Zat Haram
Kelompok 6
Bahan nabati/Flora/Tumbuhan
Bahan hewani/Fauna
Bahan pelikan/Mineral
Pengobatan dalam Islam
Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab
berobat termasuk upaya memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk
salah satu tujuan syari’at islam ditegakkan, terdapat banyak hadits
dalam hal ini diantaranya;
1) Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“sesunggunya allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan
dia jadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian te
tapi jangan berobatlah dengan yang haram” (HR Abu Dawud 3874,
dan di shahihkan oleh al-Albani dalam shahih wa Dha‟if al-Jami‟ 2643).
2) 2) Dari Usamah bin syarik berkata, ada seorang arab Baduwi berkata k
epada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam: “wahai rasulullah, apakah
kita berobat? Nabi bersabda “berobatlah, karena sesungguhnya
allah tidak menurunkan penyakit, kecuali menurunkan obatnya,
kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya)”mereka bertanya, ”
apa itu?”penyakit tua” (HR. Tirmidzi 2038, dan di shahihkan oleh al-A
lbani dalam sunan Ibnu Majah 3436).
Berobat dengan Zat Haram
“Sesunggunya allah menurunkan penyakit beserta
obatnya, dan dia jadikan setiap penyakit ada obatnya, ma
ka berobatlah kalian tetapi jangan berobatlah dengan
yang haram” (HR Abu Dawud).
Pada hadits tersebut ada larangan untuk berobat
dengan yang haram. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Surat Al-Baqoroh ayat 173 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Menurut madzhab Syafi’i, sebagaimana dijelaskan oleh
an-Nawawi dalam al Majmu‟ (9/50-51) berobat dengan
benda haram atau najis selain khamr hukumnya boleh,
dengan syarat:
(1) tidak ada obat yang berasal dari bahan yang suci yan
g bisa menggantikannya, jika terdapat obat dari bahan
yang suci maka haram berobat dengan benda najis, d
an
(2) jika memang benda najis itu diketahui –secara ilmu ke
dokteran- berkhasiat obat dan tidak ada obat lain dari
bahan yang suci yang bisa menggantikannya.