Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

K USIA 44 TAHUN DENGAN


GANGGUAN PROSES PIKIR WAHAM
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
dosen pengampu: Shella Febrita Utomo, S.Kep., Ners., M.Kep

disusun oleh:

Rani Sopiah Septianilova 302017059


Shalma Fauziah Sutisna 302017067
Salma Salsabila 302017068
Utari Suci Anjani 302017076
Wida Ningsih 302017080

PRODI SARJANA KEPERAWATAN KELAS III-B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
Jl. K.H. Ahmad Dahlan Dalam (Banteng Dalam) No. 6 Bandung
2019
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah SWT yang melimpahkan kasih dan sayangnya kepada
kita semua khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat membuat makalah ini
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan jiwa II. Dalam penyusunannya pun penulis mendapatkan bantuan dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan, dari teman-teman dan dari referensi buku
serta artikel media massa.
Penyusunan makalah ini belum mencapai kata sempurna, sehingga penulis
dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sehingga di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh lebih
baik dari makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca.

Bandung, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


BAB I TINJAUAN KONSEP TEORI ................................................................. 1
A. Definisi Skizofrenia ..................................................................................... 1
B. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Skizofrenia ........................................... 1
C. Patomekanisme Skizofrenia ......................................................................... 3
D. Jenis-jenis Skizofrenia ................................................................................. 4
E. Tanda Gejala Skizofrenia ............................................................................. 5
F. Metode Terapi Skizofrenia........................................................................... 6
G. Tipe dan Prinsip Implementasi Keperawatan .............................................. 8
H. Definisi Waham ........................................................................................... 9
I. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Waham ................................................. 9
J. Proses Terjadinya Waham.......................................................................... 11
K. Pohon Masalah ........................................................................................... 12
L. Jenis-jenis Waham ..................................................................................... 13
M. Rentang Respon Berhubungan Dengan Waham ....................................... 14
N. Penatalaksanaan Waham ............................................................................ 16
BAB II PEMBAHASAN KASUS ....................................................................... 19
A. Pengkajian Kasus ....................................................................................... 19
B. Analisa Data ............................................................................................. 319
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................. 32
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 38
A. Kesimpulan ................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39
LAMPIRAN JURNAL

ii
BAB I
TINJAUAN KONSEP TEORI
A. Definisi Skizofrenia
Skizofernia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak dengan
berbagai faktor, seperti faktor-faktor yang meliputi perubahan struktur fisik otak,
perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosialnya (Sutini, 2014).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku. Pemikiran penderita skizofrenia
seringkali tidak berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian keliru, afek yang
datar atau tidak sesuai, dan memiliki gangguan pada aktivitas motorik (Fajrianthi,
2013).
Kelompok menyimpulkan bahwa skizofrenia merupakan gangguan fungsi
otak yang dapat merubah pikiran, emosi dan perilaku. Skizofrenia merupakan
penyakit neurologis yang pemikirannya seringkali tidak berhubungan secara logis.

B. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Skizofrenia


Menurut Stuart (2013) faktor predisposisi dan presipitasi skizofrenia adalah sebagai
berikut.
1. Faktor Predisposisi
a. Genetik
Penelitian keluaraga, kembar, dan adopsi telah menunjukan peningkatan risiko
penyakit pada orang dengan tingkat pertama hubungan (orangtua, saudara,
keturunan) atau tingkat kedua hubungan (kakek-nenek, bibi dan paman,
sepupu, cucu) dengan skizofrenia. Lebih dari 40% kembar monozigot dari
orang dengan skizofrenia juga terpengaruh. Namun kebanyakan orang dengan
skizofrenia tidak memiliki kerabat yang terkena dampak, dan sementara
kontribusi genetic keseluruhan skizofrenia mungkin besar, kontribusi gen
tertentu sanagt kecil (Stuart, 2013).

1
2

b. Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik mungkin
tidak sepenuhnya berkembang pada otak orang dengan skizofrenia. Dua hasil
penelitian neurobiologis yang paling konsisten dalam skizofrenia adalah
penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmitter (Stuart, 2013).
c. Neurodevelopment
Beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan kelainan ringan tentang
perhatian, koordinasi, kemampuan sosial, fungsi neuromotor, dan respons
emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala skizofrenia yang jelas.
Lingkungan intrauterin dan peristiwa dini ada bayi mungkin berhubungan
dengan perkebangan skizofrenia (Stuart, 2013).
d. Teori Virus dan Infeksi
Paparan virus influenza pada saat prenatal, terutama selama trimester pertama,
mungkin menjadi salah satu faktor etiologi skizofrenia pada beberapa orang,
tetapi tidak paad orang lain. Penelitian telah menemukan bahwa wanita dengan
antibody toksoplasma memiliki risiko lebih tinggi secara signifikan
mengembangkan gangguan spectrum skizofrenia (Stuart, 2013).
2. Faktor presipitasi
a. Biologis
Salah satu stressor yang mungkin adalah gangguan dalam umpan balik otak
yang mengatur jumalah informasi yang dapat diproses pada waktu tertentu.
Penurunan fungsi lobus frontal mengganggu kemampuan untuk melakukan
umpan balik. Kemampuan untuk mengatur ganglia basalis menjadi menurun,
dan akhirnya transmisi pesan melambat dan transmisi ke lobus frontal tidak
pernah terjadi. Hasilnya adalah pengolahan informasi berlebih dan respons
neurobiologis (Stuart, 2013).
b. Gejala Pemicu
Stress tertentu sering mendahului episode baru dari penyakit. Kata pemicu
digunakan untuk menggambarkan stress tersebut. Pemicu umum respons
neurobiologis berkaitan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku
(Stuart, 2013).
3

C. Patomekanisme Skizofrenia
Menurut Sheila (2008) bahwa perjalanan atau patomekanisme skizofrenia adalah
sebagai berikut.

Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Biologi (gen, Psikologi (kegagalan, Sosiokultural (Pola asuh,


virus, cacat kehilangan) ekonomi, lingkungan)
lahir)

Dianggap Stressor
Struktur otak abnormal

Vasokontriksi Pembuluh
Gangguan Sirkulasi di
Darah
otak

Vasokontriksi Gangguan Perubahan potensial


pembuluh darah otak perfusi jaringan aksi sel saraf

Ketidakseimbangan NE
Kortek serebri ke otak

Lobus Frontalis Lobus Temporalis

Serotinin ↑ Sistem limbik

Gejala Negatif Dopamin ↑ Gejala Positif


- Kehilangan - Halusinasi
motivasi - Waham
- apatis - Pembicaraan
kacau
4

D. Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut Redaksi Halodoc (2018), terdapat lima jenis skizofrenia. Adapun
keempat jenis skizofrenia adalah sebagi berikut.
1. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini paling sering muncul gejalanya, termasuk di antaranya
adalah sering mengalami delusi dan halusinasi. Pengidap menunjukkan perilaku
yang tidak normal seakan ia sedang diawasi sehingga ia menunjukkan rasa
marah, gelisah, bahkan benci terhadap seseorang. Mereka yang mengalami
skizofrenia paranoid masih memiliki fungsi intelektual dan ekspresi yang
tergolong normal.
2. Skizofrenia Katonik
Pengidap skizofrenia jenis ini dikenali dengan adanya gangguan
pergerakan. Mereka cenderung tidak bergerak atau justru bergerak hiperaktif.
Beberapa juga ditemukan sama sekali tidak mau berbicara, atau senang
mengulangi perkataan orang lain. Pengidap penyakit ini sering kali tidak
memedulikan kondisi kebersihan dirinya dan tidak mampu menyelesaikan
aktivitas yang dilakukan.
3. Skizofrenia Tidak teratur
Jenis ini adalah jenis yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk
disembuhkan. Pengidap gangguan jiwa tipe ini ditandai dengan ucapan dan tingkah
laku yang tidak teratur dan sulit dipahami. Terkadang mereka tertawa tanpa alasan
jelas, atau terlihat sibuk dengan persepsi yang mereka miliki.
4. Skizofrenia Diferentiatif
Jenis skizofrenia ini adalah yang paling sering terjadi. Gejala yang muncul
adalah kombinasi dari beragam subtipe dari skizofrenia lainnya.
5. Skizofrenia Residual
Pengidap skizofrenia jenis ini tidak menunjukkan gejala umum dari
skizofrenia seperti berkhayal, halusinasi, tidak teratur dalam berbicara dan
berperilaku. Mereka mendapat didiagnosis setelah satu dari empat jenis skizofrenia
lain telah terjadi.
5

E. Tanda Gejala Skizofrenia


Menurut Sutini (2014), secara general serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu gejala positif dan negative
1. Gejala Positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterprestasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang dating. Klien
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari
dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian,
tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.
Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna
merah-kuning-hijau, dianggap sebagao suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa
penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa
sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah
kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur
pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan
dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat
mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika.
Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan
emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara
sendiri dengan keras tanpa memedulikan sekelilingnya. Semua itu membuat
penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian dan tidak
bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana
dia berada, dan sebagainya (Sutini, 2014)
2. Gejala Negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi
dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena
6

klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan
hal-hal yang selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien
skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut
muka maupun gerak tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi
ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak
bisa mengekspresikan perasaan mereka (Sutini, 2014).
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku
yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan
tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di
samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari
lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus,
skizofrenia menyerang usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan
kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun keatas. Skizofrenia bisa menyerang siapa
saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi.
Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di
bumi (Sutini, 2014).

F. Metode Terapi Skizofrenia


Menurut Durand, (2007) Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat
berupa terapi biologis, dan terapi psikososial. Terapi tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan
menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian
otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan
fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat
phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat
penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi
7

tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi
(orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita
skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia. Tetapi terapi ini telah
menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa,
termasuk skizofrenia. Antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena
metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita
skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini.
Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan
pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi
setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran
sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan
setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak
mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand, 2007).
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak (prefrontal
lobotomy), yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness”
atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang
terganggu. Cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya,
khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an
cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal (Durand, 2007).

2. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi
pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan
menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan
pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan
ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman
8

yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi
kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling
memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit
jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari
ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh
kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-
sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, ternyata campur tangan keluarga sangat
membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara
individual (Durand, 2007).

G. Tipe dan Prinsip Implementasi Keperawatan


Menurut Fajrianthi (2013) secara umum klien skizofrenia akan mengalami
beberapa masalah keperawatan seperti halusinasi. harga diri rendah, isolasi sosial,
perilaku kekerasan, waham, depresi dan sebagainya. Masalah tersebut dibahas
secara rinci pada bab tersendiri.prinsip perencanaan keperawatan Yang perlu
dipertimbangkan adalah:
1. Pentingnya perawatan di rumah sakit dan menumbuhkan kemandirian
(Hospitalization independency).
2. Perawat melakukan identifikasi dan pemenuhan kebutuhan dasar selama di
rumah sakit. (Identify long-term care basic needs).
3. Terapi medis yang tuntas (Adequate medical therapy).
9

4. Merencanakan tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta keluarga
(Identify and proMerencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah
kembali ke masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan
sosial,hubungan kekeluargaan dan ketahanan apabila mendapatkan stress
(Follow up Living arrangements, economic resources. social, supports, family
relationship. vulnembiliryto stress).vide proper referrals for patient and
family).
5. Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke
masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan
sosial,hubungan kekeluargaan dan ketahanan apabila mendapatkan stress
(Follow up Living arrangements, economic resources. social, supports, family
relationship. vulnembiliryto stress).
6. Memberikan terapi modalitas (modahry therapy) dan melatih terapi kerja (occu
pationtherapy).
7. Pendidikan masyarakat dalam mencegah stigma (prevention to stigma)

H. Definisi Waham
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan
ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol. (Dermawan, D.
Rusdi. 2013).
Menurut Yusuf, dkk (2015) waham merupakan gangguan isi pikiran dengan
mempercayai suatu keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan dan
dipertahankan secara terus-menerus. Waham sering ditemui pada orang dengan
gangguan jiwa berat dan beberapa ditemukan pada pasien dengan skizofrenia.
Menurut kelompok, waham adalah suatu kelainan berpikir yang tidak sesuai
dengan kenyataan tanpa bisa dirubah oleh oranglain. Waham biasanya ditemukan
pada orang dengan gangguan jiwa berat.

I. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Waham


Menurut Stuart (2013) waham bisa terjadi karena faktor predisposisi dan
presipitasi. Faktor-faktor adalah sebagai berikut.
10

1. Faktor Predisposisi
a. Biologi
Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang
sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain). Gangguan perkembangan
dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus
dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti
penolakan dan kekerasan.
c. Sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti
kemiskinan.Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta
kehidupan yang terisolasi dans tress yang menumpuk.

2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya gangguan waham adalah karakteristik umum
latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik/emosional, perlakuan
kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi,
permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya (stuart, 2013).
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
11

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

J. Proses Terjadinya Waham


Menurut Yusuf, dkk (2015) terdapat beberapa fase atau tahapan dalam proses
terjadinya waham. Tahapan tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need). Waham diawali dengan
terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik maupun psikis. Secara
fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan status sosial dan
ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien yang memiliki ekonomi dibawah
garis kemiskinan dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu
terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak
memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin
memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem). Kesenjangan antara ideal
diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi
menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external). Pada
tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap
penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab
kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan
pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya rasa toleransi. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi
tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak
merugikan orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support). Dukungan lingkungan
sekitar yang mempercayai keyakinan pasien dalam lingkungannya
12

menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien menganggap


sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase nyaman (comforting). Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan
kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan
mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada
saat pasien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving). Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai
upaya koreksi, keyakinan yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham
sering berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan
yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit
untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
K. Pohon Masalah
Adapun pohon masalah mengenai waham menurut Stuart (2013) adalah sebagai
berikut.

Perilaku kekerasan Risiko mencederai oranglain

Gangguan proses piker :


Waham

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

Gangguan interaksi sosial :


Menarik diri

Koping individu inefektif


13

L. Jenis-jenis Waham
Menurut Dermawan, D. Rusdi. (2013) waham dibedakan menjadi beberapa
jenis. Jenis waham tersebut adalah sebagai berikut.
1. Waham Kebesaran
Keyakinan bahwa dirinya memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar
biasa, tetapi tidak dapat diketahui. Penderita merasa dirinya orang besar,
berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, atau orang kaya. Contoh: “saya
ini seorang pejabat” atau “saya punya tambang emas”.
2. Waham Cemburu
Waham cemburu jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Biasanya
timbul secara mendadak dan hilang setelah perpisahan atau kehilangan
pasangan. Kemungkinan dapat membunuh pasangan karena delusinya dan
selalu cemburu pada oranglain.
3. Waham Dikejar
Keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh oranglain atau kelompok
yang bermaksud berbuat jahat padanya. Tipe ini sering ditemukan pada orang
gangguan jiwa.
4. Waham Somatik
Klien yakin bahwa bagian tubuhnya terganggu, terserang penyakit atau
didalam tubuhnya terdapat binatang. Contoh: “saya sakit kanker”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham Berdosa
Pada waham ini timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu
dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia dihukum berat.
6. Waham Curiga
Klien yakin bahwa ada orang atau suatu kelompok yang mengancam dirinya
dan merasa selalu disindir oleh orang-orang disekitarnya. Contoh: “saya tahu,
seluruh saudara saya ingin menghancurkan saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya”.
7. Waham Keagamaan
14

Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan. Keyakinan dan


pembicaraan klien selalu tentang agama. Contoh: “kalua saya mau masuk
surge, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”.
8. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi di dunia atau sudah meninggal
dunia. Contoh: “ini adalah alam kubur, semua yang disini adalah roh”
9. Waham pengaruh
Klien merasa bahwa pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi
oleh oranglain atau kekuatan.
10. Waham sisip pikir
Klien yakin bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan atau dimasukan
kedalam pikirannya.
11. Waham siar pikir
Klien yakin bahwa oranglain mengetahui isi pikirannya, padahal dia tidak
pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut.
12. Waham kontrol piker
Klien yakin bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

M. Rentang Respon Berhubungan Dengan Waham


Terdapat rentang respon menusia terhadap stress. Stuart (2013) yang
menguraikan tentang respon gangguan adaptif dan maladaktif dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Rentang respon neurobiologis:

Pikiran Logis Distorsi Pikiran Respon Maladaptif


1. Pikiran Logis : persepsi akurat, emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku
sesuai, berhubungan sosial.
2. Distorsi Pikiran : ilusi, reaksi emosi berlebihan atau kurang, perilaku aneh,
menarik diri.
15

3. Respon Maladaktif: gangguan proses pikir/delusi/waham, halusinasi, sulit


berespon emosi, perilaku disorganisasi, isolasi sosial.
Dari rentang neurologis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon secara
adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptive kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladaptive dan ia akan
mengalami gangguan isi pikir : waham curiga (Stuart, 2013).
Menurut Stuart (2013) agar individu tidak berespon secara maladaptive maka
setiap individu harus mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik.
Mekanisme koping dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realstic tuntunan situasi stress.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan
personel seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego, merupakan mekanisme yang dapat membantu
mengatasi cemas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat dasar dan
melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan repon maladaptive terhadap stress.
3. Manifestasi Klinis Waham
Menurut Dermawan, D. Rusdi. (2013) ada beberapa tanda dan gejala waham.
Tanda dan gejala tersebut dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.
1. Kognitif : tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata, individu sangat
percaya pada keyakinannya, sulit berpikir realita, tidak mampu mengambil
keputusan.
2. Afektif : situasi tidak sesuai dengan kenyataan, afek tumpul.
16

3. Perilaku dan hubungan sosial : hipersensitif, hubungan interpersonal dengan


orang lain dangkal, depresif, ragu-ragu, mengancam secara verbal, aktivitas
tidak tepat, streotif, impulsive, curiga.
4. Fisik : kebersihan kurang, muka pucat, sering menguap, berat badan menurun,
nafsu makan berkurang dan sulit tidur.

N. Penatalaksanaan Waham
1. Farmakoterapi
Menurut Townsend, Mary C. 1998. tatalaksana pengobatan skizoprenia
paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizoprenia secara tatalaksana tersebut
antara lain sebagai berikut.
a. Anti Psikotik
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premedikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala
emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal 3 x 25 mg, kemudian dapat
ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tinggi 1000 mg/hari secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organic, dan gangguan psikotik menarik diri, dosis
awal 3 x 1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis , dan mania, dosis awal 3
x 0,5 mg sampai 3 mg.

b. Anti Parkinson
1) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme dan untuk menghilangkan reaksi
ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan 1 - 15 mg/hari.
2) Difenhidramin
Dosis yang diberikan 10 - 400 mg/hari.
c. Anti Depresan
17

1) Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatic. Dosis
75 - 300 mg/hari.
2) Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotic. Dosis
awal 25 mg/hari, dosis pemeliharaan 50 - 75 mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatroform,
keluhan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala
insomnia dan ansietas. Obat-obat yang termasuk anti ansietas antara lain :
1) Fenobarbital 16 - 320 mg/hari
2) Meprobamat 200 - 2400 mg/hari
3) Klordiazepoksida 15-100 mg/hari
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif daripada terapi kelompok. Terapis tidak boleh
mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus menerus
membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur, dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Terapis perlu menyatakan kepada klien
bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif.
Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes
realistis. Terapis harus bersikap empati terhadap pengalaman internal klien dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien sehingga mampu
menghilangkan ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien
memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan
kelemahan dan interioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik
positif telah ditegakkan dan aktifitas terapeutik dapat dilakukan.
18

3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai
sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam
membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian Kasus
Seorang laki-laki Tn. K (44 tahun), lulusan S2, sudah menikah memiliki 7
orang anak, pertama kali diantar oleh istrinya dan anak sulung nya ke RS dengan
alasan, 2 hari sebelum masuk RS, Tn. K melempari rumah tetangganya dengan
gunting dan 1 hari sebelum masuk RS, Tn. K memecahkan kaca rumahnya dengan
kayu serta marah-marah dan mengamuk tanpa sebab. Menurut diagnose medis, Tn.
K mengalami Schizoprenia Paranoid lalu di bawa ke Ruang Adenium. Pada saat
dilakukan pengkajian oleh perawat, pasien mengatakan dirinya akan memajukan
Indonesia saat menjabat sebagai anggota DPRD, dia mampu membuat semua orang
sejahtera, kaya raya, dan maju, masyarakat yang tidak memilih saya, hanyalah
orang-orang yang bodoh. Tn. K tampak bicaranya inkoheren, flight of idea,
cenderung mendominasi pembicaraan.
Keluarga mengatakan Tn. K gagal terpilih menjadi anggota DPRD lima bulan
yang lalu, padahal Tn. K dan keluarga telah mengeluarkan biaya ratusan juta untuk
modal biaya kampanye. Semenjak itu klien tidak mau berinteraksi dengan
lingkungannya dan mudah tersinggung.
Terapi yang sedang di dapatkan oleh Tn. K:

- Haloperidol 3x1 5 mg
- Chlorpromazin 1 x ½ 100mg
- Trihexilfenidil 3x1

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan gangguan fungsi otak yang dapat merubah pikiran,
emosi dan perilaku. Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang pemikirannya
seringkali tidak berhubungan secara logis.
waham adalah suatu kelainan berpikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
tanpa bisa dirubah oleh oranglain. Waham biasanya ditemukan pada orang dengan
gangguan jiwa berat. Waham dapat terjadi karena faktor predisposisi (biologi,
psikososial, dan social budaya) dan faktor presipitasi (biologis, stress lingkungan,
dan sumber koping).
Tata laksana pasien dengan skizofrenia dapat dilakukan dengan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Begitupun dengan terapi yang dilakukan
terhadap gangguan pikir waham dilakukan terapi farmakologi dan non farmakologi.
Selain itu peran atau dukungan keluarga juga berpengaruh terhadap psoses
penyembuhan klien dengan gangguan proses pikir waham.

38
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Keperawatan/Sheila. Videbeck; alih bahasa, renata komalasari,Alfrina
Hany; editor edisi bahasa Indonesia,Pamilih Eko wahyuni. Jakarta : EGC,
2008
Dermawan, D. Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Durand, M.V. & Barlow, H. D. 2007. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit
Pustaka Belajar.
Fajrianthi, K. F. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup
Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 02 No.
03, 106-113.
Kaplan & Sadock. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika.
Stuart, G. W. 2013. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Jakarta: EGC.
Redaksi Halodoc. 2018. 4 jenis Skizofrenia Yang Harus Diketahui. Tersedia:
https://www.halodoc.com/inilah-4-jenis-skizofrenia-yang-perlu-diketahui
(27 September 2019)
Sutini, Titin. & Iyus Yosep. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance
Mental Healthy Nursing. Bandung: Refika Aditama.
Townsend, Mary C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

39

Anda mungkin juga menyukai