Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT PSIKOTIK

FAKULTAS KEDOKTERAN Senin, 17 Juli 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

MANFAAT TERAPI REMEDIASI KOGNITIF TERHADAP PASIEN


SKIZOFRENIA

Dibawakan Oleh :
dr. Yudhistira Rizky Ridhallah

C065221004

Pembimbing :
dr. Erlyn Limoa, Sp. KJ, Ph.D

Penasehat Akademik:
dr. Wempy Thioritz, Sp.KJ, (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan Referat Psikotik dengan judul
"Manfaat Terapi Remedias Kognitif Terhadap Pasien Skizofrenia" pada Konferensi
Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :

Hari : Senin
Tanggal : 17 Juli 2023
Pukul : 12.00 WITA - Selesai
Tempat : Ruang Pertemuan Psikiatri RSKD Prov. Sulsel

Makassar, 17 Juli 2023

Penasehat Akademik, Pemimbing,

dr. Wempy Thioritz, Sp. KJ (K) dr. Erlyn Limoa, Sp. KJ, Ph.D
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI ..........................................................................................................1
BAB I .....................................................................................................................1
BAB II ....................................................................................................................4
2.1 SKIZOFRENIA ................................................................................................4
2.2 PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA SKIZOFRENIA .......................4
2.3 FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN SKIZOFRENIA..................................5
2.3.1 Fungsi Atensi .................................................................................................5
2.3.2 Fungsi Memori ..............................................................................................5
2.3.3 Fungsi Eksekutif ............................................................................................6
2.3.4 Fungsi Kognitif Sosial ...................................................................................6
2.4.1 Teori Defisit Kognitif dan Neuroplastisitas ..................................................7
2.4.2 Teori Defisit Kognitif dan Neuroinflamasi ...................................................8
2.4.3 Pengaruh Disfungsi Kognitif Terhadap Status Fungsional ...........................9
2.5 REMEDIASI KOGNITIF ..............................................................................10
2.5.1 Pengertian Remediasi Kognitif....................................................................10
2.5.2 Tujuan Remediasi Kognitif .........................................................................10
2.5.3 Teknik Remediasi Kognitif .........................................................................11
2.5.4 Syarat bisa dilakukan remediasi kognitif ....................................................15
2.5.5 Respon Remediasi Kognitif Terhadap Skizofrenia .....................................16
BAB III .................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

1
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan penyakit yang menyebabkan berbagai disabilitas-disabilitas


pada penderitanya. Salah satu penyebab utama disabilitas tersebut disebabkan oleh gangguan
kognitif, dimana Aspek kognitif ini sangat berperan dalam menentukan outcome fungsi
penderita skizofrenia. Kemampuan kognitif memegang peran penting terhadap fungsi
penderita skizofrenia dalam segala aspek kehidupan. Gangguan fungsi kognitif pada
skizofrenia berhubungan dengan outcome fungsional yaitu hambatan fungsi penderita di
masyarakat, kesulitan dalam memecahkan masalah, penurunan keberhasilan dalam program
rehabilitasi dan ketidakmampuan mempertahankan pekerjaan.13

Kognisi merupakan target untuk intervensi mengingat hubungannya dengan hasil dan
kesembuhan pada beberapa penyakit. Hubungan kognitif dan hasil paling terlihat pada
schizophrenia dimana hal ini terlihat sebelum gangguan, lebih berkaitan dengan hasil dan juga
keterbatasan pemulihan walaupun berbagai Upaya lain telah dilakukan. Kerusakan ini meliputi
berkurangnya tingkat inteligensi dalam kapasitas intelektual general, dan pada bagian-bagian
tertentu seperti ingatan, atensi, kecepatan proses berpikir, fungsi eksekutif dan kognisi sosial.
Pada umumnya orang-orang dengan skizofrenia menunjukan peningkatan kerusakan
signifikan dibandingkan penyakit lain yang juga menyebabkan kerusakan fungsi kognitif.
Berkurangnya fungsi kognitif biasanya muncul lebih awal pada jalur penyakit (bahkan
sebelum episode psikotik pertama), yang tetap ada bahkan ketika periode remisi. Hal ini
merupakan sesuatu yang dapat memprediksi prognosis pada pasien yang menderita
skizofrenia..

Remediasi kognitif merupakan metode yang dapat digunakan pada penderita skizofrenia
yang sangat membantu dalam meningkatkan kemampuan kognitif sehingga dapat mencapai
pemulihan fungsional baik dalam pekerjaan, akademik maupun kehidupan sehari–hari.
Menurut The Cognitive Remediation Experts Workshop tahun 2010, di Florence Italia,
remediasi kognitif adalah suatu intervensi yang berdasarkan latihan perilaku yang bertujuan
untuk memperbaiki proses kognitif (meliputi atensi, memori, fungsi eksekutif, kognisi sosial
dan metakognisi) yang bersifat umum dan dapat bertahan lama 18 . Perkembangan remediasi
kognitif didorong oleh banyaknya penelitian mengenai pentingnya fakt or kognitif terhadap
2
fungsi sosial, peran kognitif terhadap outcome rehabilitasi dan keluhan dari penderita
skizofrenia yang mengalami gangguan fungsi kehidupan sehari-hari akibat penurunan fungsi
kognitif18. Pendekatan praktis dari remediasi kognitif pada penderita skizofrenia dapat berupa
berbagai macam bentuk latihan yang bertujuan untuk menentukan ranah kognitif yang menjadi
target tumbuhnya neuroplastisitas otak.. Terapi remediasi kognitif dianggap sebagai metode
terapi yang lebih aman, sederhana dan tidak memerlukan biaya mahal dibandingkan dengan
terapi farmakologi13

Referat ini akan membahas mengenai fungsi remediasi kognitif pada penderita
skizofrenia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SKIZOFRENIA

Skizofrenia secara terminologi, merupakan gabungan dua kata yaitu “schizo” yang
artinya perpecahan split dan “phrenos” yang artinya pikiran.. Skizofrenia adalah suatu
sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai
oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi dan perilaku. 12

Masih belum jelas asal usul dari penyakit skizofrenia ini akan tetapi skizofrenia
dihipotesa memiliki hubungan dengan factor genetika, faktor riwayat perinatal dan gestasi,
faktor stressor psikososial dan faktor neurokimiawi (hipotesis dopamin dan hipotesis
serotonin). 12

2.2 PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA SKIZOFRENIA

Awalnya penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia disebut sebagai “demensia


praecox” oleh Kraepelin karena gejala deteriorisasi fungsi kognitif usia muda yang biasanya
terlihat pada penderita skizofrenia. Diakibatkan oleh dominannya gejala tersebut, kemudian
diusulkan menjadi komponen penting dari skizofrenia Disfungsi kognitif pada pasien
skizofrenia memiliki prevalensi yang sangat tinggi, diperkirakan 98% pasien skizofrenia
menunjukkan adanya perburukan fungsi kognitif. Perburukan ini sangat mudah teridentifikasi
pada awal perjalanan penyakitnya, sebelum mendapatkan terapi antipsikotik dan akan terus
menetap sepanjang perjalanan skizofrenia. Hal inilah yang menjadi dasar utama yang
menekankan bahwa disfungsi kognitif menjadi inti dari skizofrenia10

4
2.3 FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN SKIZOFRENIA

2.3.1 Fungsi Atensi

Fungsi atensi merupakan kemampuan pasien skizofrenia untuk memusatkan perhatian


pada suatu hal. Pada penderita skizofrenia biasanya tidak lazim ditemukan disfungsi pada
fungsi atensi. Hal ini dipaparkan oleh Posner dan Petersen (1999), yang membagi fungsi atensi
menjadi 3 fungsi utama yaitu kewaspadaan, orientasi dan kontrol eksekutif. Kewaspadaan
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan suatu kondisi
sensitivitas yang tinggi terhadap stimulus yang datang. Orientasi didefinisikan sebagai proses
memilih informasi dari input sensoris, sedangkan kontrol eksekutif adalah mekanisme untuk
memantau dan mengatasi konflik yang timbul dalam pikiran dan perasaan kemudian
memberikan respons yang sesuai.4
Penderita skizofrenia biasanya memiliki masalah sehari-hari terkait kemampuan
menyelesaikan konflik dan ketidakmampuan memberikan respon yang adekuat. Hal ini
disebabkan karena penderita skizofrenia memiliki gangguan disfungsi atensi pada kontrol
eksekutif dimana kontrol eksekutif ini berkaitan erat dengan memori kerja, perencanaan,
peralihan dan kontrol inhibisi.4

2.3.2 Fungsi Memori

Fungsi memori merupakan bagian kognitif yang berkaitan dengan ingatan, dimana
fungsi memori terbagi menjdi 3 yaitu memori jangka panjang, jangka sedang, jangka pendek.
Pada penderita skizofrenia, sering sekali ditemukan adanya disfungi dalam mengingat
Kembali memori jangka panjang. Memori jangka panjang diklasifikasikan lagi menjadi 2 tipe,
yaitu memori deklaratif dan memori nondeklaratif. Memori deklaratif terdiri dari memori
episodik (memori untuk peristiwa tertentu) dan memori semantik (memori tentang fakta),
sedangkan memori nondeklaratif terdiri dari memori untuk kondisi yang klasik, memori
belajar, memori tentang hal yang mendasar dan memori prosedural. Tidak seperti memori
deklaratif, memori nondeklaratif biasanya terjadi tanpa disadari dari semua hal yang
dipelajari. Pada pasien skizofrenia, tampak lebih dominan dengan adanya defisit dalam
memori deklaratif..4

5
Pasien skizofrenia juga mengalami defisit dalam fungsi memori kerja. Memori kerja
adalah suatu sistem atau mekanisme untuk mengolah informasi yang ada, mempertahankan
dan memperbaharui informasi tersebut dalam waktu yang singkat. Pasien skizofrenia memiliki
banyak kesulitan jika mereka diinterupsi, mereka akan melupakan apa yang akan mereka
kerjakan kemudian setelah adanya interupsi, meskipun interupsi tersebut hanya berlangsung
sangat singkat. 4

2.3.3 Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif merupakan kelompok fungsi kognitif tertinggi pada korteksprefrontal


dan bisanya disebut dengan istilah “Fungsi Lobus Frontalis”. Menurut Smith, E.E. dan
Jonides, J. (1999), fungsi eksekutif meliputi kemauan/kehendak, perencanaan, kegiatan yang
bertujuan dan perilaku kontrol diri. Terdapat kunci komponen dari fungsi eksekutif yang
penting, yaitu :1). Atensi dan inhibisi, 2). Task management, 3). Perencanaan, 4). Monitoring
dan 5). Pengkodean temporal. Adanya perburukan pada salah satu kompenen tersebut dapat
menyebabkan perburukan pada fungsi kognitif seseorang. Pasien skizofrenia menunjukkan
adanya defisit pada multikompenen dari fungsi eksekutif yang ada.4

2.3.4 Fungsi Kognitif Sosial


Fungsi kognitif sosial didefinisikan sebagai rangkaian proses dan fungsi yang dimiliki
oleh seseorang untuk mengerti dan memperoleh keuntungan dari hubungan interpersonal
dengan lingkungan sekitarnya. Pasien skizofrenia memiliki defisit dalam menampilkan afek
pada wajah dan kemampuan berbicara 4

Pada pertengahan abad 19, fungsi kognitif sosial mulai menjadi fokus utama dalam
beberapa penelitian karena fungsi kognitif sosial merupakan faktor yang dianggap dapat
menjelaskan adanya deteriorasi dalam fungsi sosial pasien skizofrenia. Fungsi sosial yang
buruk menjadi penyebab utama disability pada pasien skizofrenia.4

6
2.4 ETIOLOGI DAN DISFUNGSI PADA SKIZOFRENIA

2.4.1 Teori Defisit Kognitif dan Neuroplastisitas

Plastisitas neuron merupakan kemampuan neuron untuk merubah struktur, fungsi dan
konektivitasnya sebagai respon dari pengalaman seseorang. Beberapa tahun terakhir, banyak
penelitian yang berhasil membuktikan bahwa defisit kognitif pada pasien skizofrenia berawal
dari adanya perubahan plastisitas pada otak yang timbul akibat dari abnormalitas
perkembangan neuronotak. Hebb (1949) menyatakan bahwa plastisitas sinaptik memiliki
peran penting dalam perubahan dalam efektivitas sinaps, di mana stimulasi yang berulang dan
terus-menerus pada sel postsinaptik oleh sel presinaptik dapat meningkatkan kekuatan
fungsional dari sinaps yang menghubungkan mereka. Pada uji klinis yang dilakukan,
ditemukan bahwa Long Term Potentiation (LTP) yang bertanggungjawab untuk kemampuan
belajar dan memori seseorang. Sejak ditemukannya LTP ini, sejumlah mekanisme lain yang
mengindikasikan adanya plastisitas otak terus ditemukan, yang kemudian menunjukkan bahwa
terdapat interaksi yang begitu kompleks di antara berbagai jenis plastisitas dalam jaringan
neuron otak10
Abnormalitas neuroplasitisas neuron pada pasien skizofrenia biasanya menyebabkan
adanya konektivitas jaringan neuron yang abnormal sehingga menyebabkan perburukan dari
fungsi kognitif yang tidak lazim kita temukan pada pasien skizofrenia, hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan molekuler pada ekspresi mRNA untuk pembentukan neurotransmiter,
transporter dan reseptornya atau adanya perubahan pada ekspresi dan sekresi dari neurotropin
yang bertanggungjawab untuk perkembangan sirkuit neural dan memodulasi fungsi sinaps di
otak. 10
Menurut hipotesis neurodevelopmental, kurangnya dukungan yang adekuat pada masa
pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak selama fase intrauterin menimbulkan
terjadinya disorganisasi struktural dan konektivitas antar neuron di otak. Dengan adanya
perubahan Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada otak, pasien skizofrenia
mengalamigangguan pada mekanisme neuroplastisitas otak dan perubahan morfologikal dan
neurokemikal otak lainnya. BDNFmerupakan neurotropin yaitu suatu protein yang bertugas
untuk mengatur keberlangsungan hidup dan diferensiasi sel neuron, mengatur maturasi dan
stabilisasi selular dan pelepasan neurotransmiter, meningkatkan fungsi sinapsis antar neuron,
7
berperan penting pada neuroplastisitas di otak dan mengatur palstisitas neuron dopaminergik,
kolinergik dan serotonergik. Ekspresi BDNF dapat memberikan dampak yang positif dalam
pembentukan LTP (Long Term Potentiation) yang berperan dalam fungsi memori. Suatu
penelitian polimorfisme pada BDNF Val66met menyebabkan terjadinya perubahan volume
otak yang ditandai dengan penurunan volume gray matter pada lobus frontalis dan peningkatan
volume ada ventrikel lateralis. Rizos, et. al., 2011 melakukan penelitian yang menimpulkan
bahwwaa terdapat korelasi antara penurunan serum BDNF dan penurunan volume
hipokampal pada pasien skizofrenia.

Neuroplastisitas sel neuron inilah yang kemudian menjadi dasar pemulihan fungsional
sel neuron dalam berbagai kondisi klinis, tidak hanya untuk penyakit stroke, trauma kapitis,
cedera tulang belakang, bahkan dapat digunakan untuk gangguan neuropsikiatri seperti
skizofrenia. Defisit kognitif pada pasien skizofrenia dapat dikurangi dengan merancangkan
terapi fungsi kognitif untuk memperbaiki struktur otak dan integritas fungsional melalui
neuroplastisitas. Perbaikan klinis yang timbul menunjukkan adanya perubahan baik di tingkat
selular dan diantara konektivitas fungsional dari jaringan neuron diotak. 10

2.4.2 Teori Defisit Kognitif dan Neuroinflamasi

Teori neuroinflamasi mengemukakan bahwa, skizofrenia terjadi akibat adanya proses


inflamasi yang terjadi selama masa maternal. Resiko skizofrenia pada masa dewasa biasanya
meningkat jikat terdapat inflamasi yang disebabkan oleh infeksi atau autoimum pada trimester
kedua dimana infeksi yang dimaksud bisa melalui berbagai pintu masuk seperti saluran
pernapasa, saluran genitalia dan saluran reproduksi. Pada masa kehamilan, terdapat
kemungkinan besar peningkatan jumlah neuron dopaminergik pada janin dikarenakan
hubungannya dengan stimulasi imunitas maternal pada masa kehamilan. Produk degradasi dari
proses inflamasi ditemukan sekitar 50% pada otak dan cairan serebrospinal pasien skizofrenia.
Sitokin tipe 1 (IFN-gamma dan IL-2) dan tipe 2 (IL-6 dan IL-10) ditemukan meningkat pada
pasien skizofrenia yang belum mendapatkan terapi antipsikotik.
Selain itu penurunan neurotransmitter glutamat memiliki peran penting dalam kejadian
disfungsi kognitif pada skizofrenia. Penurunan ini terjadi dikarenakan terjadinya blockade
pada reseptor NMDA yang menyebabkan penurunan neurotransmitter glutaminergik. Asam
8
kirunerik berperan penting dalam hal ini dikarenakan perannya sebagai antagonis alami
NMDA. Hal ini memperkuat hubungan disgfungsi kognitif dengan peradangan dikarenakan
asam kirunerik meningkat sesuai dengan respon imun yang melibatkan sitokin tipe 2 (IL-
6 dan IL-10) dapat menghambat enzim indoleamine 2,3-dioxygenase (IDO) .
Peningkatan sitokin IL-8 selama kehamilan juga dikaitkan dengan peningkatan resiko
skizofrenia pada masa dewasa, hal ini dikarenakan adanya penurunan volume otak, terutama
pada area posterior cingulum kanan, korteks entorhinal dan peningkatan volume ventrikel

2.4.3 Pengaruh Disfungsi Kognitif Terhadap Status Fungsional


Disfungsi kognitif biasanya berujung pada ketidak mampuan pasisen untuk merawat diri
sehingga akan menyebabkan perburukan status fungsional atau kemampuan individu untuk
melakukan perawatan diri, pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari. Banyak penelitian yang
menunjukkan hubungan potong lintang antara kognitif dan status fungsional pasien
skizofrenia. Kemampuan atensi, memori kerja danj jngka panjang, kecepatan psikomotor dan
fungsi eksekutif terbukti secara berbeda-beda meramalkan fungsi sosial, keterampilan hidup,
fungsi okupasional, ketergantungan pada psikiater, gejala negatif dan pengalaman subjektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Heinrich (2004) menemukan bahwa perbaikan memori
berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup saat follow up. Penelitian yang dilakukan oleh
Wegener, et al. (2005) menyokong hipotesis bahwa defisit kognitif merupakan prediktor
kualitas hidup yang rendah.9
Meskipun hubungan antara disfungsi kognitif dan prognosis fungsi ditunjukkan secara
konsisten, namun mekanisme hubungan tersebut tidak diketahui. Kemampuan kognitif
mungkin memiliki hubungan langsung dengan status fungsional, namun mungkin juga
ada variabel perantara dalam hubungan tersebut. Variabel perantara tersebut misalnya
kognitif sosial (misalnya kemampuan mengidentifikasi emosi melalui wajah dan suara) atau
kemampuan belajar (kemampuan mempelajari informasi baru). Jika memang ada variabel
perantara tersebut, maka identifikasi variabel tersebut merupakan langkah penting dalam
memahami hubungan antara disfungsi kognitif dan status fungsional dan juga mengarahkan
pada target terapi.18

9
2.5 REMEDIASI KOGNITIF

2.5.1 Pengertian Remediasi Kognitif

Remediasi kognitif adalah suatu intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
neurokognitif pasien. Terapi remediasi kognitif pertama kali diperkenalkan di Australia oleh Ann
Delahunty pada tahun 1993 dan dilengkapi kembali oleh Til Wykes pada tahun 2008 dari Inggris.

2.5.2 Tujuan Remediasi Kognitif


Tugas remediasi kognitif yang diberikan dirancang agar dapat mengaktifkan sistem frontalis
dan temporalis dimana program ini melatih semua aspek fungsi kognitif. Medalia et,al (2020),
menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan peningkatan fungsional pada bagian kognitif, dibuat
singkatan SMART (Speed of processing, Memory, Attention, Reasoning. Tact/social cognition)
untuk merangkum setiap aspek kognitif17. Tujuan tersebut juga dibagi menjadi dua yaitu tujuan
dalam rana kognitif yang bersifat short term dan tujuan fungsional peserta. Berdasarkan
singkatan tersebut, tujuan remediasi kognitif dapat dijabarkan sebagai berikut:

Target Kognitif Tujuan Kognitif Tujuan Fungsional


Speed of processing Latihan untuk meningkatkan kecepatan Meningkatkan respon terhadap
(Kecepatan berpikir) respon yang cepat dan akurat berdasarkan berbagai skenario di lingkungan
stimuli auditorik dan visual dengan tepat dan membantu segala
aspek dari kehidupan sehari-hari

Memory (Ingatan) Latihan dengan melakukan tugas Meningkatkan ketahanan ingatan


menggunakan informasi visual dan verbal. dan proses mengingat kembali
Latihan untuk memfasilitasi kemampuan diperlukan untuk mengikuti
mengingat informasi yang didengar atau instruksi. Ingatan visual
dibaca membantu dalam menemukan
suatu objek dan menentukan rute
yang cepat untuk menyelesaikan
suatu tugas.
Attention (Atensi) Latihan berfokus pada tugas yang Berfokus pada informasi yang
berhubungan dengan informasi visual dan berhubungan dengan tugas yang
auditorik untuk meningkatkan periode sedang dilakukan sekaligus
waktu, mengidentifikasi pengecoh dan menghiraukan stimuli yang

10
membentuk strategi untuk tetap fokus pada irelevam sangat penting dalam
tugas yang sedang dilakukan pekerjaan sehari-hari
Reasoning (kemampuan Latihan untuk bekerja dengan mengatasi Logika dan kemampuan untuk
mengatasi masalah) masalah, peningkatan kesulitan tugas menyelesaikan masalah
dibutuhkan untuk membentuk dan
merencanakan penggunaan waktu,
peningkatan independensi dan
penyelesaian tugas dalam
pekerjaan
Tact/ Social cognition Belajar mengenai tujuan sosial, melihat Meningkatkan akurasi dari respon
(Kognisi sosial) respon sosial dan membuat keputusan terkait emosi dan sosial dan interpretasi
emosi, isi pikiran, kepercayaan dan tujuan yang baik akan meningkatkan
orang lain interaksi yang sesuai dalam
kehidupan sehari-hari

2.5.3 Teknik Remediasi Kognitif

Ada banyak pendekatan teknik remediasi. Masing-masing menekankan aktivitas, intensitas


intervensi dan model terapeutik yang berbeda. Target remediasi kognitif meliputi memori verbal,
kemampuan memecahkan masalah, fungsi eksekutif, atensi, ingatan, kognisi sosial, kemampuan
mengatasi masalah dan kecepatan berpikir. Strategi latihan cukup bervariasi, yakni dengan
menggunakan program komputer (computerized) dan latihan tanpa menggunakan komputer
(non-computerized) antara lain dengan latihan yang menggunakan produk edukasi komersial,
latihan dengan menggunakan kertas dan pensil untuk mengerjakan tes neurokognitif, diskusi
kelompok kecil dan latihan kognitif sosial secara naturalistik. Semuanya dapat diberikan secara
individual maupun dalam kelompok. Pendekatan holistik mengintegrasikan remediasi kognitif
dengan semua aspek kehidupan pasien.18
Salah satu bagian penting dari remediasi kognitif ialah Latihan kognitif yang bertujuan
untuk meningkatkan fungsi kognitif. Latihan tersebut biasanya dilakukan melalui Latihan-latihan
berulang dimana seorang pasien dipaparkan pada suatu stimuli secara terus menerus yang
berasosiasi dengan rana kognitif dan memproduksi aktivasi dari jaringan neuron yang
berhubungan dengan defisit kognitif. Para ahli meyakini bahwa sangat penting untuk peserta
Latihan untuk mengikuti beberapa repetisi Latihan untuk mempertahankan jaringan neuron
tersebut, menimbulkan perasaan percaya diri karena menguasai latihan tersebut dan
mefasilitasikan pembelajaran berbagai strategi untuk menyelesaikan latihan. .Latihan remediasi

11
kognitif meliputi rencana untuk membuat pasien tertarik. Para ahli juga merekomendasikan agar
terapis menngajarkan terlebih dahulu dan tidak menerapkan konsep “self learning” untuk
memastikan pemahaman yang adekuat mengenai fungsi dan mekanisme latihan tersebut melelaui
diskusi dan demonstrasi16.
Setiap latihan kognitif harus dijelaskan sebelum latihan dimulai. Sebaiknya juga diberikan
pekerjaan rumah seperti melakukan hal-hal yang berhubungan dengan latihan atau menerapkan
latihan pada kehidupan sehari-hari. Tingkat kesulitan masing-masing latihan biasanya
disesuaikan dengan respon individual peserta, jika peserta mampu melakukan latihan kognitif
pada tingkat kesulitan tertentu dengan baik, maka tingkat kesulitan akan dinaikkan atau
sebaliknya, hal ini dilakukan agar peserta merasa tertantang dan tertarik akan tetapi masih
mampu menyelesaikan latihan tersebut, meningjatkan kekuatan neuroplasitias, bahwa
pembelajaran merupakan sesuatu yang menarik, menantang dan bermanfaat16..
Beberapa ahli juga menitik beratkan pada pemberian respon timbal balik juga respon positif
terhadap latihan. Respon positif diberikan dengan respon yang berfokus pada perkembangan
latihan melalui tingkat kesulitan dan bukan mengenai performa peserta untuk meningkatkan
motivasi dan menghilangkan adanya kekecewaan aatu hilangnya minat jika performa
pesertatidak seperti yang diharapkan16.
Terapis harus bekerja Bersama peserta untuk menentukan tujuan yang memiliki hubungan
jelas dengan fungsi sosial dan berbagai tujuan jangka pendek yang bisa dicapai dan bisa
dievaluasi selama latihan berlangsung. Terapis diharapkan memfasilitasi dan melatih peserta
untuk meningkatkan performa kognitif,, tujuan untuk remediasi kognitif yang termasuk
didalamnya prosedur untuk memfasilitasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
strategi kognitif. Peserta dengan skizofrenia biasanya tidak menyadari bahwa biasanya mereka
hanya menggunakan strategi terbatas unutuk mengatasi tugas kognitif dan hal ini sangan
inefesien dan kaku. Latihan remediasi kognitif meliputi memberikan kesempatan kepada peseta
untuk mengidentifikasi dan memonitor berbagai strategi yang bisa dilakukan peserta dalam
latihan kognitif dan diharapkan memiliki forum antar peserta yang bisa digunakan untuk berbagi
dan saling membantu.
Medialia et, al (2020), juga menekan kan pada pentingnya melihat peserta latihan remediasi
kognitif pada tingkat personal untuk meningkat hasil dari latihan tersebut:
1. Memperhatikan kebutuhan kognitif masing-masing individu
Remediasi kognitif baiknya menyesuaikan rencana terapi sesuai dengan kebutuh
tertentu (prioritas) dari masing-masing peserta. Setelah menilai tingkat kognitif
seseorang, latihan mungkin akan dipilih untuk mencapai kemampuan kognitif tertentu

12
dalam konteks bakat dan kelemahan peserta latihan. Penelitian menunjukan bahwa
memberikan latihan yang disesuaikan pada tiap-tiap peserta akan memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan memberikan semua peserta latihan yang sama.
2. Memperhatikan mengenai pembatas psikologis
Tidak jarang ditemukan mood depresif, ansietas dan rendahnya motivasi terkait efikasi
diri pada dampak fungsi kognitif dan hasil dari remediasi kognitif pada peserta yang
didiagnosa dengan skizofrenia. Latihan akan lebih efektif ketika motivasi untuk belajar
teroptimalisasi dan terapis memperhatikan adanya pemikiran kognitif yang salah yang
memiliki dampak terhadap aktifitas kognitif peserta.
3. Memperhatikan variabel biologis
Terapis juga harus memperhatikan mengenai varietas genetik, profil psikososial,
respon medikasi dan terapi adjuvan tambahan yang meningkatkan neuroplastisitas.

Sebelum memulai terapi remediasi kognitif, peserta akan dinilai menggunakan Global
Assessment of Functioning scale (GAF SCALE) yang dibutuhkan oleh terapis untuk menilai
tingkat fungsi psikologis, sosial dan pekerjaan sehari-hari pasien19. GAF scale tersebut rentang
skore 1 sampai 100 dimana semakin rendah menandakan semakin parahnya fungsi global
seseorang. Setelah dilakukan pemeriksaan makan latihan remediasi kognitif akan dilakukan.
remediasi umumnya diberikan sedikitnya 10 sesi hingga lebih dari 25 sesi. Lama latihan berkisar
5 minggu hingga 5 bulan, dengan multipel sesi setiap minggu. Pada awal program yang menjadi
target adalah kemampuan berkonsentrasiterhadap instruksi, seiring dengan program berjalan dan
pasien menjadi ahli untuk suatu tugas, yang menjadi target adalah keterampilan dan kecepatan
respons18 . GAF scale juga sebaiknya dilakukan setelah latihan berakhir dan follow up beberapa
bulan setelah latihan berakhir untuk melihat seberapa baik pasien mempertahankan hasil yang
didapat setelah Latihan. Ada beberapa Latihan-latihan yang digunakan dalam remediasi kognitif
yaitu:

A. Atensi
Pemeriksaan klasik untuk mengetahui fungsi atensi adalah dengan menggunakan
Stroop Color-Word Task, dimana suatu kata (misalnya warna merah) dapat dicetak dengan
warna yang tidak selaras (misalnya warna hijau), kemudian diberikan instruksi untuk
memberi nama yang sesuai terhadap warna yang dicetak atau sebaliknya. Pemeriksaan ini
mengharuskan subjek untuk fokus secara selektif pada satu dimensi stimulus dan
mengabaikan atau menghambat stimulus lain yang tidak tepat. Pada pasien skizofrenia,

13
mereka memiliki kesulitan untuk menjawab dengan tepat karena mereka tidak proporsional
untuk menghambat stimulus lainnya yang sebenarnya tidak tepat, mereka juga tidak mampu
memberikan informasi konseptual yang sesuai. Dua area yang terganggu dalam fungsi atensi
pasien skizofrenia yaitu kemampuan untuk mempertahankan atensi dan mengalihkan atensi.
Tes lain untuk mengukur kemampuan mempertahankan atensi adalah Continuous
Performance Test (CPT), dimana pada tes ini ditampilkan serangkaian angka atau huruf yang
diacak secara terus-menerus dengan kecepatan kira-kira 1 angka atau huruf per 1 detik,
kemudian subjek diminta menekan tombol respons jika mendeteksi target angka atau huruf
yang diminta dan tidak menekan tombol respons jika terdapat stimulus yang tidak tepat. Pada
penderita skizofrenia yang melakukan CPT, secara konsisten mereka selalu melewatkan
target angka atau huruf yang diinstruksikan. Mereka kesulitan dalam pengkodean cepat dan
bertindak cepat dan tepat sesuai dengan stimulus.
Tes lain yang bisa dilakukan ialah tes letter-cancellation, yaitu suatu permainan yang
dilakukan dengan sebuah lembar dengan banyak urutan huruf. Pasien nantinya diminta
untuk mencoret huruf-huruf yang diminta oleh terapis. Jumlah yang salah akan dicatat oleh
terapis dan dibandingkan dengan hasil minggu berikutnya. Jika peserta mulai bisa
melakukan tugas tersebut dengan mudah maka akan dinaikan tingkat kesulitannya atau
dikurangi waktunya. Selain itu terdapat latihan dikte kata yang bisa dilakukan untuk melihat
kemampuan peserta dalam memfokuskan perhatian. Terapis akan memberikan beberapa
kata dan peserta diminta untuk mengeja kembali kata-kata tersebut. Latihan ini harus
memperhatikan kemampuan peserta dalam mengerti arti suatu kata berdasarkan tingkat
pendidikan. Semakin peserta bisa menyelesaikan latihan ini maka tingkat kesulitan akan
dinaikkan oleh terapis19.
B. Kecepatan Berpikir
Latihan yang umum dilakukan pada tes ini ialah menyusun kartu. Dua set kartu
permainan digunakan dimana semua kartu yang memiliki wajah disingkirkan. Peserta
kemudian diberikan instruksi untuk menyusun kembali kartu-kartu tersebut. Peserta
kemudian dipantau mengenai penyusunan tersebut dan diberikan respon. Jika pasien
mengalami kesulitan, terapis dapat membantu dengan menyusun sedikit kartu tersebut dan
peserta diminta untuk memberitahukan apakah yang dilakukanterapis benar atau salah dan
juga alasannya. Jika peserta mulai menguasai Latihan ini maka tingkat kesulitan akan
dinaikkan19.

14
C. Social Cognition
Latihan yang dapat digunakan untuk melatih fungsi sosial peserta yaitu Latihan
komprehensi dan berespon terhadap emosi. Terapis akan mengekspresikan emosi melalu
raut wajah dan peserta diminta untuk mengidentifikasi emosi tersebut. Jika peserta
mengalami kesulitan, terapis boleh memberikan petunjuk menggunakan kata-kata untuk
membantu peserta menebak. Tingkat kesulitan akan menyesuaikan kemampuan peserta.
Tersebut19.

D. Reasoning
Ada beberapa Latihan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan peserta
dalam memecahkan masalah, salah satunya ialah latihan perencanaan. Pasien diminta untuk
merencanakan sesuatu berdasarkan kejadian yang terjadi di dunia nyata seperti menyiapkan
makanan dengan biaya tertentu, membeli hadiah dengan batasan biaya dan lain-lain. Peserta
diminta untuk memberitahukan apa yang direncanakan dan alasannya dan terapis akan
memberikan respon terhadap jawaban peserta dan membantu jika peserta mengalami
kesulitan19.

E. Ingatan
Terdapat dua jenis latihan untuk melatih fungsi ingatan peserta, yaitu latihan yang
memperkuat ingatan jangka pendek peserta dan working memory peserta. Untuk ingatan
jangka pendek, latihan yang bisa dilakukan ialah membentuk objek sesuai dengan instruksi
visual. Peserta akan diberikan gambar berupa suatu susunan benda dan peserta juga
diberikana beberapa benda yang ada digambar tersebut dalam posisi belum tersusun dan
diminta untuk menyusun sesuai dengan apa yang diingat peserta. Untuk working memory,
latihan yang bisa dilakukan, salah satunya ialah berhitung atau merangkai kata menjadi
kalimat yang benar. Tingkat kesulitan masing-masing latihan sekali lagi akan mengikuti
kemampuan peserta19.

2.5.4 Syarat bisa dilakukan remediasi kognitif

Pemberian remediasi kognitif dapat dimulai jika gejala postif (halusinasi, waham, perilaku
yang agresif dan hostilitas) telah tertangani dengan baik dengan menggunakan obat antipsikotik,
efek sedasi dari pemberian obat antipsikotik telah menghilang dan tidak bersamaan dengan
terapi ECT (Electro Convulsive Therapy) karena pasien yang mendapatkan terapi ECT dapat
mengalami perubahan kognitif selama dan setelah mendapatkan terapi ECT. 14

15
2.5.5 Respon Remediasi Kognitif Terhadap Skizofrenia

Pada studi meta analisis dari penelitian randomisasi terkontrol yang menggunakan pasien
dengan spektrum skizofrenia yang dilakukan oleh Wykes et al (2011), ditemukan adanya efek
yang bersignifikansi sedang terhadap hasil fungsional setelah dilakukan terapi (0.42) dengan disertai
bukti mengenai daya tahan fungsi fungsional tersebut setelah dilakukan follow up (0.37). Penelitian
meta analisis yang lain yang dilakukan McGurk et al, (2007) menunjukan respon efek yang lebih
besar juga ditemukan pada studi yang dilakukan dalam melihat rehabilitasi menggunakan adjuvant
terapi disertai remediasi kognitif (0.59) dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan
remediasi kognitif saja (0.28) studi independen meta analisis kedua yang dilakukan oleh Kurtz et
al, (2012). spesifik untuk melihat intervensi kognitif sosial yang mempelajari 19 studi berisi 692
subjek, dengan mayoritas merupakan peserta yang didiagnosa skizofrenia, memiliki efek signifikan
sedang dalam peningkatan segala gejala psikiatri.

Penelitian yang dilakukan oleh Bosia, et al (2014) menunjukkan bahwa terdapat peranan
gen yang bertugas untuk memodulasi dopamin terhadap respons remediasi kognitif. Adanya
polimorfisme pada gen COMT (Catechol-O-Methyltransferase) rs4680 yang bertanggungjawab
untuk meregulasi dopamin di area prefrontal korteks, dapat menyebabkan perubahan pada regulasi
dopamin dan mempengaruhi respons neurofisiologis dari fungsi prefrontal korteks. Adanya
interaksi antara gen COMTyang mengalami polimorfisme dan antipsikotik dapat menyebabkan
perubahan pada transmisi dopamin di otak, perubahan pada sintesis faktor neurotropik seperti
BDNF dan mempengaruhi aktivitas area prefrontal korteks. (Bosia,M., et.al., 2014). Di samping
itu, penggunaan antipsikotik tipik dosis terapi berdampak besar bagi fungsi kognitif pasien yaitu
memperburuk fungsi kognitif dan gejala negatif pasien skizofrenia. Hal ini terjadi melalui blokade
reseptor D2 di jalur mesokortikal, sedangkan dopamin di mesokortikal sangat diperlukan untuk
fungsi kognitif seseorang.1

16
BAB III
KESIMPULAN

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat,
berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi dan perilaku dimana
tampak terlihat adanya disfungsi pada kemampuan memusatkan perhatian, mengingat kembali
informasi dan menyelesaikan masalah yang nantinya dikenal dengan disfungsi kognitif.
Disfungsi kognitif padapasien skizofrenia memiliki prevalensi yang sangat tinggi, diperkirakan
98% pasien skizofrenia menunjukkan adanya perburukan fungsi kognitif. Perburukan ini sangat
mudah diidentifikasi pada awal perjalanan penyakitnya, sebelum mendapatkan terapi
antipsikotik dan akan terus menetap sepanjang perjalanan skizofrenia, hal inilah yang menjadi
dasar utama yang menekankan bahwa disfungsi kognitif menjadi inti dari skizofrenia

Remediasi kognitif adalah suatu intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan


keterampilan neurokognitif pasien. Pada awalnya program ini diberikan secara individual kepada
pasien skizofrenia dengan menyelesaikan tugas sesuai instruksi menggunakan pensil dan kertas.
Tugas yang diberikan dirancang agar dapat mengaktifkan sistem frontalis dan temporalis,
program ini terdiri dari 3 tugas utama yaitu fleksibilitas kognitif, memori kerja dan perencanaan.
(Penades, R., Catalan, R., 2012). Medalia et,al (2020), menyatakan kemudian bahwa untuk
menangkap tujuan peningkatan fungsional pada bagian kogniif, dibuat singkatan SMART (Speed
of processing, Memory, Attention, Reasoning. Tact/social cognition). Tujuan tersebut juga dibagi
menjadi dua yaitu tujuan dalam rana kognitif yang bersifat short term dan tujuan fungsional
peserta. 17

Ada banyak pendekatan teknik remediasi. Masing-masing menekankan aktivitas, intensitas


intervensi dan model terapeutik yang berbeda. Target remediasi kognitif meliputi memori verbal,
kemampuan memecahkan masalah, fungsi eksekutif, atensi, persepsi sosial dan kinerja. Strategi
latihan cukup bervariasi, yakni dengan menggunakan program komputer (computerized) dan
latihan tanpa menggunakan komputer (non-computerized) antara lain dengan latihan yang
menggunakan produk edukasi komersial, latihan dengan menggunakan kertas dan pensil untuk
mengerjakan tes neurokognitif, diskusi kelompok kecil dan latihan kognitif sosial secara
naturalistik. Semuanya dapat diberikan secara individual maupun dalam kelompok. Pendekatan
holistik mengintegrasikan remediasi kognitif dengan semua aspek kehidupan pasien

Pada studi meta analisis dari penelitian randomisasi terkontrol yang menggunakan pasien
dengan spektrum skizofrenia yang dilakukan oleh Wykes et al (2011), ditemukan adanya efek

17
yang bersignifikansi sedang terhadap hasil fungsional setelah dilakukan terapi (0.42) dengan
disertai bukti mengenai daya tahan fungsi fungsional tersebut setelah dilakukan follow up (0.37).

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, N. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
170-195.

2. American Psychiatry Assosiation. 2013. Diagnosis and Statistical Manual of Mental


Disorder. Fifth Edition. Washington DC. 87-122.

3. Barlati, S., et. al. 2013. Cognitive Remediationin Schizophrenia : Currrent Status and
Future Perspectives. Schizophrenia Research and Treatment.

4. Bhattacharya, K. 2015. Cognitive Function in Schizophrenia : A Review. Journal of


Psychiatry. 18: 187.

5. Bosia, M., et al. 2014. Factors affecting cognitive remediation respons in schizophrenia :
The role of COMT gene and antipsychotic treatment. Psychiatry Research. 0165-1781.

6. Foong, J., et al. 2001. Neuropathological abnormalities in schizophrenia : evidence from


magnezation transfer imaging. Oxford University Press Journal. 124 : 882-892.

7. Frost, D.O, et al. 2004. Neuroplasticity and schizophrenia. Biological Psychiatry Journal.
56: 540-543.

8. Goldberg, S. dan Gold, J., 2000.Neuroocognitive Function in Schizophrenia


Neuropsychopharmacology Journal : the fifth Generation od Progress.

9. Herdaetha, A., 2009. Keefektifan Terapi Remediasi Kognitif Dengan Bantuan Komputer
Terhadap Disfungsi Kognitif Pasien Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi Budi Makarti
Boyolali. Tesis diterbitkan. Surakarta : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Program
Studi Psikiatri Universitas Sebelas Maret.

10. Kaneko, Y., Keshavan, M. 2012. Cognitive Remediation in Schizophrenia.

11. Clinical Psychopharmacology and Neuroscience Journal. 10(3): 125-135.

12. Kaplan, H., Sadock, B., Grebb , J. 2010. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara. 699-743.

13. Keefe, R. , et al, 2006. The Schizophrenia Cognition Rating Scale : An Interview- Based
Assesment and Its Relationship to Cognition, Real-World Functioning and Functional
Capacity. Am J Psychiatry. 112(3), p: 1654-124.

19
14. Lacoste, L. 2015. Cognitive Remediation to Take Care of Schizophrenic Patients Today :
Neurological Disorder. Volume 3.

15. McGurk, S. 2007. A Meta-Analysis of Cognitive Remediaion in Schizophrenia. American


Journal Psychiatry. 1791-1802

16. Bowie CR, Bell MD, Fiszdon JM, Johannesen JK, Lindenmayer JP, McGurk SR, et al. Cognitive
remediation for schizophrenia: An expert working group white paper on core techniques. Vol.
215, Schizophrenia Research. Elsevier B.V.; 2020. p. 49–53.

17. Medalia A, Saperstein A. Cognitive Remediation to Improve Functional Outcome. In: A Clinical
Introduction to Psychosis: Foundations for Clinical Psychologists and Neuropsychologists.
Elsevier; 2019. p. 395–418.

18. Al E. Method Data Sources. Vol. 168, Am J Psychiatry. 2011

19. Hegde S, Rao SL, Raguram A, Gangadhar BN. Cognitive remediation of neurocognitive deficits
in schizophrenia. In: Neuropsychological Rehabilitation: Principles and Applications. Elsevier;
2012. p. 123–53.

20

Anda mungkin juga menyukai