Anda di halaman 1dari 21

TAPSIR AYAT - AYAT DAKWAH

DI SUSUN :
O

KELOMPOK: VIII/8

NAZARUDDIN
MULKAN ZADID

DOSEN PEMBIMBING
CUT FAUZIAH, LC,M.T.H

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

ZAWIYAH COT KALA LANGSA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, besarta sahabat, keluarga dan seluruh pengikut beliau
hingga akhir zaman. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Etika Dakwah”.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi
perbaikan kami di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang Masalah

Sebagai ajakan untuk memikirkan klaim terpenting tentang hidup dan mati, kebahagiaan atau
siksa yang abadi, kebahagiaan dunia atau kesengsaraan, kebajikan dan kejahatan, maka misi dakwah
harus dilaksanakan dengan integritas penuh pendakwah dan objek pendakwah. Bila pihak-pihak
merusak integritas ini, degan cara meminta atau menerima suap dengan menerima keuntungan,
menerapkan paksaan atau tekanan, memanfaatkan demi tujuan bukan dijalan Allah, maka ini
merpakan kejahatan besar dalam berdakwah atau dakwah islam menjadi tidak sah. Dakwah islam itu
harus dijalankan dengan serius, melalui aturan-aturan yang benar sehingga diterima dengan komitmen
yang sama terhadap kebenaran islam. Objek dakwah harus merasa bebas dari paksaan, ancaman, serta
nila-nilai yang bersifat merusak yang cenderung untuk anarki.

Karena itu para pelaku dakwah dalam hal ini da’I tidak diperintahkan menyeru islam begitu
saja, ada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Jelas dakwah islam tidak bersifat melontarkan isu-isu
yang bersifat fanatis, memaksa, provokatif, celaan-celan yang menimbulkan permusuhan, dan bukan
pula aktivitas-aktiviata yang bersifat destruktif. Karena etika manusia memandang dakwah yang
dipaksakan sebagai pelanggaran berat, maka itu dakwah islam mengkhususkan penggunaannya secara
persuasif.

b.      Rumusan Masalah

1.      Apa sajakah etika dakwah itu?.

2.      Apa sajakah kode etik dakwah itu?.

c.       Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui dan memahami etika dalam berdakwah.

2.      Untuk mengetahui kode etik dakwah.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………….

KATA PENGANTAR………………………………………………...

DAFTAR ISI…………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….

a.      Latar Belakang Masalah…………………………………………….

b.      Rumusan Masalah…………………………………………………...

c.       Tujuan Makalah……………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………..

A. Etika Dakwah………………………………………………………...
1. Ucapan Yang Baik………………………………………………..
2. Ucapan Yang Benar……………………………………………….
3. Ucpan Yang Pantas………………………………………………..

a.      Pengertian Etika……………………………………………………..

b.      Macam-Macam Etika Dakwah……………………………………..

B.     Kode Etik Dakwah…………………………………………………..

a.      Pengertian Kode Etik……………………………………………….

b.      Macam- Macam Kode Etik Dakwah………………………………

c.       Hikmah Kode Etik Dakwah……………………………………….

BAB II PENUTUP………………………………………………….

Kesimpulan…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………
BAB II

PEMBAHASAN

A.    ETIKA DAKWAH

a.      Pengertian etika

Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika berhubungan
dengan soal baik atau buruk,benar atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai
suatu tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seorang untuk perlakuan yang baik agar
tidak menimbulkan keresahan dan orang lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang
memenuhi landasan etika. [1]

 Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering di kaitkan dengan perasaan dan
tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seorang yang menganggap suatu perbuatan itu
baik, belum tentu di anggap baik pula oleh orang lain, tergantung pada kebiasaan yang di pakai
oleh tiap-tiap kelompok. Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, karena adat hanya
memandang lahir, melihat tindakan yang di lakukan, sementara etika lebih memperhatikan hati
dan jiwa orang yang melakukan dengan maksud apa dilakukan.

1. Ucapan yang Baik


a. Quran Surat Al-Baqarah Ayat 235
َّ‫اح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما َعرَّ ضْ ُتم ِبهِۦ مِنْ خ ِْط َب ِة ٱل ِّن َسٓا ِء أَ ْو أَ ْك َنن ُت ْم ف ِٓى أَنفُسِ ُك ْم ۚ َعلِ َم ٱهَّلل ُ أَ َّن ُك ْم َس َت ْذ ُكرُو َنهُن‬
َ ‫َواَل ُج َن‬
ۚ ‫اح َح َّت ٰى َيبْل ُ َغ ْٱل ِك ٰ َتبُ أَ َجلَهُۥ‬ ۟ ‫ُ ۟ اًل‬ َ ‫ً ٓاَّل‬ ‫ٰ اَّل‬
ِ ‫َولَكِن ُت َواعِ ُدوهُنَّ سِ ّرا إِ أن َتقُولوا َق ْو مَّعْ رُو ًفا ۚ َواَل َتعْ ِزمُوا ُع ْقدَ َة ٱل ِّن َك‬
‫َوٱعْ لَم ُٓو ۟ا أَنَّ ٱهَّلل َ َيعْ لَ ُم َما ف ِٓى أَنفُسِ ُك ْم َفٱحْ َذرُوهُ ۚ َوٱعْ لَم ُٓو ۟ا أَنَّ ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َحلِي ٌم‬

Terjemah Arti: Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-
wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan
janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya,
dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

Tafsir Quran Surat Al-Baqarah Ayat 235 235. Dan kalian tidak
berdosa menyatakan keinginan kalian dengan kata-kata sindiran
untuk meminang wanita yang sedang menjalani masa idah karena
kematian suaminya atau ditalak bain (talak tiga). Tetapi kalian tidak
boleh menyatakan keinginan kalian itu secara eksplisit (terus terang).
Misalnya dengan mengatakan, “Jika masa idahmu habis beritahu
aku.” Dan kalian tidak berdosa bila menyembunyikan keinginan
kalian untuk menikahi wanita yang menjalani masa idah setelah
masa idahnya berakhir. Allah mengetahui bahwa kalian akan
menyebut nama wanita-wanita itu karena kuatnya keinginan kalian
untuk menikahi mereka. Maka Allah mengizinkan kalian menyatakan
keinginan kalian melalui sindiran bukan secara eksplisit. Jangan
sekali-kali kalian secara diam-diam berjanji akan menikah sementara
wanita tersebut sedang menjalani masa idah, kecuali dengan ucapan
yang baik, yaitu melalui sindiran. Dan janganlah kalian memutuskan
untuk melaksanakan akad nikah pada masa idah! Dan ketahuilah
bahwa Allah mengetahui apa yang kalian sembunyikan di dalam hati,
baik yang dihalalkan maupun yang diharamkan bagi kalian. Maka
berhati-hatilah, dan jangan melanggar perintah-Nya. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya yang
bertaubat, lagi Maha Penyantun, tidak lekas menjatuhkan hukuman
kepada orang-orang yang berdosa. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz
Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah
bin Humaid (Imam Masjidil Haram) Dan tidak ada dosa atas diri
kalian (wahai kaum laki-laki) terkait apa yang kalian ucapkan berupa
isyarat dan mengharapkan perkawinan dengan wanita-wanita yang
ditinggal mati oleh suaminya atau wanita-wanita yang ditalak dengan
talak bain di tengah masa iddahnya. Dan tidak ada dosa atas kalian
jika terkait apa yang kalian sembunyikan dalam hati kalian berupa
niat untuk menikahi mereka setelah selesainya masa iddah mereka.
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kalian itu akan menyebut-
nyebut wanita-wanita yang masih dalam masa iddah mereka dan
kalian tidak sanggup bersabar untuk menjaga mulut tentang mereka
karena kelemahan jiwa kalian. Oleh karena itu Allah
memperbolehkan dari kalian untuk menyebutnya dalam bentuk
isyarat kata atau pendaman niat didalam hati. Dan jauhilah tindakan
mengeluarkan janji kepada mereka untuk menikahi mereka secara
rahasia melalui perzinaan atau kesepakatan menikah ditengah masa
iddah, kecuali kalian sekedar mengucapkan perkataan yang
terpahami bahwa wanita seperti dia itu diinginkan oleh kaum laki-laki
untuk dinikahi, dan janganlah kalian berketetapan hati untuk
melangsungkan akad nikah pada masa iddah masih berlangsung
hingga massanya itu selesai dengan tuntas. Dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di hati kalian, maka
takutlah kepada Nya dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia Maha
Penyayang terhadap siapa saja yang bertaubat kepada Nya dari
dosa-dosanya, juga Maha penyantun kepada hamba-hamba Nya
tidak menyegerakan hukuman kepada mereka

b. Surat Al-Baqarah Ayat 263


ِ ً ‫ص َد قَ ٍة َي ْت َب عُ َه ا أ‬ ِ ِ
ٌ‫ َو اللَّ هُ َغ يِن ٌّ َح ل يم‬6ۗ ‫َذ ى‬ َ ‫وف َو َم ْغ ف َر ةٌ َخ ْي ٌر م ْن‬
ٌ ‫ َق ْو ٌل َم ْع ُر‬6۞

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

 Tafsir Jalalayn

 Tafsir QuraishShihab

 Diskusi

(Perkataan yang baik) atau ucapan yang manis dan penolakan secara lemah lembut terhadap si
peminta (serta pemberian maaf) kepadanya atas desakan atau tingkah lakunya (lebih baik
daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti perasaan) dengan mencerca atau
mengomelinya (Dan Allah Maha Kaya) hingga tidak menemukan sedekah hamba-hambanya (lagi
Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap orang yang mencerca dan
menyakiti hati si peminta.

c. Surat An-Nisa' (4): Ayat 5


‫الر ِح ِيم‬ َّ ‫بِ ْس ِم اللَّ ِه‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬

( ‫وه ْم َوقُولُوا ل َُه ْم َق ْواًل َم ْع ُروفًا‬ ِ ُ‫الس َفهاء أَموالَ ُكم الَّتِي جعل اللَّهُ لَ ُكم قِياما وار ُزق‬
ُ ‫س‬ُ ‫وه ْم ف َيها َوا ْك‬
ُ ْ َ ًَ ْ َ ََ ُ َ ْ َ َ ُّ ‫َواَل ُت ْؤتُوا‬
)5

Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang bodah, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah untukmu sebagai penegak. Berikanlah rizki dan sandangilah
mereka dari harta-harta tersebut dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik.

Makna umum ayat 5:

Kita dilarang menyerahkan harta, uang, atau barang yang berharga yang diamanatkan kepada kita
kepada orang yang tidak mampu mengelolanya (menunaikan hak-hak harta tersebut), baik karena
masih kecil seperti anak yatim atau orang yang memang bodoh tentang pengelolaan harta secara
benar seperti orang gila atau sejenisnya. Dan menjadi kewajiban bagi kita untuk memberi nafkah
kepada mereka, memberi pakaian, dan mencukupi kebutuhan mereka dari hasil pengelolaan harta
tersebut, dan berbicara kepada mereka dengan perkataan yang bagus. Kita tidak boleh menyakiti
mereka baik dengan kata-kata atau lebih dari itu, dengan perlakuan fisik.

Penjelasan dan hikmah:

1.    ‫اء‬
َ ‫الس َف َه‬ 
ُّ bentuk jamak dari kata safih. Artinya orang yang bodoh. Banyak penafsirannya, di antaranya
anak kecil, anak yang belum berakal, orang gila, dsb. Orang yang mubadzirkan hartanya juga bisa
masuk dalam kategori safih.

2.    Disebutkan ‫كم‬
ُ َ‫أ َْم َوال‬, padahal sebenarnya itu harta yang dititipkan pada kita. Ini tujuannya supaya
ُ
yang mendapatkan amanah untuk mampu menjaga harta anak yatim itu seperti serasa miliknya
sendiri sehingga tidak menggunakannya semaunya atau melakukan berbagai penyelewengan.

3.     ‫اما‬ ِ ‫الَّتِي َج َع َل اللَّهُ لَ ُك ْم‬ harta tersebut Allah jadikan untukmu sebagai penegak, pemegang amanah.
ً َ‫قي‬
Artinya, kamu diberi hak atau tugas untuk mengelola, menjaganya dengan baik agar tidak tersia-
sia. Hal ini meninjukkan kepada kita, bahwa untuk menyerahkan harta itu harus kepada orang yang
benar-benar bisa amanah dan mengelola terhadap harta tersebut dengan baik. Kalau mau investasi,
harus tahu bahwa orang tsb bisa mengelola harta dengan baik, sehingga
harta kita akan terus berkembang. Artinya orang yang mendaptkan amanah untuk menjaga harta
anak yatim itu dianggap mampu mengelola dan mengembangkan harta tersebut, supaya bisa
memberi rizki kepada mereka.

4.    Penggunaan kata ‫يها‬ ِ
َ ‫ف‬ “fiha”, bukan  “minha”, padahal secara maksud pengertian adalah penuhilah
kebutuhan anak-anak yatim tadi dari harta yang dititipkan kepadamu. Menurut Imam
Zamakhsyari,  lafal ini (‫يها‬ ِ
َ ‫)ف‬menunjukkan bahwa  wali anak yatim diharapkan tidak memberi nafkah
kepada mereka dari pokok harta mereka, tetapi dari hasil pengembangan harta anak yatim.  Karena
kalau diambil dari pokok harta, lama kelamaan harta mereka akan habis sebelum mereka dewasa.
Beginilah Islam itu mengajrkan tentang masa depan. Pemikiran ini juga yang dilakuakn Nabi Yusuf.
Dia menyuruh untuk menanan dan disimpan untuk periode 7 th.

َ ٰ ‫وا ْٱلقُرْ َب ٰى َو ْٱل َي ٰ َت َم ٰى َو ْٱل َم‬


d. Quran Surat An-Nisa Ayat 8 ‫سكِينُ َفٱرْ ُزقُوهُم‬ ۟ ُ ‫ض َر ْٱلقِسْ َم َة أ ُ ۟ول‬
َ ‫َوإِ َذا َح‬
۟ ُ ‫ِّم ْن ُه َوقُول‬
‫وا لَ ُه ْم َق ْواًل مَّعْ رُو ًفا‬
Arti: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

Tafsir Quran Surat An-Nisa Ayat 8 8. Apabila pembagian harta warisan


itu dihadiri oleh orang-orang yang tidak mempunyai hak waris dari
kalangan kerabat, anak-anak yatim maupun orang-orang miskin, maka
berikanlah kepada mereka -sebatas anjuran- sebagian dari harta
warisan tersebut menurut kerelaan hati kalian sebelum harta warisan itu
dibagi-bagi. Karena mereka sangat berharap untuk mendapatkannya,
sedangkan kalian mendapatkannya tanpa bersusah payah. Dan
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada mereka, tanpa menyisipkan
kata-kata yang buruk. Tafsir

Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh


Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) Dan apabila
pembagian warisan di hadiri oleh karib kerabat mayit yang tidak
mempunyai hak waris atau didatangi oleh anak-anak yang telah
ditinggal mati oleh ayah-ayah mereka,sedang mereka masih kecil-kecil,
atau orang-orang yang tidak memiliki harta untuk mencukupi mereka
atau menutupi kebutuhan mereka, maka berikanlah kepada mereka
sekedarnya dari harta warisan itu sebagi bentuk anjuran semata
sebelum pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Dan katakanlah kepada mereka ucapan yang baik-baik,
bukan ucapan yang kasar dan juga ucapan jelek.

e. Quran Surat Al-Ahzab Ayat 70


۟ ُ ‫وا ٱهَّلل َ َوقُول‬
ً ‫وا َق ْواًل َسد‬
‫ِيدا‬ ۟ ُ‫وا ٱ َّتق‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬

Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu


kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,

Tafsir Quran Surat Al-Ahzab Ayat 70 70. Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, bertakwalah
kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan yang benar dan jujur.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan
Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan RasulNya serta
melaksanakan SyariatNya, taatilah Allah dan jauhilah kemaksiatan
kepadaNya, agar kalian tidak ditimpa hukumanNya, dan ucapkanlah
dalam segala urusan kalian dan keadaan kalian kata-kata yang lurus
sesuai dengan kebenaran, bersih dari kedustaan dan kebatilan. Tafsir
Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 70. ‫هللا‬ ۟ ُ‫وا ا َّتق‬
َ ‫وا‬ َ ‫ٰ ٓيأ َ ُّي َها الَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬
(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah)
Dalam segala urusan. ‫ِيدا‬ ۟ ُ ‫(وقُول‬dan
ً ‫وا َق ْواًل َسد‬ َ katakanlah perkataan yang
benar) Yakni perkataan yang sesuai kenyataan dan kebenaran dalam
segala urusan kalian, dan termasuk di dalamnya adalah perkataan yang
berhubungan dengan Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsy. Dan
janganlah kalian menuduh Nabi melakukan hal yang tidak halal baginya.
Zubdatut

f. Quran Surat Muhammad Ayat 21 ‫وا‬ َ ‫اع َز َمٱأْل َمْ ُر َفلَ ْو‬
۟ ُ‫صدَ ق‬ َ ‫اع ٌة َو َق ْولٌمَّعْ رُوفٌ ۚ َفإِ َذ‬
َ ‫َط‬
‫ٱللَّ َهلَ َكا َن َخيْرً الَّ ُه ْم‬

Terjemah Arti: Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah


lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka
tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap
Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.

Tafsir Quran Surat Muhammad Ayat 21 21. Mereka menaati perintah


Allah dan mengucapkan perkataan baik yang tidak mengandung
kemungkaran itu lebih baik bagi mereka. Maka jika peperangan telah
diwajibkan atas mereka dan kesungguhan telah dibebankan (niscaya
mereka tidak menyukainya). Seandainya mereka benar dalam
keimanan mereka kepada Allah dan ketaatan mereka kepada-Nya,
niscaya itu lebih baik bagi mereka daripada kemunafikan dan
kemaksiatan terhadap perintah-perintah Allah. Tafsir Al-Mukhtashar /
Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin
Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 20-21. Orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasulNya berkata, “Mengapa tidak diturunkan
satu surat dari Allah yang memerintahkan kami berjihad melawan
orang-orang kafir?” maka apabila satu ayat yang muhkam
penjelasannya dan hukum-hukumnya turun dengan membawa perintah
jihad, kamu melihat orang-orang yang memendam keraguan dan
kemunafikan dalam hati mereka kepada agama Allah, memandang
kepadamu (wahai Nabi) dengan pandangan orang yang hendak pingsan
karena takut mati. Maka yang lebih utama bagi orang-orang yang
memendam kebimbangan dalam hati mereka, adalah menaati Allah dan
mengucapkan kata-kata yang sejalan dengan syariatNya. Bila perang
telah wajib, maka perintah Allah yang mewajibkannya telah datang,
orang-orang munafik itu membencinya. Seandainya mereka
membenarkan Allah dalam beriman dan beramal, niscaya itu lebih baik
bagi mereka daripada maksiat dan menentang.

2. UCAPAN YANG BENAR


Quran Surat Al-Ahzab Ayat 70

۟ ُ ‫وا ٱهَّلل َ َوقُول‬


ً ‫وا َق ْواًل َسد‬
‫ِيدا‬ ۟ ُ‫وا ٱ َّتق‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬

Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu


kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,

Tafsir Quran Surat Al-Ahzab Ayat 70 70. Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, bertakwalah
kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan yang benar
dan jujur. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah
pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam
Masjidil Haram) Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan
RasulNya serta melaksanakan SyariatNya, taatilah Allah dan jauhilah
kemaksiatan kepadaNya, agar kalian tidak ditimpa hukumanNya, dan
ucapkanlah dalam segala urusan kalian dan keadaan kalian kata-
kata yang lurus sesuai dengan kebenaran, bersih dari kedustaan dan
kebatilan. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 70.
‫هللا‬
َ ‫وا‬ ۟ ُ‫وا ا َّتق‬ َ ‫( ٰ ٓيأ َ ُّي َها الَّذ‬Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬
kamu kepada Allah) Dalam segala urusan. ‫ِيدا‬ ۟ ُ ‫(وقُول‬dan
ً ‫وا َق ْواًل َسد‬ َ
katakanlah perkataan yang benar) Yakni perkataan yang sesuai
kenyataan dan kebenaran dalam segala urusan kalian, dan termasuk
di dalamnya adalah perkataan yang berhubungan dengan Zaid bin
Haritsah dan Zainab binti Jahsy. Dan janganlah kalian menuduh Nabi
melakukan hal yang tidak halal baginya. Zubdatut Tafsir Min Fathil
Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir
Universitas Islam Madinah 70. Wahai orang-orang mukmin: Hati-
hatilah dengan siksa Allah dengan menjalankan perintah Allah dan
menjauhi maksiat. Berkatalah dengan perkataan yang baik dan
benar Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar
fiqih dan tafsir negeri Suriah Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya ‫ ﷺ‬: Jadikan antara kalian
dan antara adzab Allah penghalang dengan mengerjakan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, katakanlah oleh
kalian perkataan yang benar dan adil dalam setiap urusan kalian dan
muamalah kalian. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin
Shalih asy-Syawi Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerintahkan
kaum mukmin agar bertakwa kepada-Nya dalam setiap keadaan
mereka, ketika sembunyi atau terang-terangan. Demikian pula
mengajak mereka berkata benar, yakni perkataan yang sesuai
kebenaran atau mendekatinya ketika sulit dipastikan. Termasuk ke
dalam perkataan yang benar adalah membaca Al Qur’an, berdzikr,
beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, mempelajari ilmu dan
mengajarkannya, berusaha sesuai dengan kebenaran dalam
berbagai masalah ilmiah, menempuh jalan yang mengarah
kepadanya serta sarana yang dapat membantu kepadanya.
Termasuik perkataan yang benar pula adalah ucapan yang lembut
dan halus ketika berbicara dengan orang lain dan ucapan yang
mengandung nasihat serta isyarat kepada yang lebih bermaslahat.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa,
M.Pd.I 70-71. Allah lantas meminta orang yang beriman agar berkata
benar. Wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kamu kepada
Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar dan tepat sasaran. Jika
kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan memperbaiki amal-
amalmu dengan mempermudah jalanmu untuk berbuat baik dan
bertobat, dan meng-ampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa
menaati Allah dan rasul-Nya, maka sungguh dia menang dengan
kemenangan yang agung. Dia akan memperoleh ampunan Allah dan
mendapatkan surga Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Related:
Quran Surat Al-Ahzab Ayat 71 Arab-Latin, Quran Surat Al-Ahzab
Ayat 72 Bahasa Indonesia, Terjemah Arti Quran Surat Al-Ahzab Ayat
73, Terjemahan Tafsir Quran Surat Saba Ayat 1, Isi Kandungan
Quran Surat Saba Ayat 2, Makna Quran Surat Saba Ayat 3
Category: Surat Al-Ahzab Almanhaj | TafsirWeb | ISDN

3. UCAPAN YANG PANTAS


Quran Surat Al-Isra Ayat 28

‫ِّك َترْ جُو َها َفقُل لَّ ُه ْم َق ْواًل َّم ْيسُورً ا‬


َ ‫ضنَّ َع ْن ُه ُم ٱ ْب ِت َغٓا َء َرحْ َم ٍة مِّن رَّ ب‬
َ ‫َوإِمَّا ُتعْ ِر‬

Terjemah Arti: Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk


memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

Tafsir Quran Surat Al-Isra Ayat 28 28. Dan apabila engkau


enggan untuk memberi mereka -dikarenakan tidak ada harta yang
dapat engkau berikan- sembari menanti adanya rezeki dari Allah,
maka cukuplah bagimu untuk mengucapkan kata-kata yang
lembut lagi santun kepada mereka, misalnya; engkau mendoakan
agar rezeki mereka dilapangkan, atau menjanjikan mereka suatu
pemberian bila Allah memberimu harta. Tafsir Al-Mukhtashar /
Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih
bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) Dan jika kamu
berpaling dari memberi kepada orang-orang yang engkau
diperintah untuk memberi mereka karena tidak ada yang dapat
engkau berikan kepada mereka, karena mengharap rizki yang
engkau tunggu dari sisi tuhanmu, maka katakanlah kepada
mereka tutur kata yang halus lagi lembut, seperti mendoakan
kecukupan dan kelapangan rizki bagi mereka, dan sampaikan
janji kepada mereka jika Allah memudahkan rizki dari karunaiNya
(bagimu), sesungguhnya engkau akan memberi mereka sebagain
dari rizki itu. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi
Arabia 28. ‫ضنَّ َع ْن ُه ُم‬
َ ‫( َوإِمَّا ُتعْ ِر‬Dan jika kamu berpaling dari mereka)
Yakni jika kamu berpaling dari kerabat, orang miskin, dan ibnu
sabil karena suatu hal yang menuntut untuk berlaku demikian.
َ ‫(ا ْب ِت َغآ َء َرحْ َم ٍة مِّن رَّ ب‬untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu) Yakni
‫ِّك‬
disebabkan karena kamu tidak memiliki rezeki dari Tuhanmu
untuk kamu sedekahkan, dan kamu ingin agar Allah memberimu
rezeki (agar dapat bersedekah). ‫( َفقُل لَّ ُه ْم َق ْواًل َّم ْيسُورً ا‬maka katakanlah
kepada mereka ucapan yang pantas) Yakni perkataan yang
lembut dan mudah diterima seperti menjanjikan kepada mereka
sedekah di lain waktu atau dengan memohon maklum atas
ketidakmampuan memberi sedekah dengan cara yang mudah
diterima. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad
Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
Ayat ini mencontohkan didikan yang baik kepada setiap insan,
yakni janganlah kamu berpaling dari mereka dengan cara yang
meremehkan mereka dalam hal kekayaan dan kekuatan sehingga
kamu menjauh dari mereka, melainkan kamu boleh saja berpaling
dari mereka tatkala kesulitan menghadapimu, atau rintangan yang
merintangi antara kamu dengannya, dan ketika itu kamu
mengharap dari Allah dibukakannya bagimu pintu kemudahan
agar dapat bertemu mereka kembali. Li Yaddabbaru Ayatih /
Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar
bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas
Qashim - Saudi Arabia 28. Dan jika kamu berpaling dari orang-
orang yang disebutkan itu berupa kerabat, orang miskin dan ibnu
sabil karena darurat namun malu untuk menolak karena
mengharap rejeki yang kamu tunggu-tunggu, sehingga kamu
masih ingin memberi mereka, maka katakanlah kepada mereka
perkataan yang mudah dicerna dan lembut bahwa kamu akan
memberi mereka di waktu yang akan datang. Ayat ini diturunkan
terkait setiap orang miskin yang meminta kepada Nabi SAW.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih
dan tafsir negeri Suriah Makna kata: (‫ضنَّ َع ۡن ُه ُم‬
َ ‫)وإِمَّا ُت ۡع ِر‬
َ wa immaa
tu’ridhanna ‘anhum : yaitu orang-orang yang telah disebutkan
sebelumnya; para kerabat, orang-orang miskin, musafir, lalu

َ ‫) ۡٱبت َِغٓا َء َر ۡح َم ٖة مِّن رَّ ب‬


engkau tidak memberikan mereka sesuatu. (‫ِّك َت ۡرجُو َها‬
ibtighaa`a rahmatim mir rabbika tarjuuhaa : untuk mencari rezeki
ٗ ‫ ) َق ۡولٗا م َّۡيس‬qaulam
yang engkau harapakn dari Allah ta’ala (‫ُورا‬
maisuuraa : yang lembut dan ramah, dengan engkau berjanji
akan memberi mereka jika telah mempunyai rezeki. Makna ayat:
Konteks ayat masih mengenai wasiat-wasiat Allah tabaaraka wa
ta’ala yang sekaligus hukum yang telah diwahyukan kepada rasul-
Nya agar diikuti dan memperoleh kesempurnaan dan
kebahagiaan dengan hukum-hukum itu. Firman Allah ta’ala “Dan
jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat
Rabbmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yang lemah lembut.” Jika engkau berpaling dari
kerabatmu, atau orang miskin yang memintamu, atau seorang
musafir yang punya kebutuhan, engkau tidak memberikan mereka
sesuatu wahai rasul Kami “Maka katakanlah kepada mereka
ucapan yang lemah lembut.” Perkataan yang baik dan lembut,
dan ini adalah perbautan yang baik, seperti perkataanmu, “Jika
Allah memberikan ku rezeki, aku akan memberikanmu” atau
“sebentar lagi aku akan mendapatkan ini, kemudian aku akan
memberikanmu ini” dan yang sejenisnya yang merupakan janji
yang baik. Sehingga itu menjadi pemberian darimu untuk mereka,
dan mereka dapat berbahagia dan tidak bersedih. Pelajaran dari
ayat: • Janji yang baik dapat berubah menjadi sedekah bagi yang
tidak mempunyai apapun untuk disedekahkan kepada orang yang
memintanya. • Haramnya bakhil dan berlebihan serta keutamaan
pertengahan dan biasa-biasa saja. Aisarut Tafasir / Syaikh Abu
Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi Yakni dari
kerabatmu, dengan tidak memberi mereka, beralih kepada waktu
yang lain yang di sana kamu berharap dimudahkan oleh Allah
rezekimu. Hal itu, karena perintah memberi kepada kerabat
adalah jika mampu dan kaya, adapun jika tidak mampu atau tidak
bisa memberi pada saat itu, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang lemah
lembut. Maksudnya, apabila kamu tidak dapat melaksanakan
perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, maka
katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka
tidak kecewa karena mereka belum mendapat bantuan dari kamu.
Dalam keadaan seperti itu, kamu berusaha untuk mencari rezeki
(rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan
kepada mereka hak-hak mereka. Contoh ucapan yang lemah
lembut adalah berjanji akan memberikan bantuan kepada mereka
ketika ada rezeki. Hal ini termasuk ibadah, karena berniat untuk
berbuat baik adalah sebuah kebaikan. Oleh karena itu,
sepatutnya seorang hamba melakukan perbuatan baik yang bisa
dilakukan dan memiliki niat baik untuk perkara yang belum bisa
dilakukan, agar memperoleh pahala terhadapnya dan boleh jadi
Allah memudahkannya karena harapan yang ada dalam dirinya.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin
Musa, M.Pd.I Kemudian kepada orang yang karena suatu
keadaan tidak dapat memberi bantuan kepada orang yang
memerlukan, ayat ini memberi tuntunan; dan jika engkau benar-
benar berpaling dari mereka, tidak dapat memberikan bantuan
kepada keluarga dekat, orang miskin atau orang yang sedang
dalam perjalanan, bukan karena engkau enggan membantu tetapi
karena keadaanmu pada waktu itu tidak memungkinkan memberi
bantuan kepada mereka, dalam arti materi atau sebab-sebab
lainnya, maka engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari tuhanmu yang engkau harapkan, sehingga suatu
waktu engkau dapat membantu mereka jika keadaanmu
memungkinkan. Dalam keadaan ini, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yang pantas, baik, dan memberi harapan, bukan
penolakan dengan kata-kata yang kasar. Dan janganlah engkau
jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu, yakni janganlah
enggan mengulurkan tanganmu memberikan bantuan kepada
orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan jangan pula
engkau terlalu mengulurkannya, yakni janganlah kamu boros
dalam membelanjakan harta, karena itu kamu menjadi tercela
karena kekikiranmu, dan menyesal karena keborosanmu dalam
membelanjakan harta. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Related: Quran Surat Al-Isra Ayat 29 Arab-Latin, Quran Surat Al-
Isra Ayat 30 Bahasa Indonesia, Terjemah Arti Quran Surat Al-Isra
Ayat 31, Terjemahan Tafsir Quran Surat Al-Isra Ayat 32, Isi
Kandungan Quran Surat Al-Isra Ayat 33, Makna Quran Surat Al-
Isra Ayat 34 Category: Surat Al-Isra Almanhaj | TafsirWeb | ISDN

b.      Macam-Macam Etika Dakwah

 Beberapa etika dakwah yang hendaknya di lakukan oleh para juru dakwah dalam melakukan
dakwahnya antara lain sebagai berikut.

1.      Sopan
Sopan berhubungan dengan adaan adat dan kebiasaan yang berlaku secara umum dalam tiap
kelompok. suatan kebiasaan yang berlaku secara umum dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan di
anggap tidak sopan, tatkala bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di suatu komunitas.

     Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak sama. Masing-
masing memiliki standar sendri, akan tetapi aturan yang berlaku umum dapat di jadikan rujukan
dalam menentukan suatu standar kesopanan.

Kesopanan harus kita pelihara dalam perbuatan dan pembicaraan. Sesuatu yang kita lahirkan di
dalam dan di luar pembicaraan, cara mengenakan pakaian, harus di jaga serapi mungkin, sehingga
tidak melanggar norma-norma tertentu dan tidak membosankan. Gerak-gerak yang tetap dan
berulang-ulang akan membosankan bagi penerima dakwah. Sekali-kali seorang da’i harus
berlainan dalam melakukan gerak gerik, seperti memandang ke depan, kekiri, kekanan atau
kebelakang dalam batas-batas kesopanan dengan tetap memperhatikan respons dari pembicaraan
yang diucapkan. Cara berpakaian dan bentuk pakaian yang dikenakan harus dijaga sebaik
mungkin, tidak mencolok, dan tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat.
Yang perlu diingat oleh da’i adalah ia bertindak sebagai mubalighyaitu penyampaian ajaran
kebenaran islam atau, bukan sebagai peragawan atau peragawati ataupun model. Karena itu
kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus dipertimbangkan oleh da’i dalam melakukan
aktivitas dakwahnya.

Cara berpakaian dan cara berbuat yang meskipun bertentangan dengan kebiasaan masyarakat,
tetapi masih dapat diterima kehadirannya, yaitu dalam unsur propaganda yang disebut
“Flainfleksdevice”, yaitu berbuat yang sebagai biasa dilakukan oleh rakyat biasa. Umpamanya
seorang da’i mengenakan kain sarung dan berpeci dalam suatu acara umum. Akan tetapi, hal itu
harus dilakukan dalam batas-batas tertentu, sehingga perhatian kepada pakaian yang dikenakan
tidak boleh lebih besar dari pada perhatian kepada isi ceramah da’i atau mubaligh tersebut.

Tindakan dan sikap yang dilakukan oleh da’i juga harus sejalan dengan pembicaraan yang
disampaikan. Pembicaraan yang disampaikan haruslah benar, tidak menyampaikan berita bohong
dan memutarbalikan keadaan yang sebenarnya. Dalam istilah propaganda hal demikian disebut
“cardstanckingdevice”, yaitu tindakan dan sikap yang dilakukan sejalan dengan pembicaraan yang
disampaikan, tidak mengada-ada  bahkan menyampaikan berita bohong ataupun memutarbalikan
kenyataan.[2]

2.      Jujur

Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da’i menyampaikan suatu informasi


dengan jujur. Terutama dalam mengemukakan dalil-dalil pembuktian. Kemahiran dalam
mempergunakan kata-kata mungkin dapat memutarbalikan persoalan yang sebenarnya, jadi da’i
harus dapat menyampaikan sesuatu yang keluar dari lisannya dengan landasan kejujuran dan
faktual. Seorang da’i tidak boleh berkata bohong apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema
atau topik pembicaraan. Akibat kebohongan akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan reputasi
dari da’i sendiri, apalagi yang disampaikan adalah ajaran-ajaran keagamaan. Demikian pula apa
yang disampaikan oleh da’i atau mubaligh dalam bentuk tulisan, tidak kurang pentingnya
memelihara kejujuran. Apalagi materi dakwah dalam bentuk tulisan dilihat kembali berdasarkan
data yang nyata. Jika ternyata fakta yang ditulis salah, tentu akan mengakibatkan
ketidakpercayaan orang lain kepada da’i tersebut, dan jika hal ini terjadi tentu akan merendahkan
kredibilitas da’i tersebut.

Dalam menyampaikan berita, umpamanya dimedia massa atau surat kabar, dapat terjadi hal-
hal yang melanggar etika kejujuran, misalnya dalam:

  Pencorakan berita (colorizationofnews).

Untuk menceritakan sesuatu kejadian pencurian misalnya, dapat saja diberitakan dalam
kalimat yang bermacam-macam, dari membenci pencurian itu sampai pada menyukai pencurian
tersebut. Dapat pula diselipkan didalamnya pujian, kritik, atau cacian kepada pihak yang
berwajib,  tergantung pada kalimat yang dipergunakan. Bahkan berita dalam kalimat yang sama
dapat pula mempunyai kesan yang berlainan bagi pembacanya, hanya karena berlainan tempatnya,
dilembar tertentu, berdekatan dengan berita lain, dicetak dengan huruf tebal, diantara tanda petik
dan sebagainya. Semua hal itu dapat menimbulkan kesan yang lain disebut dengan
“colorizationofnews”.

  Spekulasi (speculation),

yaitu tidak menceritakan semua berita, hanya memilih berita yang menguntungkan kelompok
saja, sedang berita yang daapat merugikan tidak di muat. Sebenarnya tidak semua kejadian di
muat di surat kabar, dan surat kabar tidak selalu mengambarkan kejadian yang sebenarnya dalam
arti sedetail-detailnya. Surat kabar hanya selalu memuat kejadian-kejadian yang di anggap aktual,
hangat, yang menarik perhatian karena jarang atau tidak pernah terjadi.[3]

3.      Tidak Menghasut

Seorang da’i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, ia tidak boleh menghasut apalagi
memfitnah, baik kepada pribadi lain maupun kelompok lain yang berselisih faham. Karena jika itu
di lakukan, yang bingung dan resah adalah masyarakat pendengar sebagai objek dakwah.
Masyarakat akan merasa bingung pendapat da’i yang mana yaang benar dan harus diikuti.

           Adapun yang perlu di ingat oleh da’i adalah bahwa dalam melakukan tugas dakwahnya itu,
ia harus menyampaikn kebenaran bukan harus menghasut. Menyampaikan kebeneran tidak harus
di smpaikan dengan menghasut atau bahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak
cocok di lakukan oleh seorang da’i. Apalagi jika perselisihan pendapat itu masih dalam tema
khilafiyah (perselisihan faham) yang bukan prinsip dalam agama.

Akan tetapi, jika memang yang di sampaikan adalah masalah penegakan kebenaran secara
hak,  maka hendaklah da’i menyampaikan kebenaran terssebut walau pahit sekalipun.
Sebagaimana disampaikan oleh nabi bahwa, “sampaikanlah kebenaran walau pahit sekalipun.”

B.     KODE ETIK DAKWAH


a.      Pengertian kode etik dakwah

Istilah kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang mermuskan
perilaku benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri dan
pengertian kode etik dakwah adalah rambu-rambu etis yang harus dimiliki seorang juru dakwah.
Namun secara khusus dalam dakwah terdapat kode etik tersendiri.[4] Dan sumber dari rambu-
rambu etis bagi seorang pendakwah adalah Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan Rasulullah
SAW.

b.      Macam-Macam Kode Etik Dakwah

Adapun kode etik dakwah diantaranya:

1.      Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan

Para da’i hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam artian apa saja
yang diperintahkan kepada mad’u, harus pula dikerjakan oleh da’i. seorang da’i yang tidak
beramal sesuai dengan ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini bersumber pada QS. Al-
shaff:2-3  yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang
tidak  kalian kerjakan? Amat besar murka disisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak
kalian kerjakan”.

2.      Tidak Melakukan Toleransi Agama

Tasamuh memang dinjurkan dalam islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak
menyangkut masalah agama.

3.      Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim

Kede Etik ini berdasarkan QS. Al-an’am:108

“dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”.

4.      Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial

Hal ini berdasarkan QS. Abasa:1-2 :

“Dia(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta padanya”.

5.      Tidak Memungut Imbalan

Dalam hal ini memang masih terjadi perbedaan anatara boleh atau tidaknya memungut imbalan
dalam berdakwah. Ada 3 kelompok yang berpendapat mengenai hal ini:

  Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah hukumnya haram secara
mutlaq, baik dengan perjanjian sebelumya atau tidak.

  Imam Malik bin anas, Imam Syafi’I, membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam
menyebarkan islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak.

  Al-Hasan al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya’ibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut biaya dalam
berdakwah, tapi harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.
6.      Tidak Berteman Dengan Pelaku Maksiat

Berkawan dengan pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan berdampak buruk, karena orang yang
bermaksiat itu beranggapan seakan-akan perbuatan maksiatnya itu direstui dakwah, pada sisi lain
integritas seorang da’i tersebut akan berkurang.

7.      Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui

Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu pasti ia akan
menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang menurut
seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya.[5] Hal ini berdasarkan QS. Al-Isra’:36

“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggung
jawabannya.”

c.       Hikmah Kode Etik Dakwah

Rambu-rambu etis dalam berdakwah atau yang disebut dengan kode etik dakwah apabila
diaplikasiakn dengan sungguh-sungguh akan berdampak pada mad’u atau oleh sang da’i. pada
mad’u akan memperoleh simpati atau respon yang baik karena dengan menggunakan etika
dakwah yang benar akan tergambaar bahwa islam itu merupakan agama yang harmonis, cinta
damai, dan yang penuh dengan tatanan-tatanan dalam kehidupan masyarakat. Namun secara
umum hikmah dalam pengaplikasian kode etik dakwah itu adalah:

      Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu
etis islam, maka secara otomatisia akan memiliki akhlak yang mulia.

      Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun sang da’i pada jalan kebaikan
tetapi mendorong dan memotivasi membentuk kehidupan yang  suci dengan memprodusir
kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan kemanfaatan bagi sang da’i khususnya dan umat
manusia pada umumnya.

      Membawa pada kesmpurnaan iman. Iman yag sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri.
Dengan bahasa lain bahwa keindahan etika adalah manifestasi kesempurnaan iman.

      Kerukunan antar umat beragama, untuk membina keharmonisan secara ekstern dan intern pada
diri sang da’i.
BAB III

PENUTUP

kesimpulan

Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika berhubungan
dengan soal baik atau buruk,benar atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu
tindakan. Beberapa etika dakwah yang hendaknya di lakukan oleh para juru dakwah dalam melakukan
dakwahnya antara lain : sopan, jujur dan tidak menghasut.

kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang mermuskan perilaku
benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri dan pengertian kode etik
dakwah adalah rambu-rambu etis yang harus dimiliki seorang juru dakwah. Diantara kode etik dakwah
adalah sebagai berikut: Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan, Tidak Melakukan
Toleransi Agama, tidak menghina sesembahan non muslim, tidak melakukan diskriminasi sosial, tidak
berteman dengan pelaku maksiat, dan tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.

Adapun hikamah menerapakan kode etik dakwah yaitu: kemajuan ruhani, sebagai penuntun
kebaikan, membawa pada kesempurnaan iman, dan kerukunan antar umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA

Munir, M. 2003. Metode Dakwah.Jakarta:Kencana.

Munir Amin, Samsul. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta:Amzah.

Jafar, Iftitah. TAFSIR AYAT DAKWAH: Pesan, Metode, dan Prinsip Dakwah Inklusif. Cet. I;
Makassar: Mishbah Press. 2010.

Nabiry, Fathul Bahri. Meneliti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Cet. I; Jakarta: Amzah,
2008.

Anda mungkin juga menyukai