Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP ANAK AUTIS

DI PILANG

Jurnal Ini Ditulis Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

DOSEN PENGAMPU: SLAMET SANTOSA, S.E, M.M

Oleh:

1. Dede Siti Halimatus Sa’adah

2. Rizqah Mufidah Safitri

3. Mega Fahlevi

PROGRAM DIRASAH ISLAMIYAH JURUSAN FIKIH DAN USHUL

FIKIH

MA’HAD ALY HIDAYATURRAHMAN

SRAGEN

2019

1
Abstrak

Autisme merupakan gangguan perkembangan komunikasi, interaksi sosial, tidak


bisa mengamati dan mengolah informasi. Di Daerah Sragen khususnya di Desa
Pilang, saat ini terdapat 5 anak autis dan jumlah anak autis laki-laki lebih sedikit,
sedangkan anak yang diteliti hanya 3 anak, 2 anak perempuan dan 1 anak laki-
laki.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi murottal terhadap
kemampuan sosialisasi terhadap orang lain.
Penelitian menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Maret hingga akhir April 2019.
Satu anak dengan anak lain yang memiliki kekurangan yang berbeda, seperti cacat
dari segi fisik dan mental, normal tapi keterlambatan mental dan normal hanya
bermasalah dalam pendengaran atau bisa disebut dengan tunarungu. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa membutuhkan waktu yang lama agar
mendapatkan hasil yang memuaskan. Tapi penelitian ini sedikit kurang
memuaskan karena hanya berefek sedikit pengaruh murottal tersebut disebabkan
waktu yang sempit.

Kata kunci : Autis, terapi murottal, desa Pilang

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga setiap individu dituntut untuk

dapat berpartisipasi aktif, kreatif berdaya guna dalam lingkungannya. Prilaku

sosial yang sesuai dalam masyarakat merupakan tuntutan ilmiah setiap individu,

namun ada beberapa anak yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya

sehingga membutuhkan perhatian khusus, atau biasa disebut anak berkebutuhan

khusus atau dispabilitas.

Kemendiknas (2011) menjelaskan anak kebutuhan khusus adalah anak yang

mengalami ketelambatan lebih dari dua aspek yang mengalami penyimpangan

seperti tunatetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunagrahuta, autisme dan

learning dispability. Penyandang dispabilitas adalah setiap orang yang mengalami

keterbatan fisik, intelektual, mental dan sensorik dalam jangka lama dalam

berinteraksi dengan lingkungan dapat menglami hambatan dan kesulitan untuk

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan masyarakat sekitar.

Kali ini kita akan membahas autisme yang terjadi di masyarakat sekitar

Pilang. Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system syaraf

pusat ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak-kanak hingga masa

sesudahnya (Purwati 2007). Salah satu penyebab autis dapat dikarenakan adanya

kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu

selama kehamilan maupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya

3
kongenital Rubella, Herpez simplex enchepalitis dan cytomegalovirus infection

(Kurniasih, 2002).

Anak autisme memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda satu sama

lain, sehingga hal tersebut menentukan caranya berinteraksi terhadap diri dan

lingkungan serta menjadikan anak autisme sebagai pribadi yang unik.

Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ini disebabkan adanya kerusakan

sebagian fungsi otak. Gangguan prilaku ini dapat berupa kurangnya interaksi

sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan bahasa dan

pengulangan tingkah laku (Mangunsong, 2009).

Tanggapan negatif masyarakat tentang anak penyandang autis menimbulkan

berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak penyandang autis, seperti

orang tua yang mengucilkan anak mereka atau tidak mengakui sebagai anaknya,

orang tua merasa malu dan anak autis disembunyikan dari masyarakat. Padahal

telah dijelaskan dalam Q.S Al-Anfal: 28.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Anfal: 28

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan

dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Terapi yang akan dibahas adalah terapi dengan menggunakan murottal al-

Qur’an. Terapi al-Qur’an yang pernah diteliti oleh Maryani dan Hartati (2013)

menjelaskan bahwa audio dengan murottal surah al-Ikhlas dapat menurunkan

tingkat prilaku anak autis yaitu pada aspek interaksi sosial, emosi dan prilaku.

4
Terapi murottal memberikan efek suara berkaitan dengan proses implus suara

ditransmisikan ke dalam tubuh dan mempengaruhi sel-sel tubuh. Suara yang

diterima oleh telinga kemudian dikirim ke sistem ke saraf pusat kemudian

ditransmisikan ke seluruh organ tubuh. Suara mempengaruhi sel tubuh yang

memiliki vibrasi masing-masing dan menyebabkan sel tubuh menyusun ulang

artikel didalamnya. Saraf vagus membantu regulasi kecepatan denyut jantung,

respirasi, kemampuan bicara, membawa implus sensorik motorik ke tenggorokan,

laring, jantung dan diafragma. Sehingga efek suara pada anak autis dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi anak. Saraf vagus dan sistem limbik

mengontrol emosi dan gerakan fisik, sehingga pada anak autis efek suara dapat

mempengaruhi emosi dan prilaku motorik anak (Oken, 2004)

B. Rumusan Masalah

Terkadang anak autism ini sangat sulit dalam berinteraksi social secara

kualitatif, menunjukkan perilaku yang repelitif, dan mengalami perkembangan

yang lambat atau tidak normal.

1. Apakah murottal akan membantu mereka dalam berinteraksi sosial

terhadap lingkungan?

2. Apakah pengaruh terapi murottal dapat membantu memperbaiki

bahasa anak autis?

C. Tujuan penelitian

5
1. Untuk mengetahui perilaku sosialisasi pada anak autism sebelum dan

sesudah diberikan terapi murottal.

2. Untuk mengetahui pengaruh terapi murottal terhadap bahasa anak autis

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat praktis

Dapat menjadikan keluarga penderita sebagai sumber masukan, bahwa

terapi murottal dapat digunakan sebagai salah satu metode pengobatan

dalam perilaku pada anak autism, sebagai upaya agar anak dapat

bersosialisasi denganl ingkungan.

2. Manfaat teoritis

a) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi keluarga yang

memiliki anak autism dengan mendengarkan murottal al-Qur’an.

Terapi ini juga hanya membutuhkan alat yang murah dan

terjangkau oleh masyarakat.

b) Bagi peneliti, penelitian ini kami berharap dapat menjadi penguat

bagi penelitian, bahwa dahsyatnya kekuatan al-Qur’an yang dapat

merubah atau mengobati anak-anak yang menderita penyakit

serupa seperti autism ini.

6
LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu

“aut” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti paham atau aliran. Secara

umum, arti autis adalah suatu keadaan yang muncul sejak dini, ditandai dengan

kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, serta kesulitan

dalam menggunakan bahasa dan konsep abstrak. Karakteristik yang menonjol

pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan

sosial, berkomunikasi secara normal maupun dalam memahami emosi serta

perasaan orang lain. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang

merupakan bagian dari gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum

Disorders(ADS).

Penyandang autism seakan-akan memiliki dunianya sendiri merupakan

suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis gangguan

perkembangan pervasi pada anak. ”Gangguan pervasive adalah gangguan berat

dalam area perkembanagan yang ditandai dengan abnormalitas kualitatif dalam

interaksi social timbal balik, perkembangan bahasa dan perilaku, manifestasinnya

pada usia dini yaitu pada usia tiga tahun, pada umumnya mempengaruhi area

perkembangan lainnya.

Kartono (1989) berpendapat bahwa, autisme adalah cara berpikir yang

dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia

berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu
7
menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik

cara berpikir maupun berperilaku.

Yuniar (2002) menambahkan bahwa autisme adalah gangguan

perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan

kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain,

sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan

sebagai anggota masyarakat. Autisme berlanjut sampai dewasa bila tak dilakukan

upaya penyembuhan dangan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga

tahun.

Anak autisme biasanya akan bisa menyesuaikan diri dengan normal jika

sudah dideteksi dan diterapi sejak dini. Terkadang terapi harus dilakukan seumur

hidup, walau demikian penderita autisme yang cukup cerdas, setelah mengikuti

terapi ia mendapatkan terapi autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti

sekolah umum, menjadi sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang

dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan rekan kerja

sangat dibutuhkan bagi mereka, misalnya ia tidak menyahut atau tidak

memandang mata jika diajak berbicara. Karekteristik yang menonjol pada

seseorang yang mengidap kelainan ini adalah mereka anak autisme sulit membina

hubungan social, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta

perasaan orang lain.

Autisme sendiri merupakan salah satu gangguan perkembangan yang

merupakan bagian dari gangguan spectrum autism atau autism spectrum disorders

8
(ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan di bawah payung.

Gangguan perkembangan pervasive atau pervasive development disorder (PDD).

Autism bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan gangguan yang terjadi

pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya

otak manusia normal lainnya dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang

autism.

Dari pendapat diatas, dapat kami menyimpulkan bahwa autisme adalah

kelainan perkembangan saraf pada jiwa seseorang yang dialami sejak lahir atau

saat masa balita. Merupakan gangguan perkembangan yang komplek,

mempengaruhi perilaku dan kamampuan komunikasi, hubungan social dan

emosional dengan orang lain. Sehingga mengakibatkan anak autis menutupi diri

sendiri dan sibuk dengan dunianya sendiri.

B. Ciri-ciri

Supratika (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri

yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi,

misalnya dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di

‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian

terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau

mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka

dengan stimuli pendengaran, senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul

kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan

obyek, namun sulit menangkap.

9
1. Sulit berbicara, rata-rata anak autis terlambat dalam berbicara dan notasi

bicaranya cenderung datar dan bersifat formal. Anak autis umumnya

kesulitan dalam berbicara, memahami percakapan, hingga membaca dan

menulis.

2. Suka tindakan yang berulang, anak autis menyukai hal ynag sudah pasti

sehingga mereka sangat menyukai rutinitas yang sama terus-menerus atau

sering melakukan tindakan yang berulang

3. Perkembangan yang telat

4. Lingkungan yang sering diabaikan

5. Sangat sensitif cahaya, suara dan juga sentuhan yang berlebihan akan

membuat anak autis tidak merasa nyaman karena mereka amat sensitif

dengan keadaan sekitarnya

6. Gangguan dalam berinteraksi, biasanya akan sulit kontak mata atau

bahkan tidak ada kontak mata, sulit berempati dengan temannya, karena

anak penderita autis sangat sulit untuk memahami perasaan orang lain.

7. Tidak suka kontak fisik. Kebanyakan anak autis tidak suka disentuh atau

dipeluk, tetapi ada sebagian anak autis yang senang dan sering memeluk

orang yang berada didekatnya

8. Sulit berkata-kata dan memahami komunikasi secara verbal.

Perbendaharaan kata sedikit dan kadang kala mengucapkan kata yang

tidak ada artinya.

C. Tingkat Kecerdasan Anak Autis

10
Tak banyak yang mengetahui, bahwa anak autis memiliki kecerdasan yang

sangat luar biasa, seperti halnya tokoh-tokoh jenius yang sangat terkenal yaitu,

Albert einsten, Sir Isaaq Newton dan Mozart.

Mengapa ada beberapa anak autism yang sangat cerdas?

Yusuf Mansur, anak autis biasanya cerdas karena bisa dengan mudah

mengingat hal-hal yang pernah ia lihat. Saat orangtua atau guru anak autis

menyetelkan sebuah murottal, atau tanpa sengaja mendengar orangtuanya sedang

menghapalkan sesuatu, lalu anak autis ini siap untuk merekam apa yang sudah ia

dengar, ia melihat dan merekan kejadian tersebut dengan baik dalam memorinya.

Maka, saat anak autis mencoba untuk melafadzkan apa yang sudah ia dengar

dari murottal tersebut sendiri, mereka akan langsung memutar rekaman kejadian

sebelumnya dan ia menirukannya dengan tepat, atau secara tiba-tiba ia

melafadzkan apa yang sedang dihafalkan oleh oleh orangtuanya. Begitu juga

dengan rumus matematika, fisika atau tata bahasa. Banyak anak autis yang

memiliki tingkat kecerdasan yang sangat mengagumkan. Berikut tingkatan

kecerdasan yang membuat anak autis menjadi genius:

a. Kecerdasan spasial, merupakan kecerdasan yang berdasar pada

kemampuan menangkap informasi visual atau spasial, mentransformasi

dan meodifikasinya, dan membentuk kembali gambaran visual tanpa

stimulus fisik yang asli. Kecerdasan ini tidak bergantung sensasi visual.

Kemampuan pokoknya adalah kemampuan untuk membentuk gambaran

tiga dimensi dan untuk menggerakkan atau memutar gambaran tersebut.


11
Individu yang dominan memiliki kecerdasan tersebut cenderung berpikir

dalam pola-pola yang berbentuk gambar. Anak autis sangat menyukai

bentuk peta, bagan, gambar, video ataupun film-film sebagai media yang

efektif dalam berbagai kegiatan hidupp sehari-hari.

b. Kecerdasan bahasa, merupakan kecerdasan individu dengan dasar

penggunaan kata-kata dan atau bahasa. Meliputi mekanisme yang

berkaitan dengan fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Anak autis

yang memiliki kecerdasan tersebut, mempunyai kecakapan tinggi dalam

merespon dan belajar dengan suara dan makna dari bahasa yang

digunakan. Pada umumnya merupakan ahli yang berbicara di depan

public. Anak autis lebih bisa berpikir dalam bentuk kata-kata daripada

gambar. Kecerdasan ini merupakan aset berharga bagi jurnalis, pengacara,

pencipta iklan.

c. Kecerdasan logis matematis, kecerdasan tersebut mendasarkan diri pada

kemampuan penggunaan penalaran, logika dan angka-angka matematis.

Pola pikir yang berkembang melalui kecerdasan ini adalah kemampuan

konseptual dalam kerangka logika dan angka yang digunakan untuk

membuat hubungan antara berbagai informasi, secara bermakna.

Kecerdasan ini diperlukan oleh ahli matematika, pemrogram komputer,

analis keuangan, akuntan, insinyur dan ilmuwan.

d. Kecerdasan jasmani kinestetik. Kemampuan untuk mengendalikan

gerakan tubuh dan memainkan benda-benda secara canggih, merupakan

bentuk nyata dari kecerdasan tersebut. Individu akan cenderung

12
mengekspresikan diri melalui gerak-gerakan tubuh, memiliki

keseimbangan yang baik dan mampu melakukan berbagai maneuver fisik

dengan cerdik. Melaui gerakan tubuh pula individu dapat berinteraksi

dengan lingkungan sekelilingnya, mengingat dan memproses setiap

informasi yang diterimanya. Kecerdasan ini dapat terlihat pada

koreografer, penari, pemanjat tebing.

e. Kecerdasan musikal. memungkinkan individu menciptakan,

mengkomunikasikan dan memahami makna yang dihasilkan oleh suara..

Komponen inti dalam pemprosesan informasi meliputi pitch, ritme dan

timbre. Terlihat pada komposer, konduktor, teknisi audio, mereka yang

kompeten pada musik instrumentalia dan akustik.

f. Kecerdasan interpersonal, merupakan kecerdasan dalam berhubungan dan

memahami orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun

individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain,

agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan.

Sehingga terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan

orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kesatuan

suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan

non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain.

g. Kecerdasan intrapersonal, tergantung pada proses dasar yang

memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-

perasaan mereka, misalnya membedakan sakit dan senang dan bertingkah

laku tepat sesuai pembedaan tersebut. Kecerdasan ini memungkinkan

13
individu untuk membangun model mental mereka yang akurat, dan

menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik

dalam hidup mereka.1

D. Perkembangan Anak Autis

Setiap anak adalah pelita dunia. Derai tawa bahagia bersama keluarga dan

teman-teman, tatapan mata nan ceria, menunjukkan kesiapan serta kebahagiaan

sempurna untuk menerima pembelajaran kehidupan. Dan disetiap rentang usia,

mereka perlahan dituntun agar mampu mengasah kemampuan fisik dan

kepribadiannya sebagai bagian dari masyarakat yang tidak pernah lepas dari

kebutuhan untuk saling berkomunikasi.

Dibawah bimbingan orangtua dan guru, setiap anak dapat dengan mudah

belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan baik. Namun, pembelajaran ini

menjadi berbeda dengan apa yang dialami oleh anak-anak dalam ruang gerak

autisme, suatu sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan

perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar

sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri.

Autisme memang bukanlah penyakit fisik tetapi kumpulan gejala kelainan

prilaku dan kemajuan perkembangan. Seorang anak yang mengidap autisme

biasanya tidak perduli dengan lingkungan sekitar, dan tidak bereaksi dengan

1
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/autisme/kenapa-autisme-biasanya-cerdas/Amstrong, T.
1993. Seven kinds of smart: Menemukan dan mengingkatkan kecerdasan anda berdasarkan teori
Multiple intellegence. PT. Gramedia Pustaka Tama: Jakarta
14
normal dalam pergaulan sosialnya termasuk mengalami kesulitan perkembangan

bicara dan Bahasa. Penyebab autis memang belum diketahui pasti oleh para ahli,

namun jelas bahwa gangguan yang paling menonjol adalah pada kemampuan

berkomunikasi terutama pemahaman bahasa saat harus melakukan interaksi

sosial.

Menurut teori perkembangan kognitif dari Psikolog Swiss, Jean Piaget,

individu secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia melalui empat

tahap perkembangan kognitif (Santrock, 2007:52):

a. Tahap sensorimotor yang berlangsung mulai dari lahir hingga usia sekitar

2 tahun. Menurutnya cara memahami dunia secara berbeda itulah yang

membuat sebuah tahap lebih tinggi dibandingkan tahap lainnya, hanya

sekedar memiliki informasi lebih banyak tidak berarti membuat pemikiran

seseorang lebih tinggi. Kognisi anak di sebuah tahap secara kualitatif

berbeda dibandingkan tahap lainnya.

b. Tahap praoperasional yang berlangsung kurang lebih dari usia 2 hingga 7

tahun. Dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-

kata, bayangan, dan gambar.

c. Tahap operasional konkret yang berlangsung kurang lebih dari usia 7-11

tahun dimana anak-anak dapat mulai bernalar secara logis dan melakukan

operasi yang melibatkan objek-objek.

d. Tahap terakhir adalah operasional berlangsung antara usia 11-15 tahun

dimana individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir

lebih abstrak serta logis.


15
Melihat teori Piaget, dapat dikatakan bahwa pada anak autis teori hanya

mengena sampai tahap kedua yaitu tahap praoperasional. Tahap sensorimotor

dimana bayi membangun pemahaman mengenai dunia dan mulai

mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris (melihat-mendengar) yang

disertai tindakan fisik

Kelemahan anak autis adalah mengenali kandungan emosi dari stimulus yang

dihadapi sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mengenali emosi orang

lain, kemudian menjadi tidak mampu mengekspresikan emosinya apalagi

melakukan kontak emosi.

Jika melihat sisi kepribadian anak autis yang jiwanya tidak sangat labil, bisa

dikatakan sulit memprediksi apakah setelah menginjak dewasa semua anak autis

akan berhasil atau tidak melawan gangguan ini. Pada dasarnya, autisme memang

memiliki tingkatan ringan dan berat, namun ragam gangguannya juga bermacam-

macam. Apalagi jika tarafnya adalah autis berat (misalnya kebiasaan bertepuk

tangan meski tidak dalam suasana sedih atau gembira dan sering mengamuk) akan

semakin sulit memotivasi mereka untuk melawan autisme tersebut dari dalam

pribadi diri sendiri.

Sebagian besar masyarakat sangat meragukan jika anak autis setelah dewasa

akan bisa memiliki masa depan cemerlang. Tapi nyatanya ada sebagian besar dari

mereka yang pada akhirnya mampu berprestasi menghasilkan sesuatu yang

berkarya seni tinggi, seperti lukisan-lukisan indah. Rata-rata anak autis memang

sangat suka mencoret-coret dan menggambar.

16
Oleh karena itu, untuk membuka kesempatan anak autis memiliki masa depan

yang lebih cerah, banyak orang tua yang kini mulai mempercayakan pendidikan

anaknya ke sekolah-sekolah khusus autis, atau terapi khusus, orang tua berharap

bahwa dengan jalan terapi tersebut diharapkan anak dapat lebih memahami bahasa

komunikasi, mampu berinteraksi dengan dunia sekitarnya dan sanggup

mengendalikan emosi, meskipun perkembangannya mungkin tidak bisa

sepenuhnya normal seperti anak-anak lainn

E. Pengertian Murottal Al-Qur’an

Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) murottal adalah rekaman suara al-

Qur’an yang dilakukan oleh seorang qari’ (pembaca al-Qur’an). Lantunan al-

Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, sedangkan suara manusia

merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling

mudah dijangkau. Hadi, Wahyuni dan Purwaningsih (2012), menjelaskan terapi

murottal al-Qur’an adalah terapi bacaan al-Qur’an selama beberapa menit atau

jam sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terapi murottal al-

Qur’an merupakan rekaman suara ayat-ayat al-Qur’an oleh qari yang memberikan

dampak positif bagi tubuh.

F. Pengaruh Terapi Murottal

Pengaruh dari terapi murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an)

menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011):

17
 Mendengarkan bacaan ayat-ayat al-qur’an dengan tartil akan mendapatkan

ketenangan jiwa

 Lantunan al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara

manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat

yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon

stres, mengaktifkan hormon endarfin alami, meningkatkan perasaan rileks

dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang,

memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah

serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas

gelombang otak.

Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) bacaan surat al-Qur’an yang

terbaik adalah al-Fatihah, karena intisari dari al-Qur’an adalah surat al-Fatihah,

dan pemahaman terhadap al-Qur’an diawali dengan pemahaman terhadap al-

Ikhlas. Surat tersebut juga dapat digunakan untuk mengurangi atau menurunkan

kecemasan. Keseluruhan efeknya telah menjadikan al-Ikhlas sangat selaras

dengan nuansa shalat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta

kualitasnya dan hurufnya yang tinggi membuat al-Ikhlas mudah dibaca dan

dihafal semua orang dengan latar belakang apapun

Penelitian manfaat al-Qur’an diantaranya terapi murottal berpengaruh

terhadap tingkat kecemasan anak presirkumisi (Silviani, 2015), pemberian

invervensi terapi audio dengan murottal surah al-Ikhlas dapat menurunkan tingkat

prilaku anak autis yaitu pada aspek interaksi sosial, emosi dan prilaku (Maryani

dan Hartati, 2013).


18
G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mega Nurul Anah (2016),

dengan judul “ Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kemampuan Komunikasi

Anak Autis Di Sekolah Luar Biasa (SLBN) 1 BANTUL YOGYAKARTA”

Autisme merupakan gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi

sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Di Daerah Istimewa

Yogyakarta, saat ini terdapat 272 anak autis dan jumlah anak autis laki-laki lebih

banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi murottal

terhadap kemampuan komunikasi anak autis di SLBN 1 BANTUL

YOGYAKARTA.

Desain penelitian menggunakan pra-eksperimental, pra-test dan post-test

tanpa kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di bulan Juni 2016. Jumlah sampel

penelitian ini adalah 12 siswa yang dipilih dengan teknik total sampling

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemampuan komunikasi responden

diukur dengan Autisme Treatment Evaluation (ATEC). Penelitian ini

menggunakan analisa data Paried T-test dengan nilai p-<0,005.

Hasil penelitian menunjukan rerata kemampuan komunikasi sebelum dan

sesudah terapi murottal yaitu pre-test 9,25 dan post-test 10,00 dengan nilai p-0,69

(p>0,005). Kemampuan komunikasi anak autis di SLBN 01 Bantul sebelum dan

sesudah melakukan terapi murottal mengalami peningkatan yang tidak signifikan.

Tidak ada pengaruh terapi murottal terhadap kemampuan anak autis di SLBN 1

Bantul.
19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eva Dwi Maryani dan Elis

Hartati (2013) dengan judul “Intervensi Terapi Audio Dengan Murottal Surah Ar-

Rahman Terhadap Prilaku Anak Autis”

Gangguan prilaku yang umum dialami oleh anak autis antara lain

gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi, prilaku motorik dan emosi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan gambaran

pengaruh terapi audio dengan murottal surah Ar-Rahman terhadap anak autis.

Penelitian menggunakan desain pra eksperimental. Jumlah sampel berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pre-test

dan post-test adalah lembar observasi prilaku anak autis. Rata-rata nilai hasil pres-

test dan post-test sebesar 5,06 dan 4,06 serta jumlah responden yang mengalami

gangguan prilaku menunjukan penurunan setelah mendapatkan terapi. Hasil ini

menunjukan adanya penurunan gangguan prilaku anak autis pada aspek interaksi

sosial, prilaku motorik dan emosi setelah mendapatkan terapi audio dengan

murottal surah Ar-Rahman. Penelitian ini dapat menjadi acuan dan pertimbangan

bagi orang tua dan sekolah luar biasa untuk menerapkan terapi audio dengan

murottal surah Ar-Rahman sebagai terapi pendamping yang murah dan tidak

menimbulkan efek samping.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sabda Riang Utama (2016)

dengan judul “Assesmen Anak Autis Di Sekolah Khusus Taruna Al-Quran

Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan

bagaimana asesmen anak autis di Sekolah Khusus Taruna Al-Qur’an Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi deskriptif.


20
Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru yang mengampu siswa autis,

dan psikolog. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Uji keabsahan dalam penelitian

ini menggunakan uji kredibilitas dengan melakukan triangulasi, diskusi dengan

teman sejawat, dan member check serta uji dependability dengan melakukan

bimbingan kepada dosen pembimbing. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asesmen terhadap anak autis di

Sekolah Khusus Taruna Al-Qur’an memiliki beberapa tujuan yaitu penjaringan

(screening), pengalihtanganan (referral) dan klasifikasi (classification). Pihak

yang terlibat dalam asesmen yaitu Kepala Sekolah, Psikolog, Guru pengampu

anak autis dan orangtua siswa autis. Namun pelaksanaannya lebih banyak

didominasi oleh psikolog. Asesmen di sekolah ini memiliki tahapan sebagai

berikut :

1) wawancara kepala sekolah dengan orangtua siswa.

2) kepala sekolah merujuk siswa ke psikolog untuk dilakukan asesmen

3) psikolog melakukan asesmen terhadap anak. Psikolog memberi

rekomendasi kepada guru tentang hasil asesmen.

4) guru membuat lesson plan atau program pembelajaran individual (PPI).

Metode yang digunakan untuk asesmen yaitu metode observasi,

wawancara, dokumentasi dan test. Belum ada instrumen khusus yang digunakan

21
oleh guru dalam asesmen anak autis. Tindak lanjut hasil asesmen, sekolah belum

mengadakan forum diskusi (case conference) untuk mendiskusikan hasil

pengumpulan data asesmen dan Guru tidak membuat dokumen secara tertulis

tentang hasil asesmen akademik dan rumusan profil anak autis sebagai pedoman

dalam penyusunan PPI (Program Pembelajaran Individual).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muthmainnah Asri (2013)

dengan judul “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan

Berbahasa Pada Anak Autis Di Taman Pelatihan Harapan Makassar”. Anak

dengan gangguan autism terjadi keterlambatan dalam bidang kognitifnya,

diantaranya berdampak pada terjadinya gangguan daya konsentrasi,

berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Kondisi demikian menuntut

adanya pengguanaan metode baru atau alternative dalam proses pemberian

stimulasi kepada anak autis guna meningkatkan kemampuan berbahasa untuk

dapat berkomunikasi dengan orang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh terapi music klasik terhadap kemampuan berbahasa pada

anak autis. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra

eksperiment one group pre test and post test design. Cara penarikan sampel

dengan menggunakan purposive sampling dengan jumlah sebnayak 30 responden.

Adapun instrument penelitian yang digunakan yaitu kuesioner dan data yang

dianalisis menggunakan paired test dengan tingkat signifikan (α=0,05). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa p Value= 0,000 atau p< 0,005, ada pengaruh terapi

music klasik berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa pada anak autis di

Taman Pelatihan Harapan Makassar. Rekomendasi dari penelitian ini, dimana

22
terjadi peningkatan kemampuan berbahasa pada anak autis setelah di berikan

terapi music diharapkan kepada orang tua yang memiliki anak autis dapat

memperkenalkan terapi music. Bagi tempat terapi dapat mengkombinasikan terapi

music dengan terpai lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Cahyo Kusumawati

(2018), dengan judul Gambaran Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Aktivitas

Motorik Anak Autis Di Pusat Pelayanan Autis Sragen. “Autis merupakan

keadaan dimana mengalami gangguan pada syarafnya. Autis adalah keadaan

dimana adanya gangguan yang terjadi pada syarafnya sehingga mengakibatkan

terjadinya gangguan perkembangan dan ketidak mampuan anak dalam bebagai

bidang. Anak autis termasuk salah satu jenis anak berkebutuhan khusus (ABK)

yang mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi saraf

otak yang berhubungan dengan fungsi komunikasi, motorik,sosial, dan perhatian.

Autis terdiri dari dua golongan yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan perilaku

yang defisit (berkurang). Jenis penelitian yang akan digunakan adalah kuantitatif

dengan metode Pre-experimental design. Rancangan penelitian yaitu dengan

menggunakan rancangan penelitian one shot case study. Rancangan penelitian one

shot case study adalah dengan cara memberikan perlakuan /treatmen, kemudian

diobserasi untuk dilihat dampaknya atau pengaruhnya. Populasi dalam penelitian

ini yaitu sejumlah 32 siswa. Metode penelitian ini menggunakan teknik penelitian

total sampel yaitu teknik penelitian dengan pengambilan sampel sama dengan

jumlah populasi karena jumlah populasi kurang dari 100. Penelitian dilaksanakan

di pusat pelayanan anak autis. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini

23
adalah dengan menggunakan file audio murotal dan speaker, kamera digital untuk

mengobserasi anak saat diberikan terapi murotal, dan ceklis. Penelitian dilakukan

di Pusat Pelayanan Anak Autis dengan hasil setelah diberikan terapi murotal

adalah adanya peningkatan aktivitas motorik anak autis yaitu motorik kasar dan

motorik halus, sedangkan hiperaktif dan menarik diri mengalami penurunan

setelah diberikan terapi murotal.”

METODE PENELITIAN

3.1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dilakukan di beberapa rumah masyarakat, khususnya

bagi anak yang menderita autis. Penelitian ini dilakukan di Desa Pilang,

Kecamatan Masaran, Kabupaten.Sragen, Jawa Tengah.

3.2. Populasi dan Sampel

24
3.2.a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu masyarakat Desa Pilang yang

didalamnya terdapat beberapa anak yang mengalami autisme. Desa ini,

diambil sebagai tempat penelitian, karena di Desa Pilang ini ada beberapa

keluarga yang memiliki anak atau saudara penderita autisme, dengan

jumlah penderita anak autisme yaitu lima orang.

3.2.b. Sampel

Pada penelitian ini menggunakan teknik murottal sehingga

populasi dijadikan sampel dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah

ditetapkan. Jumlah populasi anak autis di Desa Pilang, Sragen adalah tiga

orang.

3.2.c. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi

a. Masyarakat Desa Pilang

b. Bersedia menjadi responden

c. Beragama Islam

d. Anak autis maksimal umur 20 tahun

Kriteria eksklusi

a. Anak autis berumur lebih dari 20 tahun

b. Tidak mampu mendengar

25
3.3. Pengumpulan Data

Beberapa macam tekhnik akan mendukung, agar data dapat terkumpul

dengan lengkap, tepat, dan valid. Adapun tekhnik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini diantara lain;

1. Observasi

Observasi yang digunakan berupa observasi pengamatan secara langsung.

Data obserasi berupa data faktual, cermat, dan terinci, mengenai lapangan

keadaan lapangan, keadaan manusia dan situasi sosial serta konteks

dimana keadaan kegiatan itu terjadi, data diperoleh karena adanya

penelitian-penelitian di lapangan secara langsung.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap orang tua atau saudara yang bersangkutan,

dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan hal-hal yang menyangkut penelitian. Pada penelitian ini

wawancara yang digunakan adalah wawancara tatap muka, sehingga dapat

memperoleh imformasi secara langsung dari sumber subjek yang terdekat.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi ini merupakan sumber skunder atau pendukung

dalam proses penyusunan jurnal ini. Tehnik dari metode dokumentasi ini

diawali dengan menghimpun, memilih-milih dan mengategorikan

dokumen-dokumen sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian mulai

menerangkan, mencatat dan menafsirkan sekaligus menghubungkan

dengan fenomena yang lain denagn tujuan untuk memperkuat status data.
26
3.4. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variable

a. Variable independen dalam penelitian ini adalah terapi murottal

b. Variable Dependen dari penelitian ini adalah prilaku adaptif

2. Definisi Operasional

a. Terapi murottal ayat Al-Quran surah-surah pilihan sebelum tidur

selama kurang lebih 1 jam melalui music box atau speaker 1 kali

sehari selama seminggu dan yang dilakukan pre-test dan post-test.

b. Perilaku adaptif yaitu perilaku yang dialami oleh anak autism

meliputi komunikasi dan sosialisasi dan bahasa sang anak.

3.5. Instrument Penelitian

Penelitian ini menggunakan music box atau speaker sebagai alat untuk

mendengarkan murottal serta menggunakan lembar observasi yang

mendeskripsikan mengenai interaksi dan sosialisasi anak autis. Langkah-langkah

yang ditempuh untuk menyusun instrument dengan mendefinisikan variable

penelitian, kemudian dijabarkan ke sub variable. Selain menggunakan lembar

observasi, penelitian ini juga menggunakan pedoman wawancara dan

dokumentasi untuk mengetahui kemampuan komunikasi dan sosialisasi anak autis

dalam interaksi social secara mendalam.

Instrument dalam penelitian ini yaitu, (1) peneliti sebagai instrument

penelitian utama, perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis data, dan

pelapor penelitian. (2) mendengarkan murottal Al-Quran dengan surah-surah

terpilih, dan mengamati reaksi anak autis sebelum dan setelah mendengarkan
27
murottal. (3) lembar observasi, sebagai lembar pengamatan kemampuan interaksi

dan sosialisasi anak autis, dianalisa secara naratif yang nantinya akan

menghasilkan kesimpulan mengenai sosialisasi, komunikasi dan Bahasa anak

autis setelah mendengarkan murottal Al-Quran. (4) panduan wawancara, sebagai

penguat pengumpulan data dari subjek penelitian. (5) kegiatan dokumentasi di

ambil dari data riwayat anak, catatan perilaku anak dari orangtua.

3.6. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang penyusun gunakan dalam menganalisis data

adalah deskriftif kualitatif yaitu digambarkan dengan data-data yang didapat

selama penelitian berlangsung atau kalimat penjelas berbentuk narasi.

Maksudnya, setelah data penyusun kumpulkan dan diurutkan, kemudian diedit

dan disusun berdasarkan urutan pembahasan yang telah direncanakan. Selanjutnya

penyusun melakukan interprestasi secukupnya dalam usaha memahami kenyataan

yang ada untuk menarik kesimpulan.

Nasution (2003: 129) menyatakan dalam menganalisis data selama dilapangan

teknik yang digunakan adalah:

1. Reduksi data

Reduksi merupakan langkah awal dalam menganalisis data. Mereduksi

data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya dan membuang data yang

tidak perlu atau kurang relevan. Tujuan dari reduksi data adalah untuk

memudahkan pemahaman terhadap data yang diperoleh, sehingga peneliti


28
dapat memilih data mana yang relevan dan kurang relevan dengan tujuan

dan masalah penelitian.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antara kategori, dan flowchart. Namun yang

paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah dengan teks-naratif. Tujuan dari penyajian data adalah untuk

memudahkan dalam memahmai apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan

dan verifikasi. Simpulan tersebut merupakan pemaknaan terhadap data

yang telah dikumpulkan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif

diharapkan adalah merupakan temuan baru berupa deskriptif atau

gambaran suatu objek yang sebelumnya masih ramang-ramang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori.

Analisis data kualitatif ketiga langkah tersebut saling berkaitan. Analisis

data dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada saat pengumpulan data dan setelah

data terkumpul. Artinya, sejak awal data sudah mulai dianalisis, karena data akan

terus bertambah dan berkembang. Jadi ketika data yang belum memadai atau

masih kurang dapat segera dilengkapi.

29
Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi wilayah penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di sekitar desa Pilang, Masaran, Sragen

Jawa Tengah. Di desa tersebut ada beberapa keluarga yang memiliki

anak yang berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus yang

berada di desa Pilang tersebut terdiri dari berbagai jenis gangguan

seperti tunarungu, anak berkesulitan belajar spesifik, dan autis. Anak-

anak tersebut telah diberikan pelayanan khusus oleh pihak keluarga.

System pelayanan yang diberikan yaitu memberi pendampingan dan

bimbingan khusus bagi anak. Pendampingan dilakukan untuk

memberikan bantuan agar anak berkebutuhan khusus mampu

melakukan aktivitas layaknya anak normal lainnya.

2. Hasil

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi murottal

terhadap prilaku sosial pada anak autis di Desa Pilang, Masaran,

Sragen, Jawa Tengah yang di laksanakan mulai tanggal 20 Maret

sampai dengan April 2019 dengan menggunakan metode wawancara

terhadap keluarga yang bersangkutan.

Deskripsi Subjek

30
Subjek penelitian ini adalah 3 orang anak dengan gangguan autis dan

tunarungu.

Adapun identitas subjek adalah:

1) Nama : Aulia Andina

2) Jenis kelamin : Perempuan

3) Tempat, tanggal lahir : Sragen, 16 September 2002

4) Kewarganegaraan : Indonesia

5) Agama : Islam

6) Alamat : Pilang, Masaran, Sragen Jawa Tengah

Aulia merupakan anak yang pertama kali kita temui setelah

melakukan wawancara dengan saudara perempuannya (kakak) Aulia

memang mampu dalam berkomunikasi dan bersosialisasi, namun

dilihat dari segi fisik Aulia terlahir dalam keadaan cacat. Menurut

penuturan sang kakak asal usul Aulia terlahir cacat karena dahulu di

saat hamil Aulia, ibunya tak merasakan tanda-tanda kehamilan dan

merasa gelisah ketika tak seperti biasanya sang ibu telat datang bulan

singkat cerita, akhirnya sang ibu memutuskan membeli jamu pelancar

datang bulan lalu meminumnya, setelah beberapa hari sang tersadar

bahwa dirinya saat itu sedang mengandung.

Pasca persalinan sang dokter bertanya “di saat ibu mengandung

apakah ibu meminum jamu pelancar datang bulan?” sang ibu tak

menjawab karena beliau lupa. Dokter bertanya karena heran dengan


31
kondisi bayi yang cacat. Sesampainya di rumah sang ibu kembali

teringat bahwa memang di saat sang ibu belum mengetahui bahwa

dirinya hamil sempat meminum jamu pelancar datang bulan.

Menurut penuturan sang kakak, dahulu semasa dirinya dan

saudara-saudara yang lain sibuk dengan pendidikan mereka masing-

masing sehingga mereka mengabaikan Pendidikan sang adik (Aulia)

dan ketika sang kakak telah menyelesaikan sarjananya barulah ia

menyesali dan menyadari kenapa tak sedari dulu mendidik sang adik.

Dan akhirnya di saat usia sang adik hampir menginjak usia dewasa

barulah sang adik mengikuti rutinitas anak-anak kecil di sore hari yaitu

TPA. Alhamdulillah Aulia mampu membaca iqro’ walaupun harus

dipancing dengan hal-hal. Jika kemampuan Aulia dalam mengaji dan

menghapalkan Al-Qur’an terasa begitu mudah, Aulia sangat sulit

sekali dalam menghapalkan huruf-huruf abjad. Pernah Aulia di

sekolahkan di SLB terdekat akan tetapi yang dilakukan Aulia di luar

dugaan ibunya, Aulia tidak ingin sekolah dan sering sekali jika ia

sudah benar-benar tidak mau akhirnya Aulia memutuskan untuk

pulang ke rumah sendiri. Aulia hanya mampu menghapal dan

membaca tetapi jika menulis ia tidak bisa karena kekurangan yang ia

miliki ada di sana. Aulia mampu merespon lawan bicara tetapi belum

bisa bersosialisasi dengan baik di karenakan psikisnya. Aulia akan

terlihat marah jika ada yang mengejeknya dan bisa di pastikan barang

kesayangan orang yang mengejek akan hilang sesaat, ya Aulia

32
mengambil barang tersebut, dan meletakkan di kamarnya. Hanya

sekedar diletakkan di kamar. Setelah usia Aulia menginjak 17 tahun

dan sudah sering di putarkan murottal dan menghapalkan surah-surah

pendek di TPA, perubahan di dirinya pun terjadi, Aulia bisa

mengetahui rasa malu dan sosialisasi mulai membaik seperti tidak lagi

mengambil barang orang lain ketika marah. Akan tetapi, ia sangat

malu jika berhadapan dengan lawan bicara yang belum ia kenal dengan

baik.

1) Nama : Husna

2) Jenis kelamin : Perempuan

3) Tempat,tanggal lahir : Sragen,

4) Kewarganegaraan : Indonesia

5) Pendidikan : SLB Masaran

6) Agama : Islam

7) Alamat : Pilang, Masaran, Sragen Jawa

Tengah

Dari hasil wawancara Husna memang sudah di vonis

sebagai anak autis, kekurangan yang paling menonjol dari

Husna adalah sulit untuk mengucapkan sebuah kata, ia hanya

bisa mengucapkan huruf vocal saja, contohnya: Husna

memiliki seorang adik bernama Fatih, ia tidak bisa

mengucapkannya dengan ‘Fatih’ Husna hanya bisa

mengucapkan ‘Atih’ atau tidak Husna hanya bisa mengucapkan


33
kata akhirnya saja. Husna dari segi fisik ia normal dari

pendengaran maupun penglihatannya, ia hanya keterlambatan

mental. Menurut penuturan sang ibu, setelah melakukan

beberapa kali tes ternyata Husna memiliki kelebihan dalam

DNA, jika normal maka DNA hanya berangka 2 saja jika

abnormal maka bisa jadi DNA berangka 3 atau lebih. Dampak

ini bisa memengaruhi keterlambatan mental sang anak. Husna

berumur 7 tahun dan merupakan anak ke 3 dari 6 bersaudara,

menurut sang ibu faktor yang menyebabkan Husna seperti ini

adalah karena faktor keturunan dari keluarga sang ayah.

Seorang anak mestilah memiliki keistimewaan masing-

masing, sebagaimana ibu Husna tak pernah mengeluh dengan

apa yang telah Allah berikan kepada beliau. Beliau merasa

Husna adalah “hadiah istimewa dari sang Mahakuasa”. Sang

ibu juga berusaha untuk mendidik Husna, pernah Husna di

masukkan kesekolah SLB di Masaran dan ketika sang ibu

melahirkan anak yang ke 6 ibunya mmilih untuk memutus

sekolah Husna semetara waktu karena tidak ada yang

menemani Husna nanti di sekolah. Dan sang ibu mengatakan

Husna akan melanjutkan sekolahnya jika sudah tidak terlalu

repot urusan di rumah.

Kegiatan yang dilakukan Husna jika tidak menjaili sang

adik adalah menonton televisi dan bersepeda, menurut sang ibu


34
Husna memang sangat hyperaktif dan suka sekali mencari

perhatian jika sudah ada tamu di rumah. Setelah kita

memberikan murottal kepada Husna, memang tidak banyak

perubahan yang terjadi. Hanya saja sebelumnya Husna tidak

ingin di ajak masuk kepondok, karena ingin memperbaiki

sosialisasi Husna dan membujuknya, akhirnya Husna luluh dan

ikut masuk kepondok dan bersalaman dengan orang-orang

yang ia temui di pondok.

Berselang beberapa hari, ketika bepapasan dengan Husna ia

memberikan respek yang bagus. Husna menyapa terlebih

dahulu sebelum kita menyapa, seperti “Amah…” perubahan

yang bagus.

1) Nama : Fatah Al-Fath

2) Jenis kelamin : Laki-laki

3) Tempat, tanggal lahir : Sragen, 13 April 2016

4) Kewarganegaraan : Indonesia

5) Pendidikan :

6) Agama : Islam

7) Alamat : Pilang, Masaran, Sragen Jawa

Tengah

Fatah Seorang anak yang berusia 3 tahun, tidak bisa

mendengar atau tunarungu dan belum bisa berbicara. Fatah

35
merupakan anak normal, hanya saja keterlambatannya di

karenakan ia tidak bisa mendengar dan berbicara. Sang ibu

mengetahui sang anak tidak dapat berbicara ketika usia Fatah 2

tahun, ketika Fatah sedang menirukan adiknya yang masih bayi

menangis di hadapannya, Fatah hanya ikut membuka mulut

seperti sang adik tapi tidak mengeluarkan suara sang ibu agak

heran. Ketika itu sang adik di diagnosis terkena sakit lemah

jantung dan sang ibu langsung menanyakan kondisi Fatah yang

memang belum bisa berbicara di usianya yang sudah memasuki

2 tahun tadi, sang ibu tak heran, karena ada saudara yang

mengalami hal tersebut. Akhirnya sang dokter mengatakan

bahwa Fatah tidak bisa mendengar, tetapi syukurnya tidak

permanen sehingga Fatah bisa di kenakan alat pendengar.

Ketika kita memberitahu maksud kedatangan kita ke sang

ibu, dan sang ibu mengiyakan kita langsung ingin mencoba,

jika Fatah tidak bisa mendengar suara-suara yang lain, apakah

Fatah bisa mendengar suara murottal yang kita bawa ini?

Akhirnya sang ibu menyalakan murottal sedang Fatah masih

bersembunyi dipelukan sang ibu “Dia merasa kalau sedang di

bicarakan, makanya bersembunyi kayak gini” tutur sang ibu,

dan ketika murottal menyala Fatah memutar kepalanya mencari

suara tadi, sang ibu malah menaikkan mp3 yang di pegang

semakin keatas, kepala Fatah berputar kembali seperti mencari

36
asal suara. Sang ibu tersenyum, karena ternyata Fatah masih

ada harapan untuk mendengar kembali.

Setelah beberapa kali terapi, ada kemajuan yang hinggap di

diri Fatah, ibunya menjelaskan bahwa Fatah sudah bisa

merespon pertanyaan lawan bicaranya walaupun harus dengan

suara lantang. Kunjungan kedua ini, Fatah tidak seperti di awal

kita bertemu ia tidak lagi bersembunyi Fatah malah

menunjukkan hal-hal normal seperti anak lainnya, yaitu

mencari perhatian terhadap tamu yang datang. Fatah

menunjukkan kemampuan lainnya walaupun ia belum bisa

berbicara layaknya anak normal lainnya.

Disamping diberikan murottal Fatah juga mengikuti

berbagai terapi, alhasil menurut penuturan sang nenek merasa

terharu karena Fatah bisa untuk diajak berdialog layaknya anak

biasa, dan sedikit terbawa suasana ketika berhadapan dengan

lawan bicara. Perkembangan yang menggembirakan menurut

sang ibu. Harus sering diajak berdialog dan bertemu agar Fatah

bisa berkembang dengan baik. Selalu berusaha dengan

semaksimal mungkin tentang akhir serahkan semuanya kepada

Allah SWT. dan mintalah yang terbaik.

Untuk ketiga anak hasil dari penelitian ini memang agak

sedikit kurang puas karena hanya sedikit yang menonjolkan

37
perubahan. Berhubung waktu yang sempit seperti menurut

penuturan Ibu Husna bahwa tidak mudah mendapatkan hasil

yang diinginkan terhadap anak autis, butuh kesabaran dan

waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Tapi insyaAllah dengan segala kehendak Allah semoga

penelitian ini dapat menimbulkan dampak yang diharapkan

dikemudian hari meski hanya sedikit kemungkinan

38
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian tentang pengaruh terapi murotal terhadap anak autis

ini, yaitu menunjukan tidak ada pengaruh terapi murotal terhadap

perilaku adaptif, kemampuan motorik, dan keseharian anak autis.

Namun, terapi mrotal ini memberikan pengaruh terhadap sub

komunikasi dan respon mereka ke orang lain. Walaupun tidak

sepenuhnya baik dalam respon tetapi ada perubahan setelah diberikan

terapi murotal.

B. Saran

1. Orang tua

Menyediakan waktu khusus untuk memberikan terapi murotal (surat-

surat pendek) di rumah bagi anak yang berkebutuhan khusus atau anak

yang sosialisasi dan komunikasinya kurag baik. Walaupun hanya lima

belas menit dalam sehari.

2. Bagi peneliti

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh terapi

murotal terhadap kemampuan anak autis dan tunagrita dengan

insensitas dan durasi yang lebih lama.

39
40
Daftar Pustaka

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/autisme/kenapa-autisme-biasanya-
cerdas/Amstrong, T. 1993. Seven kinds of smart: Menemukan dan mengingkatkan
kecerdasan anda berdasarkan teori Multiple intellegence. PT. Gramedia Pustaka
Tama: Jakarta

41

Anda mungkin juga menyukai