Anda di halaman 1dari 9

Literature Review:

Penilaian Fungsi Kognitif pada Pasien Skizofrenia


Afina Najwa MK , Fardizia Putri Alia1, Shifa Farahdilla Tifarin1, Happy Indah Hapsari2, Dearisa Surya
1

Yudhantara2
1
Pend. Profesi Dokter, Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
2
Supervisor, Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
*Corresponding author, email: drdsyudhantara.fk@ub.ac.id
phone: +62-85649559376

Abstrak

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang parah dan kronis, mempengaruhi ~ 1% populasi di
seluruh dunia, merupakan sindrom yang mencakup berbagai gejala. Selain gejala psikotik, perburukan (defisit)
fungsi kognitif merupakan salah satu gejala inti dari skizofrenia dan banyak dialami oleh orang dengan
skizofrenia (ODS). Disfungsi kognitif berimplikasi pada outcome fungsional. Terdapat bukti nyata yang
menunjukkan bahwa pasien dengan skizofrenia menunjukkan gangguan di berbagai domain kognitif, seperti
working memory, fungsi bahasa, fungsi eksekutif, memori episodik, pemrosesan kecepatan, perhatian, inhibisi
dan pemrosesan sensorik. Perburukan fungsi tersebut berbasis luas dengan berbagai tingkat defisit dalam semua
domain kemampuan dan hadir sejak onset pertama psikosis.Sehingga, The ICD-11 Classification of Mental and
Behavioural Disorders menyarankan untuk mengganti subtipe skizofrenia menjadi enam penentu gejala (positif,
negatif, manik, gejala psikomotorik, dan gangguan fungsi kognitif) dan menetapkan gangguan fungsi kognitif
merupakan bagian dari penentu spektrum gejala skizforenia, dalam susunan baru DSM5 pada bagian III
(Emerging Measures and Model) penilaian kognitif telah dimasukkan dalam “Clinician-rated dimensions of
psychosis symptom severity”. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif
dengan activity of daily living (ADL), dimana semakin defisit fungsi kognitif akan menurunkan kemampuan
ADL pasien. Oleh karena itu, perlu mengetahui instrumen penilaian fungsi kognitif pada pasien skizofrenia
untuk menentukan langkah terapi yang tepat dan mengukur status kognitif saat ini dan perubahan yang terkait
dengan keterampilan ADL pada ODS.
Kata kunci : Schizofrenia, Fungsi Kognitif, Instrumen Penilaian

Pendahuluan
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit
yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada interaksi pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya
(Maslim, 2013). Skizofrenia umumnya ditandai oleh gejala positif, seperti halusinasi dan waham; gejala negatif
seperti hilangnya motivasi dan kemiskinan pembicaraan; defisit kognitif, seperti masalah dalam perhatian,
memori dan pemecahan masalah; serta kesulitan psikososial (Saddock, et al., 2015).Angka kejadian gangguan
ini cukup tinggi berkisar antara 50-80 persen, tergantung pada keparahan penyakit.
FDA berpendapat bahwa pengenalan gangguan kognitif dalam diagnostik akan menjadi langkah
penting dalam memilih obat untuk indikasi peningkatan kognitif bagi pasien skizofrenia. Sejumlah besar
perusahaan farmasi dan badan pemerintah terlibat dalam pekerjaan intensif untuk mengembangkan senyawa
yang dapat meningkatkan kognisi penderita skizofrenia. Namun, jika dokter tidak dilatih untuk mengenali
defisit kognitif dari gejala psikotik, manfaat besar potensial bagi pasien akan terlewatkan (Targum dan Keefe,
2008).
Untuk mengetahui fungsi kognitif pada pasien dengan skizofrenia diperlukan instrument uji kognitif
pada pasien. Pemeriksaaan neurokognitif sering menilai lebih dari satu domain dari fungsi sehari-hari pasien.
Terdapat banyak alat ukur atau alat skrining untuk menilai fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia (Keefe, 2012
dan Keefe et al., 2015) antara lain The Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia (BACS), Screen for
Cognitive Impairment (SCIP), Narrative of Emotions Task (NET), Montreal Cognitive Assessment (MoCA),
Mini Mental State Examination (MMSE), Cognitive Assessment Interview (CAI), Schizophrenia Cognition
Rating Scale (SCoRS).
Diantara instrumen uji kognitif diatas, SCoRS dikembangkan untuk mengukur status kognitif saat ini
dan perubahan yang terkait dengan keterampilan ADL pada pasien dengan skizofrenia. ScoRS versi Indonesia
sudah banyak dipakai pada penelitian untuk menilai fungsi kognitif pada orang dengan skizofrenia di Indonesia
(Raharjo et al., 2008 dan Ririn et al., 2015).

Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan kesehatan mental kronis yang kompleks dan ditandai dengan berbagai
gejala, termasuk delusi, halusinasi, ucapan atau perilaku yang tidak teratur, dan gangguan kemampuan kognitif
(Patel et al, 2014). Istilah skizofrenia diterjemahkan secara kasar dari bahasa Yunani sebagai schizo
(perpecahan/split) dan phrenos (mind). Istilah ini diciptakan oleh Eugen Bleuler pada tahun 1908 dan
dimaksudkan untuk menggambarkan pemisahan fungsi antara kepribadian, pemikiran, dan memori seseorang.
Berdasarkan Bleuler terdapat gejala primer dan gejala sekunder pada gangguan skizofrenia. Gejala
primer yang terkait dengan skizofrenia meliputi ‘4A’ yaitu asosiasi, afek, autisme dan ambivalensi sedangkan
gejala sekunder pula adalah waham dan halusinasi (Kuhn, 2004).

Fungsi Kognitif
Kognitif adalah keseluruhan proses mental dalam memperoleh pengetahuan dan membuat seseorang
sadar akan lingkungan dan memungkinkan suatu penilaian yang tepat. Gambaran umum fisiologis dari
kemampuan kognitif yaitu otak mengintegrasikan, mengatur, memulai, dan mengontrol fungsi di seluruh tubuh,
yang mengacu pada persepsi, ingatan, penalaran dan kesadaran individu (Sadock et al., 2015)
Fungsi kognitif adalah penentu terkuat pemulihan fungsional karena memiliki efek penurunan
bertahap pada fungsi sosial dan pekerjaan pasien. Fungsi kognitif terbukti berhubungan dengan kemampuan
pasien dalam kepatuhan minum obat dan terkait dalam kemampuan pasien dalam mengelola obat. Gangguan
kognitif yaitu juga berkontribusi pada pola medik yang terkait dengan resiko kambuh (Harvey dan Green, 2014;
Keeve dan Harvey, 2012)
Beberapa tahun terakhir, banyak penelitian berhasil membuktikan bahwa defisit kognitif pada
skizofrenia berawal dari perubahan plastisitas pada otak yang timbul akibat abnormalitas perkembangan dari
neuron otak. Defisit tersebut berdampak 7 domain penting yang telah ditetapkan oleh NIMH-Measurement and
Treatment Research to Improve Cognition in Schizophrenia (MATRICS). 7 domain diantaranya adalah area
neurokognitif dan 1 domain lainnya adalah kognisi sosial. Area neurokognitif yang telah diidentifikasi sebagai
domain yang penting yaitu penalaran dan pemecahan masalah, kecepatan pemrosesan, perhatian dan
kewaspadaan, memori kerja, pembelajaran visual dan memori, pembelajaran verbal dan memori, pemahaman
verbal. Sedangkan area domain kognisi sosial terdiri pengolahan emosional, persepsi sosial, pengetahuan sosial,
attributional style dan Theory of mind (Ramsay et al.,2017; Nieto et al., 2013).

Neurokognitif
1. Perhatian dan kewaspadaan (Attention vigilance)
Perhatian dan konsentari melibatkan fokus pada kesadaran baik yang terkontrol maupun kesadaran
secara disengaja pada satu aktivitas. Kewaspadaan mengacu pada kemampuan seseorang dalam
mempertahankan perhatian dari waktu ke waktu.Perhatian yang terganggu membuat seseorang untuk tidak
memperhatikan, mengamati, fokus, dan berkonsentrasi pada realitas eksternal.
Defisit fungsi atensi dapat dilihat dari ketidakmampuan pasien membaca buku atau menonton tv
dalam waktu lama, perhatian juga dapat diperiksa dengan cara berhitung atau meminta pasien untuk mengeja
secara terbalik.
2. Kecepatan Pemerosesan Informasi
Kecepatan pemrosesan merupakan subsistem penyimpanan yang dikoordinasikan oleh pengelolalan
di pusat. Fungsi tersebut mewakili system aktif dalam pertahanan dan memanipulasi informasi yang
memberikan dasar bagi kemampuan kognitif secara lengkap. Kecepatan pemrosesan dapat mempengaruhi
kompetensi dalam berfikir.
3. Memori
Defisit fungsi memori telah menjadi salah satu deficit kognitif yang paling banyak dilaporkan pada
kasus skizofrenia. William James mengembangkan konsep memori menjadi memori primer dan memori
sekunder. Memori primer dihipotesis berhubungan dengan kejadian-kejadian yang bersifat seketika, sedangkan
memori sekunder diasumsi sebagai memori yang permanen atau sisa-sisa memori primer yang tidak terhapus.
Selain itu, memori dibagi menjadi beberapa jenis yaitu implisit dan memori eksplisit. Memori
Implisit merupakan rangsangan motorik yang tidak berhubungan dengan akses kesadaran. Sedangkan memori
eksplisit adalah merupakan rangsangan yang dipengaruhi oleh kesadaran. Memori eksplisit diklasifikasikan
menjadi tiga jenis yaitu memori episodik (memori untuk peristiwa tertentu), memorik semantik (memori tentang
fakta), dan prosedural yang ketiganya dikaitkan dengan akses kesadaran.
Working memory (WM) melibatkan berbagai operasi kognitif yang memerlukan kemampuan
penyimpanan dan pemrosesan secara bersama, WM adalah bentuk kompleks memori jangka pendek, di mana
informasi sensorik dapat dipegang dan dimanipulasi. Disfungsi WM telah dipostulasi menjadi fitur inti
skizofrenia. Pasien skizofrenia memiliki banyak kesulitan jika mereka diinterupsi, mereka akan melupakan apa
yang mereka kerjakan kemudian setelah di iterupsi meskipun interupsi tersebut hanya berlangsung singkat
4. Verbal Learning and memory dan pemahaman verbal
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik berulang.
Perilaku setiap hari, pola pikir, dan emosi diperoleh dari hasil pembelajaran. Proses belajar mempengaruhi
psikoterapi pada pasien dengan skozifrenia. Disfungsi pembelajaran pada skizofrenia erat kaitannya dengan
disfungsi dopamin pada ganglia basal dan sirkuit kortikostriatal. Pembelajaran verbal biasa lebih cenderung
pada kemampuan seseorang dalam menghafal kata-kata, rangasangan seperti gambar, bau dan lokasi dengan
cara mempelajari. Pemahaman verbal dikaitkan dengan pembicaraan pasien skizofrenia sering sekali kacau,
tidak logis, dan diluar kenyataan. Gangguan dalam pemrosesan informasi dapat menghasilkan komunikasi yang
tidak koheren. Ucapan adalah tanda proses kognitif, masalah dapat berbentuk asosiasi longgar, kata salad,
tangensialitas, ketidaklogisan, kemiskinan bicarab, blocking.
5. Visual learning and memory
Penilaian memori adalah komponen penting dalam evaluasi neurokognitif. Memori visual berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk mengingat informasi, aktivitas atau gambar yang telah dilihat sebelumnya.
Instrumen penialaian untuk visual learning lebih sedikit dari pada memori verbal. The Indiana Faces In Places
Test (IFIPT) adalah tes memori visual dapat digunakan pada skizofrenia. Defisit visual learning tidak separah
pada verbal learning. Visual learning lebih sensitif pada perubahan kognitif yang berkaitan dengan usia.
pembelajaran pengenalan wajah dialokasikan pada lobus temporal kanan dan telah terbukti sensitif terhadap
gangguan awal pada lansia karena kompleksitas rangsangan wajah.
6. Penalaran dan pemecahan masalah
Penalaran dan pengambilan keputusan berarti kemampuan seseorang mencari solusi dan membuat
pilihan. Pemecahan masalah adalah pemikiran yang terarah secara langsung untuk menentukan solusi/jalan
keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Teori Gestalt menyebutkan seseorang memerlukan pemahaman
‗insight‘ dalam memecahkan masalah, pengambilan keputusan yang mempengaruhi wawasan
seseorang.Ketidakmampuan mengambil keputusan salah satu masalah yang sering dialami oleh pasien dengan
skizofrenia yang ditandai dengan kesulitan untuk memulai tugas apapun, bahkan mereka terlihat frustasi untuk
memulainya.

Kognisi sosial
Kognisi merupakan kemampuan seseorang untuk membangun representasi dari hubungan antara diri
sendiri dengan orang lain, serta menggunakan representasi tersebut secara fleksibel untuk membentuk prilaku
sosial. Kognisi sosial biasanya mencakup pada prilaku mengamati, menafsirkan dan menghasilkan tanggapan
terhadap emosi, niat, dan diposisi orang lain
1. Pengolahan emosional
Pengolahan emosional secara luas mengacu pada aspek memahami dan menggunakan emosi untuk
memfasilitasi fungsi adaptif. Salah satu model pemrosesan emosional yang berpengaruh mendefinisikan
kecerdasan emosional‘ sebagai seperangkat keterampilan yang menggabungkan emosi dan kognisi. Model ini
terdiri dari komponen pemrosesan emosional, termasuk mengidentifikasi, memfasilitasi, memahami, dan
mengelola emosi.
2. Persepsi Sosial
Persepsi sosial mengacu pada kemampuan seseorang untuk menilai isyarat sosial dari informasi
kontekstual dan gerakan komunikatif, termasuk kesadaran akan peran, aturan, dan sasaran yang biasanya
menggambarkan situasi sosial dan memandu interaksi sosial. Dalam tugas-tugas persepsi sosial, peserta harus
memproses isyarat nonverbal, paraverbal dan / atau verbal untuk membuat kesimpulan tentang situasi sosial
yang kompleks atau ambigu. Individu dapat diminta untuk mengidentifikasi fitur interpersonal dalam situasi
seperti keintiman, status, keadaan mood dan kejujuran.
3. Pengetahuan Sosial
Area ini mengacu pada kesadaran akan peran, aturan, dan tujuan yang mencirikan situasi sosial dan
memandu interaksi sosial.

4. Attributional style
Attributional style mengacu pada bagaimana individu secara karakteristik menjelaskan penyebab
peristiwa positif dan negatif dalam kehidupan mereka. Atribusi dapat diukur dengan kuesioner atau dinilai dari
transkrip interaksi. Dalam penelitian skizofrenia, aspek kognisi sosial ini telah dipelajari terutama dalam
konteks memahami mekanisme psikologis delusi penganiayaan dan keyakinan paranoid. Misalnya, individu
dengan delusi penganiayaan mungkin cenderung menyalahkan orang lain daripada situasi untuk peristiwa
negatif, gaya atribusi yang dikenal sebagai 'bias personalisasi'.
5. Teori Pikiran
Teori pikiran biasanya melibatkan kemampuan untuk menyimpulkan niat, disposisi dan keyakinan
orang lain. Proses yang biasanya terkait dengan ini melibatkan kemampuan untuk memahami keyakinan,

petunjuk, niat, humor, tipuan, metafora, dan ironi yang salah. Pasien skizofrenia secara konsisten menunjukkan
defisit pada berbagai tugas yang diyakini melibatkan kemampuan yang terkait dengan Theory of mind
(Aristiani, 2019)

Penilaian Fungsi Kognitif


Saat mengevaluasi pasien dengan skizofrenia, dokter harus memulai dengan penilaian umum untuk
menetapkan fungsi kognitif rata-rata pasien. Dokter harus mencari tahu seberapa baik kinerja pasien di sekolah
atau tempat kerja dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya.  Sejumlah tes yang ditetapkan
tersedia untuk membantu dokter dalam mengevaluasi kognitif dan neuropsikologis status individu dengan
skizofrenia.
1. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)and Wechsler Memory Scale (WMS). WAIS dan
WMS dikembangkan untuk digunakan dalam populasi yang sehat dan alat yang paling sering
digunakan untuk menilai kecerdasan dan memori pada individu sehat.
2. Repeatable Battery for the Assessment of the Neuropsychological Status (RBANS). RBANS adalah
awalnya dikembangkan untuk memberikan instrumen yang sensitif, namun sebelumnya tes ini untuk
deteksi dini demensia. Randolph dan rekan menemukan RBANS itu cukup sensitif untuk mendeteksi
dan membedakan tipe yang berbeda demensia bahkan pada pasien yang hanya mengalami gangguan
ringan. Meskipun instrumen ini dirancang untuk digunakan pada pasien dengan demensia, 5 domain
kognitif yang dinilai juga sering terkena pada penderita skizofrenia. Wilk dan rekan menggunakan
RBANS untuk menilai kognisi pada 181 pasien dengan skizofrenia dan gangguan skizoafektif. Mereka
menemukan bahwa RBANS dapat diandalkan dan sensitif cukup untuk membedakan antara pasien dan
kontrol yang sehat dan sangat cocok untuk administrasi penilaian berulang dan berkelanjutan.
3. MATRICS Consensus Cognitive Battery (MCCB).  MCCB dimulai oleh NIMH untuk membantu
pengembangan obat baru untuk skizofrenia yang akan meningkatkan kognisi. Menggunakan MCCB,
Kern dan rekan menemukan bahwa individu dengan skizofrenia sangat terganggu di semua 7 domain
kognitif saat dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Kerusakan terbesar ditemukan dalam domain
processing speed and working memory. Meskipun MCCB dikembangkan untuk mengukur kognisi
dalam uji coba agen farmakologis, juga bisa digunakan untuk menilai kognisi dalam pengaturan klinis
dan hasil remediasi kognitif.
4. Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia (BACS).  Keefe dan kolega membuat BACS untuk
memberikan instrumen penilaian itu sesingkat RBANS tetapi mencakup lebih banyak kognitif domain,
dengan fokus khusus pada domain yang paling terkait untuk hasil fungsional. Keefe dan
rekannya menemukan bahwa skor BACS secara signifikan berkorelasi dengan ukuran fungsional
kapasitas yang membuat instrumen ini secara khusus berguna untuk mengevaluasi aspek kognisi yang
terkait fungsi dunia nyata.
5. Brief Cognitive Assessment (BCA). Velligan dan rekan membuat BCA untuk menyediakan dokter
dengan alat yang akan membuat pengujian kognitif lebih layak dalam praktik klinis. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan penilaian yang singkat dan mudah untuk mengelola tanpa mengorbankan
validitas atau reliabilitas. BCA digunakan berulang kali untuk melacak perubahan fungsi kognitif dari
waktu ke waktu sehingga dokter dapat mendeteksi perubahan gejala dan menentukan kemanjuran
perawatan. Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mengelola, BCA siap sangat hemat waktu.
6. Schizophrenia Cognition Rating Scale (SCoRS). SCoRS dikembangkan oleh Keefe dan rekan agar
dokter dapat menilai dengan andal peningkatan defisit neurokognitif seperti yang diamati oleh pasien
dan keluarga atau pengasuhnya. SCoRS adalah file penilaian berbasis wawancara yang terdiri dari 18
item terkait defisit kognitif dan pengaruhnta terhadap fungsi.
7. Mini Mental State examination (MMSE). MMSE adalah alat ukur singkat yang sering digunakan
untuk mengevaluasi fungsi kognitif. Instrumen ini dikembangkan untuk menilai 5 domain kognisi
yakni orientasi berkaitan dengan waktu dan tempat, registrasi kata, perhatian dan kalkulasi, ingatan,
dan bahasa. MMSE adalah alat skrining yang divalidasi dan efektif untuk gangguan kognitif pada
geriatri, komunitas, dan orang dewasa yang dirawat di rumah sakit.

Terapi
Obat antipsikotik konvensional memberikan sedikit manfaat di seluruh domain kognitif dan sering
menghasilkan efek samping ekstrapiramidal yang membutuhkan pengobatan ankolinergik yang merusak
memori seseorang. Munculnya obat antipsikotik generasi kedua (atipikal) telah menghasilkan beberapa
publikasi yang mengamati peningkatan kognitif dengan pengobatan antipsikotik atipikal. Perubahan ini
menunjukkan hasil lebih baik dari penggunaan placebo dan obat antipsikotik konvensional namun tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan (Bowie, 2006).
Sebuah studi menunjukkan bahwa obat antipsikotik yang lebih baru termasuk paliperidone,
lurasidone, aripiprazole, ziprasidone dan BL-1020, telah menunjukkan kemungkinan manfaat kognitif daripada
antipsikotik atau placebo lainnya pada pasien dengan skizofrenia dalam beberapa ujian klinis (Hsu, 2018).
Peningkatan kesadaran atas keseriusan disfungsi kognitif pada skizofrenia telah memicu upaya besar untuk
menemukan obat baru khusus untuk memulihkan fungsi kognitif. Beberapa obat yang sedang diselidiki
menarget sinyal seluler, LTP (long term potentiation) dan LTD (long-term depression), sinkronisasi jaringan,
pelepasan transmitter dan formasi dendrite spine. Namun, masih tidak banyak yang menunjukkan hasil yang
positif untuk obat pro-kognitif (Mihaljevic-Peles, 2019).
Selain obat-obatan yang baru, intervensi lain yang lebih tersedia seperti terapi perilaku kognitif,
psikoedukasi, dan latihan keterampilan social dapat digunakan untuk meningkatkan defisit kognitif pada
skizofrenia. Intervensi psikologis konvensional telah gagal mengatasi defisit kognitif pada skizofrenia tetapi
terapi remediasi kognitif telah menunjukkan hasil yang baik untuk meningkatkan fungsi kognitif seseorang.
Remediasi kognitif adalah intervensi berbasis pelatihan perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan
proses kognitif (perhatian, memori, fungsi eksekutif, kognisi social dan metakognisi). Strategi remediasi
memiliki dua model yaitu kompensasi dan restoratif. Perawatan kompensasi bertujuan untuk menghilangkan
atau melewati defisit kognitif yang tertentu. Kemampuan kognitif residual dikombinasikan dengan lingkungan
individu, contohnya menyederhanakan rutin harian dan meningkatkan kepatuhan. Metode restoratif pula
berbasis platisitas neuron yang memungkinkan kapasitas otak untuk dibaiki dan memperbaiki defisit yang
tertentu.
Berbagai metode remediasi kognitif yang berbeda telah dijelaskan dalam beberapa literature
penelitian. Biasanya, remidiasi kognitif diambil dalam bentuk latihan yang berulang di komputer atau
menggunakan kertas dan pensil yang menargetkan keterampilan khusus seperti perhatian, memori verbal dan
memori kerja. Latihan yang terbaru paling sering digunakan adalah latihan computerized yang telah didapatkan
bahwa memiliki keuntungan menjadi standard dan lebih efisien. Program seperti Cogpack dan CogRehab terdiri
dari serangkaian program berbasis computer yang membahas berbagai fungsi kognitif. Domain kognitif
termasuk memori, perhatian, pemrosesan informasi visual, bahasa dan fungsi motorik ditargetkan untuk dilatih
secara interaktif. Remediasi kognitif biasanya berlangsung selama 48 minggu jika selesai secara keseluruhan.
Waktu rapat bervariasi tetapi biasanya satu kali seminggu selama 2-4 jam (Galletly, 2013)
Kesimpulannya, kombinasi farmakoterapi dan remediasi kognitif atau pendekatan yang serupa dapat
menunjukkan hasil yang baik untuk pemulihan keseluruhan pada skizofrenia (Mihaljevic-Peles, 2019).

Kesimpulan
Skizofrenia adalah gangguan kesehatan mental kronis yang kompleks dan ditandai dengan berbagai
gejala, salah satunya adalah gangguan kemampuan kognitif. Gangguan kognitif dalam diagnostik akan menjadi
langkah penting dalam memilih obat, oleh karena itu perlu dilakukan uji kognitif untuk menilai fungsi kognitif
pada pasien skizofrenia. Uji kognitif meliputi pemeriksaaan neurokognitif yang sering menilai lebih dari satu
domain dari fungsi sehari-hari pasien. Terdapat berbagai macam alat ukur dalam uji kognitif, hal ini disesuaikan
dengan gejala klinis pasien dalam pemilihan penggunaannya. Namun, yang sudah mulai banyak dikembangkan
di Indonesia adalah Mini Mental State Examination (MMSE) dan Schizophrenia Cognition Rating Scale
(SCoRS).

Daftar Pusaka
Aristiani H. 2019. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Activity of Daily Living Pada Klien dengan Skizofrenia di
Ruang Rawat Inap Rsjd Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Departemen Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Bowie C.R and Harvey P.D. 2006. Cognitive Deficits and Functional Outcome in Schizophrenia.
Neuropsychiatric Disease and Treatment. 2(4):531-536
Galletly C and Rigby A. 2013. An Overview of Cognitive Remediation Therapy for People with Severe Mental
Illness. International Scholarly Research Notices [Internet]. Available from:
https://doi.org/10.1155/2013/984932
Harvey PD, Green MF. 2014. Cognition in schizophrenia: Past, present, and future. Schizophr Res Cogn
[Internet]. 1(1):1–21. Available from: http://gen.lib.rus.ec/scimag/?q=Cognition+in+schizophrenia%
3A+Past%2C+present% 2C+and+future
Hsu WY., Lane HY., Lin CH. 2018. Medications Used for Cognitive Enhancement in Patients With
Schizophrenia, Bipolar Disorder, Alzheimer’s Disease, and Parkinson’s Disease. Front Psychiatry.
9:91
Keefe R. 2012. Guide to assessment scales in schizophrenia. In: Curtis T, editor. 3rd ed. London: Springer
Healthcare. Available from: https://doi.org/10.1007/978-1- 908517-71-5 61.
Keefe RSE, Davis VG, Spagnola NB, Hilt D, Dgetluck N, Ruse S, et al. 2015. Reliability, validity and
treatment sensitivity of the schizophrenia cognition rating scale. Eur Neuropsychopharmacol [Internet].
25(5):176–84. Available from: https://doi.org/10.1016/j.euroneuro.2014.06.009
Keefe RSE, Harvey PD. 2012. Cognitive Impairment in Schizophrenia. In: Geyer M, Gross G, editors.
Handbook of Experimental Pharmacology 213. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. p. 11–38.
Kuhn R. Eugen Bleuler’s. 2004. Concepts of Psychopathology. History of Psychiatry. 15(3):361-366
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Mihaljevic-Peles A., Janovic M.B., Sagud M., Zivkovic M., Janovic S., Jevtovic S. 2019. Cognitive Deficit in
Schizophrenia: An Overview. Psychiatria Danubina. 31(2):S139-142
Nieto R, Kukuljan M, Silva H. 2013. BDNF and schizophrenia: from neurodevelopment to neuronal plasticity ,
, learning , and memory. Front Psychiatry [Internet]. 5(45):1–11. Available
from:https://doi.org/0338 9/fpsyt.2013.00045
Ong, H.L., Subramaniam, M., Abdin, E., Wang, P., Vaingankar, J.A., Lee, S.P., Shafie, S., Seow, E. and
Chong, S.A., 2016. Performance of Mini-Mental State Examination (MMSE) in long-stay patients
with schizophrenia or schizoaffective disorders in a psychiatric institute. Psychiatry research, 241,
pp.256-262.
Patel K.R., Cherian J., Gohil K., Atkinson D. 2014. Schizophrenia: Overview and Treatment Options.
Pharmacy and Therapeutics. 39(9):638-645
Raharjo S, Herdaetha A, Sudiyanto A. 2008. Uji validasi schizophrenia cognition rating scale versi Indonesia.
1– 21. 63.
Ramsay IS, Nienow TM, Marggraf MP, MacDonald AW. 2017. Neuroplastic changes in patients with
schizophrenia undergoing cognitive remediation: Triple-blind trial. Br J Psychiatry.210(3):216–22.
49.
Ririn Lestari D, Mulyani Y, 2015. Terapi melukis terhadap kognitif pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum. Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. 2015. Synopsis of psychiatry [Internet]. Kaplan Sadock´s Synopsis of
Psychiatry. 387-391 p. Available from:
http://library1.org/_ads/2A3638ECA59C28555960DBD429091789
Schulz, S.C. and Murray, A., 2016. Assessing cognitive impairment in patients with schizophrenia. The Journal
of clinical psychiatry, 77(suppl 2), pp.3-7.

Anda mungkin juga menyukai