Anda di halaman 1dari 15

ANEMIA

A. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan penurunan jumlah SDM dan/atau konsentrasi hemoglobin
(Hb) di bawah nilai normal. Sebagai akibat akibat dari penurunan ini, kemampuan darah
untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk
jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan hematologik yang paling
sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong, 2009)
Anemia menurut Bakta (2006) didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer oleh penurunan kadar hemoglobin.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa anemia adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah di bawah nilai normal, sehingga tidak dapat
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

B. Klasifikasi Anemia
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah gejala dari kondisi yang mendasar, seperti kehilangan
komponen darah akibat dari kadar besi dalam rendah rendah akibatnya menganggu
eritopoesis sehingga terjadi penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang. Sel
megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai
adanya res, dimana maturasi sitoplasma berkurang tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar.
3. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Merupakan
dampak apabila ada ketidaksesuaian atau isoimunisasi antara darah fetal dan darah
ibu. Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit merupakan suatu
kelainan pada darah yang disebabkan karena adanya perubahan asam amino ke-6
pada rantai protein globin β yang menyebabkan adanya perubahan bentuk dari sel
darah merah menjadi serupa dengan sabit.
5. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan suatu keadaan semua unsur darah yang terbentuk
terdepresi secara bersamaan. Anemia aplastic dicirikan dengan depresi sel darah
merah yang sangat mencolok, tetapi nilai sel darah putih (SDP) dan trombosit normal
atau sedikit menurun.

C. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai
macam penyakit dasar. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang Anemia Aplastik
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) Anemia akibat perdarahan
3. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya atau (hemolisis) Anemia
Hemolitik
4. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker) Anemia Aplastik
5. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper Anemia Defisiensi Besi, Anemia Megaloblastik
6. Adanya perubahan asam amino ke-6 pada rantai protein globin β yang menyebabkan
adanya perubahan bentuk dari sel darah merah Anemia Sel Sabit
7. Kelainan kongenital yaitu sindrom fanconi yang menyebabkan Anemia Aplastik. Selain
itu anemia aplastic juga dapat disebabkan oleh:
a. Infeksi oleh HPV (human parvovirus), hepatitis atau infeksi yang sangat banyak
b. Iradiasi
c. Obat-obatan seperti agens kemoterapeutik dari beberapa jenis antibiotic, salah
satu yang paling dikenal adalah kloramfenikol
d. Zat kimia industry dan rumah tangga, termasuk benzene dan derivatnya yang
ditemukan dalam produk petroleum, bahan pewarna, penghilang cat, dempul, dan
pernis
e. Infiltrasi dan penggantian unsur-unsur mielois, seperti pada leukemia atau
limfoma
f. Idiopatik, yang tidak dapat ditemukan penyebab yang memicunya.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). (Smeltzer
& Bare. 2002 : 935 ).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria) (Fadil, 2005)

Pathway

Absorbsi Fe,
B12, dan asam
folat berkurang
Produksi SDM
menurun

Eritrosit
menurun

Hemoglobin
menurun

Kumparan sel
ANEMIA penghantar
oksigen atau zat
nutrisi ke sel
berkurang

Merangsang Suplai O2 dan Metabolisme


sistem saraf nutrisi ke an aerob Gangguan perfusi
simpatis jaringan jaringan
berkurang

Penumpukan
Aliran darah ke Hipoksia sel asam laktat
GI menurun dan jaringan pada jaringan

ATP
Peristaltik berkurang
menurun

Kelelahan,
Intake pucat, lemas
nutrisi
menurun
Keletihan
Pola nutrisi
terganggu

Anoreksia
Ketidaseimbangan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh

E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik
tertentu. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
a. Sistem kardiovaskular: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem saraf: sakit kepala, psing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sitem urogenital: gangguan haid, dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut
tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi pupil lidah, stomatitis angularis.
b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatoplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan,
yaitu trimester I dan III.
b. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
1) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.
MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah
thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-
31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
3) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom
< 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah
dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk
mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat
besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik
pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah
serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam
individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi
individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum
karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan,
infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum
dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi
yang spesifik
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan
keganasan.
h. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai
untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
i. Tes Schilling
Tes Schilling adalah prosedur medis yang digunakan untuk menentukan apakah
tubuh dapat menyerap vitamin B-12 dengan benar. Tubuh menggunakan vitamin
B-12 untuk membuat sel darah merah.
j. Tes Coombs
Sebuah pengujian atau tes darah yang dilakukan untuk menemukan antibody
tertentu yang menyerang sel-sel darah merah. Antibodi adalah protein yang
diproduksi oleh siste kekebalan tubuh. Biasanya, antibody mengikat zat-zat asing,
seperti bakteri dan virus, untuk kemudian menghancurkannya. Tes ini dilakukan
jika terduga mengalami anemia hemolitik.
k. Elektroforesis Hemoglobin
Elektroforesis hemoglobin adalah tes darah yang dilakukan untuk memeriksa tipe-
tipe hemoglobin dalam darah. Hemoglobin normal yaitu: hemoglobin A,
hemoglobin F (fetal), hemoglobin A2. Tes ini dilakukan agar mengetahui adakah
tipe hemoglobin abnormal seperti sel sabit.

G. Pentalaksaan
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung
dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan
pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:
1) Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya
pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi kausal
anemia akan kambuh kembali.
2) Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh.
Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya
lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara
cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara
iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan diberikan
sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
3) Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada pasien
penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat
simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
b. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah
terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal
dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
1) Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada
hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat
membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta,
2003:48)
2) Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
3) Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200 mg/hari,
atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan
200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
c. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut
serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus.
Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
1) Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka
harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika
terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat
hati-hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi
sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat
telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
2) Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan
total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab
herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
3) Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan
keadaan umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari
untuk mencegah krisis megaloblastik.
d. Anemia Aplastik
1) Transplantasi sum-sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia
aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara
kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang
masih anak-anak. Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka
keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok.
Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin
tua. Artinya, semakin meningkat umur,makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau
graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesis yang masih
dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan
menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama
masa penyembuhan.
2) Terapi imuunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita
anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-
obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA)
dan Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya,
retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi
melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi
imunosupresif ini. Dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi
imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sum-sum
tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter
vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespon terhadap terapi
biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi
respon dapat lambat sampai 4 bulan setelah penanganan. Pasien yang
mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan
penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik berespon terhadap ATG.
3) Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap
bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel
darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala. Selanjutnya
pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah
merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu
menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau
infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif terhadap basil gram
negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini.
Pasien dengan lekopenia yang jelas (penurunan abnormal sel darah putih)
harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi.
Antibiotik tidak boleh diberikan secara profilaksis pada pasien dengan kadar
netrofil rendah dan abnormal (netropenia) karena antibiotik dapat
mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.
e. Anemia Sel Sabit
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan terhadap penderita anemia sel sabit
adalah.
1) Transfusi darah
Untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal dalam darah sehingga
dapat mencegah proses polimerisasi. Apabila penderita mengalami
krisis, terutama vasooklusi,maka terapi ini dilakukan dalam jangka
panjang tetapi memiliki efek samping yaitu terjadinya hyperviscosity
karena penambahan hemotokrit berbanding lurus dengan viskositas
darah,hypersplenism,keracunan besi, dan kemungkinan infeksi yang
disebabkan karena screening darah yang kurang akurat.
2) Transplantasi sumsum tulang
3) Mengaktifkan sintesa HbF
4) Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3L/hari,
atasi infeksi, berikan analgesic secukupnya.

H. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak. (Fadil, 2005).

I. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan
kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat,
dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat
(DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif
kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar;
hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik
(DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai
keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang
(PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah
patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus,
menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
3. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan
transfuse darah.
Gejala : depresi.
4. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal
tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung
tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :
hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg
positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda :
takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang
libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perubahan komponen
seluler yang diperlukan untuk mengirim O2 ke sel ditandai dengan warna kulit pucat,
pasien merasa tangan dan kakinya dingin, CRT >3 detik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat ditandai dengan pasie pasien mngeluh berat badannya terus
turun dan merasa haus.
3. Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lesu dan mengatakan
perasaan lelah.
K. Intervensi

Anda mungkin juga menyukai