleksikan tindakan mereka sendiri. Hal ini dapat
terlihat peningkatan kemampuan fleksibilitas kognitif, tingkah laku bertujuan dan
perencanaan. Mereka mulai berpikir mengenai tujuan dari suatu tindakan daripada
sekedar hanya merespon terhadap lingkungan.
Seiring dengan perubahan dan perkembangannya, anak-anak terus
mengalami peningkatan dalam hal kemampuan kontrol inhibisi dan kemampuan
untuk berkonsentrasi. Selama masa sekolah dasar dan saat remaja dini, perubahan
utama yang tampak adalah kemampuan untuk mempertimbangkan dalam
beberapa aspek dan bertindak berdasarkannya. Anak prasekolah sudah dapat
mengungkapkan pengetahuan mereka tentang apa yang benar namun seringkali
belum diiringi tindakan yang sesuai. Kebutuhan untuk segera diapresiasi
bertumpang tindih dengan kemampuan perencanaan dan berpikir logis
(reasoning). Selanjutnya kemampuan mereka untuk mengimplementsikan strategi
untuk membatasi respon impulsivisitas belum berkembang, walau sudah mulai
mengarah ke arah sana.

Gambar 3. Perkembangan fungsi eksekutif menurut usia13

Dukungan dan role model dari luar memberikan penekananan dan


membantu strategi internalisasi. Peningkatan dalam hal perencanaan, penyusunan
tujuan, perilaku terarah, bertujuan untuk pemecahan masalah dan fleksibilitas
kognitif terus berlanjut dan menyediakan dasar dari keterampilan sosial dan
keberhasilan akademik selama masa menjelang remaja dan remaja.
Peranan perkembangan fungsi eksekutif terutama terlihat dan diketahui
pada masa remaja. Hal ini dikarenakan perilaku berisiko tinggi, yang diobservasi
selama masa remaja, seperti penggunaan alkohol atau obat-obatan dan seks yang
tidak aman.
G. Hal Kunci Fungsi Eksekutif15
Terdapat sembilan hal kunci mengenai fungsi eksekutif yaitu:
1. Awareness adalah pemahaman kekuatan dan kelemahan sesuai
usia.
2. Planning adalah perilaku terencana saat menghadapi suatu hal baru
secara spontan, mengantisipasi kejadian di masa yang akan datang,
pemahaman gambaran ide utama, skala prioritas, pengurangan atau
pengelompokan informasi, pengaturan ulang materi atau informasi
3. Goal setting adalah mengatur tujuan jangka menengah dan jangka
panjang yang sesuai dengan kemampuan.
4. Self-initiation adalah kemandirian menginisiasi kegiatan baru,
percakapan spontan, memulai aktivitas tanpa adanya penundaan, mencari
dan informasi, mencari ide, mempertahankan pendapat, menyelesaikan
semua bagian dari pekerjaan.
5. Self-monitoring adalah kemandirian mengevaluasi perilaku/respon
dan membuat perubahan bila dibutuhkan.
6. Self-inhibiting adalah perilaku sesuai dengan perubahan situasi,
mengontrol impulsivitas, berpikir sebelum bertindak, mengatur ritme
tindakan, mengikuti atau memilih sesuai aturan atau kriteria, mengatur
kebimbangan/keraguan, informasi/gangguan yang tidak berhubungan,
menunda respon.
7. Ability to change set adalah kemampuan melakukan variasi
perilaku yang sesuai, mandiri mempertimbangkan variasi pemecahan
masalah, transisi peralihan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
8. Strategic behavior adalah membuat strategi berguna untuk
penggunaan fungsional, mampu mendeskripsikan sesuatu.

9. Working memory adalah menyimpan informasi dalam pikiran untuk


tujuan penyelesaian tugas.
Pada saat menginjak usia 15 tahun working memory, kontrol inhibisi dan
kemampuan menahan dan menggeser fokus perhatian yang sesuai mendekati
tingkat dewasa dan tetap stabil dengan beberapa peningkatan minor saat
memasuki usia dewasa. Walau remaja bersikap mendekati atau menyerupai
tingkat orang dewasa namun kemampuan self-monitoring dan self-reflective masih
belum matang sepenuhnya. Lebih jauh saat berada pada keadaan/situasi dengan
kompleksitas yang tinggi atau pada situasi dimana seseorang dibutuhkan untuk
menggabungkan sejumlah bagian informasi untuk membuat keputusan yang
bermakna, remaja akan menunjukkan keterbatasannya. Mereka cenderung
membuat keputusan berdasarkan keuntungan dan kerugian dari situasi yang ada.
Keputusan dan tindakan yang dibuat berdasarkan kejadian spesifik atau khusus
dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang daripada membuat
keputusan berdasarkan refleksi diri mereka sendiri pada saat itu dan bagaimana
mereka dilihat oleh orang lain.
Saat sistem eksekutif matang seorang dewasa mampu menggunakan
pengetahuan yang disimpan mengenai diri mereka sendiri dan menarik apa yang
didapat dari pengalaman sebelumnya dalam membuat keputusan. Pada usia
dewasa terjadi peningkatan dan penurunan kemampuan eksekutif telah terekam
sepenuhnya. Kemampuan fungsi eksekutif berada di puncaknya saat usia antar 2029 tahun. Keputusan berkaitan pernikahan, karier, keluarga dan tujuan jangka
panjang relatif stabil, reflektif dan mudah dicapai. Pertimbangan terhadap
pengaruh dari luar diseimbangkan dengan dorongan dari dalam untuk
mengembangkan hasil yang terbaik.
Saat dewasa bertambah tua, fungsi eksekutif sekali lagi mengalami
perubahan, tapi kali ini menunjukkan penurunan. Penurunan kemampuan kognitif
tingkat tinggi telah diketahui dari working memory, self-monitoring dan
kemampuan spasial. Perubahan fisiologis dalam proses penuaan adalah hasil dari
demyelinasi pada area korteks prefrontal dan perburukan selubung myelin di
sekitar neuron menyebabkan melambatnya dorongan impuls yang berjalan
sepanjang syaraf.
Pernyataan use it or lose it bisa jadi benar adanya pada kemampuan
eksekutif. Keterlibatan stimulasi atau fungsi kognitif secara berkelanjutan

menyebabkan myelinasi neuron atau setidaknya menurunkan kecepatan


demyelinasi yang berkontribusi besar terhadap kualitas hidup, kemandirian dan
kemampuan fungsional secara keseluruhan.
H. Gangguan Fungsi Eksekutif16
Gangguan fungsi eksekutif sering dijadikan diagnosis terakhir untuk
keadaan dimana terjadi kesulitan dalam proses kognisi dan komunikasi tingkat
tinggi yang hingga saat ini masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Fungsi
eksekutif saat digunakan untuk menggambarkan terjadi penurunan fungsi,
seringkali diabaikan daripada dicoba untuk dipahami mengenai dampak besar dari
gangguan pada orang dengan kendala komunikasi. Langkah besar telah dicapai
dalam hal pengenalan penyakit dan pengobatan dengan semakin banyak praktisi
kesehatan yang menyadari dampak berat yang seringkali berdampak pada
perubahan hidup khususnya dalam hal-hal kecil seperti dalam keterampilan
interpersonal, kemungkinan untuk kembali bekerja, komunikasi sosial dan
kemampuan mengatur rumah tangga. Kita harus memahami anatomi otak yang
berhubungan dengan fungsi eksekutif, definisi dan contoh/model fungsi eksekutif,
perkembangan kemampuan fungsi eksekutif teknik penyembuhan (remediasi) dan
arah penelitian di masa yang akan datang agar penanganan disfungsi eksekutif
terbaik dapat dicapai.
I. Definisi Demensia
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi
pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,
memecahkan

masalah,

orientasi,

persepsi,

perhatian

dan

konsentrasi,

pertimbangan dan kemampuan sosial. Keprobadian pasien juga terpengaruhi.


Gangguan pada demensia mungkin bisa progresif atau statis, permanen atau
reversibel.17,23
J. Epidemiologi Demensia17
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika
berusia 65 tahun, kira-kira 5 persen menderita demensia berat dan 15 persen
menderita demensia ringan. Demensia yang paling sering dijumpai adalah tipe
Alzheimer yaitu sekitar 50 sampai 60 persen dari semua penderita demensia. Tipe

demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang
secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular.
K. Etiologi Demensia18
Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermanifestasi
sebagai gejala-gejala defisit kognitif seperti kelemahan memori, hendaya
berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, apraksia dan agnosia. Etiologi demensia
adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak, antara lain penyakit
Alzheimer, penyakit serebrovaskular, hidrosefalus, penyakit Parkinson, AIDS,
Huntington dan gangguan metabolik termasuk defisiensi vitamin. Gangguan
mental seperti gangguan depresi, gangguan konversi dan skizofrenia dapat
memberikan gambaran seperti demensia. Tabel 2 memperlihatkan kemungkinan
penyebab demensia.

L. Klasifikasi Demensia19
Demensia dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Demensia yang tak dapat pulih (irreversibel) seperti demensia tipe
Alzheimer, Korea Huntington, penyakit Parkinson dan penyakit Pick.
2. Demensia yang dapat pulih (reversibel) seperti demensia tipe vaskular,
hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hidrocephalus.
3. Demensia menetap yang diinduksi oleh zat

Gambar 4. Perbandingan persentase etiologi demensia20

M. Tanda dan Gejala Demensia19


1. Demensia stadium dini
Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar-samar
dalam kepribadian, hendaya dalam keterampilan sosial, berkurangnya
minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal, agitasi, sejumlah keluhan
somatik, gejala psikiatrik yang samar, penurunan bertahap kemampuan
intelektual dan ketajaman pikiran. Hal ini sering menjadi tanda pertama
dalam ruang lingkup pekerjaan yang menuntut kinerja tinggi. Pasien dapat
mengenali penurunan kemampuannyapada permulaan tetapi kemudian
menyangkalnya tegas-tegas. Demensia dini sering mencetuskan kondisi
depresi.
2. Demensia stadium lanjut
a. Penurunan memori (daya ingat)
b. Perubahan mood dan kepribadian
c. Penurunan daya orientasi
d. Hendaya intelektual
e. Gangguan daya nilai (judgement)
f. Gejala psikotik
g. Hendaya berbahasa
N. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik Demensia
Biasanya demensia berkembang perlahan-lahan dan dapat diamati dengan
mudah oleh orang disekitarnya. Suatu awitan yang cepat mengarah pada gangguan
saat kini meskipun seringkali demensia ringan yang tak dikenali menjadi

memburuk dan menjadi lebih nyata jika disertai dengan penyakit medik (misalnya
pneumonia, gagal jantung kronis).18
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa
harus diperhatikan, demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan atau
rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan
yang berlebihan, penarikan sosial atau kecenderungan untuk menghubungkan
peristiwa dalam perincian yang kecil dapat merupakan karakteristik.18
Wawancara terhadap keluarga harus selalu dilakukan karena umumnya
keluarga memperhatikan perubahan-perubahan pada individu (dalam kepribadian,
daya ingat) yang biasanya tidak disadari oleh individu itu sendiri. Berbeda dengan
delirium, pada demensia jarang diumpai kesadaran yang berkabut. Jadi pada
demensia harus dipastikan bahwa kesadarn pasien baik.18
Diagnosis pada umumnya dibuat atas dasar riwayat penyakit, pemeriksaan
dan observasi langsung, tes psikometrik, pemeriksaan laboratorium dan
neuroimaging. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis berpedoman pada
ICD-10 atau PPDGJ III. Kriteria diagnosis lain yang umum dipergunakan adalah
DSM-V dan NINCDS-ARDRA. Dalam NINCDS-ARDRA, diagnosis dibedakan
mulai dari diagnosis pasti, diagonosis probable dan diagnosis possible untuk
demensia Alzheimer dan demensia vaskular.18,24

Tabel 3. Perbedaan demensia dan delirum21

O. Penatalaksanaan Demensia

Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk pada demensia


biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai
perbaikan hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga yang
merawatnya).
Prinsip utama penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut:
1. Optimalkan fungsi dari penderita, dengan :
- Obati penyakit yang mendasarinya
- Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
- Upayakan aktifitas mental dan fisik
- Hindari situasi yang menekan kemampuan mental
- Persiapkan penderita bial akan berpindah tempat
- Perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
- Perilaku merusak
- Depresi
- Agresivitas
- Inkontinensia
3. Upayakan pengobatan berkesinambungan
- Reakses keadaan kognitif dan fisik
- Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga
- Berbagai hal tentang penyakitnya
- Kemungkinan gangguan / kelainan yang bisa terjadi
- Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
- Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
- Nasehat hukum dan atau keuangan
6. Upayakan nasehat keluarga untuk
- Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
- Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
- Pengambilan keputusan untuk perumahan atau di institusi
- Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
P. Perubahan Fungsi Eksekutif Pada Demensia
Penelitian telah menunjukkan beberapa penurunan fungsi eksekutif usia
seseorang dalam kasus cedera mendadak pada lobus frontal seperti pada stroke
atau cedera kepala karena jatuh, kecelakaan mobil atau cedera olahraga.9
Ketika ada penurunan progresif lambat seperti penyakit Alzheimer,
demensia frontal atau gangguan memori progresif terkait, kemampuan mungkin
akan goyah dalam beberapa hari fungsi eksekutif mungkin akan lebih baik
sementara disisi lain mungkin lebih buruk.9

Perubahan sel otak yang mengakibatkan penurunan fungsi eksekutif bisa


mengganggu memori, menerapkan penilaian yang baik untuk memilih, dan cukup
lama memperhatikan percakapan untuk merespon dengan tepat. Contoh kesulitan
termasuk:9
1. Kesulitan tubuh untuk melakukan urutan yang benar dari langkahlangkah untuk melakukan suatu tindakan seperti berjalan, berbicara,
mengangkat

sebuah

benda

dan

meletakkan

ditempatnya

atau

mengoperasikan telepon.
2. Kesulitan memulai, meneruskan, menggeser atau menghentikan sebuah
tindakan seperti semua langkah yang diperlukan untuk makan hingga
akhir. Orang lain mungkin perlu mengingatkan untuk mengambil gigitan
lain, menyuap sesendok selama makan.
3. Kesulitan mengambil potongan informasi dalam memori penyimpanan
untuk menentukan pilihan, sehingga melupakan kunci dari potongan
informasi dan membuat pilihan yang salah. Misalnya melupakan
pemberitahuan teman yang tidak bisa datang ke suatu acara yang dapat
menyebabkan bertanya mengapa orang tersebut belum datang.
4. Kesulitan yang tepat dan menghormati batas, misalnya mengetahui kapan
untuk menambahkan komentar untuk diskusi, tidak menyentuh atau
berbicara dengan orang asing atau tidak menyentuk suatu objek seni
(next to Do Not Touch sign) di pusat perbelanjaan atau museum.
5. Kesulitan menahan tindakan atau komentar spontan meskipun kasar,
menyakitkan, bukan waktunya, melawan aturan dan hukum. Orang
mungkin akan terkejut ketika tindakan spontan seperti mengemudi mobil
melewati tanda berhenti atau lampu merah. Pengemudi dengan
penurunan fungsi eksekutif menuduh hal tersebut adalah kesalahan orang
lain bukan kesalahannya.
6. Kesulitan menjaga kestabilan emosi, dengan kata lain memiliki ledakan
tiba-tiba marah, bertindak menjengkelkan atau kasar atau tertawa ketika
orang sedang serius atau berduka karena kehilangan orang yang dicintai,
emosi yang ekstrim atau tidak sesuai dengan situasi atau interaksi dari
orang lain. Acuh disaat orang lain mengungkapkan perhatian yang tulus.
7. Kesulitan menjaga kecepatan dalam aktifitas atau percakapan. Bertindak
sangat lambat ketika berpikir, bergerak, dan berbicara. Seolah-olah
memiliki jet lag atau dalam film gerak lambat.

8. Kesulitan berpikir tentang konsekuensi sebelum bertindak meskipun


masih sangat cerdas. Tidak dapat menerapkan konsekuensi masa lalu
untuk pilihan atau tindakan saat ini. Misalnya membeli produk yang tidak
pernah digunakan.
9. Kesulitan berpindah dari satu set ide, frase, atau tindakan untuk langkah
berikutnya atau untuk ide atau kegiatan yang berbeda.

BAB III
PENUTUP
Simpulan:
1. Fungsi eksekutif merupakan serangkaian proses yang berhubungan dengan
pengaturan diri sendiri dan sumber lainnya dalam rangka mencapai suatu
tujuan.

2. Fungsi eksekutif terdiri dari empat komponen yaitu volition (kemauan),


planning (perencanaan), purposive action (bertujuan) dan effective
performance (pelaksanaan yang efektif).

3. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif salah


satunya adalah fungsi eksekutif.

4. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.


5. Tanda dan gejala demensia dapat dibagi dua yaitu demensia stadium dini
dan demensia stadium lanjut.

6. Demensia dapat dibagi atas demensia dapat pulih (reversibel), demensia


tidak dapat pulih (irreversibel) dan demensia menetap.

7. Diagnosis dini demensia menjadikan prognosisnya penderita lebih baik.


8. Penanganan demensia harus secara holistik dari berbagai profesi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Demensia. Jakarta; 2006.
2. World Health Organization. Dementia around the world. 2000.

3. Alzheimers Disease International [Internet]. Australia: Alzheimers Disease


International;

2006

[cited

2016

January

2].

Available

from:

http://www.alzheimers.org.au
4. Hartati S, Widayanti CG. Clock drawing: asesmen untuk demensia. Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro: Jurnal Psikologi Undip Volume 7 Nomor 1;
2010.
5. Maftukhah. Jurnal hubungan antara status demensia dengan disabilitas
fungsional

pada

lansia

di

desa

Gonilan

Kartasura.

Universutas

Muhammadiyah Surakarta; 2013.


6. Tantomi AI, Baabdullah AO, Sagita A. Jurnal tren fenomena PisiDi (Pikun
Usia Dini) sebagai dugaan awal gejala demensia di kota Malang. Universitas
Islam Malang.
7. Cicerone KD, Mott T, Azulay J. A randomized controlled trial of holistic
neuropsychologic rehabilitation after traumatic brain injury. Archives of
Physical Medicine and Rehabilitation; 2008.
8. Earl KM, Cohen JD. An integrative theory of prefrontal cortex function.
Annual review of neuroscience; 2001.
9. Elliot R. Executive function and their disorder imaging in clinical
neuroscience. Br Med Bull; 2003.
10. Norman DA, Shallice T. Attetion to action: Willed and automatic control of
behaviour. In R. J. Davidson, G. E. Schwatz & D. Saphiro (Eds),
Consciousness and self-regulation. New York: Plenum; 1986.
11. Kennedy MRT, Coelho C. Self-regulation after traumatic brain injury: A
framework for intervention of memory and problem solving. Seminars in
Speech and Language; 2005.
12. Stuss DT. Self, awareness, and the frontal lobes: A neuropsychological
perspective. In J. Strauss & G. R. Geothals (Eds.), The Self: Interdisciplinary
approaches. New York: Springer-Verlag; 1991.
13. Ylvisaker M, Szekeres S, Feeney T. Communication disorders associated with
traumatic brain injury. In R. Chapey (Ed.), Language intervention strategies in
aphasia related neurogenic communication disorders. Baltimore: Lippincott,
Willians and Wilkins; 2001.

14. Zelazo PD. Executive functioning part two: The development of executive
functioning in infancy, early childhood and across lifespan; 2010.
15. Purdy M. Executive functions: Theory, assessment and treatment. In M.
Kimbarow (Ed.), Cognitive communication disorders. New York: Plural
publishing; 2011.
16. Haskin EC. Cognitive Rehabilitation Manual: Translating evidenced-based
recommendations into practice. Restopn, VA: ACRM Publishing; 2012.
17. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010.
18. Wiwik SN. Demensia. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
19. Purnakarya I. Peran zat gizi makro terhadap kejadian demensia pada lansia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 3 Nomor 2; 2009.
20. Memory

Disorders

[image

on

the

Internet].

Available

from:

http://gabehavioural.comMemory%20disorders.htm
21. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia [Internet]. Available from:
http://www.idijakbar.com.prosiding/delirium.htm
22. Maslim R. Penggunaan obat psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2014.
23. Kaplan H, Sadock BJ, Sadock VA. Comprehensive textbook of psychiatry. 8 th
ed. Lippincot, Williams, & Wilkins; 2004.
24. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorder. 17th ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing; 2013.

Anda mungkin juga menyukai