Disusun oleh :
Kelompok 10
Muhammad Dimas Hasby : 11180530000001
Munir Rahman : 11180530000012
Nabilah Azzahra Farraz : 11180530000021
Faizah Rakhma : 11180530000068
Abdi Hilman Hasan : 11180530000079
Muhammad Zahri Ramadhan : 11180530000083
Ahmad Alwaly : 11180530000099
Mutiara Anissa : 11180530000113
Zulfa Zalzila Husein : 11180530000111
KELAS 3AB
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah–Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah TAFSIR AYAT TENTANG DAKWAH.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuh nya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka, kami menerima segala saran dan kritik dari pembicara agar
kami dapat memperbaiki makalah TAFSIR AYAT TENTANG DAKWAH ini
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan mafaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
1
Daftar Isi
BAB 1 ..................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB 2 ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Tafsir Surat Al-Baqarah [2] : 186............................................................. 4
2.1.1 Tafsir ibn Kathir ................................................................................ 4
2.1.2 Tafsir Jalalayn ................................................................................... 9
2.1.3 Tafsir Al-Misbah ............................................................................... 9
2.1.4 Tafsir Kemenag RI .......................................................................... 11
2.2 Tafsir Surat Ali-Imran [3] : 104 ............................................................. 12
2.2.1 Tafsir ibn Kathir .............................................................................. 13
2.2.2 Tafsir Jalalayn ................................................................................. 14
2.2.3 Tafsir Kemenag RI .......................................................................... 14
2.3 Tafsir Surat Fushshilat [41] : 33 ............................................................. 16
2.3.1 Tafsir ibn Kathir .............................................................................. 16
2.3.2 Tafsir Kemenag RI .......................................................................... 20
2.3.3 Tafsir Al-Misbah ............................................................................. 20
2.3.4 Tafsir Al-Maraghi ........................................................................... 21
2.3.5 Tafsir Al Wajiz ‘ala Hāmisil Qurānil ‘Azdīm................................. 21
BAB III .................................................................. Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN DAN SARAN .............................. Error! Bookmark not defined.
3.1 Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Dari banyaknya makna dakwah ini tentu ada banyak pula tafsiran dari ayat-
ayat dakwah yang dinterpretasikan dari beragam sudut pandagan dan metolologi
penafisannya, sehingga tak dapat dipungkiri perbedaan isi penafsiran ayat Al-
Qur’an selalu ada perbedaan. Tapi hal itu bukanlah untuk dipertentangkan
melainkan untuk ditemukan kemaslahatannya bagi situasi dan kondisinya masing-
masing. Sehingga perbedaan dalam penafsiran merupakan ijithad para ulama untuk
membangun kemudahan dan memperluas wawasan kedalaman makna Al-Qur’an
itu sendiri selama masih memenuhi kaidah-kaidah penafsiran.
1.3 Tujuan
3
BAB 2
PEMBAHASAN
Dengan kata lain, apabila kamu perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Ku,
hendaklah mereka berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan mereka.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Humaid
Ar-Razi, dari Jarir dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula oleh Ibnu
4
Murdawaih serta Abusy Syekh Al-Asbahani, melalui hadis Muhammad ibnu Abu
Humaid, dari Jarir dengan lafaz yang sama.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, telah sampai kepada Ata bahwa ketika
firman-Nya ini diturunkan: Dan Tuhan kalian berfirman, "Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian." (Al-Mumin: 60) Maka orang-orang
bertanya, "Sekiranya kami mengetahui, saat manakah yang lebih tepat untuk
melakukan doa bagi kami?" Maka turunlah firman-Nya:
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan jamaah lainnya melalui
hadis Abu Usman An-Nahdi yang nama aslinya ialah Abdur Rahman ibnu Ali, dari
Abu Musa Al-Asy'ari dengan lafaz yang semisal.
5
Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Allah
Swt. berfirman, "Aku menurut dugaan hamba-Ku mengenai diri-Ku, dan Aku selalu
bersamanya jika dia berdoa kepada-Ku."
Makna yang dimaksud dari kesemuanya itu adalah, Allah Swt. tidak akan
mengecewakan doa orang yang berdoa kepada-Nya dan tidak sesuatu pun yang
menyibukkan (melalaikan) Dia, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di dalam
pengertian ini terkandung anjuran untuk berdoa, dan bahwa Allah Swt. tidak akan
menyia-nyiakan doa yang dipanjatkan kepada-Nya
telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami
Ali ibnu Abul Mutawakkil An-Naji, dari Abu Sa'id, bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Tiada seorang muslim pun yang memanjatkan suatu doa kepada Allah
yang di dalamnya tidak mengandung permintaan yang berdosa dan tidak pula
memutuskan silaturahmi, melainkan Allah pasti memberinya berkat doa itu salah
satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Adakalanya permohonannya itu segera
dikabulkan, adakalanya permohonannya itu disimpan oleh Allah untuknya kelak di
hari kemudian, dan adakalanya dipalingkan darinya suatu keburukan yang semisal
dengan permohonannya itu. Mereka (para sahabat) berkata, "Kalau begitu, kami
akan memperbanyak doa." Nabi Saw. menjawab, "Allah Maha Banyak
(Mengabulkan Doa)."
Akan tetapi, hadis ini garib bila ditinjau dari sanad ini.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari hadis Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas, telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. pernah
6
membacakan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al Baqarah:186),
hingga akhir ayat. Maka Rasulullah Saw. bersabda: ya Allah, Engkau
memerintahkan untuk berdoa dan aku bertawakal dalam masalah pengabulannya.
Kupenuhi seruan-Mu, ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, kupenuhi seruan-Mu, tiada
sekutu bagimu, kupenuhi seruan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat
hanyalah milik-Mu dan begitu pula semua kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu. Aku
bersaksi bahwa Engkau tiada tandingan lagi Maha Esa, bergantung kepada-Mu
segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang
setara dengan-Mu. Aku bersaksi bahwa janji-Mu adalah benar, pertemuan dengan-
Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, dan hari kiamat pasti
akan datang tanpa diragukan lagi, dan Engkaulah yang akan membangkitkan
manusia dari kuburnya.
7
kakeknya (yakni Abdullah Ibnu Amr) yang telah menceritakan bahwa ia pernah
mendengar Nabi Saw. bersabda: Bagi orang puasa di saat berbukanya ada doa yang
dikabulkan. Tersebutlah bahwa Abdullah ibnu Amr selalu berdoa untuk keluarga
dan anaknya, begitu pula anak dan keluarganya, sama-sama berdoa ketika berbuka
puasa.
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah di dalam kitab sunannya,
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Sunan Turmuzi, Nasai, dan Ibnu
Majah disebutkan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
Ada tiga macam orang yang doanya tidak ditolak, yaitu imam yang adil, orang
puasa hingga berbuka, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah sampai di
bawah gamam (awan) di hari kiamat nanti, dan dibukakan baginya semua pintu
langit, dan Allah berfirman, "Demi kemuliaan-Ku, Aku benar-benar akan
menolongmu, sekalipun sesudahnya.”1
1
Salim, Babreisy dan Said, Bahreisy. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsier Jilid
1. Surabaya: Bina Ilmu, 2003. Hlm, 274
8
2.1.2 Tafsir Jalalayn
(Segolongan orang-orang bertanya kepada Nabi saw., "Apakah Tuhan kami
dekat, maka kami akan berbisik kepada-Nya, atau apakah Dia jauh, maka kami akan
berseru kepada-Nya." Maka turunlah ayat ini. ("Dan apabila hamba-hamba-Ku
menanyakan kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha Dekat)
kepada mereka dengan ilmu-Ku, beritahukanlah hal ini kepada mereka (Aku
kabulkan permohonan orang yang berdoa, jika ia berdoa kepada-Ku) sehingga ia
dapat memperoleh apa yang dimohonkan. (Maka hendaklah mereka itu memenuhi
pula perintah-Ku) dengan taat dan patuh (serta hendaklah mereka beriman)
senantiasa iman (kepada-Ku supaya mereka berada dalam kebenaran.") atau
petunjuk Allah.2 Kesimpulan : seorang hamba yang menanyakan tentang tuhan “
Apakah Tuhannya dekat atau jauh?” dan Allah menjawab dengan ayat ini. “Aku
maha dekat dan Aku mengabulkan doa kalian namun kalian jangan melalaikan
perintahku, agar kita berbuat adil
Bila Al-quran , menggunakan bentuk tunggal untuk menunjukan kepada Allah itu
berarti bahwa sesuatu yang ditunjuk itu hanya khusus dilakukan atau ditunjukan
kepada Allah , bukan selain-nya. Kalau ada selain-nya ia dianggap tiada karena ,
peranannya ketika itu sangat kecil. Itu sebabnya mengapa pemberian taubat , dan
perintah beribadah kepadanya , selalu dilukiskan dalam bentuk tunggal. Ini berbeda
bila yang mahakuasa ditunjukan dalam bentuk jamak. Ini biasa nya untuk
2
Suyuti, Mahali. Tafsir Al-Qur’anul Karim Dua Imam Jalalayn (Juz 1)
(Indonesia: Ruhiyat Kitab Bahasa Arab, 1996) Hlm. 58
9
menunjukan adanya keterlibatan selain dari Allah dalam sesuatu yang di tunjuk-nya
itu. Itu sebabnya dalam menguraikan penciptaan ‘adam’ , Allah menunjukan
dengan bentuk tunggal , Allah berfirman : “ hai’iblis , apakah yang menghalangi
mu sujud kepada yang telah ku-ciptakan dengan kedua tangan-ku “ ( Q.S
Shad{38}:75 ) ; sedang reproduksi manusia dan lain-lain ditunjuk dengan
menggunakan bentuk jamak; “ sesungguh-nya kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebik-baiknya “ ( Q.S at-Tin {95}:4 ). Ini karena dalam
penciptaan itu terdapat keterlibatan bapak dan ibu , berbeda dengan penciptaan
Adam’A.S.
Doa dapat memberi dampak yang sangat besar dalam mewujudkan harapan
seseorang , Dr.A.Carrel salah seorang ahli bedah perancis ( 1873-1941 M ) , yang
pernah meraih hadiah nobel dalam bidang kedokteran. Menulis dalam bukunya
10
yang berjudul ( pray ) ( doa ) , tentang pengalaman-pengalam-nya , dalam
mengobati pasien. Katanya “ banyak di antara mereka yang memperoleh
kesembuhan dengan jalan berdoa “ , menurutnya doa adalah “ suatu gejala
keagamaan yang paling agung , bagi manusia karena pada saat itu , jiwa manusia
terbang dan menuju tuhannya “. Kesimpulan : ada seorang sahabat bertanya “Jika
Allah dekat kami akan munajat jika jauh kami menyeru “. Allah berfirman disurat
itu. Inilah pentingnya berdoa bahwa doa itu senjata nya umat islam.
11
beriman kepada-Nya. Selain itu doa hendaklah dilakukan dengan khusyuk,
sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati, dan bukan doa untuk menganiaya
orang, memutuskan hubungan silaturrahim dan lain-lain perbuatan maksiat.
Memang segala sesuatu harus menurut syarat-syarat atau tata cara yang baik dan
dapat menyampaikan kepada yang dimaksud. Kalau seorang berkata, "Ya Tuhanku
berikanlah kepadaku seribu rupiah," tanpa melakukan usaha, maka dia bukanlah
berdoa tetapi sesungguhnya dia seorang jahil. Artinya permohonan serupa itu tidak
ada artinya, karena tidak disertai usaha yang wajar.3 Kesimpulan :doa segera
dikabulkan maksudnya adalah dia berdoa tapi tidak dikabulkan karena dia meminta
segera kepada Allah, Allah lebih tau hambanya jadi Allah mengabulkan doanya
sesuai yang pengetahuan Allah tentang hambanya, dari apa yang didoakan
hambanya
Asbabun nuzul , penduduk badui bertanya tentang jika tuhan dekat ,aka dia akan
bermunajat atau jika dia jauh maka aku akan menyuruhnya
Atta lanjutan dari firman Allah bahwa surat Al-mu’min ayat 60 tersebut ditanya
para sahabat”jika kamu tau kapan kita bia melakukan berdoa kepada kalian”
turunya Al-m’min
Tafisr ini menjeaskan bahwa Allah tidak akan mengecewakan orang yang berdoa
karna tidak ada sesuatu yang melalaikan Allah
ع ِن ْٱل ُمن َك ِر ِ َو ْلت َ ُكن ِمن ُك ْم أ ُ َّمة َي ْدعُونَ ِإلَى ْٱل َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْٱل َم ْع ُر
َ َوف َو َي ْن َه ْون
َٰٓ
ََوأ ُ ۟ولَ ِئ َك ُه ُم ْٱل ُم ْف ِل ُحون
3
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Juz 1-2 Jilid 1). Jakarta: Widya
Cahaya, hlm: 122
12
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang
dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun
urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim dalam sebuah hadis
dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
13
kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari
Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus
memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau hampir-
hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian
benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak
diperkenankan.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Amr
ibnu Abu Amr dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan. Hadis-hadis mengenai masalah ini cukup banyak, demikian pula ayat-
ayat yang membahas mengenainya, seperti yang akan disebut nanti dalam tafsirnya
masing-masing.4
4
Salim, Babreisy dan Said, Bahreisy. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsier Jilid
2. Surabaya: Bina Ilmu, 2003. Hlm, 154
5
Suyuti, Mahali. Tafsir Al-Qur’anul Karim Dua Imam Jalalayn (Juz 4)
(Indonesia: Ruhiyat Kitab Bahasa Arab, 1996) Hlm. 176
14
bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan
demikian umat Islam akan terpelihara dari perpecahan dan infiltrasi pihak manapun.
Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan
menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan,
maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk
mencapainya, yaitu kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan kekuatan,
dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan yang
kukuh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak
terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya
tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah.
Maka kewajiban pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama
dapat berkembang baik dan sempurna sehingga banyak pemeluknya. Dengan
dorongan agama akan tercapailah bermacam-macam kebajikan sehingga terwujud
persatuan yang kukuh kuat. Dari persatuan yang kukuh kuat tersebut akan timbullah
kemampuan yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan.
Mereka yang memenuhi syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang yang sukses
dan beruntung.6
Jadi kesimulan dari surah Al-imron ayat 104 :
“ dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan , meyeru ( berbuat ) yang makruf , dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung “ Allah
swt , berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang
bertugas untuk menegakkan perintah Allah , yaitu dengan menyeru orang-
orang untuk berbuat kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar ,
mereka adalah golongan orang-orang yang beruntung.
Adapun hadist : oleh ibnu murdawaih
Makna yang di maksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang
dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut , sekalipun
urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.
6
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Juz 2-3 Jilid 1). Jakarta: Widya
Cahaya, hlm: 308
15
Jadi ada baiknya jika kita melihat sesuatu yang sekiranya menuju
kemungkaran , sangat diwaajibkan untuk kita agar melarangnya , mencegahnya ,
serta melakukan apa yang diperintahkan oleh nabi Muhammad saw. manusia dapat
merencanakan hal-hal yang menjerumus kepada kemungkaran , tidak hanya sendiri
pasti ia akan membawa orang lain masuk kedalamnya , maka dari itu yang dapat
mencegah nya hanyalah manusia karena Allah hanya melihat dan memberikan
petunjuk , hingga hanya manusialah yang harus menjalankan.
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk
orang-orang muslim (yang berserah diri)?”
16
Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang
menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerjakannya dengan
penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah
Saw. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah para juru azan
yang saleh, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui salah satu
hadisnya yang mengatakan:
juru azan adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari
kiamat.
Dan di dalam kitab sunan disebutkan melalui salah satu hadisnya yang
berpredikat marfu':
Imam adalah penjamin, dan juru azan adalah orang yang dipercaya. Maka
Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juru
azan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Urwah, telah
menceritakan kepada kami Gassan kadi Hirah. Abu Zar'ah mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuTuhman, dari Matar, dari Al-Hasan, dari
Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. yang mengatakan bahwa anak panah juru azan di sisi
Allah Swt. pada hari kiamat sama dengan anak panah mujahidin. Seorang juru azan
di antara azan dan iqamahnya sama (pahalanya) dengan seorang mujahid yang
berlumuran darahnya di jalan Allah.
Umar ibnul Khattab r.a. telah mengatakan, "Seandainya aku menjadi juru
azan, sempurnalah urusanku dan aku tidak mempedulikan lagi untuk tidak berdiri
di malam hari salat sunat, tidak pula puasa (sunat) di siang harinya, karena aku
pernah mendengar Rasulullah Saw. berdoa:
17
'Ya Allah, berilah ampunan bagi orang-orang yang azan.'
sebanyak tiga kali. Lalu aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau tinggalkan
kami (dalam doamu), padahal kami berjuang dengan pedang untuk membela seruan
azan.' Rasulullah Saw. bersabda:
'Bukan itu, hai Umar. Sesungguhnya kelak akan datang suatu masa bagi
manusia, di masa itu manusia meninggalkan azan (dan menyerahkannya) kepada
orang-orang lemah mereka. Dan daging itu diharamkan oleh Allah Swt. masuk
neraka, yaitu daging para juru azan'.”
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa berkenaan dengan para juru azanlah ayat
berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"?
(Fushshilat: 33)
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seruan juru
azan saat mengucapkan, "Hayya 'alas salah (marilah kita kerjakan salat)," dan
sesungguhnya dia menyeru (manusia) kepada Allah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar dan Ikrimah, bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan juru azan.
Di antara dua azan (azan dan iqamah) terdapat salat (sunat) —kemudian pada
yang ketiga kalinya beliau Saw. bersabda— bagi orang yang menghendaki (nya).
18
ibnu Malik r.a. Ats-Tsauri mengatakan, ia merasa yakin bahwa Anas ibnu Malik
me-rafa '-kan hadis ini sampai kepada Nabi Saw., yaitu:
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu
wal Lailah telah meriwayatkan semuanya melalui hadis Ats-Tsauri dengan sanad
yang sama.
Pendapat yang benar menunjukkan bahwa makna ayat ini bersifat umum
menyangkut para juru azan dan lain-lainnya. Adapun mengenai saat diturunkannya
ayat ini, azan salat masih belum disyariatkan sama sekali karena ayat ini
Makkiyyah; sedangkan azan baru disyariatkan hanya di Madinah sesudah hijrah
ketika kalimat-kalimat azan diperlihatkan kepada Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-
Ansari dalam mimpinya, lalu ia menceritakannya kepada Rasulullah Saw. Maka
Rasulullah Saw. memerintahkan kepadanya agar mengajarkan azan kepada Bilal
r.a. karena sesungguhnya Bilal memiliki suara yang keras dan lantang, sebagaimana
yang telah disebutkan di tempatnya.
Dengan demikian, berarti yang benar makna ayat ini bersifat umum. Seperti
yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Hasan Al-Basri,
bahwa ia membaca firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata,
"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat: 33)
7
Salim, Babreisy dan Said, Bahreisy. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsier Jilid
7. Surabaya: Bina Ilmu, 2003. Hlm, 161
19
2.3.2 Tafsir Kemenag RI
Ayat ini mencela orang-orang yang mengatakan yang bukan-bukan tentang
Al-Qur’an. Al-Qur’an mempertanyakan: perkataan manakah yang lebih baik
daripada Al-Qur’an, siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang
menyeru manusia agar taat kepada Allah.
8
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Juz 22-24 Jilid 8). Jakarta: Widya
Cahaya, hlm: 620
9
M.Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol.
12). Jakarta:Lentera Hati, 2002. Hlm, 413
20
2.3.4 Tafsir Al-Maraghi
Dalam Tafsir Maraghi dijelaskan bahwa, tidak ada seorang pun yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang memiliki tiga sifat berikut ini:
a. Menyeru manusia agar mengesakan dan mematuhi Allah. Ibnu Sirin as-suddi,
ibnu zaid, dan Al-hasan berkata: orang yang menyeru ialah Rasulullah SAW
b. Amal saleh, yaitu dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan menghindari
hal-hal yang diharamkan
c. Mengambil Islam sebagai agamanya dan ikhlas kepada Tuhannya, yakni,
seperti kata orang; ini adalah Qaul si fulan, yang artinya madzhab dan
keyakinan dia.
Dari ayat ini dipahami bahwa sesuatu yang paling utama dikerjakan oleh
seorang muslim ialah memperbaiki diri lebih dahulu, dengan memperkuat iman di
dada, menaati segala perintah Allah, dan menghentikan segala larangan-Nya.
Setelah diri diperbaiki, serulah orang lain mengikuti agama Allah. Orang yang
bersih jiwanya, kuat imannya, dan selalu mengerjakan amal yang saleh, ajakannya
lebih diperhatikan orang, karena ia menyeru orang lain dengan keyakinan yang kuat
dan dengan suara yang mantap, tidak ragu-ragu.10
10
Ahmad, Mustofa. Tafsir Al-Maraghi juz xxiv. Semarang: Cv. Toha Putra. 1992,
hlm:242
21
Harb selalu memusuhi dan menjadi penghalang utama dakwah Rasulullah. Akan
tetapi, setelah Rasulullah menikah dengan salah seorang wanita dari kaumnya,
hubungan keduanya menjadi dekat dan terjalin kuat.11 Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah saw dan para sahabatnya adalah orng yang patut kita
tirui akhlaknya dalam berdakwah mereka adalahorang orang yang lebih baik
ucapannya dari pada orang orang musyrik dan golongan kafir. Rasulullah selalu
mengajarkan untuk selalu sabar dalam berdakwah banyak orng orang musyrik yang
ingin membunuh rasulullah tapi ketika Allah menurunkan hidayah-Nya banyak
orang orang musyrik yang melindungi rasulullah bahkan mencintainya.
11
At Tafsir Al Wajiz ‘ala Hāmisil Qurānil ‘Azdīm: 481
22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengecewakan orang yang berdoa
karna tidak ada sesuatu yang melalaikan Allah dan Allah tidak akan mengecewakan
doa orang yang berdoa kepada-Nya dan tidak sesuatu pun yang menyibukkan
(melalaikan) Dia, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di dalam pengertian ini
terkandung anjuran untuk berdoa, dan bahwa Allah Swt. tidak akan menyia-nyiakan
doa yang dipanjatkan kepada-Nya
Makna yang di maksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang
dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut , sekalipun
urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.
Jadi ada baiknya jika kita melihat sesuatu yang sekiranya menuju
kemungkaran , sangat diwaajibkan untuk kita agar melarangnya , mencegahnya ,
serta melakukan apa yang diperintahkan oleh nabi Muhammad saw. manusia dapat
merencanakan hal-hal yang menjerumus kepada kemungkaran , tidak hanya sendiri
pasti ia akan membawa orang lain masuk kedalamnya , maka dari itu yang dapat
mencegah nya hanyalah manusia karena Allah hanya melihat dan memberikan
petunjuk , hingga hanya manusialah yang harus menjalankan.
23
Kesimpulannya adalah bahwa ayat-ayat tentang dakwah itu memiliki
beragam makna tergantung pada konteks ayat itu, dan sebab turunnya ayat itu
sendiri. Namun kebanyakan ayat tentang dakwah ini memiliki makna untuk
menyerukan kepada seluruh umat manusia agar senantiasa bertaqwa pada Allah
SWT.
1.2 Saran
Alhamdulillah demikianlah makalah UTS ini dapat kami selesaikan. Mudah-
mudahan bisa bermanfaat untuk kita semua, apabila ada kesalahan dalam
penulisan,referensi yang kurang benar dalam pembahasan, kami mohon maaf
sebesar besarnya karena kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,maka
dari itu penulis meminta kritik dan saran pembaca demi kebaikan kami untuk
selanjutnya.
24
Alhamdulillah anggota yang ada dikelompok kami bekerja semuanya
seperti :
25
DAFTAR PUSTAKA
Salim, Babreisy dan Said, Bahreisy. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1-
7. Surabaya: Bina Ilmu, 2003.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Juz 1-24 Jilid 1-8). Jakarta:
Widya Cahaya, 2005.
Ahmad, Mustofa. Tafsir Al-Maraghi juz xxiv. Semarang: Cv. Toha Putra. 1992.
Suyuti, Mahali. Tafsir Al-Qur’anul Karim Dua Imam Jalalayn (Juz 1) (Indonesia:
Ruhiyat Kitab Bahasa Arab, 1996).
M. Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal
491-494)
26