disusun oleh:
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
TINJAUAN KONSEP TEORI
A. Definisi Skizofrenia
Skizofernia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak dengan
berbagai faktor, seperti faktor-faktor yang meliputi perubahan struktur fisik otak,
perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosialnya (Sutini, 2014).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku. Pemikiran penderita skizofrenia
seringkali tidak berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian keliru, afek yang
datar atau tidak sesuai, dan memiliki gangguan pada aktivitas motorik (Fajrianthi,
2013).
Kelompok menyimpulkan bahwa skizofrenia merupakan gangguan fungsi
otak yang dapat merubah pikiran, emosi dan perilaku. Skizofrenia merupakan
penyakit neurologis yang pemikirannya seringkali tidak berhubungan secara logis.
1
2
b. Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik mungkin
tidak sepenuhnya berkembang pada otak orang dengan skizofrenia. Dua hasil
penelitian neurobiologis yang paling konsisten dalam skizofrenia adalah
penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmitter (Stuart, 2013).
c. Neurodevelopment
Beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan kelainan ringan tentang
perhatian, koordinasi, kemampuan sosial, fungsi neuromotor, dan respons
emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala skizofrenia yang jelas.
Lingkungan intrauterin dan peristiwa dini ada bayi mungkin berhubungan
dengan perkebangan skizofrenia (Stuart, 2013).
d. Teori Virus dan Infeksi
Paparan virus influenza pada saat prenatal, terutama selama trimester pertama,
mungkin menjadi salah satu faktor etiologi skizofrenia pada beberapa orang,
tetapi tidak paad orang lain. Penelitian telah menemukan bahwa wanita dengan
antibody toksoplasma memiliki risiko lebih tinggi secara signifikan
mengembangkan gangguan spectrum skizofrenia (Stuart, 2013).
2. Faktor presipitasi
a. Biologis
Salah satu stressor yang mungkin adalah gangguan dalam umpan balik otak
yang mengatur jumalah informasi yang dapat diproses pada waktu tertentu.
Penurunan fungsi lobus frontal mengganggu kemampuan untuk melakukan
umpan balik. Kemampuan untuk mengatur ganglia basalis menjadi menurun,
dan akhirnya transmisi pesan melambat dan transmisi ke lobus frontal tidak
pernah terjadi. Hasilnya adalah pengolahan informasi berlebih dan respons
neurobiologis (Stuart, 2013).
b. Gejala Pemicu
Stress tertentu sering mendahului episode baru dari penyakit. Kata pemicu
digunakan untuk menggambarkan stress tersebut. Pemicu umum respons
neurobiologis berkaitan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku
(Stuart, 2013).
3
C. Patomekanisme Skizofrenia
Menurut Sheila (2008) bahwa perjalanan atau patomekanisme skizofrenia adalah
sebagai berikut.
Dianggap Stressor
Struktur otak abnormal
Vasokontriksi Pembuluh
Gangguan Sirkulasi di
Darah
otak
Ketidakseimbangan NE
Kortek serebri ke otak
D. Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut Redaksi Halodoc (2018), terdapat lima jenis skizofrenia. Adapun
keempat jenis skizofrenia adalah sebagi berikut.
1. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini paling sering muncul gejalanya, termasuk di antaranya
adalah sering mengalami delusi dan halusinasi. Pengidap menunjukkan perilaku
yang tidak normal seakan ia sedang diawasi sehingga ia menunjukkan rasa
marah, gelisah, bahkan benci terhadap seseorang. Mereka yang mengalami
skizofrenia paranoid masih memiliki fungsi intelektual dan ekspresi yang
tergolong normal.
2. Skizofrenia Katonik
Pengidap skizofrenia jenis ini dikenali dengan adanya gangguan
pergerakan. Mereka cenderung tidak bergerak atau justru bergerak hiperaktif.
Beberapa juga ditemukan sama sekali tidak mau berbicara, atau senang
mengulangi perkataan orang lain. Pengidap penyakit ini sering kali tidak
memedulikan kondisi kebersihan dirinya dan tidak mampu menyelesaikan
aktivitas yang dilakukan.
3. Skizofrenia Tidak teratur
Jenis ini adalah jenis yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk
disembuhkan. Pengidap gangguan jiwa tipe ini ditandai dengan ucapan dan tingkah
laku yang tidak teratur dan sulit dipahami. Terkadang mereka tertawa tanpa alasan
jelas, atau terlihat sibuk dengan persepsi yang mereka miliki.
4. Skizofrenia Diferentiatif
Jenis skizofrenia ini adalah yang paling sering terjadi. Gejala yang muncul
adalah kombinasi dari beragam subtipe dari skizofrenia lainnya.
5. Skizofrenia Residual
Pengidap skizofrenia jenis ini tidak menunjukkan gejala umum dari
skizofrenia seperti berkhayal, halusinasi, tidak teratur dalam berbicara dan
berperilaku. Mereka mendapat didiagnosis setelah satu dari empat jenis skizofrenia
lain telah terjadi.
5
klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan
hal-hal yang selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien
skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut
muka maupun gerak tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi
ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak
bisa mengekspresikan perasaan mereka (Sutini, 2014).
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku
yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan
tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di
samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari
lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus,
skizofrenia menyerang usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan
kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun keatas. Skizofrenia bisa menyerang siapa
saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi.
Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di
bumi (Sutini, 2014).
tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi
(orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita
skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia. Tetapi terapi ini telah
menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa,
termasuk skizofrenia. Antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena
metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita
skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini.
Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan
pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi
setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran
sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan
setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak
mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand, 2007).
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak (prefrontal
lobotomy), yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness”
atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang
terganggu. Cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya,
khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an
cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal (Durand, 2007).
2. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi
pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan
menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan
pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan
ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman
8
yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi
kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling
memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit
jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari
ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh
kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-
sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, ternyata campur tangan keluarga sangat
membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara
individual (Durand, 2007).
4. Merencanakan tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta keluarga
(Identify and proMerencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah
kembali ke masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan
sosial,hubungan kekeluargaan dan ketahanan apabila mendapatkan stress
(Follow up Living arrangements, economic resources. social, supports, family
relationship. vulnembiliryto stress).vide proper referrals for patient and
family).
5. Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke
masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan
sosial,hubungan kekeluargaan dan ketahanan apabila mendapatkan stress
(Follow up Living arrangements, economic resources. social, supports, family
relationship. vulnembiliryto stress).
6. Memberikan terapi modalitas (modahry therapy) dan melatih terapi kerja (occu
pationtherapy).
7. Pendidikan masyarakat dalam mencegah stigma (prevention to stigma)
H. Definisi Waham
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan
ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol. (Dermawan, D.
Rusdi. 2013).
Menurut Yusuf, dkk (2015) waham merupakan gangguan isi pikiran dengan
mempercayai suatu keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan dan
dipertahankan secara terus-menerus. Waham sering ditemui pada orang dengan
gangguan jiwa berat dan beberapa ditemukan pada pasien dengan skizofrenia.
Menurut kelompok, waham adalah suatu kelainan berpikir yang tidak sesuai
dengan kenyataan tanpa bisa dirubah oleh oranglain. Waham biasanya ditemukan
pada orang dengan gangguan jiwa berat.
1. Faktor Predisposisi
a. Biologi
Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang
sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain). Gangguan perkembangan
dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus
dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti
penolakan dan kekerasan.
c. Sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti
kemiskinan.Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta
kehidupan yang terisolasi dans tress yang menumpuk.
2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya gangguan waham adalah karakteristik umum
latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik/emosional, perlakuan
kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi,
permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya (stuart, 2013).
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
11
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
L. Jenis-jenis Waham
Menurut Dermawan, D. Rusdi. (2013) waham dibedakan menjadi beberapa
jenis. Jenis waham tersebut adalah sebagai berikut.
1. Waham Kebesaran
Keyakinan bahwa dirinya memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar
biasa, tetapi tidak dapat diketahui. Penderita merasa dirinya orang besar,
berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, atau orang kaya. Contoh: “saya
ini seorang pejabat” atau “saya punya tambang emas”.
2. Waham Cemburu
Waham cemburu jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Biasanya
timbul secara mendadak dan hilang setelah perpisahan atau kehilangan
pasangan. Kemungkinan dapat membunuh pasangan karena delusinya dan
selalu cemburu pada oranglain.
3. Waham Dikejar
Keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh oranglain atau kelompok
yang bermaksud berbuat jahat padanya. Tipe ini sering ditemukan pada orang
gangguan jiwa.
4. Waham Somatik
Klien yakin bahwa bagian tubuhnya terganggu, terserang penyakit atau
didalam tubuhnya terdapat binatang. Contoh: “saya sakit kanker”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham Berdosa
Pada waham ini timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu
dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia dihukum berat.
6. Waham Curiga
Klien yakin bahwa ada orang atau suatu kelompok yang mengancam dirinya
dan merasa selalu disindir oleh orang-orang disekitarnya. Contoh: “saya tahu,
seluruh saudara saya ingin menghancurkan saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya”.
7. Waham Keagamaan
14
N. Penatalaksanaan Waham
1. Farmakoterapi
Menurut Townsend, Mary C. 1998. tatalaksana pengobatan skizoprenia
paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizoprenia secara tatalaksana tersebut
antara lain sebagai berikut.
a. Anti Psikotik
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premedikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala
emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal 3 x 25 mg, kemudian dapat
ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tinggi 1000 mg/hari secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organic, dan gangguan psikotik menarik diri, dosis
awal 3 x 1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis , dan mania, dosis awal 3
x 0,5 mg sampai 3 mg.
b. Anti Parkinson
1) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme dan untuk menghilangkan reaksi
ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan 1 - 15 mg/hari.
2) Difenhidramin
Dosis yang diberikan 10 - 400 mg/hari.
c. Anti Depresan
17
1) Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatic. Dosis
75 - 300 mg/hari.
2) Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotic. Dosis
awal 25 mg/hari, dosis pemeliharaan 50 - 75 mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatroform,
keluhan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala
insomnia dan ansietas. Obat-obat yang termasuk anti ansietas antara lain :
1) Fenobarbital 16 - 320 mg/hari
2) Meprobamat 200 - 2400 mg/hari
3) Klordiazepoksida 15-100 mg/hari
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif daripada terapi kelompok. Terapis tidak boleh
mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus menerus
membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur, dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Terapis perlu menyatakan kepada klien
bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif.
Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes
realistis. Terapis harus bersikap empati terhadap pengalaman internal klien dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien sehingga mampu
menghilangkan ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien
memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan
kelemahan dan interioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik
positif telah ditegakkan dan aktifitas terapeutik dapat dilakukan.
18
3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai
sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam
membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian Kasus
Seorang laki-laki Tn. K (44 tahun), lulusan S2, sudah menikah memiliki 7
orang anak, pertama kali diantar oleh istrinya dan anak sulung nya ke RS dengan
alasan, 2 hari sebelum masuk RS, Tn. K melempari rumah tetangganya dengan
gunting dan 1 hari sebelum masuk RS, Tn. K memecahkan kaca rumahnya dengan
kayu serta marah-marah dan mengamuk tanpa sebab. Menurut diagnose medis, Tn.
K mengalami Schizoprenia Paranoid lalu di bawa ke Ruang Adenium. Pada saat
dilakukan pengkajian oleh perawat, pasien mengatakan dirinya akan memajukan
Indonesia saat menjabat sebagai anggota DPRD, dia mampu membuat semua orang
sejahtera, kaya raya, dan maju, masyarakat yang tidak memilih saya, hanyalah
orang-orang yang bodoh. Tn. K tampak bicaranya inkoheren, flight of idea,
cenderung mendominasi pembicaraan.
Keluarga mengatakan Tn. K gagal terpilih menjadi anggota DPRD lima bulan
yang lalu, padahal Tn. K dan keluarga telah mengeluarkan biaya ratusan juta untuk
modal biaya kampanye. Semenjak itu klien tidak mau berinteraksi dengan
lingkungannya dan mudah tersinggung.
Terapi yang sedang di dapatkan oleh Tn. K:
- Haloperidol 3x1 5 mg
- Chlorpromazin 1 x ½ 100mg
- Trihexilfenidil 3x1
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan gangguan fungsi otak yang dapat merubah pikiran,
emosi dan perilaku. Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang pemikirannya
seringkali tidak berhubungan secara logis.
waham adalah suatu kelainan berpikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
tanpa bisa dirubah oleh oranglain. Waham biasanya ditemukan pada orang dengan
gangguan jiwa berat. Waham dapat terjadi karena faktor predisposisi (biologi,
psikososial, dan social budaya) dan faktor presipitasi (biologis, stress lingkungan,
dan sumber koping).
Tata laksana pasien dengan skizofrenia dapat dilakukan dengan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Begitupun dengan terapi yang dilakukan
terhadap gangguan pikir waham dilakukan terapi farmakologi dan non farmakologi.
Selain itu peran atau dukungan keluarga juga berpengaruh terhadap psoses
penyembuhan klien dengan gangguan proses pikir waham.
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Keperawatan/Sheila. Videbeck; alih bahasa, renata komalasari,Alfrina
Hany; editor edisi bahasa Indonesia,Pamilih Eko wahyuni. Jakarta : EGC,
2008
Dermawan, D. Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Durand, M.V. & Barlow, H. D. 2007. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit
Pustaka Belajar.
Fajrianthi, K. F. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup
Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 02 No.
03, 106-113.
Kaplan & Sadock. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika.
Stuart, G. W. 2013. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Jakarta: EGC.
Redaksi Halodoc. 2018. 4 jenis Skizofrenia Yang Harus Diketahui. Tersedia:
https://www.halodoc.com/inilah-4-jenis-skizofrenia-yang-perlu-diketahui
(27 September 2019)
Sutini, Titin. & Iyus Yosep. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance
Mental Healthy Nursing. Bandung: Refika Aditama.
Townsend, Mary C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
39