Anda di halaman 1dari 80

1

BERTAREKAT;

MENUJU PENGEMBANGAN DIRI

OLEH:
SUTEJO IBNU PAKAR

SATU TAHUN
HALAQAH KAUKUS MUDA NU CERBON
MEMPERINGATI MAWLID NABI
MUHAMMAD SAW 1436 H.

PENGATAR PENULIS
Tasawuf
adalah model pendidikan yang
menaruh perhatian lebih terhadap kesucian jiwa.
Tasawuf bertugas mendidik ruhani demi tujuan
seorang muslim agar dapat mencapai martabat
ihsan. Tarekat adalah institusi pendidikan suf
yang dipola khusus untuk tujuan pembersihan
hati (tathir al-Qalb) dan pensucian jiwa (tazkiyat
al-Nafs).
Tarekat menempati posisi istimewa karena
eksistensinya sebagai institusi yang menekuni
membersihan akhlak tercela dan menghiasi jiwa
dengan akhlak terpuji dan berbagai keutamaan.
Adalah menjadi keniscayaan mengambil tarekat
dari seorang syekh.
Tarekat lahir dari syariat yang suci. Tarekat
menjadi sebuah sistem pendidikan spiritual yang
berlandaskan kepada sunnah nabawi, karena
sanadnya bersambung sampai dengan kepada
Nabi SAW. Tidaklah cukup untuk dapat
memahami dan mengamalkan apa yang menjadi
tuntutan
al-Kitab
dan
al-Sunnah
tanpa
menjadikan tarekat sebagai sandaran.

Tarekat bukan ilmu tentang ucapan dan


hukum-hukum legal formal (lahiriah). Melainkan
terkait dengan persoalan hati dan akhlak
batiniah. Sehingga tidak cukup dengan sekadar
membaca teks-teks (kitab) para imam.

Cirebon, 24 Desember 2014


01 Rabiul Tsani
1436

ISI BUKU
PENGANTAR
i
PENGANTAR
PENGANTAR
iii
BAB I
A.

PENULIS
PC NU CIREBON
LT NU KOTA CIREBON
PENGANTAR KE TAREKAT
Tasawuf

ii

BAB II
BAB III

B. Pengalaman Puncak Kesufan


C. Tarekat
D. Kepribadian Murid Tarekat
POLA UMUM TAREKAT
KAJIAN KITA

A. PESAN SYEKH AL-AKBAR IBNU ARABI

B. PESAN AL-IMAM AL-SYADZALI


C. KAIDAH AL-IMAM AL-ZARUQ
D. KARAKTER TASAWUF SUNNI
E. SYAIAT, THARIQAT DAN HAQIQAT
F. SYKH DAN WALI ALLAH
G. TAZKIYAT AL-NAFS
H. SULUK
AGENDA KITA

BAB I
PENGNTAR KE TAREKAT
A. TASAWUF
Tasawuf
adalah
ajaran
tentang
latihan
pengendalian diri (mujhadah al-Nafs) sehingga

manusia mencapai kualifkasi jiwa dekat (qurb)


dan marifat kepada Allah sebagai hasil puncak
dari proses pensucian jiwa (tazkyat al-Nafs). Para
suf memanadang mujhadah al-Nafs
sebagai
prioritas
sebelum
seseorang
melanjutkan
pengembaraannya menuju mendekati Allah.
Mujhadah al-Nafs,
bagi Imam al-Qazzz,
dibangun
diatas
kesederhanaan
dalam
pemenuhan kebutuhan primer manusia. Ia harus
dimulai dari kebiasaan tidak makan kecuali dalam
keadaan lapar, tidak tidur kecuali benar-benar
dibutuhkan dan tidak berbicara kecuali benarbenar dibutuhkan.1
Para suf memiliki cara-cara yang harus
dilakukan untuk mensucikan jiwa. Metode ini
merupakan serangkaian pengamalan ibadah yang
harus dilakukan secara istiqmah. Pengalaman
ibadah
memungkinkan terjadinya transformasi
jiwa, dari jiwa yang rendah ke jiwa yang lebih
tinggi.
Setiap orang yang mampu menghiasi amaliah
lahiriahnya dengan mujhadah al-Nafs
maka
Allah akan membaguskan ruhnya dengan
dikaruniai kemampuan musyhadah. Oleh karena
itu,
setiap murid memiliki tugas untuk
mememrangi hawa nafsunya karena ibadahnya
murid tidak lain adalah mujhadah al-Nafs. Setiap
murid yang tidak memulai sesutau dengan
1 al-Jayln, Abd. al-Qdir, al-Ghunyah li Thlib Tharq
al-Haq , Beirut, al-Maktabah al-Mishryah, 2007, hal.
240.

mujahadah maka dipastikan dia tidak akan dapat


mendapatkan jalan benar menuju Allah sama
sekali.2
Pengamalan ibadah memungkinkan terjadinya
transformasi jiwa, dari jiwa yang rendah ke jiwa
yang lebih tinggi. Setiap murid tarekat, dengan
demikian, memiliki tugas untuk membersihkan
diri dari pengaruh hawa nafsu (mujhadah alNafs). Murid yang tidak berhasil melakukan
mujahadah
al-Nafs dipastikan tidak akan
mendapatkan jalan benar menuju dan mendekati
Allah.3
Allah SWT menegaskan urgensi mujhadah
atau jihd al-Nafs.

Artinya:
Dan orang-orang yang berjuang di jalan
Kami, niscaya akan Kami tunjukkan mereka ke
jalan Kami. Dan Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang
yang
berbuat
baik.
(Q.S.
al-Ankabt : 69).

2 al-Jayln, Abd. al-Qdir, al-Ghunyah li Thlib Tharq


al-Haq , hal. 240.
3 al-Jayln, Abd. al-Qdir, al-Ghunyah li Thlib
Tharq al-Haq, Beirut, al-Maktabah al-Mishryah, 2007,
hal. 240.

Jihd al-Nafs, dalam ayat tersebut, adalah


segala bentuk ketaatan terhadap perintah Allah. 4
Mereka yang bersungguh-sungguh di jalan Allah,
akan diberi kemampuan untuk dapat sampai
(wushl) di hadirat Allah dan akan ditambahkan
baginya petunjuk menuju kebaikan (sulk alKhayr). 5
Mereka berhak memperoleh posisi
kebersamaan (mayah) dan kedekatan (qurbah)
dengan Allah SWT.6
Posisi mayah atau
kebersamaan dalam arti merasa selalu bersama
Allah, kedekatan, dan keakraban dengan Allah
kemudian melahirkan rasa rindu bertemu dan
mengenali Allah (marifatullh).
Marifatullh
dan
marifaturrasl
adalah
pengalaman
sufstik
yang,
oleh
psikologi
kepribadian,
dipandang
sebagai
sebuah
pencapaian pengalaman puncak. Pengalaman
puncak, dalam psikologi,7 dialami oleh seseorang
yang berhasil dalam proses aktulisasi diri.
Pengalaman ini dapat merubah kepribadian
seseorang dari kehinaan kepada keluhuran. 8
Secara
kejiwaan,
seseorang
yang
sedang
4 al-Rz, al-Imm Fachr al-Dn Muhammad bin Umar
al-Tamm al-, Mafth al-Ghayb, Beirut, Dr al-Kutub
al-Ilmyah, 2000, juz 23, hal. 25
5 al-Baydhw, Anwr al-Tanzl wa Asrr al-Tawl, Juz I,
hal. 324.
6 al-Rz, Mafth al-Ghayb, juz 23, hal. 25

menjalani pengalaman sufstik merasakan seolaholah ada kehendak kemanusiaannya yang terhenti
persis seperti sedang menemukan kekuatan dari
luar dirinya yang menekannya dengan sangat
kuat.
Seorang slik merasakan limpahan cahaya Allah
dalam hatinya sehingga terdorong untuk selalu
mengingat (dzikir) Allah. Dzikrullah menjamin
adanya kedekatan dengan Allah dan kedamaian
hati, serta berkembangnya kecintaan kepada
Allah. Cinta Allah menjadi faktor dominan dalam
memantapkan hubungan yang sehat dengan
sesama manusia. Pelaku dzikrullh adalah individu
yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Pelaku dzikrullh ditandai sebagai pribadi
dengan kecerdasan multidimensi.9 Kecerdasan
emosial pelaku dzikrullah dapat menimbulkan
kehati-hatian dan ketenangan dalam bertindak.
Kecerdasan moral membawanya befsikap lebih
arif, sabar
dan dewasa. Kecerdasan spiritual
7 Friedman, Hiward S dan Miriam W. Schustack,
Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, terj.,
Fransiska Dian Ikar ini, dkk., Jakarta, Erlangga, 2008,
hal. 351
8 al-Kasyni, A. Razq, Lathif al-Ilm fi Isyrat Ahl alIlhm, Dr al-Kutub al-Mishryah, hal. 379
9 Hadziq, Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi Sufsitik dan
Humanistik, Semarang, Rasail, 2005, hal. 98.

mendorongnya untuk berbuat lebih manusiawi


sehingga dapat menjangka nilai-nilai luhur yang
mungkin belum tersentuh oleh akal pikiran.
Pengalaman sufstik pada dasarnya merupakan
proses penyadaran diri yang harus dijalani dengan
melaksanakan
syariat
secara
konsisten
(istiqmah) . Metode syariat dihadarpakan dapat
melahirkan individu yang memiliki ketaaan
beragama yang kuat, hidup tenang dan damai,
senang berbuat kebaikan, pandai menyesuaikan
diri dan bebas dari permusuhan. Fondasinya
adalah kesadaran untuk menerima diri apa
adanya. Tujuannya adalah membentuk individu
yang mampu menjauhi sifat-sifat buruk dan
mendekati sifat-sifat baik. Keteladanan guru
(mursyid, muqaddam) sangat membantu proses
ini. Metode kesufan lazimnya dilakukan dijalani
dengan mujhadah al-Nafs dan juga riydhah.
B. MENUJU TRANSPERSONAL
Tazkyat al-Nafs, dalam pandangan para suf,
merupakan istilah bagi praktek-mujhadah.10
Mujhadah dijalani atas petunjuk al-Sunnah dan
menekankan kesesuaian antara amaliah lahiriah
dan amaliah batiniah.11 Mujhadah
berarti
mengendalikan kecenderungan hawa nafsu dari
10 al-Naqsyaband, Ahmad al-Kamsyakhwn Jmi
al-Ushl f al- Awliy wa Anwihim wa Awshfhim wa
Ushl Kull Tharq wa Muhimmt al-Murd wa Syurth
al-Syaykh, Mesir, Dr al-Kutub al-Arabyah al-Kubr,
t.th., h. 125.

10

masalah-masalah duniawi.
Mujhadah
yang
berlaku di kalangan orang kebanyakan adalah
pelaksanaan ibadah lahiriah yang sesuai dengan
ketentuan syariat. Kalangan khawsh memaknai
dimaknai mujhadah sebagai usaha keras
menuscikan batin dari segala akhlak tercela.12
Mujhadah, dengan demikian, merupakan
sistem perbaikan diri dalam bentuk perbaikan dan
peningkatan kualitas pribadi. Perbaikan yang
dimasud adalah pengosongan diri dari segala
akhlak batiniah yang tercela. Peningkatan diri
diakukan dengan cara mengisi aspek batiniah
yang telah bersih dengan akhlak terpuji dan
berbagai keutamaan. Perbaikan diri dilakukan
dalam
rangka
memperkuat
aqidah,
membersihkan tauhid dari segala bentuk syirik,
dan meningkatkan kualitas al-mn menjadi alYaqn. Perbaikan adalah proses intrenalisasi alYaqn dalam bentuk akhlak karimah sebagaimana
diajarkan Rasulullah SAW. Perpaduan antara almn dan akhlak karimah (al-Ism) adalah ihsn
Tasawwuf bemula dari amalan-amalan praktis,
yakni laku mujhadah dan riydhah. Para suf
tidak akan sampai pada tujuannya terkecuali
dengan laku mujhadah yang dipusatkan untuk
mematikan segala keinginannya selain kepada
Allah, menghancurkan segala kejelekannya dan
11 al-Naqsyaband, Jmi al-Ushl, h. 310.
12 al-Naqsyaband, Jmi al-Ushl, hal. 125

11

menjalankan bermacam riydhah yang diatur dan


ditentukan oleh para suf sendiri. 13 Tasawuf dapat
dipraktekkan dalam setiap keadaan dalam
kehidupan
sehari-hari,
dalam
kehidupan
14
tradisional maupun modern.
Tasawuf, sebagai induk dari tarekat, adalah
ajaran
tentang
latihan
pengendalian
diri
(mujhadah al-Nafs) sehingga manusia mencapai
kualifkasi jiwa dekat (qurb) dan marifat kepada
Allah sebagai hasil puncak dari proses pensucian
jiwa (tazkyat al-Nafs).
Para suf memandang
mujhadah al-Nafs
sebagai prioritas sebelum
seseorang
melanjutkan
pengembaraannya
menuju mendekati Allah.
Imam al-Daqq
menegaskan bahwa, setiap orang yang menghiasi
amaliah lahiriahnya dengan mujhadah al-Nafs
maka Allah akan membaguskan ruhnya dengan
dikaruniai kemampuan musyhadah. Oleh karena
itu,
setiap
murid
memiliki
tugas
untuk
mememrangi hawa nafsunya karena ibadahnya
murid tidak lain adalah mujhadah al-Nafs. Setiap
murid yang tidak memulai sesutau dengan
mujahadah maka dipastikan dia tidak akan dapat
13Abdul Hakim Hasan, al-Tashawwuf fi al-Syir
al-Arabi, h. 20
14 Sayuthi, Mahmud, Politik dan Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah Jombang Hubungan Agama, Negara
dan Masyarakat, Yogjakarta, Galang Printika, 2001,
hal. 6 dan 209

12

mendapapatkan jalan benar menuju Allah sama


sekali.15
Kehidupan jiwa yang sebenarnya adalah
mujhadah dan kematiannya terjadi karena ia
tenggelam dalam kemaksiatan.
Zakyat al-Nafs
adalah dambaan para pelaku mujhadah karena
dapat
membantu
mempermudah
proses
sampainya seseorang kepada Allah (wushl),
marifatullh,
kasyf
dan
musyhadah.16
Kehidupan suf adalah kehidupan mendekat dan
kembali
kepada
Allah
untuk
mencapai
marifatullh.17 Kasyf dihasilkan oleh cinta (hubb)
Allah.18
Cinta Allah merupakan hasil dari
dzikrullh19. Marifat, istiqmah rafu al-Hijb
adalah karmah yang paling agung yang didamba
setiap suf dan seseorang yang sedang
menempuh jalan menuju Allah. Sumber pokok
timbulnya karmah itu adalah zuhud.20 Zuhud
berarti rasa menerima dengan penuh ketulusan
15 al-Husayni, Iqdz al-Himam, hal. 210.
16 Fard, al-Tazkyah bayn Ahl al-Sunnah wa alShufyah, hal. 23-24.
17 al-Ghazl, Ihy Ulm al-Dn, Juz I, hal. 11
18 al-Ghazl, Ihy Ulm al-Dn, Juz IV, hal. 54
19 al-Ghazl, Ihy Ulm al-Dn, Juz III, hal. 247

13

semua yang diberikan Allah. Kondisi berpunya dan


tidak berpunya dalam hal kekayaan, jabatan dan
status sosial diterima dengan perasaan yang
sama.21
Marifat adalah pengalaman puncak kesufan,
yang berkenaan dengan perasaan mendalam.
Pengalaman adalah pengalaman keilahian yang
mendalam dimana saat itu ia mengalami fan,
sebagai hasil dari takhall
dan
tahall. .22
Seseorang yang mengalaminya
dikaruniai
kepercayaan diri dan keyakinan, kehidupannya
lebih harmonis serta memiliki pemahaman yang
luas terhadap dunia sekelilingnya.
Perilaku
keseharian lebih agamis dan kesalehannya lebih
baik dari sebelumnya.
Keberhasilan
menjalani pengalaman puncak
melahirkan pribadi dengan pengetahuan yang
realistis mengenai dirinya, dan kemampuan
menerima dirinya apa adanya, dan mencintai
sesama manusia.23 Dia tumbuh menjadi individu
20 al-Husayn, qdz al-Himam, hal. 208
21 al-Husayn, qdz al-Himam, hal. 101
22 Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik
Abraham Maslow, hal. 210.
23 Friedman, Kepribadian Teori Klasik dan Riset
Modern, hal. 350.

14

yang
dapat
bergaul
dengan
orang
lain
berdasarkan
nilai-nilai
kemanusiaan
dan
meletakkan kepentingan umum di atas segalagalanya. Dia adalah individu yang memiliki
pendirian dan berusaha keras untuk memcahkan
berbagai
persoalan
yang
dihadapinya.
Pengalaman sufstik pada dasarnya dibentuk oleh
kerinduan
untuk
mengenali
Allah
dan
berhubungan dengan-Nya.
Kerinduan kepada Allah berawal dari kecintaan
kepada Allah. Kecintaan lahir sebagai buah dari
dzikirullh yang dilakukan secara konsinten.
Dzikirullh
akan
berkembang
menjadi
penghayatan kehadiran Allah. Pelaku dzikirullh
tidak pernah
merasa hidup dalam kesendirian
datau kesepian. Dia mendpatkan relaksasi dan
memliki ketenagan. Secaa fungsional dzikirullh
dapat membiasakan hati dekat dan akrab dengan
Alah dan berahir paa kecintaan mendalam
kepada-Nya. Impliksinya secara sosial adalah
adanya kedisiplinan dalam menjalankan syariat
dan kemantapan pelaku
dzikirullh
dalam
berhubungan dengan sesame, serta hidunya
terasa lebih bermakna. 24
Dzikir
atau
wiridan
tarekat,
di
awal
perkembangan tarekat, 25 memiliki kekuatan
tersendiri sampai-sampai
ada kekhawatiran
terhadap pengaruh dzikir kaum suf yang dapat
24 Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi
dengan Islam, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 1995, hal.
160-161.

15

menyaingi atau bahkan menggantikan masjid


sebagai pusat kehidupan keagamaan.
Dzikir
dirumuskan sebagai
metode efektif
yang
diterapkan dalam proses pembinaan murid
tarekat. Dzikir yang dilakukan secara berjamaah
dapat memperkokoh tekad, membangkitkan
semangat kesalehan dan ketakwaan.26
Takwa
dalam arti kesadaran tentang kehadiran Allah
yang semakin mendalam.27
Marifat
adalah buah dari kedekatan dengan
Allah. Ketika seorang slik telah mencapai derajat
tauhd dan marifat
maka dipastikan ia
mendapatkan
tujuan
akhirnya
berupa
kebahagiaan, keamanan dan kedamaian. 28 Tujuan
slik adalah sampai kepada tujuan akhir suf
yaitu: zakyat al-Nafs dan tashfyat al-Qalb.29
Zakyat al-Nafs atau kesucian jiwa dapat
25 Gibbs, Mohammedanisme, terj., Jakarta, Bhatara,
1960, hal. 113-114.
26 al-Najar, Amir, Psikoterapi Sufistik dalam
Kehidupan Modern, terj. Ija Suntana, Bandung, Mizan,
2002, hal. 36
27 al-Najar, Psikoterapi Sufistik, hal. 60
28 al-Najar, Psikoterapi Sufistik, hal. 44
29 al-Najar, Psikoterapi Sufistik, hal. 187

16

dipelihara dengan menempuh jalan takwa secara


istiqmah.
Marifat bukan hasil dari kontemplasi spekulatif
tentang Allah, melainkan berkat latihan-latihan
spiritual (riydhah) dan pensucian jiwa (tazkyat
al-Nafs) yang dilakukan melalui praktek tarekat. 30
Ibadah suf adalah tazkyat al-Nafs untuk
menghubungkan hati dan musyhadah dengan
Allah dengan bantuan Nabi SAW.31 Tarekat adalah
wujud nyata tasawuf yang lebih
bercorak
tuntunan hidup praktis sehari-hari.
Tuntunan
kemudian dijadikan jalan seorang slik untuk
menuju Allah dan berada dekat sedekat mungkin
kepada-Nya.

C. METODE PENGEMBANGAN DIRI


Tasawuf melahirkan aliran-aliran yang disebut
thariqat (tarekat).32
Tarekat, secara amaliah
(praksis) tumbuh dan berkembang semenjak
30 al-Palimbani, Abd. Shamad, Syar al-Slikin, J. IV, h.
103.
31 Fard, al-Tazkyah bayn Ahl al-Sunnah wa alShufyah, hal. 23-24.

17

abad-abad pertama hijriah dalam bentuk perilaku


zuhud dengan berdasar kepada al-Qurn dan alSunnah. Perilaku zuhud sebenarnya merupakan
perwujudan dari salah satu aspek yang lazim
ditempuh dalam tarekat agar dapat sampai
kepada Allah, yakni mujhadah.
Zuhud
bertujuan
agar
manusia
dapat
mengendalikan
kecenderungan-kecenderungan
terhadap
kenikmatan
duniawiah
secara
berlebihan. Kelompok orang-orang yang zuhud
kemudian mengambil perkumpulan atas dasar
persaudaraan.
Mereka
lebih
mendahulukan
amaliah nyata daripada perenungan-perenungan
flasafs (kontemplasi atau meditasi). Mereka
mempunyai anggota dan tempat pemondokan
serta guru khusus yang disebut syekh
atau
mursyid.
Tarekat (tharqah) berarti jalan atau metode,
sama seperti syarah, sabl, shirth dan manhaj.
Secara harfah, kata
tharqah
berarti srah,
madzhab,
thabaqt
dan
maslak
alMutashawwifah.
Tarekat
yang
dimaksudkan
adalah jalan para suf untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.33
Tarekat merupakan

32 Yaqub, Hamzah,Tingkat Ketenangan dan


Kebahagiaan Mumin, Jakarta, Radar Jaya, 1992, h.39.
33 Anis, Ibrahim, al-Mujam al-Wasith, Beirut, Dar alKutub al-Ilmiyah, h. 556.

18

perpaduan antara imn dan islm dalam bentuk


ihsn.34
Tarekat
dalam
pandangan
para
suf
merupakan istilah bagi praktek-mujhadah.
Mujahadah adalah memerangi atau mencegah
kecenderungan hawa nafsu dari masalah-masalah
duniawi. Mujahadah yang lazim berlaku di
kalangan orang awam adalah berupa perbuatanperbuatan lahiriah yang sesuai dengan ketentuan
syariat. Sementara di kalangan
khawash
mujahadah dimaknai sebagai usaha keras
menuscikan batin dari segala akhlak tercela. 35
Mujhadah dan riydhah adalah metode para
suf atau calon suf yang dijalani atas petunjuk
dari al-Sunnah dan menekankan kesesuaian
antara amaliah lahiriah dan amaliah batiniah. 36
34 Nashr, Sayyed Hussein, Living Sufisme, terj.
Jakarta, Pustaka, h. 63.
35al-Kamsyakhwn al-Naqsyaband, Jmi al-Ushl f
al- Awliy wa Anwihim wa Awshfhim wa Ushl Kull
Tharq wa Muhimmt al-Murd wa Syurth al-Syaykh h.
125.
36Ahmad al-Kamsyakhwn al-Naqsyaband, Jmi alUshl f al- Awliy wa Anwihim wa Awshfhim wa
Ushl Kull Tharq wa Muhimmt al-Murd wa Syurth
al-Syaykh, Mesir, Dr al-Kutub al-Arabyah al-Kubr,
t.th., , h. 310.

19

Mujhadah dan riydhah merupakan landasan


dalam
kerangka
mengaktualisasikan
kesempurnaan manusia dan jalan yang mesti
ditempuh dalam pergerakan mencapai maqm
tertinggi yaitu
marifatullah.
Marifatullh
bukanlah hasil dari kontemplasi spekulatif tentang
Allah, melainkan berkat latihan-latihan spiritual
(riydhah) yang dilakukan melalui praktek
tarekat.37
Tarekat, sebagai model pembinaan kepribadian,
membantu
murid-muidnya
untuk
mencapai
pensucian jiwa dan perbaikan diri (takhall dan
tahall) sebagai media untuk dapat mencapai
tujuan dekat dengan Allah. Jihd al-Nafs, dalam
ayat tersebut, adalah segala bentuk ketaatan
terhadap
perintah Allah.38 Mereka yang
bersungguh-sungguh di jalan Allah, akan diberi
kemampuan untuk dapat sampai (wushl) di
hadirat Allah dan akan ditambahkan baginya
petunjuk menuju kebaikan (sulk al-Khayr). 39
Mereka berhak memperoleh posisi kebersamaan
37 al-Palimbani, Abd. Shamad, Syar al-Slikin, J. IV, h.
103.
38 al-Rz, al-Imm Fachr al-Dn Muhammad bin Umar
al-Tamm al-, Mafth al-Ghayb, Beirut, Dr al-Kutub
al-Ilmyah, 2000, juz 23, hal. 25
39 al-Baydhw, Anwr al-Tanzl wa Asrr al-Tawl, Juz
I, hal. 324.

20

(mayah) dan kedekatan (qurbah) dengan Allah


SWT.40
Tarekat adalah wujud nyata tasawuf dan lebih
bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari. Ia
adalah jalan seorang slik menuju Allah dengan
cara menyucikan diri agar dapat mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada Allah. Tarekat adalah
metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh
untuk mencapai tujuan tasawuf yaitu sampai
kepada Allah (wushl il Allh). Tarekat, dengan
demikian,
merupakan
model
pembinaan
kepribadian untuk mencapai pensucian jiwa dan
perbaikan diri (takhall
dan
tahall) sebagai
media para murid untuk dapat mencapai tujuan
dekat kepada Allah dengan bimbingan seorang
syekh.
Tarekat, bagi masayarakt urban, bisa menjadi
counter culture, budaya tandingan terhadap arus
teknologi informasi dan globalisasi yang sedang
berkembang. Bagi mereka, tarekat adalah institusi
masyarakat yang sedang mengalami transformasi
kehidupan desa atau pedesaan menuju kehidupan
kota atau perkotaan yang sedang mengalami
benturan budaya dan
menyebabkan culture
shochk. Dengan tarekat mereka bisa survive dan
tidak kehilangan identitas diri. Tarekat, di sisi lain,
dinilai telah mampu menampilkan kelembutan
wajah Islam yang luar biasa karena karakteristik
tarekat yang lebih mendahulukan intuisi dari
rasio. Bahkan, ada sisi-sisi sejarah yang
40 al-Rz, Mafth al-Ghayb, juz 23, hal. 25

21

menempatkan
kelompok
tarekat
sebagai
kelompok umat Islam yang berperan positifkonstruktif. Ia mampu mendorong umat Islam
dapat hadir dan kuat di tengah-tengah pergaulan
masyarakat
perkotaan
dengan
keperdulian,
keterlibatan dan sumbangsihnya bagi kemajuan
dengan dasar moralitas, spiritualitas dan jiwa
keberagamaan yang kuat.
Tarekat adalah institusi pembinaan kepribadian
yang sangat intens terhadap proses pensucian
dan perbaikan diri (takhall dan tahall). Para
murid didalamnya berusaha dngan sungguhsungguh dapat mencapai kualifkasi kedekatan
kepada Allah dengan bimbingan seorang syekh.
Seorang syekh (mursyid, muqaddam) betugas
membantu
ketercapaian
tazkyat al-Nafs
melalui tahapan-tahapan takhall dan tahall
D. KEPRIBADIAN MURID TAREKAT
Tujuan tertinggi pembinaan kepribadian dalam
Islam adalah membina individu yang dipersiapkan
untuk
menjadi
khalfatullh.
Al-Quran
menyatakan beberapa ciri yang dimiliki manusia
sehingga layak menjadi
khalifah.
Pertama,
ftrah manusia yang, sejak lahir, baik dan tidak
memiliki dosa. Kedua,
kebebasan kemauan
(irdah). Ketiga,
akal yang memungkinkan
manusia melakukan pilihan antara baik dan
buruk.41 Ketiga ciri inilah yang memposisikan
41 Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan,
Jakarta, al-Husna, 1995, hal. 57-58.

22

manusia sebagai khalifah. Khalifah adalah pribadi


yang dapat memadukan syariat (islm) dan
hakikat (ihsn). Khalifah adalah pribadi yang
memiliki kebeningan mata hati (bashrah) dan
kesucian jiwa
(zakyat al-Nafs),
karena
kedekatannya dengan Allah dan kemuliaan
akhlaknya (itib al-Rasl wa iltizam a-Syarat).
Tarekat
merupakan
model
pembinaan
kepribadian murd. Pembinaan kepribadian murid
tarekat bertugas menciptakan pribadi yang
menghayati dan mengaplikasikan keyakinan yang
kuat terhadap semua rukun Islam.
Perilaku
kesehariannya memanancarkan keutamaan dan
kemuliaan,
dari
kemampuannya
menginternalisasikan nilai-nilai syahadat, shalat,
puasa, zakat dan haji. Nilai-nilai syahadat akan
melahirkan individu yang memiliki konsistensi
kuat terhadap syariat, karena telah melakukan
ikrar dengan Allah dalam bentuk dua kalimat
syahadat. Dia tidak mudah menerima pengaruhpengaruh luar Islam.
Murid
tarekat memiliki
kedamaian hidup
(thumannah) sebagai buah
shalat yang
dilaksanakan dengan kusy. Dia adalah pribadi
yang disiplin dan mampu memanfaatkan waktu
untuk hal-hal positif. Penghayatan terhadap nilai
puasa menampilkan individu yang jujur, tidak
mudah mengeluarkan ucapan kotor dan kurang
bermanfaat. Dia tumbuh sebagai pribadi yang
selalu merasakan kehadiran Allah (hudhr) dalam
kehidupannya. Setiap tindakan dan perbuatanya
mencerminkan kesadaran tentang pengawasan

23

Allah (murqabah). Dia tidak merasa hidup dalam


kesendirian dan merasa selalu dalam kedekatan,
keakraban, kebersamaan dan keharmonsan
dengan Allah (mayah).
Dia adalah pribadi
sederhana, memiliki kepedulian dan empati yang
kuat terhadap sesama.
Penghayatan
terhadap
syariat
zakat
melahikan
murid
tarekat
dengan
ciri-ciri
kemuliaan. Dia tumbuh mnjadi pribadi yang
mencintai kebersihan lahiriah dan batiniah.
Syariat zakat mendidik kehati-hatian dalam proses
perolehan harta kekayaan. Dia emprioritaskan
proses perolehan kekayaan dan mengkonsumsi
yang halal-hal saja, jauh dari nilaiilai haram dan
syubhat. Setiap makanan dan minuman yang
halal merupakan upaya mempersiapkan lahirnya
generasimuda muslim yang saleh.
Murid tarekat, dididik oleh syariat zakat menjadi
pribadi yang
memiliki kompetensi dalam
pemanfaatan kekayaan. Setiap muslim yang taat
zakat memiliki karakter dermawan, tidak suka
menumpukkan kekayaan, memiliki kepekaaan,
kepedulian dan empati terhadap kesusahan orang
lain yang sengsara. Dia berani dengan penuh
keikhlasan menanggung penderitaan orang lain.
Rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji.
Ibadah haji didalamnya terdapat ibadah aqlyah,
jasmnyah, dan mlyah karenanya ibadah haji
merupakan lambang atau simbol dari puncak
keislaman seseorang. Ibadah haji adalah lambang
keharmonisan aspek jasmaniah dan aspek
ruhaniah dalam berkhidmat kepada Allah SWT,

24

baik dalam melaksanakan tugas sebagai hamba


dan fungsi sebagai khalifah Allah.

BAB II

POLA UMUM TAREKAT

Tasawuf
adalah model pendidikan yang
menaruh perhatian lebih terhadap kesucian jiwa.
Tasawuf bertugas mendidik ruhani demi tujuan
seorang muslim agar dapat mencapai martabat
ihsn.42 Tarekat nerupakan institusi pendidikan
suf yang dipola khusus untuk tujuan pembersihan
hati (tathr al-Qalb) dan pensucian jiwa (tazkyat
al-Nafs).43 Seseorang tidaklah cukup untuk dapat
memahami dan mengamalkan apa yang menjadi
tuntutan al-Kitab dan al-Sunnah tanpa menjadikan
tarekat sebagai sandaran. Tokoh-tokoh semisal
42 al-Fandi, Muhammad Habib, al-Tharqah alShfiyah: Fadhluh wa Ahammiyatuh wa Fawiduh,
Suriah, t.th., hal.1
43 al-Fandi, al-Thariqah al-Shufiyah. hal. 2

25

al-Junayd al-Baghdd, al-Qusyayr, al-Ghazl, alJayln, al-Rif, dan al-Dasq, adalah suf yang,
disepakati,
berjasa menginspirasi lahirnya
tarekat. Tarekat suf memiliki sanad dan silsilah
yang bersambung kepada Rasulullah SAW .44
Penamaan tarekat diambil dari nama syekh
pendiri. Perbedaan tarekat adalah perbedaan
kalimat dzikir atau wirid tetapi bukan perbedaan
makna. Riydhah, wushl, kasyf dan haqqah
adalah jati diri suf. Tarekat para syekh semuanya
adalah pintu terbuka untuk ke hadirat Allah.
Meskipun
berbeda
tahap
kesulitan
dan
kemudahan, kedekatan dan kejauhan serta
keamanan dan kekhawatirannya berbeda-beda.
Perbedaan metode, ragam tatacara sulk sesuai
ijtihad, situasi dan kondisi sosial pendirinya
merupakan penyebab banyaknya jumlah tarekat.
Akan tetapi, hakikat dan intinya satu.45
Tarekat menempati posisi istimewa karena
eksistensinya sebagai institusi yang menekuni
ikhtiar pembersihan akhlak tercela dan menghiasi
jiwa dengan akhlak terpuji dan berbagai keuataan.
44 al-Fandi, al-Thariqah al-Shufiyah. hal. 4
45 al-Syarn, al-Futht al-Rabbnyah wa alFuydhat al-Rahmnyah, hal. 45.

26

Tarekat lahir dari syariat yang suci. Tarekat


menjadi
sebuah
sistem
pendidikan
yang
berlandaskan kepada sunnah nabawi, karena
sanadnya bersambung sampai dengan kepada
Nabi SAW. 46
A. KONSEPSI TAREKAT

Kemunduran Islam mengakibatkan pemikiran


umat Islam tidak lagi menyatu dengan tindakan
dan perilaku keagamaan mereka. Jalan lurus
menuju Islam telah terpecah menjadi dua, yaitu
jalan keduniwian dan jalan kesalehan.47 Kedua
jalan itu selalu berlawanan. Jalan yang satu
dipandang terpuji dan mengandung semua nilai
religius dan etis, sedangkan jalan lainnya
dipandang terkutuk dan mengandung nilai-nilai
materialistis.
Kedua
jalan
itu
mengalami
transformasi. Tidak terbayangkan oleh para syekh
pendiri tarekat-tarket suf dan para peletak dasardasar
ideologis,
kalau
persaudaraan
atau
perkumpulan
mereka
akan
menyimpang
sedemikian rupa dan menyimpang jauh karena
memperkembangkan etik dan tujuan peribadatan
yang bertentangan dengan Islam.
Penilaian sepihak itu juga datang dari
kelompok
cendekiawan
yang,
mengaku,
46 al-Fandi, al-Tharqah al-Shfyah. hal. 2-3
47al-Faruqi, Ismail Raji, Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
terj., Bandung, Pustaka, 1984, hal. 53.

27

mengamati dari jauh praktek-praktek pelaksanaan


doktrin-doktrin tarekat dengan pengamatan dari
luar. Para pengamal doktrin tarekat dinilai telah
tergoda dengan tahayul dan keunggulan manusiamanusia pembuat keajaiban. Penilaian yang
bahkan lebih lazim adalah ditujukan terhadap
realiasasi doktrin zuhud, faqr dan tawakkal yang
dinilai bertentangan dengan realitas dinamika
umat Islam secara keseluruhan. Terminilogi
subjektif yang lazim dioergunakan, antara lain,
ketika mereka menterjemahkan zuhud dengan
ascetisme dan uzlah dengan escapisme.
Jalan
kedua
yang
sebenranya
juga
mendapatkan sorotan naif, akibat kemunuduran
peradaban Islam secara menyeluruh, adalah jalan
keduniawian
yang
telah
mengembangkan
sistemnya sendiri yang immoral. Sistem ini pada
akhirnya akan mengalami kehancuran dan
menjadi santapan setiap orang atau kelompok
pesaing. Pemerintahan dan institusi-institusi
politik, dengan menjadikan politik sebagai alat,
kekuasaan
untuk
merampas
keuntungankeuntungan moral rakyat (awm al-Muslimn).
Jalan suf yang demikian itu, lazimnya
dituduh sebagai biang depolitisasi umat Islam
dengan metode zuhud dan uzlah. Para pengamal
tarekat diajak untuk menjauhi kesibukan aktiviyas
keduniaan dan kondisi umat yang sedang
berlangsung. Situasi pemerintahan yang dihiasi
kemewahan dan foya-foya para penguasa serta
budaya individulistis dna materilistis yang telah
meracuni sebagian besar umat Islam atau sikap

28

pasrah tak berdaya tawakal


dari masyarakat
lapisan bawah, ditinggalkan jauh-jauh oleh
kelompok tarekat; dan mereka kebih memilih
untuk mengisolir
diri,
uzlah jasadiyah ke
pelosok-pelosok desa yang memberikan situasi
sepi, aman dan terbebas dari hiruk pikuk
kesibukan duniawi, sehingga dapat dengan tekun
beribadah dengan sesungguhnya (mujhadah).
Klimasknya mereka berharap dapat musyhadah
(berjumpa dengan Allah), setelah merasakan
benar-benar dekat (qurb) dan memiliki kesucian
jiwa.
Tarekat,
dalam
pandangan
para
suf,
merupakan istilah bagi praktek-praktek dzikir
berdasarkan model kurikulum pembelajaran.
Tarekat juga merupakan himpunan tugas-tugas
murd dalam ikhtiar perbaikan diri dan pensucian
jiwa sebagai media untuk mencapai tujuan dekat
dengan Allah. Tarekat adalah cara atau jalan
kaum suf dalam mencapai tujuan yang
dikehendaki.
Tarekat adalah jalan atau metode, sama
seperti syariah, sabl, shirth dan manhaj yaitu
jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan
ridho-Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya.
Secara harfah, kata
tarqah
berarti srah,
madzhab,
thabaqt
dan
maslak
alMutashawwifah.
Tarekat
yang
dimaksudkan
adalah jalan para suf.48
48 Ans, Ibrahim, al-Mujam al-Wasth, Beirut, Dar alKutub al-Ilmiyah, hal. 556.

29

Jalan itu adalah jalan untuk mencapai


tingkatan-tingkatan (maqmat) dalam usaha
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melalui cara
ini seorang suf dapat mencapai tujuan peleburan
diri (fan) dengan al-Haq (Allah). Dalam
ungkapan lain, tarekat diartikan sebagai jalan
yang khusus diperuntukkan bagi mereka yang
mencari Allah di sini dan kini. Merupakan
perpaduan antara iman dan islam dalam bentuk
ihsan.49
Secara amaliah
tarekat tumbuh dan
berkembang semenjak abad pertama hijriah
dalam bentuk perilaku zuhud dengan berdasar
kepada al-Quran dan al-Sunnah. Perilaku zuhud
sebenarnya merupakan perwujudan dari salah
satu aspek yang lazim ditempuh dalam tarekat
agar dapat sampai kepada Allah. Aspek dimaksud
ialah mujhadah. Zuhud bertuJuan agar manusia
dapat
mengendalikan
kecenderungankecenderungan terhadap kenikmatan duniawiah
secara berlebihan.50 Tarekat suf dibangun di atas
49 Nashr, Sayyed Hussein, Living Sufisme, terj.
Jakarta, Pustaka, hal. 63.
50 al-Nasyr, Ali Sami, Nasyat al-Fikr al-Islamiy, Mesir,
Dar al-Maarif, hal. 52; Azmi Islami, Mabadi alFalsafah waal-Akhlaq, Kairo, al-Mathbaah alMishriyah, 1987, hal. 155-158; Arbery, AJ., Sufisme;
An Account of the mYstic of Islam, terj., Bandung,
Mizan, 1993, hal. 107.

30

empat landasan pokok yaitu islm, mn, ihsn


dan wushl yakni sampainya seorang hamba
kepada Allah karena proses jadzb atau ditarik
oleh Allah lantaran posisi ihsan-nya.51 Sedangkan
pilar atau rukun tarekat adalah berdiam diri
(shumtun), memisahkan diri dari pergaulan
(uzlah) secara terus menerus, menahan lapar
(j), dan berjaga di malam hari (sahr).52
Kata tharqah didalam al-Quran disebut
sebanyak sembilan kali di dalam lima surat.
1. Surat al-Nis : 168

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali
tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan
tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada
mereka.
51al-Ghazali, Rawdhat al-Thalibin wa Umdat al-Salikin,
hal. 14.
52 al-Husayni, al-rif billah Ahmad bin Ahmad bin
Ujaybah, qdz al-Himam f Syarh al-Hikam, Jeddah,
Dr al-Haramayn, t.th., hal. 25

31

2. Surat al-Nis : 169







Artinya:

Melainkan jalan ke Neraka


Jahannam; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Dan yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.
3. Surat Thh : 63


























Artinya:
Mereka berkata : Sesungguhnya dua
orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang
hendak mengusir kamu dari negeri kamu
dengan sihirnya dan hendak melenyapkan
kedudukan kamu yang utama.

4. Surat Thh : 77

32















Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan
kepada Musa: Pergilah kamu dengan
hambaKu (Bani Israil) di malam hari, maka
buatlah untuk mereka jalan yang kering di
laut itu, kamu tidak usah khuatir akan
tersusul dan tidak usah takut (akan
tenggelam).
5. Surat Thh : 104

Artinya:
Kami lebih mengetahui apa yang mereka
katakan ketika berkata orang yang paling
lurus jalannya di antara mereka: Kamu tidak
berdiam (di dunia) melainkan hanyalah
sehari sahaja.

6. Surat al-Ahqf : 30

33

Artinya:
Mereka berkata : Hai kaum kami,
sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab
(Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa
yang
membenarkan
kitab-kitab
yang
sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran
dan kepada jalan yang lurus.
7. Surat al-Muminn : 17

Artinya:
Dan
sesungguhnya
Kami
telah
menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan
(tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah
terhadap ciptaan (Kami).

8. Surat al-Jinn : 11

Artinya:
Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang soleh dan di antara kami

34

ada (pula) yang tidak demikian halnya.


Adalah kami menempuh jalan yang berbedabeda.
9. Surat al-Jinn : 16



Artinya:
Dan bahawasanya jikalau mereka tetap
berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberi
minum kepada mereka air yang segar
(rezeki yang banyak).
Secara essensial iman adalah kepercayaan
terhadap keesaan Allah dan islam adalah tunduk
dan patuh (al-Inqiyd wa al-Khudh) terhadap
segala kehendak Allah. Islam mengatur keduanya
dan mentransformasikannya ke dalam apa yang
disebut ihsan. Suf-suf besar, 53
telah
memberikan batasan tarekat sesuai dan merujuk
kepada hadits tentang ihsan. Tarekat merupakan
kebajikan atau ihsan pada iman dan islam. Iman
yang dibentuk oleh ihsan akan melahirkan irfn
dan marifat yang menembus dan menyentuh
53 Sayyed Hussein. Nashr, Ideals and Relities of
Islam, hal. 134.

35

manusia. Apabila islam dilihat dari aspek ihsan, ia


akan menjadi ke-fan-an di hadapan Allah. Satu
kesadaran dari penyerahan diri secara total
terhadap Allah dan kesadaran bahwa
Alllah
adalah segala-galanya dan manusia bukan apaapa di hadapan-Nya.
Komunitas suf mengenal syariat sebagai
bentuk penghambaan kepada Allah yang dimulai
dari tahapan taubat, taqwa dan berakhir dengan
istiqmah. Sementara tarekat dimaknai sebagai
kelanjutan dari syariat, karena didalam tarekat,
selain menghamba juga memiliki maksud untuk
menuju dan mendekati Allah. Bertarekat harus
dimulai dengan proses perbaikan aspek batin
dalam bentuk kebiasaan berlaku ikhlash, jujur dan
tumaninah.54 Oleh karenanya, bertarekat harus
dimulai dengan meleyapkan sifat-sifat hina dan
menghiasi diri dengan berbagai keutamaan
batiniah.
Ketika seseorang sudah bertarekat
dengan baik maka pintu haqqah pun akan
terbuka baginya. Dia akan dikaruniai kemampuan
murqabah musyhadah, dan marifah.
Tarekat adalah jalan khusus orang-orang
yang berjalan menuju (slik) Allah.55 Memasuki
tarekat berarti melakukan olah batin atau
54 al-Husayni, qdz al-Himam f Syarh al-Hikam, hal.
44.
55 al-Jurjny, Kitb al-Tarft, Indonesia, alHaramayn, t.th., al. 137.

36

pelatihan spiritual (riydhah), berjuang dengan


kesungguhan
mengendalikan
kecenderungan
hawa nafsu (mujhadah), serta melakukan
pensucian diri dari akhlak tercela (takhalli),
menghiasi diri dengan akhlak terpuji (tahalli) agar
dapat mencapai internalisasi atau penghayatan
terhadap pekerjaan (tajall bi al-Afl), sifat-sifat
(tajall bi al-Shift), dan nama-nama (tajall bi alAsm) Allah
dengan terbukanya
pintu
marifatullh.
Seperti halnya al-Tharqah, al-Haqqah pun
tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari alSyarah. Tiap-tiap al-Syarah itu adalah alHaqqah, dan tiap-tiap al-Haqqah itu adalah alSyarah. Al-Syarah mewujudkan perbuatan, dan
al-Haqqah mewujudkan keadaan bthin. Bagi alQusyayri,
menjalankan
syariat
berarti
menjalankan
ibadah
dan
haqqat
adalah
menyaksikan sifat rubbyah Allah. Akan tetapi,
keduanya tidak bisa dipisahkan dan harus saling
menguatkan. Amaliah syariat yang tidak diikat
oleh haqqat atau sebaliknya amaliah haqqat
yang tidak diikat oleh syariat, maka keduanya
tidak diterima Allah SWT.56
Al-Syarah merupakan landasan bagi para
suf untuk menjalani al-Tharqah, yang
jika
dijalani dengan segenap kesungguhan
akan
menghantarkan
pada
al-Haqqah,
yakni
kesempurnaan batin. Syariah adalah kualitas
keislaman, sedangkan tharqah adalah kualitas
56al-Qusyayr, al-Rislah al-Qusyayryah, hal. 42

37

keimanan dan haqqah adalah kualitas ihsan.57


Syariah berfungsi sebagai penjelas sedangkan
haqqah adalah penentu arah. Syariah adalah
hakim (penentu benar dan salah) terhadap
haqqat yang tampak dalam bentuk perbuatan
lahiriah. Sebaliknya haqiqat merupakan hakim
terhadap pengalaman syariat yang tidak tampak
secara lahiriah.58 Dengan kata lain, syariat harus
diperkuat dengan haqqat dan haqqat
harus
diikat oleh syariat.59
B. JAMIYAH TAREKAT

Kelompok orang-orang yang zuhud (zhid


atau zuhhd) kemudian mengambil perkumpulan
atas
dasar
persaudaraan.
Mereka
lebih
mendahulukan
amaliah
nyata
daripada
perenungan-perenungan flasafs (kontemplasi
atau meditasi). Mereka mempunyai anggota dan
tempat pemondokan serta guru khusus yang
disebut syekh
atau mursyid. Mereka, dengan
57al-Husayni, qdz al-Himam, hal. 44
58al-Husayni, qdz al-Himam, hal. 308.
59al-Kamsyakhawny, Ahmad, Jam al-Ushl f alAwliy wa Ushl kull Tharq wa Muhimmt al-Murd wa
Syurth al-Syaykh wa Kalimat al-Shfiyah wa
Ishthilhim wa Anw al-Tashawwuf wa Maqmtihim,
Surabaya, al-Haramain, t.th., hal. 74

38

demikian, telah memasuki sebuah perkumpulan


yang terorganisir (jamiyah).
Para pertapa di abad II hijriah (X Masehi)
memunculkan penyiar-penyiar (muballigh) agama
yang populer.60 Dalam abad yang sama pula
terjadi perubahan sifat umum pertapaan. Mulamula dasarnya adalah rasa takut kepada Allah
(khowf)
lalu
muncul penyebaran ajaran
hubb/mahabbah
dalam arti kecintaan berupa
ketaatan
dan
pengabdian
yang
61
berkesinambungan kepada Allah SWT.
Perubahan dalam sifat kemudian melahirkan
perubahan dalam kepemimpinan. Semula para
pemimpin tarekat terdiri dari ulama salaf abad III
Hiriah (XI M.) tetapi kemudian posisi itu diduduki
oleh tokoh-tokoh yang tidak terdidik dalam
ketertiban agama dan oleh berbagai macam kelas
ekonomi dari warga Baghdad dan Baghdad
keturunan Persia. Pada waktu yang sama
pergerakan itu menjauhi tujuan-tujuan politik
revolusioner dari kaum propagandis Syiah
tentang keburukan-keburukan sosial.62 Maka,
setelah abad II H. cikal bakal atau orde baru
60Gibbs, H.A.R., Mohammedanisme, terj., Jakarta,
Bathara, 1960, hal. 109.
61Azmi, al-Fik al-Islam., hal. 163.
62Gibbs, H.A.R., Mohammedanisme, hal. 112.

39

tarekat dinilai baru lahir 63. Syekh Abd. al-Qdir


al-Jaylny dianggap sebagai founding faher atau
pendiri awal.64
Sejak abad VI dan VII Hijriah (XII dan XIII M.)
tarekat-tarekat telah memulai jaringannya di
seluruh dunia Islam. Taraf organisasinya beraneka
ragam. Perbedaan yang paling utama dari
semuanya itu terletak pada upacara dan dzikir.
Keanggotannya sangat heterogen. Kemudian
sejak abad VIII H. (XIV M.) menyebar dari Sinegal
sampai ke Cina. Semenjak itulah tarekat-tarekat
telah beraneka ragam dengan ciri-ciri khusus dan
berbeda satu dengan lainnya.
Mulai saat itu tarekat menjadi organisasi
keagamaan kaum suf dengan jumlah relatif
banyak dan nama yang berbeda-beda; didasarkan
pada pendiri atau pembuat wiridan atau hizb.
Wilayah dakwahnya menyebar ke Asia Tengah,
Asia Tenggara, Afrika Timur, Afrika Utara, Afrika
Barat, India, Irak dan Turki serta Yaman, Mesir dan
Syria.65 Setelah abad XII dan XIII M. tarekat
berkembang menjadi sistem ritual dari pelatihan
63 Kamil Musthafa, al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu,
Mesir, Dar al-Maarif, hal. 443-444
64 Kamil Musthafa, al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu,
Mesir, Dar al-Maarif, hal. 184.
65 Lapidius, A History of Islam Society, New York,
Cambrigde University Press, 1989, hal. 999.

40

kejiwaan/spiritual (riydhah) bagi kehidupan


bersama syekh atau mursyid. Dengan demikian,
organisasi atau jamiyah tarekat baru muncul
setelah abad IV H/XII M.
Pergerakan
tarekat
adalah
pergerakan
apologetik, karenanya selama abad IV dan V
Hijriah ia bertambah kuat, meskipun masih tidak
disukai para ulama dan sebelumnya ditekan oleh
pembesar-pembesar negara, terutama kaum
syiah. Tekanan-tekanan yang datang dari ulamaulama ortodoks adalah karena kekhawatiran
terhadap pengaruh dzikr atau wiridan tarekat.
Perumusuhan itu muncul karena dzikr kaum suf
dapat menyaingi atau bahkan menggantikan
masjid sebagai pusat kehidupan keagamaan.66
Dari sekian banyak tarekat hanya beberapa
saja yang dinilai besar dan memiliki ciri khusus. AJ
Arbery, yang menganggap tarekat baru berdiri di
abad V Hijriah (XI M.) menunjuk tarekat-tarekat
dimaksud adalah: al-Qdiryah, al-Suhrwardyah,
al-Sydzalyah, dan Mawlawyah (al-Rmyah).67
Sementara orientalis Gibbs menganggap tarekat
al-Qdiryah,
al-Rifyah,
al-Badawyah,
Mawlwyah, al-Sydzalyah, al-Naqsyabandyah
dan al-Khalwtyah sebagai tarekat yang memiliki
ciri khas. Ia pun mengkategorikan tarekat kota
(Qdiryah dan Mawlwyah) dan tarekat desa (al66 Gibbs, Mohammedanisme, hal. 113-114.
67 Arbery, Mohammedanisme, hal. 108-113.

41

Rifyah dan al- Badawyah).68 Sedangkan Harun


Nasution
menilai
tarekat
al-Qdiryah,
alRifyah, al-Sydzalyah,
Mawlwyah dan alNaqsyabandyah
sebagai
tarekat
besar
69
dimaksud. Tarekat syattriyah adalah salah satu
tarekat yang mendapat simpati dan banyak
pendukungnya di Indonesia. Disamping itu
terdapat pula tarekat
Naqsyabandyah
dan
70
Tijnyah.
Tarekat Naqsyabandyah
sudah dikenal di
Indonesia sejak abad ke-17 Masehi tetapi baru
benar-benar menjadi populer pada akhir abad ke19 Masehi.71 Tarekat ini memiliki banyak pengikut
di kalangan orang Jawa. Disebutkan bahwa,
syekh-syekh tarekat ini cenderung menedekati
penguasa dan mencari pengikut di kalangan elite
politik.72 Tarekat syathryah juga tercatat sebagai
68 Gibbs, Mohammedanisme, hal. 129-131.
69 Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam
Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hal. 90-91.
70Shihab, Islam Sufistik, hal. 174-175
71Burienessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren
dan Tarekat, Bandung, Mizan, 1999, hal. 102
72Burienessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat,
hal. 334.

42

tarekat yang jauh lebih disukai murid-murid


Ahmad al-Qusysy (w. 1660 M.) dan Ibrhim bin
Hasan al-Krn (1615-1690 M.) di Indonesia,
karena berbagai gagasan menarik dari kitab
Tuhfah menyatu dengan tarekat ini. Ia merupakan
tarekat yang mempribumi karena mudah berpadu
dengan tradisi setempat.73 Sementara tarekat
Tijnyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad alTijn
(1737-1815 M.) sering disebut sebagai
tarekat neo-sufi. Tarekat ini dikenal reformis dan
menentang pengkultusan para wali.74 Tijnyah
masuk ke Jawa Barat pada akhir tahun 1920-an.75
C. EKSISTENSI GURU TAREKAT

Tarekat semula diciptakan sebagai metode


seorang syekh yang sedang menekuni dunia
tasawuf dan bermaksud untuk mencapai derajat
syekh. Syekh atau mursyid
adalah guru
pembimbing spiritual yang memberikan petunjuk
ke jalan lurus. Dia adalah pwaris sejati Nabi
73 Burienessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren
dan Tarekat, Bandung, Mizan, 1999, hal. 194
74 Brunessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat,
hal. 200-201.
75 Brunessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat,
hal. 321

43

Muhammad SAW. Sifa-sifat mursyid adalah sifatsifat yang dimiliki Nabi.


Syekh tarekat menjadikan dirinya sebagai
sanad (mata rantai) keilmuan tasawuf yang
bersambung kepada guru-guru salaf sampai
kepada al-Juanyd al-Baghdd
dan terakhir
sampai kepada Rasulullah SAW. Sedangkan syekh
yang sanadnya terputus kemudian menciptakan
tarekat baru yang segala ketentuannya dan
namanya dibuat sendiri berdasarkan nama
pendirinya. Bahkan mereka meyakini bahwa,
bentuk dzikir dan wiridannya merupakan karunia
agung yang diperoleh secara langsung melalui
ilham baik dari Rasulullah ataupun Khidhir.
Syekh merasa bahwa hal yang demikian itu
merupakan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
orang kebanyakan. Mereka merasa dirinya
memiliki karamah, kasyf, ilmu, dan derajat
kewalian. Karenanya, pemilihan seseorang syekh
dalam tradisi thoriqoh tidak semata-mata
didasarkan kepada keilmuan dan kesalehan
seseorang, melainkan kepada karmah yang
dimiliki seseorang syekh.
Mursyid
adalah
orang
yang
memiliki
hubungan silsilah dengan guru-guru sebelumnya
hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Pengertian silsilah di sini bukan berarti silsilah
yang menunjukkan hubungan keturunan tetapi
menunjuk kepada hubungan penurunan ilmu
tarekat dari satu guru kepada guru tarekat yang
lain. Orang yang dianggap berhak menjadi guru

44

tarekat biasanya diberi ijzah atau khirqah dari


guru sebelumnya.
Satu hal yang masih tetap menarik bahwa
para suf dan guru-guru tarekat selalu berusaha
mengajak
umat
Islam
dalam
kerangka
penyadaran akan kehadiran Allah didalam
kehidupannya dan menjadikan pribadi-pribadi
tangguh dan berkesadaran bahwa manusia di
hadapan Allah bukan apa-apa dan Allah adalah
maha segala-galanya. Karenanya, mereka harus
melalui jalan spiritual yang, dengan dasa al-Quran
dan al-Sunnah, menunjukkan manusia mencapai
kesucian yang dengan kesucian itu dapat
mengetahui dan mendekati Allah Yang Suci.
Mursyid
adalah guru yang memberikan
petunjuk ke jalan yang lurus. 76Al-Gahzl
memberikan batasan mengenai prasyarat seorang
mursyid yang dikehendaki. Pertama, seorang
mursyid tidak dibenarkan memiliki rasa cinta
berlebihan terhadap harta dan jabatan. Kedua,
menjalani perialku riydhah seperti sedikit makan,
sedikir bicara, sedikir tidur, dan mempercanyak
sahalat sunnah, sedekah dan puasa sunnah.
Ketiga, dikenal terpuji akhlaknya karena sabar,
syukur,
tawakal,
yaqin,
tumaninah
dan
dermawan. Keempat, terbeas dari akhlak tercela.
Kelima, terbebas dari fanatisme. Keenam,
memiliki pengetahuan memadai tentang syariat
Islam.77
76 al-Jurjn, al-Tarfat, hal. 205

45

C. ETIKA MURD TAREKAT

Telah menjadi kesepakatan para ahli bahwa


tarekat memiliki tiga ciri umum yaitu: syekh,
murd, dan baiat.78 Murd adalah orang yang
menginginkan Allah. Murd
adalah pencari
haqqat di bawah bimbingan mursyid.79 Proses
menjadi
murd
tarekat
dimulai
dengan
pengambilan sumpah (baiat) di hadapan syekh
(mursyid, muqddam). Baiat adalah ikrar untuk
memasuki tarekat suf. Ikrar ini, sesungguhnya,
adalah ikrar antara Allah dan hamba-Nya,
senantiasa mengikat mursyid dan murd secara
bersama-sama.80
Setelah itu murd menjalani tarekat hingga
mencapai kesempurnaan dan dia mendapat ijzah
lalu menjadi khalifah syekh atau mendirikan
tarekat lain jika diizinkan.81
Al-Kalbdz
mengisyaratkan bahwasanya setiap orang layak
77 al-Gahazl, Qawid al-Aqid f al-Tawhd, hal. 12
78 al-Suhrward, Awrif al-Marif, hal. 35
79 Amstrong, Amatullah, Kunci Memasuki Dunia
Tasawuf, Bandung, Mizan, 1996, hal. 197.
80 Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, hal. 56
81 al-Manuri, Muhammad Abu al-Faydh, Madzhib wa
Syakhshyt, Kairo, al-Dar al-Qowmyah, 1971, hal. 61.

46

disebut
murd
manakala sanggup menjalani
perilaku mujhadah (jihd al-Nafs).82 Al-Qusyayry,
menyarankan bahwasanya syarat petama yang
harus dimiliki oleh seorang
murd adalah
83
kejujuran sebagai fondasi pertama.
Ab Thlib al-Makky dalam kitabnya Qt alQulb f Mumalat al-Mahbb wa Washf Tharq alMurd il Maqm al-Tawhd, menganjurkan setiap
murd tarekat memiliki kekuatan irdah. Untuk
memperoleh kekuatan tersebut seorang murd
dituntut untuk mampu menahan rasa lapar,
banyak berjaga di malam hari, banyak diam dari
pembicaraan yang tidak bermanfaat dan banyak
melakukan
khalwat.84
Al-Makkiy
memformulasikan tujuh perilaku yang harus
dimiliki setiap murd.
Pertama, memiliki
konsistensi dalam mewujudkan kemauan. Kedua,
selalu berusaha sungguh-sungguh untuk dapat
melakukan ibadah dan semua kebaikan. Ketiga,
mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
82 al-Kalbdz, Abu Bakr Muhammad bin Ishq, alTaarruf li Madzhab Ahl al-Tasawwuf, Beirut, Dar alKutub al-Ilmiah, 1993, hal. 158
83 al-Kalbdz, al-Taarruf li Madzhab Ahl alTashawwuf, hal. 278.
84 al-Makky, Qt al-Qulb fi Mumalat al-Mahbb wa
Washf Tharq al-Murd il Maqm al-Tawhd, Beirut, Dr
al-Kutub al-Ilmiah, 2005, hal. 169

47

Keempat, bergaul dengan seseorang yang alim


tentang Allah. Kelima, melakukan taubat nasuha.
Keenam,
selalu
mengkonsumsi
makanan/minuman yang halal. Ketujuh, bergaul
dengan
sahabat
yang
mampu
mengkritik
kekurangan dan kelemahan.85
Ketentuan yang dirumuskan al-Makki di atas
lebih mengarah kepada etika atau adab murd
dalam mengelola potensi diri sendiri. Hal senada
juga dikemukakan oleh Muhammad Amn al-Kurd
al-Irbl 86
bahwa seorang murd
harus
senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT dan
oleh karenya hatinya harus selalu ingat kepadaNya dengan melafalkan (didalam hati) lafdz alJallah (Allh). Lebih lanjut ia mengemukakan
bahwa, seorang murd
hendaknya
dapat
menghindari pergaulan yang buruk, selalu
mengkonsumsi makanan dan minuman
yang
halal dalam kadar secukupnya, tidak tidur dalam
keadaan berhadats besar (janbah), tidak
berpengharapan atau berhasrat memiliki sesuatu
yang sudah menjadi milik orang lain, serta selalu
menjaga lisan dari perkataan yang tidak
bermanfaat.

85al-Makky, Qt al-Qulb, hal. 169.


86 al-Irbl, Tanwr al-Qulb fi Mumalat Allm alGhuyb, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2010, cet.
Kelima, hal. 584-587.

48

Kaitannya dengan hubungan murd dengan


mursyid
ada delapan ketentuan yang harus
dijalani oleh seorang murd
yang terdiri dari
empat perilaku lahirian dan empat perilaku
batiniah. Ketentuan atau adab tersebut berlaku
untuk setiap murd
tarekat dalam menjaga
keharmonisan dengan syekh dan bertujuan agar
murd
selalu mendapatkan pertolongan dan
bantuan ruhaniah syekh yang sempurna. Oleh
karenanya, disarankan seorang murd benar-benar
mengetahui silsilah atau sanad sang mursyid
benar-benar sampai kepada Nabi Muhammad.
Karena, untuk dapat limpahan cahaya atau
bantuan ruhaniah dari Nabi
disyaratkan
87
ketersambungan dengan belau.
Empat perilaku lahiriah yang dimaksud
adalah: menjalankan perintah mursyid meskipun
tampak jelas berbeda dengan pendirian murd.
Kedua, menjauhi apa saja yang dilarang oleh
mursyid. Ketiga, bersikap tenang dan penuh
hormat ketika sedang berhadap-hadapan dengan
mursyid. Keempat, selalu menghadiri majlis sang
mursyid. 88 Sedangkan empat perilaku batiniah
itu adalah meyakini sepeneuh hati kesempurnaan
sang mursyid (syekh) karena keahliannya dan
penguasannya terhadap ilmu syariat dan hakikat.
87al-Irbl, Tanwr al-Qulb fi Mumalat Allm alGhuyb, hal. 523-526.
88al-Husaini, qdz al-Himam, hal. 134-135

49

Kedua, memuliakan dan menjaga kemuliaan


mursyid dan selalu mencintainya dengan ikhlas.
Ketiga, tidak memiliki keinginan menyamai
kepandaian atau kehormatan yang dimiliki syekh.
Keempat, tidak memiliki keinginan hendak
berpindah atau memasuki tarekat lain.89
Adapun ketentuan yang harus dijalani dalam
pergaulan dengan sesama ikhwn atau anggota
tarekat adalah menjaga kemuliaan sesama
ikhwn dimanapun dan kapanpun. Kedua, mau
memberikan nasihat dan petunjuk kepada sesama
ikhwn yang membutuhkan. Ketiga, selalu
bersikap tawadhu dan rela melayani sesama
ikhwan.
Keempat,
meyakini
kesucian
dan
kesemprunaan sesama ikhwan serta tidak pernah
merendahkan walaupun secara lahiriah tampak
ada kekurangan.90 Ibnu Sirin mengidentikkan
dengan
agama karenanya dituntut adanya
kehatian-kehatian calon murid kepada siapa ia
berguru dan mengambil ijazah tarekat.
D. AMALAN TAREKAT
Agama shuf adalah wirid yang diciptakan
oleh syekh dan dianggap sebagai ibadah. dizkir
kalimat tahlil adalah dizkir umum.
Sedangkan dzikir khusus yait melafalkan kalimat
diposisikan lebih utama daripada membaca
89al-Husaini, qdz al-Himam, hal. 135-136
90al-Husaini, qdz al-Himam, h.. 136-137

50

al-Quran.91
Meskpiun berbeda-beda nama dan
masing-masing mempunyai keistimewaan sendirisendiri akan tetapi tarekat para suf seperti alSydzal,
al-Rif,
al-Tijn,
al-Qdir,
al92
Naqsyaband dan lain-lain memiliki tujuan satu
Mendawamkan dzikir didalam tarekat diyakini
sebagai cara efektif untuk mencapai kedekatan
(qurb) dengan Allah. Seluruh tarekat sepakat
bahwa, mendawamkan dizkir akan membuahkan
kebersihan sir. Ketika sir telah mendapatkan
kejernihannya maka ia akan mendapatkan
posisinya di hadirat Allah.93 Apabila seorang selalu
dizkrullh
maka
dia
akan
mendapatkan
penampakkan sifat-sifat Allah dan lezatnya sirna
kedalam wujud-Nya, baik materi dan immateri.
Haqqat
adalah buah dari tharqat
seperti
persaksian terhadap nama-nama, sifat-sifat dan
dzat Allah.94

91 al-Fawzan, Shalih bin Fawzan bin Abdullah, Haqiqat


al-Tasawuf wa Mawqif al-Shufiiyah min Ushul al-Ibadah
wa al-Din, hal. 17
92 al-Qasim, Mahmud Abd. Al-Rauf, al-Kasyf an
Haqiqat al-Shufiyah, hal. 9.
93 al-Qasim, al-Kasyf an Haqiqat al-Shufiyah, hal. 371
94 al-Qasim, al-Kasyf an Haqiqat al-Shufiyah, hal. 377

51

Al-Naqsyabandyah didirikan oleh Bahauddin


Muhammad bin Muhammad al-Bukhari (618-791
H.). Menyebar di Persia, India dan Asia Barat.95
Memiliki kekhasan dalam hal dzikir, khalwat dan
karamah.96
Muhammad bin Sulayman alBaghdadi
al-Naqsyabandi,
menegaskan,
nyatakanlah ilmu, kasyf, syuhd dan irfn dengan
tajribah. Sesungguhnya, tarekat naqsyabandiyah
merupakan tarekat paling efektif dan paling
mudah bagi murid yang hendak mencapai derajat
tauhid, karena fondasi naqsyabandiyah adalah
jadzb dalam sulk. Inilah tujuan tasawuf yaitu
wihdat al-Wujd.97
Dzikir suf mengutamakan dzikir ifrd dengan
melafalkan kalimat atau , , .
Ada juga yang mendawamkan sholawat.98 Sudah
menjadi kesepakatan setiap tarekat memandang
pentingnya
dzikir.
Tarekat
Naqsyabandi
95 Bakir, Abu Azayim Jad al-Karim, Thalai alTashawuf, hal 27-28
96 al-Qasim, Mahmud Abd. al-Rauf, al-Kasyf an
Haqiqat al-Shufiyah, hal.378.
97 al-Qasim, Mahmud Abd. al-Rauf, al-Kasyf an
Haqiqat al-Shufiyah, hal.378.
98 Bakir, Abu Azayim Jad Al-Karim, Shuwar Min AlTashawuf, hal. 11-12

52

memformulasikan dzikir dengan cara menyebut


nama
Allah
berbeda dengan alSyadzaliyah yang melafalkan kalimat laa ilaaha
illa allah .
Tarekat Naqsyabandi
mengutamakan dzikir lafal Allahu.99
Dzikir nafyi itsbt yaitu dizkir .
Dzikir ini dilakukan dengan melafalkan lafal
jallah didalam hati dengan kekuatan yang akan
membakar seluruh hawa nafsu. Dzikir ini bila
dilakukan dengan benar sebanyak 21 kali maka
akan mendatangkan keberkahan sebagaimana
dijanjikan oleh para syekh al-Naqsyabandi yaitu:
istighraq dan persaksian (syahdah) atau melihat
Allah.100 . Cara melakukan dizkir ini harus dimulai
dengan kalimat
Setelah itu meningkat ke tahapan dizkir
suluk yaitu dizkir sebanyak 5.000 kali
dalam sehari semalam.101
Abd. al-Majd Muhammad al-Khn alNaqsyaband
menyatakan,
murid
yang
sebenarnya ketika sibuk dizkrullah dengan ikhlas
akan tampak kepadanya
hal-hal ajaib dan
99 Bakir, Abu Azayim Jad al-Karim, Thalai al-Tashawuf, hal.
27-28.

100 al-Qasim, Mahmud Abd. al-Rauf, al-Kasyf an


Haqiqat al-Shfiyah, hal.319-320
101 al-Qasim, Mahmud Abd. al-Rauf, al-Kasyf an
Haqiqat al-Shfiyah, hal. 322

53

khawriq
yang
aneh-aneh
sebagai
buah
perbuatannya dan juga karunia Allah SWT berupa
kedamaian hati atau keharmonisan hidup. Murid
yang selalu dizkrullah sepanjang siang dan malam
selama lebih dari 20 tahun akan mendapatkan
apa yang telah diperoleh Syekh Abd. al-Qdir alJayln berupa keluar biasaan.102

BAB III
KAJIAN KITA
A. PESAN-PESAN IBNU ARABI

102 al-Qasim, Mahmud Abd. al-Rauf, al-Kasyf an


Haqiqat al-Shfiyah, hal. 431

54



.
.






.



55






.{
}

.
:



.
:
.

.

56

B. PESAN IMM AB HASAN AL-SYDZAL

.1
.

.2

.
.3 .
.4 .
.5 .
.6 .
.7 .
.8 .
.9 .
.10 .
.11 .
.12
.13
.

57

.14
.
.15
.
.16
.
.17
.
C. KAIDAH IMAM AL-ZARQ

58

59

D. KARAKTER TASAWUF SUNNI


MODERASI AQIDAH, FIQH DAN TASAWUF

60


.



.
.
.
.

,
:
5 ,

:


:


.
:

:




.
:

61

:
.
.
:
:
.

.
:
.
:
,
) .
(199 .

... :
) .
(107 .
:


.

62

:

.
) : ,(146 .

E. SYEKH DAN WALI ALLAH


:





.

63


:

.

,




64

F. SYARAT, THARQAT, HAQQAT

65

103:
.



:

:
,25 :.

103

66

.1 .2
. 4
.3

: ,
,.14 :.


,,


,,

67

, , .




, ,
44 :
G. TAZKIYAT AL-NAFS

:
.
:

.


68










H. SULUK



.



:

69



:
.
.:

.
,
:
9 ,
RUKUN THARIQAT
1. Terbebas dari takabur, ujub, dengki, hasud,
dan dusta kepada para syekh
2. Terbebas dari kotoran jiwa
3. Rendah diri dan memuliakan kaum fakir dan
para syekh
4. Keindahan bahasa dalam memformulasikan
suluk
5. Menjaga diri dalam dialog (diskusi)
6. Akhlaknya terdidik
7. Memiliki konsistensi
dan keteguhan hati,
ucapan dan perilaku
8. Memiliki silsilah ijazah yang tersambung
sampai kepada Rasulullah SAW.
SYARAT SYEKH MURSYID

70

1. Tidak mencintai secara berlebihan harta dan


jabatan
2. Mengalami proses riyadhah (sedikit makan,
bicara dan tidur, serta memperbanyak shalat
dan puasa sunnah serta sedekah)
3. Dipercaya kebaikan perilaku dan keterpujian
akhlaknya (shabr, syukr, tawakal, yaqin,
tumaninah dan dermawan).
4. Seuci dari akhlak tercela.
5. Terbebas dari taashub (fanatisme buta)
6. Memiliki pemahaman tentang ilmu
syariat
yang memadai104

1.
2.
3.
4.

EMPAT TANTANGAN MURID


Kehidupan duniawi, harus diatasi dengan uzlah
Syaitan, harus diatasi dengan lapar
Diri sendiri, harus diatasi dengan melek malam
Hawa nafsu, harus diatasi dengan diam tidak
bicara
EMPAT AKTIVITAS MURID TAREKAT
Munajat sejak waktu sahur sampai dengan terbit
matahari
Muhasabah sejak waktu ashar sampai terbenam
matahari
Muasyarah, interaksi sosial
104 al-Ghazali, Qawaid al-Aqaid fi al-Tawhid,
hal. 12.

71

Takhalli atau pembersihan diri (setiap saat)


DZIKIR
Batiniah
Muraqabah kepada Allah dan menghadirkan Allah
dalam setiap aktivitas sehari-hari
Lahiriah
Mentaati ketentuan Allah dan medzikirkan kalimat
Allah
ILMU MEMBUKAKAN PINTU TUJUAN
APLIKASI ILMU MEMBANTU PROSES
PENCARIAN
MAWHIBAH MENGANTARKAN KE PENGALAMAN
PUNCAK
ILMU MEMBUAHKAN AMAL (IBADAH)
IBADAH MENDATANGKAN MAWHIBAH (KARUNIA)

72

KARAKTERISTIK TARIQAT
A. TARIQAT AL-NAQSYABANDI
PENDIRI:
AL-

MUHAMMAD BAHAUDDIN AL-BUKHORI

NAQSYABANDI (1317-1389 M. =
717-791 H.)
PRIORITAS : PENGEMBANGAN INTUISI
FONDASI TAREKAT:
Taubat, Uzlah, Zuhud, Taqwa, Qonaah, Taslim
RUKUN TAREKAT:
Ilmu, Sabar, Ridho, Ikhlash, Akhlak Terpuji
KEWAJIBAN TAREKAT:
Dizkrullah, Meninggalkan Hawa Nafsu, Mengikuti
Agama, Berbuat Baik Kepada Sesama Makhluk,
Mengerjakan Segala Kebaikan

B. TARIQAT AL-SYADZALI
PENDIRI : ABU AL-HASAN AL-SYADZALI (1196-1258
H.)
FONDASI TAREKAT:
Wara, mengikuti sunnah Rasulullah, sabar,
qonaah, kembali kepada Allah
RUKUN TAREKAT:
Menuntut Ilmu, memperbanyak dzikir, dan hudhur
Didalam Syadzaliyah tidak ada mujahadah.
Keharusan murid adalah memperkuat nur ashli
dengan nur ilmu dan nur dzikir

73

C. TARIQAT AL-QODIRI
PENDIRI:
ABDUL
QODIR
BIN
MUSA
BIN
ABDULLAH BIN
YAHYA BIN MUHAMMAD BIN DAWUD
BIN
MUSA BIN ABDULLAH BIN MUSA ALJAYLANI
(470-561 H = 1077-1166 M.)
KETIKA SUDAH BERUSIA 50 TAHUN MULAI
MEMASUKI DUNIA SUFI
PRIORITAS :
PEMURNIAN
TAWHIDULLAH,
IBADAH
DAN
HUDHUR
FONDASI TAREKAT:
Ketinggian
Cita-Cita,
Menjaga
Kehormatan,
Khidmah, Karomah Allah, Memuliakan Nikmat
Allah
RUKUN TAREKAT:
Diam Tidak Bicara, Uzlah, Lapar, Melek Malam
Sunnah Tarekat:
Menjaga Rahasia, Berwajah Ramah, Menangggung
Beban/Penderitaan Orang Lain

74

BAB IV
AGENDA KITA
FENOMENA
1. IN-PROPORSIONALITAS
KEADILAN SUSAH DIPEROLEH
2. EKSES LINGKUNGAN
PENGARUH NEGATIF LINGKUNGAN
3. IDIOLOGI PRASANGKA
4. KESEJAHTERAAN SUSAH DIPEROLEH
5. KEMUDAHAN
TIDAK
DIRASAKAN
KEBANYAKAN ORANG
6. EKSISTENSI DIRI BELUM TERBANGUN
7. KREATIVITAS BELUM TERBENTUK
LANGKAH PERBAIKAN DIRI
1. KENALI REALITAS DIRI
2. KOMUNIKASI (DIALOG)
3. KOMPETENSI (BELAJAR UNTUK MENJADI)
4. BERSAHABAT DENGAN DIRI SENDIRI
5. MENJALIN HUBUNGAN HANGAT DAN SEHAT
6. KETRAMPILAN PROBLEMS SOLVING
7. PENAJAMAN INTUISI
INSTROSPEKSI TERUS MENERUS

OLEH

75

LANGKAH PENINGKATAN DIRI


1. ISTIQOMAH
2. SULUK, TAQARRUB
3. TAUHID
4. IKHLASH DAN SYUKUR
5. DAKWSAH ILA AL-HAQQ
6. MUHASABAH AL-NAFS
7. TAFAKKUR-TADABBUR
LAMPIRAN:
TOKOH-TOKOH SHUFI
A. IMAM TASAWUF
SUNNI/SALAFI/KONSERVATIF
1. Tasawuf Salafi
1. 1. Hasan al-Bashri (w. 110 H)
1. 2. Rabiah al-Adawiyah (w. 200 H)
1. 3. Al-Muhasibi (w. 243 H)
1. 4. Dzu al-Nun al-Misri (w. 243 H)
1. 5. Al-Junayd al-Baghdadi (w. 297 H)
1. 6. Al-Qushayri (w. 465 H)
1. 7. Al-Ghazali (w. 503 H)
2. Tasawuf Falsafi
2. 1. Abu Yazid al-Bustami (w. 260 H)
2. 2. Al-Hallaj (w. 308 H)
2. 3. Ibn Masarrah (w. 381 H)
2. 4. Suhrawardi al-Maqthul (w. 578 H)
B. IMAM TASAWUF SYII
1. Teosofi
1.1. Ibn Sabin (w. 669 H)
1. 2. Al-Jili (w. 832 H)
2. Tasawuf Falsafi
Ibn Arabiy (w. 638 H)

76

IMAM-IMAM SHUFI & THARIQAH


AL-JUNAID AL-BAGHDADI, ABU AL-QOSIM ALKHARRAZ (W. 298 H.)
AL-DARONI, ABU SULAYMAN ABDURRAHMAN BIN
AHMAD BIN ATHIYYAH (W. 205 H.)
AL-SAQOTHI, AL-SIRRI BIN AL-MUGHLIS (W. 253 H.)
AL-KURKHI, ABU MAHFUDZ MARUF (W. 412 H.)
ABU YALA, MUHAMMAD BIN AL-HASAN BIN ALFUHDAYL BIN AL-ABBAS (W. 368 H.)
AL-BAGHDADI, SYAYKH AL-KHATHIB ()
AL-BASTHAMI, ABU YAZID THAYFUR BIN ISA BIN
ISA BIN ADAM BIN SYARWASAN (W. 263 H.)
AL-KHAZZAZ, ABU SAID (W. 277 H.)
AL-TIRMIDZI, ABU ABDULLAH MUHAMMAD BIN
ALI BIN AL-HUSAYN (W. 320 H.)
AL-SYIBLI, ABU BAKR (W. 334 H.)
AL-THUSI, ABU AL-ABBAS AHMAD BIN MUHAMMAD
BIN AMSRUQ (W. SEPTEMBER 910 M./298 H.)
AL-HALLAJ, ABU AL-MUGHITS AL-HUSAYN BIN
MANSHUR AL-BAYDHAWI AL-WASITHY ( W. MEI
921 M./ 309 H.)
AL-BALKHO, MUHAMMA BIN AL-FAHDL ABU
ABDULLAH (W. MEI 921 M./ 309 H.)
AL-SULLAMI, ABU AMR ISMAIL BIN NAJID BIN
AHMAD BIN YUSUF (W. AGUSTUS 976 M./366 H.)
AL-ROBADZI, ABU ALI AHMAD BIN MUHAMMAD
AL-BAGHDADI (W. DESEMBER 933 M./323 H.
AL-NASHROBADZI, ABU AL-QAOSIM IBROHIM BIN
MUHAMMAD BIN MAJMUAH (W. AGUSTUS 977
M./ 367 H.)
AL-MAKKI, ABU THOLIB (W. MARET 990 M./380 H.)

77

AL-TUSTARI,
ABU
MUHAMMAD
SAHL
BIN
ABDULLAH IBN YUNUS BIN ISA BIN ABDULLAH
BIN ROFI(W. 995 M./385 H.)
AL-SULLAMI, ABU ABDURRAHMAN (W. APRIL
10211 M./412 H.)
AL-QUSYAYRI, ABU AL-QOSIM ABD. AL-KARIM BIN
HAWAZAN ABD. AL-MALIK (987-1072 M./377465 H.)
AL-HAMADANI, ABU YAQUB BIN YUSUF BIN AYYUB
(JUNI 1048 AGUSTUS 1140 M./534-440 H.)
AL-GHAZALI, ABU HAMID MUHAMMAD BIN
MUHAMMAD AL-THUSI (1058-1111 M./450-505)
AL-GHAZALI,
ABU
AL-FATH
AHMAD
BIN
MUHAMMAD AL-THUSI (W. JANUARI 1126 M./520
H.)
AL-JAYLANI, ABU SHOLIH ABD. AL-QODIR BIN
MUSA BIN ABDULLAH BIN YAHYA BIN
MUHAMMAD BIN DAWUD BIN MUSA BIN
ABDULLAH BIN MUSA (JULI 1077-NOVEMBER
1165 M./ 470-561 H.)
AL-SUHRAWARDI, ABU AL-NAJID ABDUL
QODIR (DESEMBER 1096-OKTOBER 1167
M./490-563 H.)
AL-RIFAI, AHMAD BIN ABU AL-HASAN (W. JUNI
1179 M./ 578 H.)
IBN SABIN, QUTHB AL-DIN ABU MUHAMMAD
ABDUL KHAQ BIN MUHAMMAD BIN SABIN ALISYBILI AL-MURSIY (614-699 H.)
AL-WASITHI, ABU AL-FATH (580 WAFAT April
1164 M.)

78

AL-BADAWI, ABU AL-ABBAS AHMAD BIN ALI


IBRAHIM (OKTOBER 1196 JUNI 1276 M./596675 H.)
AL-DASUQI, IBRAHIM AL-DASUQI AL-QURAISYI (W.
JUNI 1277 M./676 H.)
IBN AL-ARABI, ABU BAKR MUHYIDDIN MUHAMMAD
BIN ALI BIN MUHAMMAD AL-HATIMI AL-THAI ALNADALUSI (18 JULI 1164 - 22 JULI 1240 M./ 560638 H.)
AL-RUMI,
JALALUDDIN
MUHAMMAD
BIN
MUHAMMAD AL-BALKHA AL-QONUNI (28 JULI
1207 18 JUI 1273 M./604-672 H.)
AL-SYADZALI, ABU HASAN ALI BIN ABDULLAH BIN
AL-JABBAR (24 NOVEMBER 1196-8 JANUARI
1258 M./ 604-672 H.)
AL-SAKANDARI, AHMAD BIN MUHAMMAD BIN
ABDUL KARIM BIN ATHOILLAH (DESEMBER
1256 11 JUNI 1309 M./658 709 H.)
AL-NAQSYABANDI, BAHAUDDIN AL-BUKHORI (16
MARET 1317-31 DESEMBER 1388 M./717-791
H.)
AL-SYATTAI, ABDULLAH (W. 128 M./832 H.)
AL-SYARANI, ABDUL WAHHAB BIN AHMAD BIN
ALI BIN MUHAMMAD (1492-1563 M./898 973
H.)
AB AL-ABBS AHMAD AL-TIJN (1150-1230 H./
1737-1815 M.)

Silsilsah/Sanad Tarekat Tijnyah

79

1. Muhammad Rasulullah SAW


2. Syekh al-Tijn (1150-1230 H./ 1737-1815
M.)
3. Sayyid Muhammad al-Ghal
4. Sayyid Umar bin Sad al-Ft
5. Sayyid Said bin Umar al-Ft
6. Sayyid Alfa Hsyim
7. Syekh Ali al-Thayyib al-Madan

Silsilsah/Sanad Tarekat Tijnyah Buntet


Cirebon
1. Muhammad Rasulullah SAW
2. Syekh al-Tijn
3. Sayyid Muhammad al-Ghal
4. Sayyid Umar bin Sad al-Ft

80

5. Sayyid Said bin Umar al-Ft


6. Sayyid Alfa Hsyim
7. Syekh Ali al-Thayyib al-Madan

8. KH. ABBAS

KH. ANAS

KH. M.

AKYAS

9. KH. BADRUZZAMAN

10.

DR. IKHYAN

AKYAS

KH. HAWI

KH. FAHIM HAWI

KH. A. SYIFA

Anda mungkin juga menyukai