Anda di halaman 1dari 57

Kesehatan Jiwa

KESEHATAN JIWA DARI SUDUT PANDANG ISLAM


Oleh. Kholid, SST. MKes
Pendahuluan
Didalam kehidupan manusia, ia senantiasa menghadapi berbagai macam gangguan
penyakit, mulai dari penyakit akibat dari keturunan atau herediter,ataupun
karena gangguan congenital yaitu karena dibawa dari sejak lahir, maupun
penyakit yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan seperti penyakit-penyakit
infeksi ataupun akibat dari gaya hidup yang tidak sehat seperti berbagai
penyakit akibat gangguan metabolisme atau peyakit karena kelalaian manusia
seperti akibat dari kecelakaan transportasi atau bahkan ada penyakit yang
timbul karena pilihan manusia itu sendiri seperti akibat penyalahgunaan zat
adiktif. Ada pula penyakit yang timbul akibat dari proses degenerasi yaitu proses
kemunduran fisik secara alamiah karena bertambahnya usia, salah satu dari
sekian banyak penyakit itu adalah gangguan jiwa.
Menurut hadits riwayat Bukhari Muslim bahwa penyakit-penyakit itu adalah juga
ciptaan Allah SWT.,sebagaimana Allah pula yang menjadikan obatnya kecuali satu

macam penyakit yaitu penyakit tua., sehingga diserukan kepada manusia yang
menderita suatu penyakit agar berobat, ditegaskan pula oleh Allah dalam
firmanNya dalam AlQuran Asy syuaroo :80 yang mengatakan bahwa Bila aku
sakit,maka Dialah (Allah-lah) yang menyembuhkan aku.

Pengertian Gangguan jiwa


Diberbagai ayat dalam Al Quran disebut istilah-istilah yang dapat dikatagorikan
sebagai gangguan jiwa seperti Qalbu yang sakit ( maradhun ), majnuun , maftuun
dan jinnatuun yang ketiga-tiganya diterjemahkan sebagai gila, nafs yang kotor
disamping nafs yang suci dan yang tenang.
Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam
berbagai ayat Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat manusia
yag dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti manusia bersifat
tergesa-gesa, berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar tak mau bersyukur atau
berterima kasih, serta banyak lagi istilah -istilah sebagai akhlak yang buruk.
Didalam Al Quran disebut adanya Qalbu ( hati ), nafs, dan aql ( akal ) yang dapat
dianggap sebagai potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang sejak masa bayi
sampai mencapai maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan
membentuk jiwa yang sehat. Sebaliknya bila salah satu dari padanya terganggu
perkembangannya terutama bila terjadi pada qalbu (hati), maka dapat terjadi
gangguan jiwa.

Gangguan Jiwa dari masa ke masa


Gangguan jiwa sudah ada sejak manusia berada dimuka bumi ini, demikian kata
Lealon E. Martin. Hal ini disebabkan karena semenjak itu manusia senantiasa
merasa khawatir terhadap lawan-lawannya yang sudah lebih dulu ada dan
mengganggu kehidupannya. Penulis sendiri dapat menerima pernyataan itu dengan
alasan yang berlandaskan pada Al Quran mengenai cerita Qabil putra pertama

Nabi Adam AS. yang membunuh adiknya Habil karena cemburu ( AlQuran Surah
AlMaidah : 27-30 ).

Ibnu Sina atau Avicenna (980 1037 M), yang mengatakan bahwa beberapa
penyakit fisik dapat disebabkan oleh gangguan emosi.
Pada masa ini ilmu Kedokteran ditandai dengan berkembangnya pengetahuan
patologi klinik dalam mempelajari satu jenis penyakit, yang menghubungkan
antara symptom dengan patologi anatomi. Untuk gangguan jiwa dikenal seorang
dokter Jerman Wilhelm Griesinger (1817-1868), yang menyatakan bahwa
gangguan jiwa adalah penyakit otak. Selanjutnya Emil Kraepelin ( 1855-1926 )
menulis mengenai gangguan jiwa yang terdiri dari Dementia praecox disamping
Psikosis Manik Depresif, yang disebabkan oleh gangguan pada otak.
Kemudian datang Sigmund Freud ( 1856-1939 ) yang semula berorientasi pada
fisiologi kemudian beralih kepada psikilogi dan mengajukan teori yang disebutnya
sebagai free association untuk memahami sebab terjadinya gangguan jiwa
karena

pengalaman

dari

awal

kehidupan

seseorang,

dimana

dalam

perkembangannya terjadi repressi seksual yang mempengaruhi perkembangan


psikologi secara keseluruhan. Teori Freud yang dikenal sebagai teori

psikoanalisa sangat berpegaruh terhadap perkembangan psikiatri, karena


banyak sekali dokter ahli Jiwa di Eropa dan Amerika seperti Alfred Adler, Carl
Gustav Yung, Adolf Meyer dan lain-lain yang menjadi pengikut Freud. Meskipun
demikian ada juga diantara pengikut-pengikut ini yang kemudian menyangkal teori
Freud dan membangun teorinya sendiri. Adolf Meyer dari Amerika misalnya yang
menyatakan bahwa orang yang menderita gangguan jiwa tidak hanya disebabkan
karena patologi internal tapi juga karena maladaptive terhadap lingkungannya.
Teori Meyer ini menjadi awal pemikiran terhadap adanya psikitri kommuniti,
yang kemudian mengarah kepada Mental Health. Demikian juga salah seorang

murid Freud yaitu Karen Horney menentang teori Freud mengenai castration

complex pada wanita yang menimbulkan neurosis, melainkan neurosis itu terjadi
karena dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungannya. Salah seorang pengikut
Freud lainnya yaitu Eugen Bleuler yang khusus mempelajari Dementia Praecox,
yang ternyata menurutnya istilah itu tidak tepat karena pada pasien-pasien
tersebut

tidak

terdapat

demensia.

Bleuler

kemudian

pada

tahun

1911

memperkenalkan istilah Schizophrenia yang berarti jiwa yang retak atau pecah
untuk menggantikan istilah Dementia Praecox.
Teori Freud dengan teman-temannya menjadi landasan berbagai teori-teori
perkembangan keperibadian manusia yang kemudian mengilhami juga kemajuan
teori-teori ilmu Behavioral atau Ilmu Psikologi pada umumnya, antara lain
misalnya Humanistic Psychology oleh Gordon Alport ( 1897-1967 ), Abraham
Maslow ( 1908-1970) dengan teorinya mengenai hierarchi kebutuhan manusia,
Adolf Meyer sendiri (1866-1950 ) dengan teori mengenai pengaruh stres
psikososial. Kemudian berbagai teori tentang reaksi penyesuaian terhadap
stress, teori tentang mekanisme pertahanan ego dan lain-lain. Menurut Jean
Piaget, salah satu hal yang dapat menentukan kemampuan menyesuaikan diri
adalah kemampuan intelegensi yang berkembang seperti halnya perkembangan
keperibadian.
Pada pertengahan Abad ke-20 an sebagai awal terjadinya perkembangan dalam
bidang farmakologi, yaitu diketemukannya khlorpromazin atau largactil ( 1953 )
yang ternyata sangat efektif sebagai antipsikosis khususnya skizofrenia
,sehingga banyak pasien-pasien yang tidak perlu dirawat di Rumah Sakit lebih
lama karena dengan memakai obat tersebut pasien dapat dirawat secara
ambulatoar.( berobat jalan ). Hal ini menumbuhkan keyakinan akan peranan otak
sebagai

penyebab

terjadinya

gangguan

jiwa,sehingga

penelitian-penelitian

terhadap otak baik dalam bidang neuroanatomi maupun neurokimia khsusnya

neurotransmitter, lebih intensif. Begitupula penelitian-penelitian dalam bidang


genetik atau pengaruh factor herediter pada gangguan jiwa semakin banyak
dilakukan.
Saat ini perkembangan psikiatri sangat pesat, baik dalam hal psikopatologi
maupun dalam hal terapi, bagitupula mengenai etiologi telah menjadi kesepakatan
para ahli atas adanya factor organobiologik , psikologik dan social budaya .
Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan multifactor atau holistic yang
semua factor-faktor itu perlu diteliti secara mendalam yang disebut ekliktik,
sehingga pendekatan ini menjadi holistic-ekliktik (Kusumanto Setyonegoro
1954 ).
Perkembangan psikofarmakologi semakin meningkat sehingga berbagai macam
obat-obat dalam bidang psikiatri semakin banyak terdapat dipasaran, yang
memungkinkan para psikiater banyak mempunyai pilihan untuk memberi terapi
kepada pasien-pasiennya. Namun dibalik itu akibat negative dan perkembangan
itu telah meningkat pula terjadinya penyalahgunaan obat-obat psikofarmaka ini
sejalan dengan meningkatnya pula kenakalan remaja . Diseluruh dunia tidak
terkecuali Indonesia pada masa itu telah dilanda oleh masaalah narkotika dan
zat-zat psikoaktif.

Psikiatri, Kesehatan Jiwa dan Agama


Dengan mengutip tulisan Prof. DR Dadang Hawari dalam bukunya Al Quran Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa , mengenai pentingnya factor agama /
psikoreligius di bidang psikiatri dan kesehatan jiwa, dapat dilihat dari
pernyataan Prof Daniel X. Freedman, mantan Ketua Umum APA dan Guru Besar di
UCLA yang antara lain mengatakan bahwa didunia ini ada dua lembaga besar yang
berkepentingan dengan kesehatan manusia yaitu profesi kedokteran termasuk

psikiatri dan lembaga keagamaan. Lembaga ini dapat bekerja sama secara
konstruktif dan merapakan potensi guna peningkatan taraf kesejahteraan dan
kesehatan jiwa baik secara perorangan maupun kelompok masyarakat. Lebih
lanjut

dalam

buku

tersebut

disebutkan

bahwa

manfaat

pendekatan

keagamaan/psikoreligius dibidang pelayanan kesehatan jiwa oleh para pakar


antara lain Dr. D.B.Larson dkk. Dalam berbagai penelitiannya menyimpulkan
antara lain bahwa didalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini
dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu
kekuatan jangan diabaikan begitu saja.

Gangguan jiwa menurut Al Quran


Al Quran adalah Kalam Allah SWT. yang merupakan mujizat yang diturunkan
(diwahyukan ) kepada Nabi Nuhammad saw. secara berangsur-angsur dalam kurun
waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, selama 13 tahun turunnya di Mekkah dan
selebihnya diturankan di Madinah. Al Quran yang berarti bacaan, juga disebut
sebagai Al Kitab atau Kitabullah ( AlQuran SurahAl Baqoroh : 2 ) yang tidak ada
keraguan kepadanya, disebut juga sebagai Alfurqon (Alquran Surah Alfurqaan :
1) yang berarti pembeda yaitu membedakan antara yang benar dan yang batil,
juga disebut sebagai Ad Dzikr (Alquran Surah Alhijr :9), yang berarti
peringatan, juga sebagai Al Huda (Alquran Surah Yunus : 57) yang berarti
petunjuk, juga sebagai Al Hikmah (Alquran Surah Al Isro : 39 ) yang berarti
kebijaksanaan, juga sebagai Asy Syifa (Alquran Surah Yunus : 57), yang berarti
obat atau penawar.
Al Quran diturunkan pertama kali pada tanggal 6 Agustus 610 M , berupa 5 ayat
pertama dari Surat AlAlaq, yang diawali dengan perintah membaca, yang
kemudian diikuti dengan surat-surat lain sampai keseluruhannya berjumlah 114

surah, yang dikumpulkan menjadi 30 juz. Sebagaimana disebut dalam (Alquran


Surah Ali Imron : 7 bahwa diantara ayat ayat Al Quran itu ada yang muhkamat
yaitu ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya dapat dipahami dengan mudah,
tetapi adapula yang ayat-ayat mutasyabihat yaitu mengandung beberapa
pengertian sehingga diperlukan suatu penelitian untuk dapat memahami
maksudnya, atau bahkan ada ayat-ayat yang hanya Allah sendirilah yang
mengetahui pengertiannya. Secara umum isi kandungan Al Quran dapat
diklasifikasikan menjadi 3 pokok pembahasan yaitu pokok bahasan mengenai
aqidah, ibadah dan syariat.
Metode pembahasannya berupa pembahasan sejarah dari para Rasul, Nabi serta
umat-umat masa lampau, disamping ajakan kepada manusia untuk memahami
hukum-hukum dalam hubungan dengan Tuhan, dan juga ajakan kepada manusia
untuk mamahami hukum dalam hubungan antar manusia serta mahluk lainnya yang
kemudian disebut sebagai akhlak. Dengan kandungan yang demikian luas itu maka
ternyata Al Quran menyebut juga mengenai penyakit-penyakit khususnya
gangguan jiwa atau ketidak tenangan jiwa.
Misalnya qalbu ( hati) yang sakit ( maradhun ) disebut dalam Qs. 2 : 10; 5: 52; 8 :
49; 9 :125; 22: 53; 24 : 50; 33 : 12, 32,60; 47: 20 ,29, 74 :31. Qalbu yang sakit
ini, dalam ayat-ayat tersebut dikaitkan dengan orang-orang yang mengingkari
ayat-ayat atau hukum-hukum Allah, atau orang-orang yang zalim atau dengki atau
takut mati dijalan Allah.
Dipihak lain Al Quran juga menyebutkan bahwa Qalbu itu dapat tenang bila
orang-orang yang beriman yang selalu mengingat kepada Allah ( Qs. 13:28 ).
Selanjutnya didalam Al Quran ada istilah lain yaitu majnun yang diterjemahkan
gila disebut dalam Qs. 15: 6; 26 : 27 ;37 : 36; 44: 14 ; 51: 39,52; 52 : 29 ; 68 :

2 , 51; 81 : 22; yang semuanya itu dituduhkan kepada para Rasul-Rasul Allah yang
secara khusus disebut yaitu Nabi Nuh as., Nabi Musa as. dan Nabi Muhammad
saw.
Dalam ayat lain disebutkan istilah Jinnatin yang juga diterjemahkan sebagai
gila seperti pada Qs. 7: 184 ; 23 :25, 70; 34 :8,46. Istilah lain lagi yaitu majnun
yang juga diterjemahkan gila pada ayat Qs 68 : 6.
Salah satu Surat yaitu Al Qalam ( 68 : 2,4 ) yang sengaja diturunkan untuk
membantah tuduhan kaum kafir pada waktu itu bahwa Nabi Muhammad sama
sekali bukanlah orang gila, melainkan seorang yang berbudi pekerti ( berakhlak )
yang agung. Dari ayat itu dapat disimpulkan bahwa orang yang berbudi pekerti
agung atau berakhlak karimah pastilah bukan orang gila. Sehingga untuk menjadi
orang yang tidak gila atau sehat jiwa , haruslah ia mengembangkan dirinya
sebagai orang yang berakhlak mulia .
Selain itu masih ada istilah lain dalam Al Quran yang tidak secara spesifik
menyatakan sebagai gangguan jiwa yaitu dalam surat 91 : 7-10 yang berbunyi:
Dan

demi

jiwa(nafs)

dan

penyempurnaannya

(ciptaannya),

maka

Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan ) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya


beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya. Jenis-jenis nafs, yaitu:
Pertama Alquran Surah 12 : 53 Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan
(nafsu ammarah bissu), kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan-ku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.
Kedua Alquran Surah 75 : 1, jiwa yang menyesali dirinya sendiri ( nafsu
lawwamah), dan

Ketiga Alquran Surah 89 : 27-30, sebagai penghargaan Allah terhadap manusia


yang sempurna imannya. yaitu nafsu muthmainnah atau jiwa yang tenang.
Tanda-tanda orang yang mengalami gangguan jiwa menurut Alquran
Didalam Al Quran juga disebut berbagai keadaan atau sifat manusia yang dapat
dikatagorikan sebagai gangguan jiwa seperti :
1. Rasa sedih atau berduka cita, seperti pada Qs,28:13 , 20: 40 , 9 : 40 , 3 :
176 , 31: 23 , 36 : 76 , 6 : 48, 7 : 35 , 2 :112.
2. Sifat berkeluh -kesah, seperti pada Qs.70: 20 ,
3. Sifat tergesa-gesa, seperti pada Qs.17 ; 11 ,
4. Melampaui batas seperti pada Qs. 10 : 12 ,
5. Ingkar tak mau bersyukur, seperti pada Qs. 100 : 6
yang semuanya ini dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan . Juga
disebut dalam AlQuran berbagai akhlak manusia yang tercela atau sebagai akhlak
yang tidak sehat.

Potensi Kejiwaan Manusia menurut Al Quran


Di dalam AlQuran ada beberapa istilah yang dapat dikatagorikan sebagai potensi
kejiwaan manusia atau bahkan dalam penterjemahannya kedalam bahasa
Indonesia disebutkan sebagai jiwa seperti istilah Nafs dalam ayat Qs. 91 : 7 ,
juga dalam ayat Qs, 89 : 27. Selain itu terdapat istilah Qalb yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia sebagai hati yang dalam hal ini dapat dianggap juga
sebagai salah satu potensi kejiwaan karena qalb dapat tenang dan tenteram
seperti disebut dalam ayat Qs. 13 : 28 disamping itu qalb pun dapat sakit atau

mengandung penyakit seperti disebut dalam Qs. 2 : 10 . Istilah lain yang


merupakan potensi kejiwaan adalah Aql ( Akal) yang dalam Al Quran
dipergunakan kata kerja seperti taqiluun atau yaqiluun (berpikir, mengerti,
memahami ) seperti pada Qs. 2 : 44, 171 , 242 , atau disebut sebagai ulul albab
( berakal) seperti pada Qs. 2: 269 ;3: 190, 13: 19, 14; 52 atau tafakkaruun
( berpikir , merenung ) seperti dalam Qs. 16 : 44
Istilah lain lagi ialah Ruh seperti disebut dalam Qs.32 : 9 Kemudian Dia
meyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya roh (ciptaan) Nya dan
menjadikan bagi kamu pendengaran ,penglihatan dan hati ,(tetapi ) kamu sedikit
sekali bersyukur. Diayat lain Qs.17 : 85 Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh .Katakanlah Ruh itu urusan Rabb-ku dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan
hanya sedikit.

Aql ( Akal )
Manusia diciptakan oleh Allah Yang Maha Pencipta , dilebihkan dari mahluk
lainnya baik dalam bentuknya seperti disebutkan dalam Qs. 95 : 4 , rupa yang
bagus Qs. 64: 3, tetapi juga dalam hal kemampuan untuk berpikir ( Qs. 16: 44 ),
agar memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi Qs 3:191,13:3) serta alam
semesta, tentang binatang ,tumbuh-tumbuhan , yang semuanya itu diciptakan
untuk kepentingan manusia, agar manusia melihat tanda-tanda kekuasaan Allah.
Dengan itu pula manusia dapat belajar, berbicara dan berbahasa ( Qs. 2 : 31-33)
dan membaca (Qs. 96 :l-5 ) sehingga mereka itu beriman dan selalu berzikir
kepada Allah , kemudian juga beriman kepada Rasul-RasulNya, kepada KitabKitab Nya, Taqdir dan Hari Kemudian. Semakin kokoh iman seseorang semakin
kuat pula ibadahnya dan semakin bertambah rasa cintanya kepada Allah SWT.

Ada orang- orang yang mampu berpikir dan mampu menerima serta memahami
tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itu disebut orang yang berakal atau
disebut ulul albab ( Qs.3:191 ) , sedangkan yang sebaliknya orang yang tidak mau
menggunakan akalnya, tidak mampu memahami kekuasaan Allah sesugguhnya ia
tidak beriman kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang sesat dan
mereka adalah orang-orang yang merugi ( Qs.7: 178 ).
Menurut Quraish Shihab aql dapat bermakna sebagai daya untuk memahami
seperti disebut dalam Qs. 29 : 43 , juga dapat bermakna sebagai dorongan moral,
seperti dalam Qs 6 : 151 , kemudian ia juga dapat bermakna sebagai daya untuk
mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Untuk makna yang terakhir ini
sering digunakan istilah rusyd yang sesungguhnya menggabungkan ketiga daya
yang disebut tadi, yaitu daya memahami ,daya menganalisa dan menyimpulkan,
serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan dalam berpikir.
Kemampuan berpikir seseorang berkembang sesuai dengan perkembangan umur,
pendidikan serta pengalaman. Menurut Utsman Najati bahwa seorang anak pada
periode pertama memperoleh informasi-informasi melalui pancaindera, yang nanti
akan membantunya dalam cara berpikir. Ia akan mereproduksi informasiinformasi itu dari ingatannya, mengimajinasikannya, memperbandingkan antara
satu sama lain dan menyusunnya dalam bentuk baru yang kemudian disimpan
dalam perbendaharaan informasi. Secara terus menerus manusia mengadakan
pengorganisasian informasi-informasi dan memperoleh realitas baru. Inilah
landasan perkembangan ilmu sepanjang masa dan penyebab terjadinya kemajuan
peradaban manusia Puncak dari perkembangan itu adalah ditemukannya yang
Haq / kebenaran yang hakiki sehingga manusia itu mampu membedakan antara
yang Haq dan yang bathil , yang baik dan buruk yang disebut sebagai Hikmah .

Timbulnya gangguan dalam berpikir seseorang , pertama-tama karena terlalu


berpegang pada pikiran-pikiran lama seperti disebut dalam Qs. 2: 170, kedua
karena tidak cukup data yang ada sehingga hasil pemikirannya hanya berdasarkan
kepada persangkaan atau dugaan saja dan tidak menemukan kebenaran seperti
disebut dalam Qs. 10 : 36. Ketiga adalah sikap apriori dan emosional, bahwa
emosi dan perasaan atau kadang-kadang disebut berada dibawah pengaruh hawa
nafsu seseorang cenderung berpengaruh terhadap pemikirannya sehingga terjadi
kesalahan dalam kesimpulannya. Bahkan terjadi kesesatan seperti disebut dalam
Qs. 30: 29 . Tetapi orang-orang yang zalim ,mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu
pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan
Allah ? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.
Qalb ( Hati )
Selain akal yang memberikan kemampuan berpikir, manusia juga diperlengkapi
dengan hati atau qalbu, Meurut Quraish Shihab kata qalbu terambil dari akar
kata yang bermakna membalik, karena seringkali ia berbolak-balik , ia berpotensi
untuk tidak konsisten. Dari beberapa ayat seperti Qs. 50: 37 , 57 : 27 , 3:151 ,
49: 27 menurut Quraish Shihab dapat dipahami bahwa qalbu adalah merupakan
wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan.
Dari pemahaman itu penulis menyimpulkan bahwa qalbu atau hati adalah
merupakan potensi jiwa sebagai alat perasaan atau dalam psikiatri disebut
sebagai afek atau mood atau hidup emosi yaitu alam perasaan yang dialami
manusia terhadap seseorang ataupun terhadap suatu kejadian baik secara
internal maupun ekternal seperti rasa senang ,benci ,sedih , cinta ,gembira
,dengki ,cemburu ?takut dan lain-lain.Termasuk disini rasa cinta atau keimanan
kepada Allah serta Rasul-rasulNya , cinta kepada alam semesta? kepada sesama
manusia kepada orang tua ,saudara-saudara dan juga kepada mahluk lainnya.

Hubungan antara alam perasaan dengan kemampuan berpikir atau akal pada
umumya sangat erat, bahkan diatas telah disebut bahwa alam perasaan itu adalah
bagian dari akal disamping rasio .Ada satu ungkapan bahwa tak kenal maka tak
cinta , seseorang tidak akan mencintai Allah kalau tidak mengenal Nya., yang
berarti seseorang perlu memahami dan mempelajari segala sesuatu dengan baik
tentang Allah Yang Maha pencipta dan Mahakuasa . Disamping itu sebaliknya
seseorang kadang-kadang salah dalam mengambil kesimpulan atau berpikir
apabila akal berada dibawah pengaruh emosi atau perasaan.
Alam perasaan ini berkembang sesuai dengan perkembangan umur dan
pengetahuan serta pengalaman.Kalau diperhatikan alam perasaan pada bayi yang
baru lahir hanya mempunyai kemampuan bisa menangis atau marah kalau sedang
lapar atau kalau sedang sakit atau sedang tidak nyaman disekitarnya misalnya
kalau basah ditempat tidurnya atau popoknya. Kemudian kemampuan itu
bertambah meningkat setelah berumur beberapa minggu atau beberapa bulan
maka bayi mampu tertawa, bahkan sudah dapat diajak bercanda Perkembangan
alam perasaan itu mencapai puncaknya pada seseorang dengan adanya rasa cinta
kepada Allah serta RasulNya yang berarti terjadinya kematangan dalam beriman,
bertaqwa?serta melaksanakan ibadah dengan sempurna secara ihsan.
Gangguan alam perasaan atau qalbu yang disebut dalam Al Quran yaitu qalbu
tertutup kalau tidak percaya atau beriman kepada Allah Jstilah qalbu sendiri
berarti bolak balik yang berarti kadang-kadang beriman kadang-kadang lemah
iman, suatu saat merasa senang lainkali merasa susah, suatu waktu merasa setuju
lainkali menolak. Qalbu bahkan disebut buta apabila tidak mampu mengenal Allah
serta segala ciptaanNya atau mengingkari adanya Allah,mengingkari hukumhukum serta ayat-ayat Allah maka dalam keadaan demikian qalbu dikatakan sakit.
(maradh).

Nafs
Menurut Quraish Shihab, kata nafs dalam Al Quran mempunyai aneka makna,
dapat berarti sebagai totalitas manusia seperti disebut dalam Qs. 5; 32, tetapi
juga dapat merujuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang
menghasilkan tingkah laku, seperti disebut Qs: 13:11 .
Secara umum nafs dapat bermakna sebagai sisi dalam manusia yang berpotensi
baik atau buruk. seperti disebut dalam Qs. 91 : 7-8 , dan dalam ayat selanjutnya
dikatakan bahwa beruntunglah orang menyucikannya jiwa itu dan merugilah orang
yang mengotorinya , Qs.91 : 9-10 .
Dengan demikian manusia itu mempunyai pilihan , ia bisa memilih jalan yang baik
atau yang buruk. Dalam Ilmu Psikiatri dikenal istilah conation yaitu that part
of a persons mental life concerned with the strivings, instincts, drives, and
wishes as expressed through his behavior ( Freedman 1978).
Menurut pengertian ini maka nafs kira-kira sama maknanya dengan conation.
Conation ( conasi) ini menjadi real sebagai suatu aksi bila sudah ada kebutuhan
sebagai motivator atau disebut juga sebagai motivasi yang menimbulkan tingkah
laku. Bagi sebagian orang seperti halnya pada seorang bayi menuntut agar
kebutuhan itu dipenuhi segera tanpa memperdulikan adanya penghalang atau
tantangan. Pada bayi ini disebut afs zakiyyah artiya yang masih suci. Apabila
keadaan demikian terjadi pada orang dewasa maka ia, seperti terdorong kepada
kejahatan, yang dalam Al Quran disebut sebagai nafsu ammarah Bissu( Qs. 12 :
53 ). Dalam hal ini timbulnya tingkah laku karena pengaruh hawa nafsu atau
disebut juga al hawa.yang oleh Said Hawwa dalam bukunya Jalan Ruhani disebut

sebagai jiwa yang sakit .Menuratnya ada jenis nafs lain yang lebih tinggi
tingkatannya yang disebut juga dalam Al Quran adalah nafsu Lawwamah Qs. 75 :
2 ) yaitu jiwa yang selalu mencerca dan menyalahkan dirinya pada saat
terperosok dalam kejahatan.
Sedangkan keadaan jiwa yang berada pada tingkat tertinggi yaitu nafs
muthmainnah atau jiwa yang tenang ( Qs. 89 : 27 ) karena ia mencapai
ketenteraman ( ketenangan) dan keyakinan. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang
diridhoi oleh Allah yang akan disenangkan dan dipuaskan dan itu adalah situasi
kesehatan jiwa tingkat tinggi. Menurut Ahmad Faried dalam bukuya Menyucikan
Jiwa , mengatakan bahwa manusia itu dibedakan menjadi dua golongan, yang
pertama adalah golongan orang yang terkalahkan oleh hawanafsunya, sehingga
setiap perilakunya dikendalikan hawanafsunya, sedangkan golongan kedua ialah
golongan yang mampu mengekang, bahkan mengalahkan hawa nafsunya, maka
tunduklah hawa nafsu itu pada perintahnya. Pertanyaan yang timbul yaitu hal
apakah yang memungkinkan manusia dapat mengatasi nafsu atau hawa nafsu.
Dalam Qs. 12: 53 yang sudah disebutkan diatas Dan aku tidak akan
membebaskan diriku ( dari kesalahan ) karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Dari ayat ini
dapat disimpulkan dan menjawab pertanyaan diatas bahwa orang yang dapat
mengatasi atau mengalahkan hawa nafsu adalah berkat rahmat atau kasih sayang
dari Allah . dan itu terjadi pada Qalbu atau hati orang yang juga mencintai Allah
serta RasulNya . Hal ini sesuai pula apa yang ditulis oleh Ahmad Faried bahwa
Qalbu atau hati adalah merupakan pemimpin dan mengkoordinasikan semua
unsur-unsur bahkan terhadap semua organ atau anggota badan manusia. Kalau
diatas sudah disebut pula bagaimana hubungan antara aql dan qalbu yang saling
berkaitan erat satu sama lainnya,bahkan qalbu dikatakan sebagai coordinator ,

maka berarti hubungan antara ketiga unsur potensi jiwa ini sangatlah erat dan
terintegrasi secara baik, bahkan juga dengan organ-organ fisik. Diatas telah
disebutkan bahwa potensi jiwa itu berkembang dari sejak lahir dengan bantuan
pendidikan, pengalaman sehingga perkembangan potensi jiwanya masing-masing
mencapai titik tertinggi dari sisi qalb berupa kematangan dalam beriman dan
bertaqwa, serta ihsan dalam beribadah, dari sisi aql berupa hikmah dalam
menggunakan akalnya, artiya mampu membedakan antara yang haq dan yang
bathil dan dari sisi nafs memiliki nafsu yang tenang, atau nafs muthmainah dan
itu seluruhnya terjadi pada seseorang yang tergolong sebagai insan kamil atau
disebut juga berakhlakul karimah dan disebut pula sebagai orang yang sehat
jiwanya Namun sebaliknya bilamana satu unsur itu terganggu terutama kalau
qalbu atau hati terganggu maka berarti secara keseluruhan bisa terganggu. Dan
itu adalah orang yang menderita gangguan jiwa atau sakit jiwanya.
Beberapa contoh kasus
Sepanjang pengamatan penulis bahwa orang-orang yang menderita gangguan jiwa
terutama gangguan jiwa berat hampir seluruhnya tidak melaksanakan ibadah atau
komitmen terhadap aspek keagamaan sangat rendah. Namun apabila sudah mulai
ada perbaikan karena pengobatan, komitmen keagamaan itupun sudah mulai
meningkat

yang

terlihat

dari

pelaksanaan

ibadahnya

membaik

.Hal

itu

menunjukkan bahwa pembinaan agama atau terapi religius terhadap pasien perlu
dilakukan seperti yang selama ini sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur. Sebagai contoh:
Kasus 1
Seorang wanita beragama islam menikah dengan seorang pria yang beragama
bukan islam dan berasal dari suku bangsa yang berbeda .Dengan pernikaha ini

wanita tersebut beralih agama mengikuti agama suami Setelah peraikahan,


wanita diboyong oleh suaminya ketempat asal suami, yang ternyata bukan saja
berbeda dalam agama yang semula dipeluknya (islam) namun juga dalam hal adat
istiadat sehari-hari yang diwaraai dengan kehidupan keberagamaan dari suku
suaminya . Beberapa bulan berselang , wanita ini mengalami stress dan kemudian
manifest gangguan jiwa dengan gejala -gejala psikotik. Akhirnya oleh suaminya ia
dibawa kembali ke Jakarta dan dibawa ke RS Jiwa Islam Klender . Atas
persetujuan keluarga pasien ini selain diberi pengobatan psikofarmakologi juga
diberi terapi religius dan dianjurkan untuk melakukan ibadah menurut islam .
Ternyata kurang dari satu pekan , pasien sudah mengalami perbaikan semua
gejala-gejala psikotik sudah hilang dan diperbolehkan berobat jalan.
Kasus 2.
Seorang gadis berusia 30 tahun, anak pertama dari dua bersaudara yang lahir
dari satu keluarga yang berbeda agama, ayahnya seorang islam dan ibunya non
islam dan juga dari suku yang berbeda .Berbeda dengan adiknya yang juga
seorang wanita , sejak kecil sudah mantap mengikuti agama ayahnya dan ikut
melaksanakan ibadah sesuai dengan islam. Namun kasus atau si kakak ini ternyata
terjadi keragu-raguan dalam memilih agama sekali waktu ikut ayahnya berpuasa ,
lain saat ikut agama ibunya kegereja. Demikian seterusnya sampai ia dewasa
tetap bingung dan akhirnya manifest suatu ganggua jiwa berat, skizofrenia
paranoid .dan dirawat di RS Jiwa Islam Klender. Pada psiien ini diberikan terapi
psikofarmakologi, dan tidak diberikan terapi / bimbingan agama.
Kasus 3.
Seorang pria berumur 55 tahun , beragama islam yang dirawat karena merasa
diri sebagai wali yang mendapat petunjuk dari Allah dan diberikan kemampuan

untuk mengobati segala macam penyakit. Pada kenyataannya menurut keluarganya


pasien sama sekali tidak pernah mengobati orang , sedang kalau shalat misalnya
pasien bisa lama sekali , begitu pula pasien sering tidak mau makan beberapa hari
karena katanya sedang berpuasa. Ternyata bahwa ia pernah mempelajari agama
Islam secara tidak benar tanpa bimbingan seorang guru., sehingga pemahaman
dan pengamalannya pun salah .
Kasus 4.
Seorang wanita beragama Islam berumur 50 tahun , setelah menjanda karena
suami meninggal dunia, kemudian menikah lagi secara tidak resmi dengan seorang
pria non muslim dan masih berkeluarga ( punya anak dan isteri ). Pasien dengan
suami gelapnya itu kalau sedang butuh , mereka dapat bertemu pada suatu
tempat tertentu . Pasien dapat memenuhi kebutuhan biologiknya, namun sejak
pernikahan itu ia selalu tidak merasakan ketenangan jiwa, meskipun sampai
beberapa tahun mereka masih mampu menutup rahasia itu kepada keluarga
masing-masing. Berbagai keluhan fisik dirasakannya, sehingga berkali-kali masuk
perwatan dokter. Pasien merasa sangat berdosa terutama kepada Tuhan,
disamping kepada keluarganya, namun ia juga tidak mampu melepaskan diri dari
ikatan

perkawinan

melaksanakan

yang

ibadah

illegal
bahkan

itu Pasien manyatakan


terhadap

keluarganya

bahwa

ia masih

maupun

terhadap

masyarakat lingkungannya ia masih dianggap sebagai orang taat.dan baik.


Dari kasus-kasus yang dikemukakan diatas terlihat bahwa unsur qalbu terganggu
artinya keimanan dan ketaqwaan kurang atau malah ada yang tertutup sebagai
akibat dari kurang pemahaman, kurang pemikiran dari aspek aql, sehingga lebih
mengikuti hawa nafsu yang memang selalu mengajak manusia kepada kejahatan,
atau dengan kata lain manusia itu menjadi sakit atau terganggu jiwanya dilihat
dari sudut pandang Islam

Dilain pihak kadang-kadang ada kasus terutama yang termasuk neurosis yang
keimanan dan ketaqwaannya terlihat cukup baik , namun terus berkeluh -kesah
( contoh kasus keempat diatas ) , maka kepada kasus tersebut perlu dianjurkan
untuk introspeksi atau muhasabah (lihat mengenai terapi) apakah dari sisi nafs
ada masalah.
Terapi gangguan jiwa
Prinsip terapi untuk segala macam penyakit menurut Al Quran dan Assunah
adalah:
1. Alquran Surah 26: 80. Bila manusia sakit, maka Allahlah yang
meyembuhkannya, bukan yang lain.
2. Alquran Surah 17 : 82 Dan Aku turunkan dari Al Quran suatu yang
menjadi penawar/obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian .
3. Alquran Surah 13 : 28 (khusus untuk ketenteraman jiwa). Yaitu orangorang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram..
4. Alquran Surah 12: 53, Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku .Sesungguhnya
Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang.
5. Alquran Surah 91 : 7-10, Dan demi jiwa dan penyempurnaannya
(ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan

dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa


itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
6. Begitu pula dari suatu Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Buchari
Muslim yang mengatakan bahwa, Hai hamba Allah berobatlah, karena
sesungguhnya Allah Azza Wajallah tidak menjadikan penyakit melainkan
dijadikannya pula obatnya, kecuali satu macam penyakit yaitu sakit tua.
Menyucikan jiwa sebagai suatu terapi.
Menyucikan jiwa atau dalam istilah aslinya disebut tazkiyatun nafs yang dapat
berarti sebagai penyucian jiwa tetapi juga dapat berarti pertumbuhan jiwa.
Penyucian jiwa sebagaimana disebut dalam ayat Qs. 91 : 99 dimaksudkan sebagai
membersihkan jiwa dari kekotoran atau penyakit ? tapi dalam arti kata yang lain
yaitu pertumbuhan jiwa dimaksudkan sebagai menjaga perkembangan dan
pertumbuhan jiwa supaya tetap kuat dan sehat. Dengan demikian penyucian jiwa
ini menjadi tugas-tugas dari orang-orang yang bertaqwa untuk menjaga diri
supaya tetap selamat disisi Allah, tetapi juga menjadi cara terapi bagi mereka
yang menderita gangguan jiwa. .
Untuk keperluan tersebut maka telah diatur sarananya menurut syariat Islam
yang terdiri dari sarana azazi berupa melaksanakan rukun iman dan rukun islam
seperti mengikrarkan dua kalimasyahadat, shalat, berzakat, puasa dalam bulan
ramdhan serta melaksanakan haji bila mampu, dengan syarat dilaksanakan dengan
baik dan sempurna. Sarana lainnya ialah berupa sarana bagi mereka yang sudah
menderita gangguan jiwa atau dikatagorikan sebagai telah mengotori jiwanya.
Untuk itu dikerjakan dengan bimbingan orang-orang yang sangat mumpuni dalam
bidang itu atau dalam bahasa psikiatri disebut sebagai therapist.
Pelaksanaannya terdiri atas 6 langkah atau tahap yaitu :

Pertama adalah musyarathah ( penetapan syarat ) yang berarti juga sebagai janji
atau sekaligus mengikrarkan niat untuk memenuhi persyaratan .
Kedua adalah muraqabah ( pengawaan ) yaitu mengawasi apakah orang itu tetap
pada janji dan tetap memenuhi syarat-syarat yang sudah disebutkan.
Ketiga adalah muhasabah (menghitung, mengevaluasi) atau introspeksi diri
terhadap segala perilakunya.
Keempat muaqabah (menghukum diri) sebagai sangsi atas perbuatan yang salah.
Kelima mujahadah (bersungguh-sungguh artinya kesungguhan dalam melaksanakan
hal-hal yang baik, beribadah dan
Keenam muatabah (mencela diri), mencela bila hati cenderung berbuat sesuatu
yang tidak baik sehingga mencegah dari berbagai syahwah dan kenikmatan.
Dengan melalui enam langkah ini maka sekaligus menyucikan jiwa yang sudah
kotor dan mencegah terjadinya hal-hal yang akan mengotorinya lagi.
Kesehatan Jiwa Islami
Dibagian awal dari tulisan ini, telah disinggung sedikit mengenai upaya mencegah
terjadinya gangguan jiwa yang disebut upaya kesehatan jiwa masyarakat. Upaya
ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara terorganisasi untuk
mencapai suatu kondisi ( keadaan ) sehat jiwa baik individu maupun seluruh
anggota masyarakat itu. Kondisi sehat jiwa bermakna sebagai suatu keadaan yang
bukan saja bebas dari berbagai gangguan jiwa tetapi juga setiap orang mampu
mengembangkan kesehatan fisik, mental dan intelektualnya seoptimal mungkin
sejauh perkembangan itu selaras dengan perkembangan masyarakat dan
lingkungannya. Bagi umat Islam, kondisi yang ingin dicapai itu tentunya masih

perlu ditambah satu hal yaitu senantiasa berlandaskan pada aqidah dan syariat
islam dan itulah yang dimaksud sebagai kesehatan jiwa islami. Bagi umat islam,
sebenarnya apabila sudah melaksanakan seluruh syariat islam dengan sebaikbaiknya yang disebut dengan istilah ihsan dengan berlandaskan kepada iman dan
taqwa , maka kondisi kesehatan jiwa masyarakat akan menjadi kenyataan yaitu
terciptanya suatu masyarakat yang adil makmur dan sejahtera, berbahagia dunia
dan akhirat. Insya Allah . Sesungguhnya akhlak karimah yang menjadi tujuan
yang ingin dicapai didalam pembinaan masyarakat islam sebagaimana hadits
Rasulullah yang mengatakan bahwa Sesungguhnya aku hanyalah diutus demi
menyempurakan akhlak yang mulia maka ini sangat identik dengan kesehatan
jiwa islami.
Simpulan
Gangguan jiwa sudah menjadi perhatian sejak zaman dahulu kala dan berbagai
pandangan manusia telah dikemukakan terutama mengenai penyebabnya yang
mempengaruhi pula mengenai terapinya yang berkembang terus dari abad ke
abad. Sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran pada umumnya, ilmu
psikiatri pun berkembang jadi suatu bidang spesialisasi tersendiri diseluruh
dunia termasuk di Indonesia. Di sepakati sekarang diabad moderen ini sebagai
penyebab gangguan jiwa yeitu adanya factor organobiologik, psikologik dan
social-budaya. Namun pada beberap dekade terakhir telah berkembang pula
perhatian terhadap aspek religius baik dalam hal sebagai penyebab maupun dalam
hal terapi. Khususnya di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, terjadi
pula perkembangan mengenai aspek religius ini dari masalah gangguan jiwa
terutama dari sudut pandang Islam.
Dari apa yang telah dikemukakan diatas bahwa dalam Al Quran terdapat istilahistilah yang dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa, baik sebagai sakit qalbu

atau disebut maradhun , atau dengan istilah majnun, jinnatin? maftuun yang
diterjemahkan sebagai gila, nafs yang kotor sebagai lawan dari nafs yang bersih,
demikian pula aql yang tidak mampu memikirkan atau bertafakkur mengenai
kekuasaan dan ciptaan Allah SWT .
Istilah lain terdapat juga sebagai sifat manusia yaitu rasa sedih atau berduka
cita, berkeluh kesah, bersifat tergesa-gesa, tidak mau berterima kasih atau
bersyukur dan beberapa istilah mengenai akhlak yang tidak baik, yang
kesemuanya itu dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa atau menjadi sumber
terjadinya gangguan jiwa. Didalam Al Quran disebut adanya potensi kejiwaan
berupa aql, qalbu, nafs maupun ruh.
Mengenai ruh tidak banyak yang dapat dikemukakan karena memang itu
merupakan urusan Allah dan hanya sedikit ilmu yang diberikan tentang ruh itu
kepada manusia. Aql, qalbu dan nafs saling terkait dan berkembang dari sejak
lahir sampai mencapai kematangan yang dipengaruhi oleh kemampuan individu
menerima pembelajaran dan pengalaman masing- masing yang akan melahirkan
seorang yang beriman dan bertaqwa, dengan cara berpikir yang hikmah dan
dengan derajat nafsul muthmainnah pada seorang insan kamil yang berakhlakul
karimah yang disebut pula sebagai jiwa yang sehat. Apabila salah satu unsur itu
terganggu terutama bila qalbu yang dianggap sebagai koordinator maka akan
terjadi

gangguan

jiwa,

sebagaimana

terlihat

pada

contoh

kasus

yang

dikemukakan.
Dikemukakan pula secara singkat metode taskiyatunnafs atau menyucikan jiwa
yang dapat dianggap sebagai suatu psikoterapi islami. Demikian pula sedikit
mengenai kesehatan jiwa islami yang sesungguhnya adalah mengembangkan
akhlakul karimah bagi setiap individu maupun kepada masyarakat..

Demikianlah makalah singkat ini wa Billahittaufiq wal Hidayah.

Referensi
Al Quranul karim
Alwisol (2004). Psikologi Kepribadian, Malang: Penerbit UMM
Dep Kes, RI (2001). Kebijakan Nasional Pembangunan Kesehatan Jiwa , Jakarta:
Dirjen Binkesmas Depkes RI.
Depkes, RI (2004). Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar di Puskesmas,
Jakarta: Dirjen Binkesmas Depkes RI. Jakarta.
Heerdjan, S. (1987). Apa itu Kesehatan Jiwa. Jakarta:Penerbit FKUI.
Hawari, D. (2007). Sejahtera di Usia Senja, Jakarta: Penerbit FKUI.
Jaya, Y. (1992). Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan Mental, Jakarta:
Depdikbud, Dirjen Dasar dan Menengah
Lumbantobing (2007). Skizofrenia/ Gila, Jakarta: Penerbit FKUI.
Maramis (1980). Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya: Airlangga press.
Mustofa, A. (2005). Menyelam Kesamudera Jiwa dan Ruh, Serial Diskusi
Tasawwuf modern, Surabaya: Padma Press.
Rafid Hasan, (2004). Gangguan Jiwa dari sudut Pandang Islam, Makalah
disamapaikan pada konvensi Kesehatan Jiwa islami di Batu Malang, 2004.

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric

nursing. Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.


Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric

nursing. Sixth edition. St. Louis: Mosby Year Book.


Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Buku saku keperawatan jiwa. (edisi

Indonesia). Jakarta: EGC.

Share this:

Twitter1

Facebook37

Oleh dr. Fazia

GANGGUAN jiwa merupakan satu dari empat penyakit terbanyak di


negara maju dan negara berkembang - selain penyakit degeneratif, kanker,
dan penyakit akibat kecelakaan. Tahun demi tahun, jumlah penderita
gangguan jiwa terus meningkat.

Menurut WHO (World Health Organization), jumlah penderita gangguan


jiwa di dunia mencapai 450 juta jiwa di tahun 2001. Jumlah itu kini sudah
meningkat pesat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia,
ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan
(Hawari, 2009).

Di Aceh sendiri, jumlah penderita gangguan jiwa dilaporkan sudah


mencapai 14,1 persen dari total jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas,

jauh di atas rata-rata nasional, yang hanya 11,6 persen (Serambi,


20/6/2012).

Saat ini, Aceh bahkan menduduki peringkat kedua daerah dengan jumlah
penderita gangguan jiwa terbanyak di Indonesia (Serambi, 31 Maret
2013). Tingginya jumlah gangguan jiwa tersebut antara lain disebabkan
oleh konflik bersenjata selama hampir 30 tahun dan bencana gempa
tsunami (Serambi, 20/6/2012).

Angka tersebut sudah selayaknya mengingatkan kita sebagai warga Aceh


untuk lebih sadar dan memahami tentang masalah gangguan jiwa ini.

Ada banyak teori yang menjelaskan tentang penyebab gangguan jiwa.


Sebagian kecil dari jumlah penderita gangguan jiwa disebabkan oleh
kelainan pada otak seperti kelainan pertumbuhan otak, gangguan
peredaran darah otak, tumor otak, radang selaput otak, ataupun pasca
trauma otak berat.

Jumlah penderita gangguan jiwa yang paling banyak justru disebabkan oleh
faktor psikis, dimana keadaan jiwa seseorang terganggu akibat adanya
pengaruh dari beban mental yang disebut juga stressor. Stressor dapat
berupa konflik atau masalah.

Apabila suatu stressor terhadap jiwa masih bisa ditolerir, maka keadaan
jiwa akan tetap stabil. Namun apabila berlangsung lama, suatu stressor
dapat menyebabkan gangguan pada kerja senyawa-senyawa kimia di otak.
Gangguan tersebut memunculkan suatu bentuk keadaan jiwa tidak sadar,
yang dalam ilmu kesehatan jiwa dikenal dengan istilah jiwa otonom.

Pada keadaan normal, keberadaan jiwa otonom sebenarnya dibutuhkan


tubuh untuk menghadapi stressor. Pada penderita gangguan jiwa ringan,
keberadaan jiwa otonom menimbulkan berbagai keluhan fisik seperti
gelisah, sakit kepala, jantung berdebar, sesak nafas, keluhan lambung.
Keluhan-keluhan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyadarkan
penderita bahwa jiwanya sedang terganggu.

Pada keadaan gangguan jiwa berat, jiwa otonom akan mendominasi,


membuat sesuatu yang sebenarnya tidak nyata akan tampak nyata bagi
penderitanya. Bentuk dominasi ini muncul dalam berbagai bentuk gangguan,
salah satunya adalah munculnya persepsi yang salah tentang identitas
dirinya, seperti menganggap dirinya Tuhan, nabi, atau presiden. Bentuk
gangguan lain bisa berupa halusinasi, baik berupa halusinasi pendengaran
seperti mendengar suara-suara bisikan, halusinasi penglihatan seperti
melihat ada bayangan, ataupun halusinasi penciuman. Gangguan-gangguan
ini menyebabkan perubahan tingkah laku yang signifikan pada diri
penderita. Namun, karena dominasi jiwa otonom tadi, seringkali penderita
gangguan jiwa berat menganggap dirinya tidak sakit.

Kondisi gangguan jiwa ringan dan berat membutuhkan peranan dokter ahli
jiwa. Sayangnya, stigma negatif di masyarakat tentang penyakit jiwa
membuat masyarakat pada umumnya enggan untuk berkonsultasi ke dokter
ahli jiwa ketika gangguan masih berada pada tahap yang ringan.

Pencegahan secara islami


Islam, sebagai agama yang menyeluruh, mengandung banyak nilai-nilai yang
dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa, diantaranya
adalah: shalat lima waktu, ikhlas dalam aktivitas, tidak melakukan
perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu, menjaga silaturrahmi dan

berbaik sangka terhadap orang lain, serta menghindari diri dari sifat ujub,
riya, takabur, dan hasad. Nilai-nilai islam ini dapat membantu dalam
menghadapi stressor dan menjaga keadaan jiwa tetap sehat.

Shalat lima waktu. Setiap umat muslim diwajibkan untuk melaksanakan


shalat lima waktu dalam sehari. Apabila dilaksanakan dengan niat ikhlas,
tulus, dan tumaninah, shalat dapat merelaksasikan pikiran dan otot yang
tegang. Dengan demikian, tingkat stressor dapat berkurang sehingga
kemungkinan timbulnya gangguan jiwa menurun.

Ikhlas dalam aktivitas. Islam mengajarkan kita untuk memulai segala


aktivitas dengan meluruskan niat ikhlas semata mencari ridha Allah.
Berangkat dari niat tersebut, maka kita akan melakukan setiap pekerjaan
secara benar, jujur, tekun, dan professional. Niat ikhlas menjaga kita dari
timbulnya pikiran-pikiran yang menyimpang, sehingga apapun hasil dari
setiap usaha kita, kita akan tetap bersyukur, dan dengan demikian bisa
terhindar dari perasaan kecewa, sedih yang merupakan stressor dan
pencetus gangguan jiwa.

Tidak memperturutkan hawa nafsu. Dalam Islam, kita diajarkan untuk


tidak selalu mengikuti hawa nafsu dalam berbuat sesuatu. Penyesalan yang
timbul akibat perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu akan berujung
pada kesusahan dan kesedihan yang berkepanjangan. Kesedihan yang
berkepanjangan ini akan membuat gangguan emosi yang merupakan cikal
bakal terjadinya gangguan jiwa.

Menjaga silaturrahmi dan berbaik sangka terhadap orang lain Menjaga


silaturrahmi dan tetap berbaik sangka merupakan perbuatan yang
dianjurkan dalam islam. Dengan tetap berpikir baik terhadap orang lain

dan tidak saling menggunjing, merendahkan ataupun menghina saudara kita


akan membuat diri kita terhindar dari gejala gangguan kejiwaan.

Sifat ujub, riya, takabur, dan hasad merupakan perbuatan tercela dalam
Islam. Orang-orang yang memiliki penyakit hati ini akan cenderung merasa
sedih, kecewa, dan selalu merasa tidak puas dengan apa yang dia miliki.
Semua perasaan tersebut bisa menjadi penyebab munculnya gangguan jiwa.
Selalu menjaga diri dari sifat ujub, riya, takabur, dan hasad adalah cara
bijak untuk terhindar dari gangguan jiwa.

Dengan diterapkannya syariat islam di Aceh tentu mudah bagi masyarakat


Aceh untuk menerapkan nilai-nilai Islam ini. Sayangnya, norma agama di
Aceh saat ini sudah sedikit memudar. Penting bagi kita untuk kembali
sadar sehingga bisa menjalankan syariat islam sepenuhnya dalam
kehidupan sehari-hari serta berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah
Rasul sebagai pedoman hidup.

Dengan demikian diharapkan nantinya angka penderita gangguan jiwa di


Aceh akan menurun. Kita tentunya paham, pemberantasan gangguan jiwa
bukan hanya tugas Dinas Kesehatan saja, tetapi juga memerlukan
partisipasi dari setiap aspek kehidupan masyarakat.

* dr. Fazia, Pemerhati Kesehatan Jiwa, Dokter Umum di RSUD Cut Nyak
Dhien, Meulaboh, Aceh Barat. Email: fazia.mahdi@yahoo.com

MENGATASI GANGGUAN
PSIKIS MENURUT AJARAN AGAMA ISLAM

Pernah mendengar kata stress kan??Pernah dong pastinya, bahkan


sering.Stress itu merupakan penyakit kejiwaan yang semakin hari semakin
subur menghinggapi manusia. Terutama bagi mereka yang tidak siap
menghadapi kesulitan hidup atau tidak mampu mengatasi berbagai
persoalan yang menimpa.Secara psikologis, stress dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :o

ketakutan yang tidak diketahui,

ketidakmampuan kita untuk mengenal dan mengawasinyao

kekurangan

segala sesuatu, orang-orang di kehidupan kita tidak menyenangi kitao


ketidakmampuan untuk menatap masa depan (kita akan menjadi stress
kalau tidak memikirkan masa depan, tidak mempunyai cita-cita dan
harapan)o

konflik-konflik, kenyataan dan kegagalan untuk menerima

realitasMakanya, nggak heran banyak orang berlomba-lomba mencari


ketenangan/kesenangan atau biasa kita sebut refreshing supaya nggak
gampang kena stress. Bermacam cara dilakukan untuk menghilangkan
stress, mulai dari travelling, shopping, main game, dugem, ada juga yang
minum obat penenang, bahkan sampai pake narkoba. Tapi cara apapun yang
dilakukan, suatu saat pasti stress itu datang lagi.Kalau lagi stress ada cara
yang lebih baik, yaitu dengan kembali meyakini agama atau mengikuti
ajaran-ajaran tertentu yang diniscayakan dapat menenangkan jiwa
seseorang. Misalnya bagi umat yang beragama Islam lebih baik

TINGKATKANLAH DZIKIR DAN TINGKATKANLAH IBADAH


SHALAT

Pada dasarnya, individu yang benar-benar religious tidak akan pernah


menderita sakit jiwa. Karena keimanan yang tertanam memiliki pengaruh
yang cukup besar bagi hidupnya. Individu tersebut akan semakin percaya
diri, mampu meningkatkan kemampuannya untuk lebih sabar dan mampu

menanggung derita kehidupan, membangkitkan rasa tenang dan tentram

dalam jiwa, menimbulkan kedamaian dan memberi perasaan bahagia.

Terapi Penyakit Kejiwaan (Gangguan Psikologis)


Terapi pengobatan paling baik terhadap gangguan kejiwaan dan sempitnya
dada (depresi) adalah sebagai berikut:
1.

Hidayah dan tauhid, sebagaimana kesesatan dan kesyirikan yang merupakan


sebab utama sempitnya dada (gangguan psikologis).

2.

Cahaya keimanan yang benar yang Allah berikan ke dalam hati seorang hamba
bersama amalan shalih.

3.

Ilmu yang bermanfaat. Semakin luas ilmu (agama) seorang hamba, semakin
lapang dan luas pula dadanya. [1]

4.

Bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Taala, mencintai-Nya


sepenuh hati, dan konsentrasi menghadap kepada-Nya, serta merasa nikmat
dengan beribadah kepada-Nya.

5.

Senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan dan di setiap tempat. Sebab
dzikir memiliki pengaruh-pengaruh yang sangat menakjubkan dalam membuat
lapangnya dada, nikmatnya hati, dan menghilangkan kegelisahan dan kesedihan.

6.

Berbuat baik kepada sesama makhluk dengan berbagai jenis kebaikan dan
memberikan manfaat kepada mereka dengan hal-hal yang mungkin. Orang yang

berakhlak mulia lagi senang berbuat kebaikan adalah manusia yang paling lapang
dadanya, yang paling baik jiwanya dan paling senang hatinya.
7.

Punya keberanian, sebab keberanian dapat melapangkan dada dan meluaskan


hati.

8.

Membersihkan hati (dagholil qolbi[2]) dari sifat-sifat tercela yang menjadikan


sempit dan tersiksanya hati, seperti : hasad, kebencian, dendam, permusuhan,
pertikaian dan penyimpangan. Telah tsabit dari Rasulullah Shallallahu alaihi

wasallam bahwasannya beliau pernah ditanya tentang manusia yang paling baik,
beliau menjawab : Setiap orang yang bersih hatinya (makhmuumil qolbi), jujur

lisannya. Maka mereka (para sahabat) berkata: Jujurnya lisan kemi telah tahu
maknanya, lalu apa yang dimaksud makhmuumil qolbi ? Beliau menjawab:

Seorang yang bertaqwa dan yang bersih (hatinya), tidak ada perbuatan dosa
padanya, tidak ada pula penyimpangan, tidak ada dendam dan tidak ada hasad. [3]
9.

Meninggalkan perilaku berlebihan dalam melihat, berkata, mendengar, bergaul,


makan dan tidur. Sebab meninggalkan itu semua termasuk sebab yang dapat
melapangkan dada, menyenangkan hati, dan menghilangkan kegelisahan dan
kesedihan.

10. Menyibukkan diri dengan beramal atau menuntut ilmu yang bermanfaat. Sebab
yang demikian itu dapat melalaikan hati dari kegundahan dan kegelisahannya.
11. Memperhatikan amalan yang sedang dia kerjakan (di saat itu) dan memutuskan
perhatian dari angan-angan terhadap apa yang terjadi di waktu yang akan datang
dan dari kesedihan di waktu yang telah lalu. Seorang hamba senantiasa
bersungguh-sungguh

dalam

melakukan

hal-hal

yang

memberikan

manfaat

kepadanya dalam perkara agama dan dunia, dan memohon pertolongan kepada
Rabbnya kesuksesan yang dia inginkan, serta memohon pertolongan untuk

menjalankannya. Sebab yang demikian itu dapat menghibur dirinya dari


kegelisahan yang tengah menimpanya.
12. Melihat kepada orang yang ada di bawahmu dan jangan melihat kepada orang
yang berada di atasmu dalam perkara kesehatan dan apa-apa yang menyertainya,
serta di dalam perkara rezki dan apa-apa yang menyertainya.
13. Melupakan apa-apa yang telah berlalu dari perkara-perkara yang tidak disukai
yang tidak mungkin baginya untuk mengulanginya, sehingga jangan memikirkannya
secara terus-menerus.
14. Jika seorang hamba mendapatkan musibah, hendaknya dia berusaha untuk
meringankannya, dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk
yang diakibatkan oleh musibah tersebut, dan mencegahnya dengan segenap
kemampuan.
15. Kuatnya hati serta tidak adanya kecemasan dan perasaan yang larut dalam
kebimbangan-kebimbangan

dan

khayalan-khayalan

yang

justru

akan

lebih

menyeretnya kepada pikiran-pikiran yang buruk, dan tidak menyikapinya dengan


amarah. Tidak memikirkan akan musnahnya cita-cita yang didambakan dan
terjadinya kegagalan yang tidak diinginkan bahkan menyerahkan perkara
tersebut kepada Allah Azza wa Jalla disertai dengan melakukan sebab-sebab
yang bermanfaat dan memohon kepada Allah ampunan dan keselamatan.
16. Bersandarnya hati kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, dan berperasangka
baik kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sebab orang yang bertawakkal kepada
Allah tidak akan terpengaruh oleh berbagai macam kebimbangan.
17. Seorang yang berakal akan mengetahui bahwa kehidupannya yang baik adalah
kehidupan yang bahagia dan penuh ketentraman, dan bahwasannya kehidupan itu
sangat pendek, sehingga dia tidak akan memperpendeknya lagi dengan

kebimbangan dan terus larut dalam kesusahan. Sebab yang demikian itu adalah
lawan dari kehidupan yang baik.
18. Jika menimpanya perkara-perkara yang dibenci, dia membandingkan antara
nikmat-nikmat yang masih diberikan kepadanya, baik kenikmatan diniah maupun

duniawiah dengan apa-apa yang menimpanya dari perkara-perkara yang tidak


disukai. Ketika dia membandingkan hal tersebut, niscaya akan nampak jelas
baginya akan banyaknya kenikmatan yang masih diberikan kepadanya. Dan
demikian pula, dengan membandingkan antara apa-apa yang dikhawatirkan dari
kejadian-kejadian

yang

akan

memberikan

madhorot

kepadanya

dengan

kemungkinan-kemungkinan yang banyak dalam hal keselamatan. Sehingga tidak


membiarkan kemungkinan-kemungkinan yang lemah mendominasi kemungkinankemungkinan

yang

banyak

lagi

kuat.

Dengan

demikian

akan

hilanglah

kegelisahannya dan ketakutannya.


19. Dia akan mengetahui bahwasannya gangguan manusia tidaklah dapat memberikan
mudhorot kepadanya, khususnya dalam perkataan-perkataan yang buruk. Bahkan
hal itu akan menimbulkan bahaya bagi mereka sendri. Sehingga dia tidak menaruh
perhatian dan tidak memperdulikannya hingga perbuatan tersebut tidak dapat

memudhorotkannya.
20. Dia akan menjadikan pikirannya kembali kepada apa-apa yang bermanfaat dalam
kehidupan agama dan dunianya.
21. Hendaknya seorang hamba tidak menuntut ucapan syukur (terima kasih) atas
perbuatan baik yang dia korbankan dan dia kerjakan, kecuali dari Allah semata.
Dia mengetahui bahwa perbuatan yang dia lakukan itu hanyalah merupakan

muamalah darinya kepada Allah. Sehingga dia tidak peduli akan ucapan terima
kasih dari orang yang dia beri kenikmatan.
Sebagaimana firman Allah Subahanahu wa Taala :

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan


keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu tidak pula (ucapan)
terima kasih. (Al-Insaan:9)
Hal ini lebih ditekankan lagi dalam bermuamalah dengan istri dan anak-anaknya.
22. Dia menjadikan perkara-perkara yang bermanfaat terpampang di hadapan
matanya serta berusaha untuk mewujudkannya, tidak memperhatikan kepada
perkara-perkara yang mengandung mudhorot. Sehingga benak dan pikirannya
tidak tersibukkan dengannya.
23. Memutuskan perkara-perkara yang sedang dihadapi dan meluangkan pikiran
untuk hari esok sehingga dia dapat menghadapi perkara hari esok dengan
kekuatan pikiran dan amalan.
24. Hedaknya dia menyeleksi amal-amal dan ilmu-ilmu yang bermanfaat mulai dari
yang terpenting, terkhusus yang memiliki motivasi kuat di dalam menjalankannya.
Tak

lupa

dengan

meminta

pertolongan

kepada

Allah

kemudian

memusyawarahkannya. Apabila nampak jelas adanya kemaslahatan hendaknya dia


bertekad kuat untuk mengamalkannya diiringi tawakkal kepada Allah Subhanahu

wa Taala.
25. Menyebut-nyebut nikmat Allah, lahir maupun batin. Sebab dengan mengetahui
nikmat

Allah

dan

menceritakannya,

Allah

akan

mencegah

(datangnya)

kebimbangan dan kegelisahan, dan akan memberikan semangat pada seorang


hamba untuk bersyukur.
26. Bermuamalah atau bergaul dengan pasangan hidup, kerabat, para pekerja dan
dengan setiap orang yang berhubungan denganmu. Apabila engkau menemui ada
kekurangan atau aib (maka pergaulilah mereka) dengan mengenal kebaikankebaikan mereka, dan membandingkan antara keduanya. Dengan senantiasa

memperhatikan hal itu, persahabatan akan menjadi langgeng dan dada menjadi
lapang. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam: Janganlah

seorang mukmin membenci (istrinya) mukminah. Jika dia membenci darinya satu
akhlaq, maka dia akan meridhoi dari siri istrinya tersebut akhlaq yang lain. [4]
27. Berdoa untuk kebaikan semua urusannya, yang paling agung dari doa-doa itu
adalah:

ALLAHUMMA ASHLIH LI DINI AL-LADZI HUWA ISHMATU AMRI, WA


DUN-YAYA AL-LATI FIHA MAASYI, WA AKHIROTI AL-LATI ILAIHA
MAADI, WAJALI AL-HAYATA ZIYADATAN LI FI KULLI KHOIRIN, WA
AL-MAUTA ROHATAN LI MIN KULLI SYARRIN.

Ya Allah, perbaikilah agamaku yang mana agama itu merupakan bentuk penjagaan
urusanku, dan perbaikilah duniaku yang di dalamnya ada kehidupanku, dan juga
akhiratku yang kepadanya tempat kembaliku, dan jadikanlah kehidupanku sebagai
tambahan bagiku dalam segala kebaikan dan kematian merupakan peristirahatan
bagiku dari segala keburukan.[5]

Juga doa :

ALLAHUMMA ROHMATAKA ARJU FALA TAKILNI ILA NAFSI THORFATA


AININ, WA ASHLIHLI SYANI KULLAHU, LA ILAHA ILLA ANTA .

Ya Allah, rahmat-Mu aku harapkan, janganlah Engkau serahkan diriku pada


diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata, dan perbaikilah urusanku semuanya,
tidak ada sesembahan (yang Haq) kecuali Engkau.[6]
28. Jihad fi sabilillah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:

Berjihadlah kalian di jalan Allah. Sesungguhnya jihad fii sabiilillah adalah pintu
diantara pintu-pintu yang dengannya Allah akan menyelamatkan (seorang hamba)
dari kebimbangan dan kesusahan.[7]
Sebab-sebab serta sarana-sarana ini merupakan terapi pengobatan yang
bermanfaat

bagi

penyakit-penyakit

kejiwaan

(psikologis)

dan

termasuk

pengobatan yang teragung untuk mengobati goncangnya jiwa bagi orang yang mau
mencermati dan mengamalkannya dengan jujur dan ikhlas. Sebagian ulama telah
mempraktekkan metode pengobatan ini untuk mengobati kondisi dan penyakit
kejiwaan, dan ternyata Allah memberikan manfaat yang sangat besar dengannya.
Disalin dari : Al-Qohthoni, Said bin Ali bin Wahf. 2011. Tindakan Preventif

Menghindari Sihir & Serangan Jin . Sukoharjo: Maktabah Al-Ghuroba, hal.


90-107
PENYAKIT JIWA
Rasulullah memberikan jalan keluar kepada seorang pemuda berupa doa, yang
sekaligus merupakan petunjuk kepada manusia tentang penyakit jiwa yang
seharusnya dihindari. Doa yang dimaksud adalah :
Allahumma innii auudzu bika minal hammi wal hazn, wa auudzu bika minal ajzi wal
kasal, wa auudzu bika minal jubni wal bukhl, wa auudzu bika min ghalabatid dini
wa qahrir rijaal.
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku
berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari

sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari timpaan hutang dan
intimidasi.
Doa ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat,
menjelang tidur atau setelah bangun tidur.
Doa tadi sekaligus member petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit
jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah :
1.

HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)

Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan kemauan.


Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan
bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau
hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa
kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan
ia hanya bisa menyesal.
2.

HAZAN (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa lalu)

Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan bukanlah
menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya
menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan
pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih,
meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak
disukai oleh Nabi SAW.
3.

AJZI (pesimis, merasa tak berdaya)

Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya
lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa
khawatir selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu
yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, tidak bergairah.

4.

KASL (malas)

Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha
menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan
apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut
tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak,
bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya
buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti
menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu.
Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan
baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.
5.

JUBNI (penakut)

Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan
berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain,
apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui.
Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang
waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan
merugikan bagi diri maupun orang lain.
6.

BAKHIL (kikir)

Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan
budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali
sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung2 terus hartanya dan disimpan di
tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu
tak mau mengajatkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya.
Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal
Nabi SAW bersabda :Senyummu adalah sedekah

7.

HUTANG

Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika
hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang
diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya :
takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa
terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.
8.

TERINTIMIDASI (diperbudak)

Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah tidak ada di dunia modern seperti
saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak.
Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa
perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil,
bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak
diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya.
Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau
diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita.
Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman,
masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
mengasah keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan
kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi.
Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita . baik suka maupun duka,
hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk
Rasulullah, dan doa yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan
yang lebih baik di dunia dan akhirat.

Kesehatan Mental

Berbagai tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para


ahli ilmu jiwa untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orangorang dalam kehidupan bermasyarakat sekalipun dalam kondisi yang sama. Selain
itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan satu cabang
ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.
Dengan memahami ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mau, dan
mampu mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan mengalami
bermacam-macam ketegangan, ketakutan, konflik batin. Selain itu, ia melakukan
upaya agar jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terintegrasi
dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan segala permasalahan hidup 1[1].
Kematangan dan kesehatan mental berhubungan erat antara satu sama
lainnya dan saling tergantung. Apabila kita bicara tentang keduanya secara
terpisah maka hanya sekadar untuk memudahkan penganalisaannya. Karena
sangat sulit untuk membanyangkan seseorang yang matang dari segi sosial dan
tidak matang dari segi kejiwaan.
Orang yang matang bukanlah orang yang telah sampai kepada ukuran
tertentu dari perkembangan, kemudian berhenti sampai disitu. Akan tetapi ia
adalah orang yang selalu dalam keadaan matang. Artinya orang yang selalu
bertambah kuat dan subur hubungannya dengan kehidupan. Karena sikapnya
mendorongnya untuk tumbuh, bukan berhenti dari pertumbuhan. Oleh karena itu
seorang yang matang, bukanlah orang yang mengetahui sejumlah besar fakta
akan tetapi orang yang matang adalah orang yang kebiasaan-kebiasaan mentalnya
1

membantunya untuk mengembangkan pengetahuannya dan mengunakannya dengan


bijaksana2[2].
Terdapat beberapa istilah kesehatan mental dalam Al-Qur`an dan Hadits
seperti najat (keselamatan) fawz (keberuntungan), falah (kemakmuran), dan
sa`adah

(kebahagiaan)

berikut

dengan

berbagai

akar

katanya.

Bentuk

kebahagiaannya atau kesehatan mental meliputi yang berlaku di dunia ini dan
yang berlaku dalam kehidupan akhirat. Yang pertama berarti selamat dari hal
yang mengancam kehidupan dunia ini. Sedang yang kedua selain dari pada selamat
dari kecelakaan dan siksa, juga menerima ganjaran dan kebahagiaan.

II.
a.

Pembahasan

Pengertian Kesehatan Mental Menurut Barat


Kesehatan mental sebagai salah satu cabang ilmu jiwa sudah dikenal sejak
abad ke-19, seperti di Jerman tahun 1875 M, orang sudah mengenal kesehatan
mental sebagai suatu ilmu walupun dalam bentuk sedarhana.
Istilah Kesehatan Jiwa(mental) telah menjadi populer di kalangan orangorang terpelajar, seperti istilah-istilah ilmu jiwa lainnya; misalnya kompleks jiwa,
sakit saraf dan hysteria; banyak diantara mereka menggunakan kata-kata
tersebut baik pada tempatnya atau tidak dalam pengertian yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah dan istilah-istilah tersebut. 3[3]
Apabila ditinjau dari etimologi, kata mental berasal dari kata latin mens
atau mentis yang berarti roh, sukma, jiwa atau nyawa.
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan
jiwa/ mental yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental
2
3

dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit


mental serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala jiwa
(neurose) dan gejala penyakit jiwa (psikose). Jadi menurut definisi ini, seseorang
dikatakan bermental sehat bila orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit
jiwa yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya. Malas dan hilangnya
kegairahan bekerja pada seseorang. Bila gejala ini meningkat maka akan
menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenis, atau hysteria dan sebagainya.
Adapun orang sakit jiwa biasanya memiliki pandangan yang berbeda dengan
pandangan orang pada umumnya. Inilah yang kita kenal dengan orang gila.
Kesehatan mental (mental bygiene) juga meliputi sistem tentang prinsipprinsip, peraturan-peraturan

serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi

kesehatan ruhani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani
atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram. 4[4]

b.

Pengertian Kesehatan Mental Menurut Islam


Pandangan islam tentang manusia dan kesehatan mental, berbeda dangan
aliran-aliran psikologi yang empat. Manusia dalam pandangan Islam diciptakan
oleh Allah dengan tujuan tertantu:

a.
b.

Menjadi hamba Allah (abd Allah) yang tugasnya mengabdi kepada Allah SWT.
Menjadi khalifah Allah fi al-Ardh yang tugasnya mengolah alam dan
memanfaatkannya untuk kepetingan makhluk dalam rangka Ubudiyah kepada-Nya.
Agar tujuan tersebut dapat dicapai manusia dilengkapi dengan berbagai
potensi yang harus dikembangan dan dimanfaatkan sesuai dengan aturan Allah.
Oleh karena itu kesehatan mental dalam pandangan islam adalah pengembangan
dan pemanfaatan potensi-potensi tersebut semaksimal mungkin, dengan niat
4

ikhlas beribadah hanya kepada Allah. Dengan demikian orang yang sehat
mentalnya, adalah orang yang mengembangkan dan memanfaatkan seganap
potensinya seoptimal mungkin melalui jalan yang diridhai Allah, dengan motif
beribadah kepada-Nya.
Dari keempat aliran psikologi semuanya mendasarkan teoti kesehatan
mentalnya hanya pada konsep dasar manusia yang sebenarnya belum utuh.
Kekurangutuhan itu akan tampak bila diteliti dengan seksama, ternyata keempat
aliran tersebut membicarakan konsep kepribadian manusia, namun belum
menyinggung bagaimana kaitannya dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu orang
kesulitan untuk menjawab bagaimana sebanarnya tentang konsep jiwa/mental
yang sehat, tampaknya sulit ditentukan jawaban yang tuntas. Masing-masing
aliran belum mampu mengembangkan seluruh potensi manusia, sehingga aliran
humanistik

dan

transpersonal

yang

kajiannya

lebih

sempurna

mengenai

manusiapun ternyata masih belum sempurna menurut Islam. 5[5]


Menurut pandangan Islam orang sehat mentalnya ialah orang yang
berprilaku, pikiran, dan perasaannya mencerminkan dan sesuai dengan ajaran
Islam. Ini berarti, orang yang sehat mentalnya ialah orang yang didalam dirinya
terdapat

keterpaduan

keberagamaannya.

antara

Dengan

perilaku,

demikian,

perasaan,

tampaknya

pikiranya

sulit

dan

diciptakan

jiwa

kondisi

kesehatan mental dangan tanpa agama. Bahkan dalam hal ini Malik B. Badri
berdasarkan pengamatanya berpendapat, keyakinan seseorang terhadap Islam
sangat berperan dalam membebaskan jiwa dari gangguan dan penyakit kejiwaan.
Disinilah peran penting Islam dalam membina kesehatan mental. 6[6] Zakiah
Daradjat merumuskan pengertian kesehatan mental dalam pengertian yang luas
dengan memasukkan aspek agama didalamnya seperti berikut:
5
6

Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh


antara fungsi-fungsi kejiwaan yang terciptanya penyusuai diri antara manusia
dangan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan,
serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di
akhirat.
Di dalam buku Prof. Dr. Mustafa Fahmi pengertian kesehatan jiwa (mental)
ada dua, yaitu: pertama, kesehatan jiwa adalah bebas dari gejala-gejala penyakit
jiwa dan gangguan kejiwaan. Kedua, kesehatan jiwa adalah dengan cara aktif,
luas, lengkap tidak terbatas, ia berhubungan dengan kemampuan orang yang
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakat lingkungannya,
hal itu membawanya kepada kehidupan yang sunyi dari kegoncangan, penuh
vitalitas.7[7]

c.

Tanda Kesehatan Mental Menurut Barat


Menurut Marie Jahoda pengertia kesehatan mental tidak hanya terbatas
kepada absennya seseorang dari ganguan dan penyakit jiwa, tetapi orang yang
sehat mentalnya, juga memiliki sifat atau karakteristik utama sebagai berikut:

1)

Memiliki sikap kepribadian terhadap diri sendiri dalam arti ia mengenal dirinya

dengan sebaik-baiknya.
2) Memiliki pertumbuhan, perkembangan dan perwujudan diri.
3) Memiliki integrasi diri yang meliputi keseimbangan jiwa kesatuan pandangan dan
tahap terhadap tekanan-tekanan kejiwaan yang terjadi.
4) Memiliki otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam
ataupun kelakuan-kelakuan bebas.
5) Memiliki persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, dan
penciptaan empati serta kepekaan sosial.

6)

Memiliki kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya. 8


[8]

d.

Tanda Kesehatan Mental Dalam Islam


Dalam pengertian yang amat sederhana mental itu sudah dikenal sejak
manusia pertama (Adam), karena Adam as merasa berdosa yang menyebabkan
jiwanya gelisah dan hatinya sedih. Untuk menghilangkan kegelisahan dan
kesedihan tersebut, ia bertaubat kepada Allah dan taubatnya diterima serta
merasa lega kembali. Musthafa Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad
Mahmud, menemukaan dua pola dalam kesehatan mental:

Pertama,

pola

negatif

(salabiy),

bahwa

kesehatan

mental

adalah

terhindarnya seseorang dari gejala neurosis ( al-amarah al-ashabiyah) dan


psikosis (al-amaradh al-dzibaniyah).

Kedua, pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan


individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan
sosialnya. Pola yang kedua ini lebih umum dan lebih luas dibandingkan dengan pola
pertama.9[9]
e.

Indikator Kesehatan Mental Dalam Islam

1.

Indikator Kesehatan Mental Menurut Said Hawa


Said Hawa menetapkan indikator kesehatan mental berdasarkan tathhiral-

qalh (penyucian jiwa) dengan indikatornya sebagai berikut:


a) Sempurna dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah Allah SWT.
b) Terlihat efek dari peribadatanya pada sifat-sifatnya yang utama dan akhlak-alkarimah dan melaksanakan habl in Allah dan habl min al-nas.
c) Mempunyai hati yang mantap dalam mentauhidkan Allah SWT.
d) Tidak mempunyai penyakit hati, yang bertentangan dengan keesaan Allah SWT.
e) Jiwa menjadi suci, hatinya menjadi suci, dan pandangannya menjadi jernih.
8
9

f)

Seluruh anggota badannya senantiasa berbuat sesuai dengan apa yang


diperintahkan oleh Allah SWT.

2.

Indikator Kesehatan Mental Menurut Ahmad Farid


Ahmad Farid enetapkan indikator Kesehatan Mental berdasarkan kepada
agama sebagai berikut:

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Berfokus pada akhirat


Tiada meninggalkan zikrullah
Selalu merindukan untuk beribadah kepada Allah
Tujuan hidupnya hanya Kepada Allah
Kyusu dalam menegakkan shalat dan saat itu ia lupa akan segala urusan dunia
Menghargai waktu dan tidak bakhil harta
Tidak berputus asa dan tidak malas untuk berzikir
Mengutamakan kualitas perbuatan

3.

Indikator Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjat.


Zakiah

Daradjat

menetapkan

indikator

kesehatan

mental

dengan

memasukkan unsur keimanan dan ketaqwaan, sebagai berikut:


a) Terbebas dari gangguan dan penyakit jiwa
b) Terwujudnya keserasian antara unsur-unsur kejiwaan
c)
Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara fleksibel dan
menciptakan hubungan yang bermanfaat dan menyenangkan antar individu
d) Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimiliknya serta
memanfaatkannya untuk dirinya dan orang lain
e) Beriman dan bertakwa kepada Allah dan selalu berupaya merealisasikan tercipta
kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
4.

Indikator Kesehatan Mental Menurut Al-Ghazali didasarkan kepada seluruh


aspek kehidupan manusia baik habl min Allah, habl min al-nas, dan habl min al-

alam. Menurutnya ada tiga indikator yang menantukan kesehatan mental


seseorang yaitu:
a)

Keseimbangan yang terus menerus antara jesmani dan rohani dalam, kehidupan

manusia.
b) Memiliki kemuliaan akhlak dan kezakiyahan jiwa, atau memiliki kualitas iman dan
takwa yang tinggal

c)

Memiliki makrifat tauhid kepada Allah

f.

Keabnormalan Mental Dalam Islam


Menurut Zakiah Daradjat, keabnormalan mental adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun
dengan psikis. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya
bagian-bagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada
fisik. Keabnormalan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu (1) gangguan mental
(jiwa/neurose), dan (2) sakit mental (jiwa/psychose).
Dalam perspektif Islam sehat atau tidaknya mental seseorang berpijak
pada aspek spiritualitas keagamaan. Seberapa jauh keimanan seseorang yang
tercermin dalam kehidupan keberagamaan dalam kesehariannya menjadi titik
tolak penting dalam menantukan sehat atau tidaknya mental seseorang. Dalam
perspektif Islam gangguan dan tidak sakit mental tidak hanya diukur dengan
ukuran humanistik saja, sebagaimana diikut oleh semua aliran psikologi
kontemporer. Akan tetapi Islam juga melihat bagaimana kaitannya dengan iman
dan akhlak.
Al-Ghazali memandang bahwa keabnormalan mental indetik dengan akhlak
yang buruk. Akhlak yang baik dikategorikan sebagai sifat para rasul Allah,
perbuatan para al-Shiddiqin paling utama. Sedangkan akhlak yang buruk
dinyatakan sebagai racun yang berbisa yang dapat membunuh, atau kotoran yang
bisa menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Disamping itu akhlak yang buruk
juga termasuk ke dalam langkah setan yang bisa menjerumuskan manusia masuk
dalam perangkapnya.
Gangguan mental dalam Islam berkaitan dengan penyimpanan-penyimpangan
sikap batin. Inilah yang menjadi dasar dan awal dari semua pendarita batin. Ada
aspek penting yang menjadi ciri-ciri gangguan mental menurut islam yaitu qalb

dan afal (hati dan perbuatan). Gejala-gejala gangguan mental semacam ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1)

Hati yang menyimpang dari keikhlasan dan ketundukan kepada Allah sehingga
menjadi lupa terhadap posisinya sebagai hamba Allah. Wujud dari penyimpangan

ini bisa dalam bentuk ria, hasad, ujub, takabur, tamak dan sebagainya.
2) Perilaku yang terbiasa dengan pelanggaran ajaran agama disebabkan oleh
dominannya peran nafs al-ammarah dalam kehidupan.
g.

Cara Memelihara Kesehatan Mental Menurut Islam


Dalam literatur yang berkembang ada beberapa cara untuk memelihara
kesehatan mental dalam Islam salah satunya adalah pola atau metode Iman Islam
Dan Ihsan yang didalamnya terdapat berbagai macam karakter berdasarkan
konsep Iman Islam Dan Ihsan.10[10]

1.

Iman
Didalam metode iman terdapat beberapa macam pola karakter. Pertama,
karakter rabbani yang berasal dari kata rabb

yang dalam bahasa Indonesia

berarti tuhan, yaitu tuhan yang memiliki, memperbaiki, mengatur. Istilah rabbani
dalam konteks ini memiliki ekuivalensi dengan

mentransformasikan asma dan

sifat tuhan kedalam dirinya untuk kemudian diinternalisasikan dengan kehidupan


nyata.

Kedua, karakter malaki adalah kepribadian individu yang didapat setelah


mentransformasikan sifat-sifat malaikat kedalam dirinya untuk kemudian di
internalisasikan kedalam kehidupan nyata.

Ketiga, karakter Qurani yang pada intinya kepribadian qurani adalah


kepribadian yang melaksanakan sepenuh hati nilai-nilai al-Qur`an baik pada
dimensi I`tiqadiyah, Khulukqiyah, amaliyah, ibadah, muamalah, daruriyyah,
hajiyyah, ataupun tahsiniyah,

10

Keempat, karakter rasuli yang. mengarah pada sifat-sifat khas seorang


rasul sebagai manusi pilihan ( Al-Musthafa) berupa sifat Jujur, Terpercaya,
Menyampaikan perintah dan cerdas.

Kelima, Karakter yawm akhiri adalah kepribadian individu yang didapat


sesudah mengimani, mamhami dan mempersiapkan diri untuk memasuki hari akhir
dimana seluruh perilaku manusia dimintai pertanggungjawaban. Kepribadian ini
menuju kepada salah satu konsekwensi perilaku manusia, dimana yang amalnya
baik akan mendapatkan kenikmatan syurga sementara bagi yang amalnya buruk
akan mendapatkan kesengsaraan neraka.

Keenam, karakter taqdiri,

Pola-pola tingkah laku taqdiri antara lain;

pertama, bertingkah laku berdasarkan aturan dan hukum tuhan, sehingga tidak
semena-mena memperturutkan hawa nafsu. Kedua, membangun jiwa optimis
dalam mencapai sesuatu tujuan hidup. Tidak sombong ketika mendapatkan
kesuksesan hidup. Tidak pesimis, stress atau depresi ketika mendapatkan
kegagalan.
2.

Islam
Didalam metode Islam terdapat beberapa macam pola karakter. Pertama,
kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat setelah
mengucapkan dua kalimat syahadat, memahami hakikat dari ucapannya serta
menyadari akan segala konsekwensi persaksiannya tersebut. Kepribadian
syahadatain meliputi domanin kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara
verbal; domain afektif dengan kesadaran hati yang tulus; dan domain
psikomotorik dengan melakukan segala perbuatan sebagai konsekwensi dari
persaksiannya itu.

Kedua, karakter mushalli adalah kepribadian individu yang didapat


setelah melaksanakan shalat dengan baik, konsisten, tertib, dan khusyu, sehingga
ia mendapatkan hikmah dari apa yang dikerjakan.

Ketiga, karakter shaim adalah kepribadian individu yang didapat setelah


melaksanakan puasa dengan penuh keimanan dan ketakwaan, sehingga ia dapat
mengendalikan diri dengan baik. Pengertian ini didasarkan pada asumsi bahwa
orang yang mampu menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa memiliki
kepribadian lebih kokoh, tahan uji, dan stabil ketimbang orang yang tidak
mengerjakannya, sebab ia mendapatkan hikmah dari perbuatannya.

Keempat, karakter muzakki adalah pribadi yang suci, fitrah dan tanpa
dosa. Ia memilki kepribadian yang seimbang, mampu menyelaraskan antara
aktifitas yang berdimensi vertikal dan horizontal. Ia adalah sosok yang empatik
terhadap penderitaan pribadi lain.

Kelima, karakter haji adalah orang yang telah melakukan ibadah haji yang
secara etimologi berarti menyengaja pada sesuatu yang diagungkan. Orang yang
melaksanakan haji hatinya selalu tertuju pada yang maha tinggi. Orang yang
berhaji memiliki beberapa kepribadian antara lain : kepribadian muhrim,
kepribadian thawif, kepribadian waqif, kepribadian sa`i, kepribadian mutahalli
dan lain sebagainya.
3.

Ihsan
Kata ihsan berasal dari kata hasuna yang berarti baik atau bagus.
Seluruh perilaku yang mendatangkan manfaat dan menghindarkan kemudharatan
merupakan perilaku yang ihsan. Namun karena ukuran ihsan bagi manusia sangat
relative dan temporal, maka criteria ihsan yang sesungguhnya berasal dari Allah
swt. Karena itu hadits Nabi Muhammad saw menyebutkan bahwa ihsan bermuara
pada peribadatan dan muwajahah, dimana ketika sang hamba mengabdikan diri
pada-Nya seakan-akan bertatap muka dan hidup bersama (ma`iyyah) denganNya, sehingga seluruh perilakunya menjadi baik dan bagus. Sang budak tidak akan
berbuat buruk dihadapan majikannya, apalagi sang hamba dihadapan tuhannya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepribadian muhsin adalah kepribadian
yang dapat memperbaiki dan mempercantik individu. Baik berhubungan dengan

diri sendiri, sesamanya, alam semesta dan tuhan yang diniatkan hanya untuk
mencari ridha-Nya.11[11]

III.

Kesimpulan

Menurut Pandangan Islam kebahagiaan terbagi kepada dua hal, duniawi dan
ukhrawi. Disini perlu diperhatikan bahwa, menurut pandangan Islam kedua
kebahagiaan itu tidak dapat dipisahkan, sebab kebahagiaan dunia hanyalah jalan
kearah kebahagiaan akhirat, sedangkan kebahagiaan akhirat tidak dapat dicapai
tanpa usaha didunia. Namun memang tumpuan pembicaraan kita disini adalah
kebahagiaan di dunia, dan inilah yang biasanya diberi nama dengan kesehatan
mental.
Kebahagiaan didunia ini berarti selamat dari hal-hal yang mengancam
kehidupan didunia ini. Yang mengancam kehidupan dunia ini banyak, seperti
kehilangan harta benda atau orang yang dikasihi, kegagalan mencapai cita-cita,
dan lain sebagainya yang kesemuanya mengancam kehidupan dan menimbulkan
kesedihan, ketakutan dan kecemasan.
Menurut Al-Qur`an, keadaan yang merisaukan itu bersumber dari manusia
sendiri, yaitu sifat lupa. Oleh sebab itu ia memerlukan petunjuk dari penciptanya,
agar ia bisa menyadari perasaan duka dan nestapa yang dimilikinya bersumber
dari Allah SWT yang telah menjadikannya dan memberikan semua kepadanya
dengan hikmah yang dimiliki-Nya. Maka disinilah sumbangan besar agama dalam
kesehatan mental manusia.

11

Daftar Pustaka
Abdul Mujib, Jusuf Muzakkir; Nuansa-nuansa Psikologi Islam; Raja Grafindo Perkasa;
Jakarta; 2002.
Abdul Mujib; Kepribadian Dalam Psikologi Islam; PT Raja Grafindo Perkasa; Jakarta;
2006.
Hasan Langgulung; Teori-teori Kesehatan Mental; Pustaka Al-Husna; Jakarta; Cet.2;
1992.
Jalaluddin; Psikologi Agama; Raja Grafindo Persada; Jakarta; 2008.
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat ; Bulan
Bintang; Jakarta; cet 1; 1977.
Musthafa Fahmi; Penyesuaian Diri, Pengertian dan Peranannya Dalam Kesehatan

Mental; Bulan Bintang; Jakarta ; 1982.


Ramayulis; Psikologi Agama; Kalam Mulia; Jakarta; 2002.
Yusak Burhanuddin; Kesehatan Mental; Penerbit Pustaka Setia; Bandung; 1999.

Manusia, dalam paradigma Barat postmodernisme; bagi Karl Marx disetir oleh
perutnya (ekonomi) dan bagi Sigmund Freud oleh libido seksnya. Ketika berhijrah
di abad ke 7 M, Nabi Muhammad saw. telah menyinggung temuan Marx dan Freud
ini. Orang berhijrah itu disetir oleh tiga orientasi : seks, materi dan idealisme
atau keimanan (lillah wa rasulihi). Artinya, manusia itu bisa jadi seharga dorongan
perutnya, atau dorongan seksualnya dan

dapat menjadi sangat idealis,

meninggalkan kedua dorongan jiwa hewani dan nabati itu.

Jadi semua perilaku manusia hakekatnya disetir oleh jiwa atau nafs-nya. Tapi
jiwa mempunyai banyak anggota, yang oleh al-Ghazzali disebut tentara hati
(junud al-qalbi). Anggota jiwa dalam al-Quran diantaranya adalah qalb (hati), ruh
(roh), aql (akal) dan iradah (kehendak) dsb. Al-Quran menyebut kata nafs
sebanyak 43 kali, 17 kali kata qalb-qulub, 24 kali kata taaqilun (berakal), dan 6
kali kata ruh-arwah. Itulah, modal manusia untuk hidup di dunia, yaitu sinergi
semua, buka independensi masing-masing anggotanya.
Nabi menjelaskan peran qalb (hati) dalam hidup manusia. Menurutnya, aspek
penentu hakekat manusia adalah segumpal darah (mudghah), yang disebut qalb
(hati). Gumpalan itulah yang menjadi penentu kesalehan dan kejahatan jasad
manusia (HR. Sahih Bukhari). Karena begitu menentukannya fungsi hati itulah
Allah hanya melihat hati manusia dan tidak melihat penampilan dan hartanya.
(HR. Ahmad ibn Hanbal). Sejatinya, hati adalah wajah lain dari nafs (jiwa), maka
dari itu hati atau jiwa manusia itu bertingkat-tingkat. Para ulama menemukan
tujuh tingkatan jiwa dari dalam al-Quran:

Pertama, nafs al-ammarah bi al-su, atau nafsu pendorong kejahatan. Ini


adalah tingkat nafs paling rendah yang melahirkan sifat-sifat seperti takabbur,
kerakusan, kecemburuan, nafsu syahwat, ghibah, bakhil dsb. Nafsu ini harus
diperangi.

Kedua, nafs al-lawwamah. Ini adalah jiwa yang memiliki tingkat kesadaran awal
melawan nafs yang pertama. Dengan adanya bisikan dari hatinya, jiwa menyadari
kelemahannya dan kembali kepada kemurniannya. Jika ini berhasil maka ia akan
dapat meningkatkan diri kepada tingkat diatasnya.

Tingkat ketiga adalah Nafs al-Mulhamah atau jiwa yang terilhami. Ini adalah
tingkat jiwa yang memiliki tindakan dan kehendak yang tinggi. Jiwa ini lebih
selektif dalam menyerap prinsip-prinsip. Ketika jiwa ini merasa terpuruk kedalam
kenistiaan, segera akan terilhami untuk mensucikan amal dan niatnya.

Keempat, Nafs al-mutmainnah atau jiwa yang tenang. Jiwa ini telah mantap
imannya dan tidak mendorong perilaku buruk. Jiwa yang tenang yang telah
menomor duakan nikmat materi.

Kelima, Nafs al-Radhiyah atau jiwa yang ridha. Pada tingkatan ini jiwa telah
ikhlas menerima keadaan dirinya. Rasa hajatnya kepada Allah begitu besar. Jiwa
inilah yang diibaratkan dalam doa: Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi
(Tuhanku engkau tujuanku dan ridhaMu adalah kebutuhanku).

Keenam, Nafs al-Mardhiyyah, adalah jiwa yang berbahagia. Tidak ada lagi
keluhan, kemarahan, kekesalan. Perilakunya tenang, dorongan perut dan
syhawatnya tidak lagi bergejolak dominan.

Ketujuh, Nafs al-Safiyah adalah jiwa yang tulus murni. Pada tingkat ini
seseorang dapat disifati sebagai Insan Kamil atau manusia sempurna. Jiwanya
pasrah pada Allah dan mendapat petunjukNya. Jiwanya sejalan dengan
kehendakNya. Perilakunya keluar dari nuraninya yang paling dalam dan tenang.

Begitulah jiwa manusia. Ada pergulatan antara jiwa hewani yang jahat dengan
jiwa yang tenang. Ada peningkatan pada jiwa-jiwanya yang tenang itu. Sahabat
Rasulullah saw. Sufyan al-Thawri pernah mengatakan bahwa beliau tidak pernah
menghadapi sesuatu yang lebih kuat dari nafsunya; terkadang nafsu itu
memusuhinya dan terkadang membantunya. Ibn Taymiyyah menggambarkan

pergulatan itu bersumber dari dua bisikan: bisikan syetan (lammat a-syaitan) dan
bisikan malaikat (lammat al-malak).

Perang melawan nafsu jahat banyak caranya. Sahabat Nabi Yahya ibn Muadh alRazi memberikan tipsnya. Ada empat pedang untuk memerangi nafsu jahat:
makanlah sedikit, tidurlah sedikit, bicaralah sedikit dan sabarlah ketika orang
melukaimu maka nafs atau ego itu akan menuruti jalan ketaatan, seperti
penunggang kuda dalam medan perang. Memerangi nafsu jahat ini menurut Nabi
adalah jihad. Sabdanya Pejuang adalah orang yang memperjuangkan nafs-nya
dalam mentaati Allah (al-Mujahidu man jahada nafsahu fi taat Allah azza wa

jalla). (HR.Tirmidhi, Ibn Majah, Ibn Hibban, Tabrani, Hakim dsb).

Kejahatan diri dalam al-Quran juga dianggap penyakit




(10)

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS 2:10).
Sementara Nabi mengajarkan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Para ulama pun
lantas berfikir kreatif. Ayat-ayat dan ajaran-ajaran Nabi pun dirangkai
diperkaya sehingga membentuk struktur pra-konsep. Dari situ menjadi struktur
konsep dan akhirnya menjadi disiplin ilmu.

Ilmu tentang jiwa atau nafs itu pun lahir dan disebut Ilm-al Nafs, atau Ilm-al
Nafsiyat (Ilmu tentang Jiwa). Ketika Ilmu al-Nafs berkaitan dengan ilmu
kedokteran (tibb), maka lahirlah istilah al-tibb al-ruhani (kesehatan jiwa) atau

tibb al-qalb (kesehatan mental). Tidak heran jika penyakit gangguan jiwa diobati
melalui metode kedokteran yang dikenal dengan

istilah al-Ilaj al-nafs

(psychoteraphy).
Dalam Ilmu al-Nafs ditemukan bahwa raga dan jiwa berkaitan erat, demikian pula
penyakitnya. Psikolog Muslim asal Persia Abu Zayd Ahmed ibn Sahl al-Balkhi pada
abad ke 10 (850-934), menemukan teori bahwa penyakit raga berkaitan dengan
penyakit jiwa. Alasannya, manusia tersusun dari jiwa dan raga. Manusia tidak
dapat sehat tanpa memiliki keserasian jiwa dan raga. Jika badan sakit, jiwa tidak
mampu berfikir dan memahami, dan akan gagal menikmati kehidupan. Sebaliknya,
jika nafs atau jiwa itu sakit maka badannya tidak dapat merasakan kesenangan
hidup. Sakit jiwa lama kelamaan dapat menjadi sakit fisik. Itulah sebabnya ia
kecewa pada dokter yang hanya fokus pada sakit badan dan meremehkan sakit
mental. Maka dalam bukunya Masalih al-Abdan wa al-Anfus, ia mengenalkan
istilah al-Tibb al-Ruhani (kedokteran ruhani).
Jadi, hakekatnya manusia yang dikuasai oleh dorongan nafsu hewani dan nabati
saja, boleh jadi sedang sakit. Manusia sehat adalah manusia yang nafsunya
dikuasai oleh akalnya, Hatinya (qalb) untuk taat pada Tuhannya. Itulah insan
kamil yang memiliki jiwa yang tenang, yang kembali pada Tuhan dan masuk
surganya dengan ridho dan diridhoi. Yang senantiasa menyelaraskan antara fikir
dan dzikir, antara akal dan wahy. Itulah manusia yang selama hidupnya menjadi
sinar cahaya (misykat) bagi umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai