Anda di halaman 1dari 54

AGUS HERMAWAN,S.Pd.I,M.

RETORIKA DAKWAH

Buku ini mengkaji tentang Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Urgensi Retorika Dakwah,
Ayat-Ayat al-Qur‟an dan Hadits tentang Dakwah, Bentuk-bentuk, Syarat dan Etika
Dakwah, Metode dan Strategi Berdakwah, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh
Dakwah Klasik, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh Dakwah Kontemporer,
Langkah-Langkah Persiapan Berdakwah, Tata Cara Khutbah jum‟ah, Idul Fitri, Idul
Adha, Ceramah Biasa, dan Praktikum Ceramah baik dalam Acara PHBN atau PHBI.

2018

i
RETORIKA DAKWAH

Penulis

Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A

Penerbit;

Yayasan Hj.Kartini Kudus

Editor;

Erlina Wijayanti,S.Pd
Risyad Hisyam Ash-Shiddieqi
Anas Dhiyaul Haq al-Qudsi

Desain Sampul

Qaisara Rania Asy-Syabiya

Dicetak;

AN-NUUR KUDUS

Cetakan I

2018

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah
memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga buku yang berjudul “
Retorika Dakwah” dapat terselesaikan.

Materi buku ini disesuaikan dengan kurikulum hasil revisi Tahun 2017 di lingkungan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Sehingga content (isi) buku ini sangat relevan
dan sama dengan materi Silabus di IAIN Salatiga.

Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para mahasiswa lebih terbantu untuk
memahami Seputar Retorika Dakwah meskipun sepintas kilas atau pengantarnya saja. Namun
demikian, penulis berusaha untuk menyajikan materi seringkas mungkin dengan tidak
mengurangi subtansi materi yang penting sesuai urutan Tema yang ada di dalam Silabus.

Kepada Yayasan Hj. Kartini yang telah bersedia menerbitkan buku ini dan juga
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, kami ucapkan terima kasih.
Akhirnya penulis menyadari buku sederhana ini jauh dari sempurna, maka tegur sapa untuk
penyempurnaan buku ini sangat penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini pada terbitan
selanjutnya. Semoga buku ini memberi kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Kudus, 22 Agustus 2018

Penulis

Ttd

Agus Hermawan, S.Pd.I,M.A

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................iii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iv

BAB I : PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA


DAKWAH..........................................................................................................1

BAB II : AYAT-AYAT AL-QUR‟AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH ............5

BAB III : ETIKA DAKWAH ..........................................................................................11

BAB IV : METODE DAN STRATEGI BERDAKWAH................................................16

BAB V : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH-TOKOH DAKWAH KLASIK.......23

BAB VI : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KONTEMPORER..... 33

BAB VII : LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN BERDAKWAH.............................. 41

BAB VIII: TATA CARA KHUTBAH JUM‟AH, KHUTBAH IDHUL FITRI/ADHA...45

iv
BAB I

PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA DAKWAH

Dakwah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyebaran Islam di
dunia. Setiap muslim wajib untuk berdakwah, apalagi kita sebagai mahasiswa
Fakultas Dakwah yang mana kita harus mampu menyeru kepada kebajikan dan
mencegah dalam kemungkaran, sebagaimana firman Allah swt: “Dan hendaklah
diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung”. (Q.S Ali Imran: 104)
Sebagaimana dalam berdakwah itu sendiri dibutuhkan retorika-retorika yang
dapat membuat dakwah seseorang lebih mengena, efisien dan efektif. Terutama dalam
menyosialisasikan ajaran-ajaran Islam. Maka retorika jitu harus bias dikuasai oleh
seseorang yang hendak berdakwah. Dalam kaitan antara retorika dan dakwah, di sini
pemakalah akan mencoba membahas mengenai keduanya.

A. Pengertian Retorika Dakwah

Retorika berasal dari bahasa Yunani “Rhetor” atau dalam bahasa Inggrisnya
“orator” yang berarti kemahiran dalam berbicara dihadapan umum. I Gusti Ngurah
Oka memberikan definisi retorika sebagai Ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha
untuk persiapan, kerjasama, serta kedamaian ditengah masyarakat”.
Onong Uchjana Effendi (2007:53) dalam bukunya Komunikasi Teori dan
Praktek mengatakan bahwa “Retorika atau dalam bahasa inggris rhetoric bersumber
dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu berbicara.
Sedangkan kata dakwah secara etimologi merupakan bentuk masdar
dari kata yad‟u(fi‟il mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah
memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong dan memohon (Omar,
1983: 1).
Selain kata “dakwah”, al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang memiliki
pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang
berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan.
Sedangkan pengertian dakwah menurut terminologi, menurut dari beberapa
pendapat adalah sebagai berikut:
1. Definisi dakwah yang dikemukakan oleh Syaikh Ali Mahfudz, dakwah
adalah dorongan/anjuran manusia pada kebaikan dan petunjuk, menyuruh
kepada yang ma‟ruf (yang dikenal) dan mencegah dari yang munkar untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat.

1
2. Menurut Ahmad Ghalwusy, dakwah adalah menyampaikan pesan Islam
kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan
media-media yang sesuai situasi dan kondisi mad‟u.
3. Menurut Abu Bakar Zakaria, dakwah adalah tegaknya ulama dan orang-
orang yang disinari ilmu dengan memberi pengajaran terhadap orang
banyak apa yang dilihatnya tentang persoalan-persoalan terkini maupun di
kemudian hari sesuai kemampuan.
4. Menurut Abdul Karim Zaidan, dakwah adalah ajakan kepada Allah, yakni
agama Islam (Aripudin, 2011: 3).
5. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya
mengajak umat dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
6. Menurut Prof. Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk
menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan
substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi
munkar (Saputra, 2011: 1-2).
Dengan demikian termasuk dalam cakupan pengertian Retorika adalah: Seni
berbicara, kemahiran dan kelancaran berbicara, kemampuan memproduksi gagasan,
kemampuan mensosialisasikan ide gagasan sehingga mampu mempengaruhi khalayak
umum (audience). Dakwah itu sendiri menurut penulis adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk menyeru, mengajak, dan mempengaruhi yang dilakukan oleh
Da‟i kepada Mad‟u (orang atau kelompok orang) agar menjadi baik atau lebih baik
dengan mengamalkan syariat ajaran Islam.
Dari deskripsi di atas bisa kita simpulkan bahwa Retorika Dakwah adalah
sebuah ilmu dan seni berbicara di depan umum untuk menyampaikan pesan-pesan
dakwah yang dilakukan oleh Da‟i kepada Mad‟u.

B. Fungsi dan Tujuan Retorika Dakwah

Retorika dikatakan sebagai sebuah seni dikarenakan untuk berdakwah harus


dengan cara dan strategi yang baik, benar dan jitu sehingga dakwahnya terasa indah,
menarik serta mengena. Untuk itu kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud
agar pendengar mudah memahami, menerima dan mengikuti apa yang didakwahkan
karena merasa tertarik, indah dan ikhlas inilah yang disebut sebagai sebuah seni
dakwah.

Sebagian besar da‟i yang memiliki kemampuan beretorika atau berbicara yang
baik, tentunya sudah memilki tujuan pembicaraan sebelum memulai berbicara di
depan umum. Berbicara tanpa adanya tujuan pembicaraan terlebih dahulu maka
pembicaraan akan susah untuk dibatasi sehingga terjadi deviasi pembiasan
pembicaraan, disinilah perlunya tujuan pembicaraan meski ada yakni untuk
menghindari kesan bertele-tele dalam berbicara. Pembicaraan akan menjadi tidak
menarik jika kesannya berlebihan dan keluar dari tujuan pembicaraan. Semua

2
manusia memiliki kemampuan untuk berbicara, terkecuali seorang yang cacat sejak
lahir (tuna wicara), namun tidak semua orang dapat berbicara dengan baik. Semua itu
di sebabkan oleh berbagai faktor. Kadang kita melihat ada seseeorang yang memiliki
kemampuan berbicara namun tidak dapat menempatkan pembicaraannya pada
tempatnya, ada lagi seorang yang menggunakan kemampuan berbicaranya namun
pembicaraannnya tidak memiliki manfaat juga sering terjadi di tengah-tengah
masyarakat.

Dalam berbicara tidak semua pembicaraan bermanfaat bagi diri sendiri maupaun
orag lain. Berbicara disini yakni berbicara yang menghasilkan pengetahuan baru atau
berbicara yang dimaksud adalah memiliki manfaat dan bukan hanya sekedar
mengeluarkan bunyi ujaran pada seseorang atau khalayak ramai tanpa melihat unsur
tujuan pembicaraannya.

Adapun beberapa contoh retorika yang baik diantaranya sebagai berikut:

1.Berbicara dalam forum diskusi untuk memecahkan suatau masalah. Yakni


berhubungan dengan pengetahuan atau bidang lain yang penting untuk
diselesaikan.

2. Berbicara dalam sebuah pidato dalam suasana resmi, memberi pengetahuan kepada
orang lain berbagi ilmu dengan menggunakan retorika yang baik.

3. Berbicara dalam hal menjadi tutor bagi mereka yang belum begitu paham terhadap
suatu hal atau tema tertentu.

4. Berbicara dengan unsur dakwah. Yakni memberi pengetahuan atau diskusi tentang
ajaran islam dan mengenai syiar islam.

Selain itu masih banyak lagi jenis berbicara yang bermanfaat, sebagai
mahasiswa tentunya sudah bisa menilai dan memilah mana hal yang baik untuk
dibicarakan dan mana hal yang buruk untuk dibicarakan.

Dari paparan di atas bisa kita simpulkan bahwa fungsi retorika dakwah adalah
sebagai ilmu dan seni serta ketrampilan untuk menyampaikan ajaran Islam secara
lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum muslimin agar mereka
dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam sehingga pemahaman dan
prilakunya dapat berubah menjadi lebih Islami.
Adapun tujuan mempelajari Retorika Dakwah menurut Agus Hermawan
adalah sebagai berikut:
1. Agar mampu menguraikan berbagai macam konsep dakwah
2. Agar mampu merancang setrategi dan materi dakwah sesuai situasi dan kondisi
3. Agar mampu mempraktikkan berbicara di depan umum secara santun perkataannya,
sopan perilakunya, baik isinya, dan benar dalam penyampaiannya.

3
C. Urgensi Mempelajari Retorika Dakwah

Retorika dakwah sangat penting dipelajari, karena keluesan dalam berbicara


dakwah sangat penting jika memiliki retotika yang baik. Menjadi seorang pembicara
yang handal harus mampu atau pintar-pintar memahami situsi lawan bicara serta
mampu menyesuaikan dimana dan dalam situasai apa ketika kita sedang berbicara.
Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk berbicara maka pembicaraan akan
terarahkan, biasanya seorang pembicara juga memiliki pengetahuan yang luas serta
luas dalam pergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun di
masyarakat.
Pengetahuan dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi kelancaran dalam
berbicara. Biasanya seorang yang kemampuan berbicaranya baik memiliki wawasan
yang luas, karena kebanyakan jika si pembicara mendapat sanggahan dari lawan
bicara ia akan menggunakan berbagai alasan untuk memperkuat argumennya. Alasan
yang dikemukakan tentu berdasarkan pengalaman yang ia dapatkan, bukan hanya
sekedar mengelak dari sanggahan lawan bicara saja.
Jadi Retorika dakwah urgen dipelajari untuk membekali diri agar bisa
berbicara dihadapan umum dengan baik, benar, sopan, santun serta efektif dan efisien
perkataan kita sehingga orang yang kita ajak bicara merasa aman, nyaman, dan
tertarik menyimak pembicaraan kita nantinya saat berdakwah.

4
BAB II

AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH

Banyak ayat dalam al-Qur‟an dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan dakwah.
Adanya beberapa ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kewajiban umat Islam dalam
berdakwah, telah membuat beberapa ulama menyebut bahwa berdakwah itu hukumnya
adalah fardu 'ain (kewajibanin dividual), meskipun sebagian yang lain memandangnya
fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Meski begitu, Rasulullah saw selalu mengajarkan agar
seorang Muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. (Mujetoba
Mustofa, 2015:152-153)

Adapun sebagian dari beberapa ayat al-Qur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan
dakwah sebagaimana yang penulis sebutkan berikut ini:

A. Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Dakwah.


1. Q.S Ali Imran 104

ِ ‫َؤْ ٍُشَُُٗ ثِ ْبى ََ ْؼش‬َٝٗ ‫ ِْش‬ٞ‫ ْاى َخ‬َٚ‫َ ْذ ُػَُ٘ إِى‬ٝ ٌ‫َٗ ْىتَ ُن ِْ ٍِ ْْ ُن ٌْ أ ُ ٍَّة‬
‫ َْْْٖ٘ َُ َػ ِِ ْاى َُ ْْ َن ِش‬َٝ َٗ ‫ُٗف‬
َُُ٘‫ل ُٕ ٌُ ْاى َُ ْفيِح‬ َ ِ‫َٗأُٗىَئ‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS. Ali Imran :104)
Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang
bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana tampak
gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan
agar di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah yang
dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik)
dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan demikian umat Islam akan
terpelihara dari perpecahan.(M. Quraish Shihab, 2012: 161)

2. Q.S Ali Imran 110

ِ ‫بس تَؤْ ٍُشَُُٗ ثِ ْبى ََ ْؼش‬


ِ ‫ُٗف َٗتَ ْْ َْٖ٘ َُ َػ ِِ ْاى َُْ َن ِش َٗتُ ْؤ ٍَُُِْ٘ ثِب‬
‫لل‬ ْ ‫ َْش أ ُ ٍَّ ٍة أ ُ ْخ ِش َج‬ٞ‫ُمْتُ ٌْ َخ‬
ِ َّْ‫ت ىِي‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Q.S. Ali Imran :
110)

5
3. Q.S An-Nahl 125

َ٘ ُٕ َ‫ أَحْ َض ُِ إِ َُّ َسثَّل‬َٜ ِٕ ِٜ‫ل ثِ ْبى ِح ْن ََ ِة َٗ ْاى ََْ٘ ِػظَ ِة ْاى َح َضَْ ِة َٗ َجب ِد ْىُٖ ٌْ ثِبىَّت‬ َ ِّ‫ ِو َسث‬ِٞ‫ َصج‬َٚ‫ع إِى‬ ُ ‫ا ُ ْد‬
َِٝ‫يِ ِٔ َُٕٗ َ٘ أَ ْػيَ ٌُ ثِ ْبى َُ ْٖتَ ِذ‬ِٞ‫ض َّو ػ َِْ َصج‬َ ِْ ََ ِ‫أَ ْػيَ ٌُ ث‬
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ” (QS. An-Nahl : 125).

Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim a.s
sebagaimana beradadalam ayat sebelumnya, kini di perintahkan lagi mengajak
siapapun agar mengikuti prinsip-prinsip ajaran Nabi Ibrahim a.s dan menyerukan
Tauhid yaitu ayat-ayat sebelumnya, kini: Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni
lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan
yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang
baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran
Islam dengan cara yang terbaik.
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama untuk sebagai menjelaskan tiga
macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengansasaran dakwah.terhadap
cendekiawan yang memiliki pengetahuan tiggi diperintahkan menyampaikan dakwah
dengan hikmah yakni berdialog dengan kata kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka, terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau‟izah
yakni memberikan nasihat dan berumpama yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf
pengetahuan mereka yang sederhana.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang muslim yang ingin menyerukan
agama ini kepada orang lain harus memperhatikan metode-metodenya, agar apa yang
diserukan kepadanya, disahuti dan mendapat perhatian dari orang-orang yang diseru.
Cara dan metode itu dipandang penting, karena objek dakwah itu sendiri sangat
beragam dan kompleks, baik dilihat dari sudut masa mau pun tempat. Manakala
seorang muslim yang menyadari tanggung jawab dakwahnya, tidak bisa tidak, kecuali
ia harus memperhatikan metode-metode yang baik dlam mendakwahkan agama
ini.(MujetobaMustofa, 2015:152)

Sedang terhadap Ahl al-kitab dan penganut agama-agama lain yang


diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara terbaik yaitu dengan logika dan
retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik
pengetahuan serta perbuatan. Ia adalah pengetahuan yang bebas dari kesalahan atau
kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau
diperhatikan akan mendatangkan kemashlatan dan kemudahan yang besar atau lebih

6
besar, serta menghalangi terjadinya mudharat yang besar atau lebih besar. Maka ini
ditarik dari kata hikmah yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau
kendaraan kearah yang tidak di inginkan.
Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah,
dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan
dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain
dia yang hakim. Thahir Ibn 'Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah nama
himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan
dan kepercayaan manusia secara bersinambung. (Abuddin Nata. 2014)

B. Hadits Tentang Dakwah


1. Kewajiban Dakwah

ِٔ ِ‫َ ْضتَ ِط ْؼفَجِقَ ْيج‬ٝ ٌْ َ‫َ ْضتَ ِط ْغ فَ ِجيِ َضبِّ ِٔ فَئ ِ ُْ ى‬ٝ ٌْ َ‫َ ِذ ِٓ فَئ ِ ُْ ى‬ٞ‫ِّشْ ُٓ ِث‬ٞ‫ُ َغ‬ٞ‫ ٍِ ْْ ُن ٌْ ٍُ ْْ َنشًا فَ ْي‬َٙ‫ٍَ ِْ َسأ‬
)ٌ‫ح ٍضي‬ٞ‫( ٗسآ صح‬.ُ‫ب‬ ِ ََ ٝ‫اْل‬ِْ ‫ف‬ ُ ‫ل أَضْ َؼ‬ َ ِ‫َٗ َرى‬
Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka
cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu,
apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan
hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (H.R. Shahih Muslim)

Dari hadist ini kita dapat mengaitkanya dengan kehidupan sehari hari yang
mungkin akan kita temui sewaktu waktu kita di haruskan atau paling tidak melakukan
yang paling lemah di antaranya jika kita melihat sesuatu yang buruk atau sesuatu yang
merugikan kita harus bertindak dengan cara bisa dengan tenaga kita, tenaga yang di
maksud bukanlah kekerasan fisik maupun batin melainkan dengan mencegahnya
melalui tubuhmu, jika masih tidak bisa mencegah dengan tubuhmu maka kamu bisa
menncegah dengan mulutmu maksudnya adalah dengan mencegah dengan perkataan
mu bukan dengan cacian melainkan dengan nasehatmu, jika masih tidak bisa dengan
perkataan maka cegahlah dengan hatimu maksudnya adalah mendoakan dia di dalam
hati ataupun mencegahnya dengan mendoakan nya di dalam hati agar dia diberikan
hidayah dari Allah, hadist ini sangatlah bermanfaat karena mencakup semua aspek
dan bisa di jadikan rujukan jika terjadi sesuatu di luar sana yang mungkin saja terjadi.

2. Hukum Berdakwah

ٌْ ِٖ ْٞ َ‫َ ِجتُ َػي‬ٝ ‫ ا ِْل ْصالَ ًِ َٗأَ ْخجِشْ ُٕ ٌْ ثـ ِ ََب‬َٚ‫بح ِت ِٖ ٌْ ثُ ٌَّ ا ُ ْد ُػُٖ ٌْ إِى‬
َ ‫ تَ ْْ ِز َه ثِ َض‬َّٚ‫ل َحت‬ َ ِ‫ َس ُصي‬َٚ‫اَ ّْفِ ْز َػي‬
َ َ‫َ ُنْ٘ َُ ى‬ٝ ُْ َ‫ل ٍِ ِْ أ‬
‫ل ُح َْ ُش‬ َ َ‫ ٌش ى‬ْٞ ‫ل َس ُجالً َٗا ِحذاً َخ‬ َ ِ‫ هللاُ ث‬ٛ َ ‫َ ْٖ ِذ‬ٝ ُْ َ‫ ِٔ فَ َ٘هللاِ ِِل‬ْٞ ِ‫ق هللاِ ف‬
ِّ ‫ٍِ ِْ َح‬
)ٙ‫اىَّْ َؼ ٌِ ) (سٗآ اىجخبس‬
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas
mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk

7
kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau
memiliki unta merah” (H.R. Bukhori)
Dari hadist ini kita dapat mengetahui tentang ajakan memeluk agama islam
dan apa saja yang menjadi hak hak allah di dalamnya allah menggajarkan tentang
bagaimana agama islam itu benar benar baik dan allah memberikan petunjuk di dalam
kitab allah sendiri, dan disini juga di jelaskan petunjuk itu lebih baik dari pada
memiliki unta merah hal ini bisa di artikan bahwa petunjuk atau hidayah itu lebih
berharga daripada harta.

3. Metode Dakwah

،‫َضُشُّ ٗا َٗالَ تُ َؼ ِّضشُْٗ ا‬ٝ( :‫جؼث اىْبس‬ٝ ٕ٘ٗ ٌ‫ آىٔ ٗصي‬ٚ‫ٔ ٗػي‬ٞ‫ هللا ػي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ٗقبه اىْج‬
ِ ‫َض‬ٍُٞ ٌْ ُ‫ فَئَِّّ ََب ث ُِؼ ْثت‬،‫َٗثَ ِّششُْٗ ا َٗالَ تَُْفِّشُْٗ ا‬
ِ ‫َِ َٗىَ ٌْ تُ ْج َؼثُْ٘ ا ٍَ َؼض‬ْٝ ‫ِّش‬
) َِْٝ ‫ِّش‬
)ٌ‫(سٗآ ٍضي‬
“Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan. Hendaklah kalian
menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat mereka lari, karena
sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.” (H.R.
Muslim)

Hadist ini menjelaskan kita hauslah memudahkan sesuatu hal dan jangan
menyulitkan hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan kita yang harusnya saling
memudahkan dan jangan saling menyulitkan begitupula dengan sesuatu yang baru
misalnya saja berita maka kita haruslah menyampaikanya apa adanya apa itu baik
ataupun buruk dana pa itu berita gembira ataukah buruk, karena sesuatu hal yang di
mudahkan dan tidak menyulitkan maka itu akan menjadi sesuatu yang baik
Hadis tersebut memerintahkan kepada umat Islam agar dalam menjalankan
dakwahnya mengutamakan sikap lemah lembut, tutur kata yang baik, dengan
menerapkan metode yang baik, bahasa yang mudah diterima. Tujuannya agar orang
yang diseru tertarik, mengikuti ajakan, dan senang terhadap yang didakwahkan, agar
mampu menyentuh hati dan dapat mengenai sasaran. Dakwah tidak diperbolehkan
menggunakan cara yang kasar, menakut-nakuti, memaksa, atau mengancam. Cara
dakwah yang demikian tidak menyebabkan orang yang diseru senang dan mendekat
akan tetapi justru menjauhi, tidak mengikuti ajakan, bahkan memusuhi. Termasuk
mengungkit kesalahan yang pernah mereka perbuat.
Perintah Allah untuk berdakwah dengan lemah lembut bukan berarti umat
Islam boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran dan kemaksiatan. Perintah
tersebut dimaksudkan agar dalam melaksanakan dakwah dijalankan dengan cara yang
terbaik sebagaimana dicontohkan Nabi saw. Dalam berdakwahnya, Rasulullah
bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mencaci maki, membenci,
memusuhi, dan menghinanya. Namun pada akhirnya Rasulullah saw. justru disegani,
dihormati, dan ditakuti lawan-lawannya.

8
Berdakwah diperbolehkan menggunakan cara-cara keras dan memaksa apabila
seorang dai telah mempunyai kekuatan, baik kekuatan pangkat, jabatan, maupun
harta. Akan tetapi hal tersebut jika ia yakin bahwa hanya dengan metode tersebut
kemungkaran dan kemaksiatan dapat terhenti. (Maulana, 2012)

4. Media Dakwah

ٓ‫ ٍِ ِْ َصب ٍِ ٍغ (سٗا‬َٚ‫ئًب فَجَيَّ َغُٔ َم ََب َص َِ َؼُٔ فَشُةَّ ٍَ ْجيَ ٍغ أَْٗ ػ‬ْٞ ‫ض َش هللاُ ا ٍْ َشأً َص َِ َغ ٍَِّْب َش‬
َّ َّ
)‫ ػِ اثِ ٍضؼ٘د‬ٙ‫اىتشٍز‬
”Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu
disampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab, banyak yang menyampaikan
lebih menjadi lebih sadar daripada yang hanya mendengarkan” (H.R. At-Tirmidzi)

Hadist ini menjelaskan tentang pentingnya menyampaikan sesuatu hal karena


dengan menyampaikan sesuatu hal kita akan sedikit lebih banyak tahu dari pada
hanya mendengarkan, misalnya saja ilmu kita tahu ilmu dan menyebarkannya maka
ilmu itu seiring berjalannya waktu akan berkembang tidak mungkin akan semakin
menyusut.

5. Kesabaran dalam Berdakwah

َ َٞ‫ ٌش َٗى‬ْٞ ‫ َػ َججًب ِِلَ ٍْ ِش ْاى َُ ْؤ ٍِ ِِ إِ ُْ أَ ٍَ َشُٓ ُمئَُّ َخ‬:ٌ‫ٔ ٗ صي‬ٞ‫ هللا ػي‬ٚ‫قبه سص٘ه هللا صي‬
َ ‫ْش َرا‬
‫ك‬
ََُ‫صجَ َش فَنب‬
َ ‫ضشَّا ٌء‬ َ ُٔ‫صبثَ ْت‬ َ َ‫ ًشا ىَُٔ َٗإِ ُْ أ‬ْٞ ‫صب َث ْتُٔ َصشَّا ٌء َش َن َش فَ َنبَُ َخ‬
َ َ‫ِِلَ َح ٍذ إِالَّ ىِ ْي َُ ْؤ ٍِ ِِ إِ ُْ أ‬
)ٌ‫شًا ىَُٔ (سٗآ ٍضي‬ْٞ ‫َخ‬
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya itu baik baginya,
dan itu tidak lain hanya bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan dia
bersyukur, dan itu baik baginya, dan apabila mendapat kesulitan dia bersabar dan itu
baik baginya”(H.R. Muslim)

Di dalam hadist ini kita dapat mengetahui bahwa urusan orang mukmin itu
baik dan sebagai orang mukmin apabila mendapatkan sesuatu yang baik maka dia
bersyukur dan jika itu kurang baik baginya maka dia bersabar, dari hadist ini dapat
dikatakan bahwa belajar menerima dan bersyukur itu jauh lebih baik dari pada hanya
memberontak.

6. Hadits Lainnya tentang Kewajiban Berdakwah

Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi saw. bersabda: “Sampaikan dariku walaupun
satu ayat dan ceritakan tentang kaum Bani Israil karena yang demikian itu tiada

9
dosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiaplah
tempatnya di neraka (HR.Bukhari no. 3202)

Hadis Bukhari di atas dapat dipahami sebagai perintah Nabi Saw untuk
mendorong kaum Muslimin bergiat dalam dakwah. Paling tidak untuk saling
mengajarkan apa yang kita pahami mengenai firman Allah kepada mereka yang
belum tahu. Tapi sesungguhnya penyampaian itu tidaklah boleh sembarangan. Ia
memerlukan pemahaman yang mendekati benar. Karena di ujung hadis tadi ada
ancaman Nabi, “Siapa yang mendustakan aku secara sengaja maka bersiap-siaplah
menduduki tempat kembalinya di neraka.” Oleh karena itu mengenai hadis Nabi saw.
tersebut ada yang berpendapat bahwa untuk memahami walau hanya satu ayat Al
Qur‟an haruslah sampai mendalam, sehingga dapat diketahui apa maksud yang
dikandungnya secara lebih tepat. (Maulana. 2012).

10
BABIII
ETIKA DAKWAH

A. Pengertian Etika Dakwah


Etika berasal ari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika
berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau
semangat yang menyertai sutau tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh
seseorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang
lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.
Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering dikaitkan
dengan perasaan dan tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seseorang
yang menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu dianggap baik pula oleh
orang lain, tergantung pada kebiasaan yang dipakai oleh tiap-tiap kelompok.
Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, arena adat hanya memandang lahir,
melihat tindakan yang dilakukan, sementara etika lebih memperhatikan hati dan jiwa
orang yang melakukan dengan maksud apa dilakukan. (Syamsul Munir Amin: 2009:
204).
Ada yang mengatakan bahwa etika itu digerakkan dari luar, dari lingkungan
manusia. Perundang-undangan, adat dan tekanan-tekanan dari luar membuat manusia
itu bertindak dan berbuat sesuai dengan tekanan-tekanan itu dan dengan demikian
terbentuklah “etika heteornom” (dari “heteros” yang berarti “bergantung” dan
“nomos” berarti “undang-undang”). Tetapi segala tindakan itu masih karena tekanan
dari luar, orang tidak mencuri hanya karena takut dihukum undang-undang,
sebenarnya orang itu masih belum bernama etis. Sebab itu ada yang berpendapat
“etika otonom” (“autos” berarti “sendiri”), harus berpangkal dari diri sndiri, tidak mau
mencuri karena memang mencuri itu buruk dan dirasakan tidak pantas.
Kemudian menjadi persoalan pula apakah bisikan jiwa yang
membawatindakan etis itu (conscientia) sekaligus diberikan kepada manusia dalam
keadaan sempurna atau berangsur-angsur berkembang atas dasar pengalaman.
Descrates Spinoza dan lain-lain berpendapat bahwa semua itu didatangkan sekaligus.
Descrates mengeluarkan dalil:”Cogito Ergo Sum”, (saya berpikir jadi saya ada)
semua disangsikannya kecuali ada dirinya karena diri itu berpikir. Dengan pikiran-
pikiran timbul perasaan-perasaan yang membawa etiket. Karena oikiran itu datangnya
sekaligus setelah manusia dewasa tentu etika timbul dari pikiran itu datangnya juga
sekaligus, segera setelah ada pikiran. Manusia menentukan tindakannya dengan
kekuatan akal dirinya sendiri sejak diketahuinya apa yang baik dan yang jahat tanpa
membutuhkan pengalaman lebih dahulu. Pendapat demikian disebut pendapat “etika
priorisme”, atau boleh juga disebut “rationalisme”, (ratio: otak) atau “navisme”
(natus: lahir).
Spinoza membentangkan etikanya dengen enurunkan kodrat alam semesta.
Manusia hidup bersusila, kalau ia hidup sesuai dengan alam dipimpin oleh hukum-
hukum alam yng telah ada dalam “aku”nya. Semakin sempurna suatu benda semakin
nyatalah dia dan orang lalu bertindak lebih banyak (sibuk) dan dengan demikian lalu
ia sedikit menderita (kalau orang mau sempurna bertindaklah dengan sibuk, karena
sibuk tidak akan menderita). Selanjutnya menjelaskan:
“kita seibuk bila kita menjadi sebab dari apa yang terjadi diluar kita,
sebaliknya kita menderita bila kita menjadi sebab atau hanya sebagian menjadi sebab.

11
Roh manusia itu sibuk, jadi gembira, bila mempunyai tanggapan yang benar dan
sempurna, segala penderitaan sebenarnya disebabkan tanggapan yang kacau dan tidak
sempurna, tanggapan-tanggapan yang kacau inilah yang menimbulkan hawa nafsu
dalam “aku” kita. Manusia demikian bukan lagi”Tuan” dari dirinya sedniri, tetapi
telah takluk dan diperbudak oleh keadaan dan demikian terikat kepadanya sehingga ia
“terpaksa” menempuh jalan yang salah. Yang “baik” ialah kita ketahui secara pasti
sesuatu itu “berguna” kepada kita. Yang “jahat” yang kita ketahui secraa pasti
“merintangi” kita memperoleh sesuatu yang baik. ( Toha Yahya Umar,2004: 93-95).

B. Dakwah Dilakukan Dengan Bijaksana


Adapun yang dimaksud dengan cara bijaksana adalah menyampaikan pesan-
pesan dakwah sesuai dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan serta tidak
menimbulkan sesutau yang meresahkan.
Pengertian bijasana ini meliputi:
1. Tidak menggunakan kekerasan

ِ ‫ظَ ْاىقَ ْي‬ْٞ ِ‫َٗىَْ٘ ُم ْْتَ فَظًّب َغي‬


َ ِ‫ت َال ّْفَضُّ ٘ا ٍِ ِْ َحْ٘ ى‬
‫ل‬
Dan jika engkau keras dan kejam, maka mereka berlari menjauhi. (QS.Ali Imran
159)
2. Tidak dengan cara membuka aib seseorang di depan umum.
ً ‫ض ُن ٌْ ثَ ْؼ‬
‫ضب‬ ُ ‫َغَتتْ ثَّ ْؼ‬ٝ‫َٗ َال‬
Dan janganlah sebagian kamu membeberkan aib (menggunjing) sebagian yang
lain. (QS. Al-Hujarat 12)
3. Tidak bersifat memaksa.
ِِ ْٝ ‫ اى ِّذ‬ِٚ‫اِ ْم َشآَ ف‬َٟ
Tidak ada paksaan dalam agama. (QS. Al-Baqarah 256)
4. Tidak mengandung perpecahan.
‫ؼًب َٗ َالتَفَ َّشقُْ٘ ا‬ْٞ َِ ‫ص َُْ٘ ا ثِ َحج ِْو هللاِ َج‬ ِ َ‫َٗا ْػت‬
Hendaklah kamu berpegang teguh dengan agama Allah, dan janganlah kamu
berpecah belah. (QS.Ali imran 103)
5. Tidak menimbulkan keresahan.
Dakwah merupakan peyejuk hati, penawar duka, membawa ketenangan, dan
kedamaian.
ٌِ َ‫َاساى َّضي‬
ِ ‫ د‬َٚ‫َ ْذ ُػْ٘ ا اِى‬ٝ ُ‫َٗهللا‬
Dan Allah menyeru ke jalan kedamaian. (QS. Yunus 25)
6. Tidak bersifat konfrontatif.
Sebab pengalaman mengajarkan keberhasilan dakwah lebih banyak ditentukan
oleh sikap persahabatan dari pada konfrontatif.
7. Menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
Sebab hal ini sudah dicontohkan oleh Rosulullah ketika di Madinah. Dimana
orang-orang kafir dzimmi yang terdiri dari Yahudi, Nasrani, hidup dengan tenang
dan damai di bawah pemerintahan Islam.
ِِ ْٝ ‫ ِد‬َٚ ِ‫ُْ ُن ٌْ َٗى‬ْٝ ‫ىَ ُن ٌْ ِد‬
Bagi kamu agama kamu, dan bagiku agamaku. (QS. Yunus 25)
8. Tidak berdifat menghina.
Berdakwah tidak diperbolehkan saling menghina, sebab yang dihina itu belum
tentu lebih jelek dari yang menghina. Sebagaimana Firman Allah:
ًٍ َْ٘‫َ ْض َخشْ قَْ٘ ًٌ ٍِ ِْ ق‬ٝ‫َِ َءا ٍَُْْ٘ َأال‬ْٝ ‫َُّٖباىَّ ِز‬ُٝ‫َآ‬ٝ

12
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum (golongan) menghina
kaum yang lain. (QS. Al-Hujurat 11)
9. Tidak menggunakan kata-kata yang kotor.
Berdakwah atau memberikan ceramah hendaklah menghindari kalimat atau kata-
kata yang kotor yang akan mengundang jamaah untuk tidak simpatik, sebab yng
demikian itu akan mengurangi kharisma dan wibawa.

C. Juru Dakwah Harus Saling Menghormati


Realitas dilapangan sering terjadinya benturan sesama juru dakwah terutama
sekali mengenai isi ceramah dan fatwa. Perbedaan pendapat memng sulit untuk
dihilangkan, tetapi minimal volumenya dapat diperkecil. Dalam hal ini ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
a. Seorang da‟i yang keliru dalam memberikan fatwa, maka janganlah dibeberkan di
depan jamaah. Terlebih lagi da‟i yang bersangkutan ada ditempat tersebut. Sebab
dengan cara yang demikian itu sama dengan membuka kesalahan orang lain.
Tetapi sampaikanlah kepada yang bersangkutan dengan cara bijaksana.
b. Dalam suatu forum pengajian da‟inya terdiri dari beberapa orang, hendaklah satu
dengan yang lain saling menghormati atau menjunjung tinggi. Dengan kata lain,
jangan sampai menimbulkan kesan kepada jamaah semacam kompetisi, sehingga
satu dengan yang lain saling menjatuhkan.
c. Sesama da‟i hendaklah saling menjaga nama baik teman seprofesinya. Setidaknya,
jangan sampai ikut menimpali ketika orang lain membicarakan kejelekan. (Samsul
Munir Amin,2009: 236-239).

D. Bentuk-Bentuk Etika Dakwah


Beberapa etika dakwah yang hendaknya dilakukan oleh para juru dakwah
dalam melakukan dakwahnya antara lain sebagai berikut:
1. Sopan
Sopan berhubungan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku secara umum
dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan dianggap tidak sopan, tatkala dengan
norma-norma yang berlaku disuatu komunitas.
Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak
sama. Masing-masing memiliki standar sendiri, akan tetapi aturan yang berlaku
umum dapat dijadikan rujukan dalam menentukan suatu standar kesopanan.
Kesopanan harus kita pelihara dalam perbuatan dan pembicaraan. Sesuatu
yang kita lahirkan di dalam dan di luar pembicaraan, cara mengenakan pakaiaan,
dan bentuk serta model pakaian, haru dijaga serapi mungkin, sehingga tidak
melanggar norma-norma tertentu dan tidak membosankan. Gerak-gerak yang tetap
dan berulang-ulang akan membosankan bagi penerima dakwah. Sekali-kali seorang
da‟i harus berlainan dalam melakukan gerak-gerik, seperti memandang ke dapan,
ke kiri, ke kanan atau ke belakang dalam batas-batas kesopanan dengan tetap
memperhatikan respons dari pembicaraan yang diucapkan. Cara berpakaian dan
bentuk pakaian yang dikenakan harus dijaga sebaik mungkin, tidak mencolok, dan
tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Yang perlu diingat
oleh da‟i adalah ia bertindak sebagai mubaligh yaitu penyampaian ajaran
kebenaran islam atau, bukan sebagai peragawan atau peragawati ataupun model.
Karena itu kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus dipertimbangkan
oleh da‟i dalam melakukan aktivitas dakwahnya.
Cara berpakaian dan cara berbuat yang meskipun bertentangan dengan
kebiasaan masyarakat, tetapi masih dapat diterima kehadirannya, dalam unsur

13
propaganda yang disebut “Flain fleks device”, yaitu berbuat yang sebagai biasa
dilakukakan oleh rakyat biasa. Umpamanya seorang da‟i mengenakan sarung dan
berpeci dalam suatu acara umum. Akan tetapi, hal-hal itu dilakukan dalam batas-
batas tertentu, sehingga berpakaian kepada pakaiaan tidak boleh lebih besar dari
pada perhatian terhadap isi ceramah da‟i atau mubaligh tersebut.
Tindakan dan sikap yang dilakukan oleh da‟i juga harus sejalan dengan
pembicaraan yang disampaikan. Pembicaraan yang disampaikan haruslah benar,
tidak menyampaikan berita bohong dan memutarbalikkan keadaan yang
sebenarnya. Dalam istilah propaganda disebut “card stancking device”, yaitu
tindakan dan sikap yang dilakukan sejalan dengan pembicaraan yang disampaikan,
tidak mengada-ada bahkan menyampaikan berita bohong ataupun
memutarbalikkan kenyataan.

2. Jujur
Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da‟i menyampaikan
sesuatu informasi dengan jujur. Terutama dalam mengemukakan dalil-dalil
pembuktian. Kemahiran dalam menggunakan kata-kata mungkin dapat
memutarbalikkan persoalan yang sebenarnya, jadi da‟i harus menyampaikan
sesuatu yang keluar dari lisannya dengan landasan kejujuran dan faktual. Seorang
da‟i tidak boleh berbohong apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema atau topik
pembicaraan. Akibat berbohong akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan
reputasi dari da‟i sendiri, apalagi yang disampaikan adalah ajaran-ajaran
kegamaan.
Dalam menyampaikan berita, umpamannya dimedia massa atau surat kabar,
dapat terjadi hal-hal yang melanggar etika kejujuran ini, misalnya dalam:
a. Pencorakan media (colorization of news). Untuk menceritakan sesutau kejadia
pencurian misalnya, dapat saja diberikan dalam kalimat yang bermacam-
macam, dari membenci pencurian itu sampai pada menyukai pencurian
tersebut. Dapat pula diselipkan di dalamnya pujian, kritik, atau cacian kepada
pihak yang berwajib, tergantung pada kalimat yang dipergunakan. Bahkan
berita dalam kalimat yang sama dapat pula mempunyai kesan yang berlainan
bagi pembacanya, hanya karena berlainan tempatnya, di lembar tertentu,
berdekatan dengan berita lain, dicetak dengan huruf tebal, di antara tanda petik
dan sebagainya. Smua hal itu dapat menimbulkan kesan yang “lain” itu
disebutkan dengan colorizaton of news.
b. Spekulasi (speculation), yaitu tidak menceritakan semua berita, hanya memilih
berita yang menguntungkan kelompok saja, sedang berita yang dapat
merugikan tidak dimuat. Sebenarnya idak pernah semua kejadian dimuat di
surat kabar, dan surat kabar tidak selalu menggambarkan kejadian yang
sebenarnya dalam arti sedetail-detailnya. Surat kabar hanya selalu meuat
kejadian-kejadian yang dianggap aktual, hangat, yang menarik perhatian
karena jarang atau tidak pernah terjadi. Tetapi tetapi titik berat pemilihan
berita ditentukanoleh manfaatnya untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan sendiri. Tidak menyiarkan berita yang dianggap dapat membuat
keresahan umum atau melanggar kepentingan dan ketentraman umum, masih
dianggap dalam batas-batas kejujuran dan kesopanan jurnalistik. (Toha Yahya
Omar,2004: 97-98).

14
3. Tidak Menghasut
Seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, ia tidak boleh menghasut
apalagi memefitnah, baik kepda pribdi lain maupun kepada kelompok lain yang
berselisih faham. Karena jika itu dilakukan, yang bigung dan resah adalah
masyarakat pendengar sebagai objek dakwah.masyarakat akanmerasa bingung
penapat da‟i yang mana yan benar dan harus diikuti. Jika memang ada pendapat
yang bertentangan antara da‟i yang satu dengan da‟i yang lain seharusnya
disampaikan dengan cara-cara bijaksana dan muluruskan pendapat yang keliru
tersebut. Sehingga dengan cara-cara bijaksana tersebut, pelurusan terhadap suatu
tema akan terasa mendamaikan masalah, bukan malah sebaliknya mnenimbulkan
masalah.
Adapun yang perlu diingat oleh da‟i adalah bahwa dalam melakukan tugas
dakwahnya itu, ia harus menyampaikan kebenaran bukan harus menghasut.
Menyampakan kebenaran tidak harus disampaikan dengan mengahasut
ataubahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak cocok dilakukan
oleh seorang da‟i. Apalagi ikaperselisihan pendapat itu masih dalam tema
khilafiyah (perselisihan faham) yang buka prinsip dalam agama.
Akan tetapi, jika yang disampaikan adalah masalah penegakaan kebenaran
secara hak, maka hendaklah da‟i menyampaikan kebenaran tersebut walau pahit
sekalipun. Sebagaimana disamapaikan oleh Nabi SAW, bahwa, ”Sampaikanlah
kebenaran walau pahit sekalipun.” (Al-Hadis).

15
BAB IV
METODE DAN STRATEGI DAKWAH

Dalam tugas penyampaian dakwah Islamiyah, seorang da‟I sebagai subjek dakwah
memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam bidang metode dan strategi
dakwah. Dengan mengetahui metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengena
sasaran, dan dakwah dapat diterima oleh mad‟u (objek) dengan mudah karena
penggunaan metode yang tepat sasaran. Sementara, dengan mengetahui strategi dakwah
maka akan mempermudah kita untuk menyampaikan dakwah kepada mad‟u dengan
tehnik yang sesuai dengan sasaran.

A. Metode Dakwah

1. Pengertian Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan,cara). Ada juga yang mengatakan bahwa, metode berasal dari bahasa
Yunani metodos yang artinya cara atau jalan. Jadi, metode dakwah adalah jalan atau
cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Metode dakwah adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada
mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.(2011: 243)
Seorang da‟i harus jeli dan bijak dalam memilih metode, karena metode sangat
mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Metode yang tidak benar,
meskipun materi yang disampaikan baik, maka pesan baik tersebut bisa saja ditolak
oleh mad‟u.

2. Metode Dakwah dalam al-Qur’an

Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Q.S. An-Nahl 125:

َ َّ‫ أَحْ َض ُِ إِ َُّ َسث‬َٜ ِٕ ِٜ‫و َسثِّلَ ثِ ْبى ِح ْن ََ ِة َٗ ْاى ََْ٘ ِػظَ ِة ْاى َح َضَْ ِة َٗ َجب ِد ْىٌُٖ ثِبىَّت‬ٞ
‫ل‬ ِ ‫ َص ِج‬ِٚ‫ع إِى‬ ُ ‫ا ْد‬
َِٝ‫يِ ِٔ َُٕٗ َ٘ أَ ْػيَ ٌُ ثِ ْبى َُ ْٖتَ ِذ‬ٞ‫ض َّو ػَِ َص ِج‬َ ََِ ِ‫ُٕ َ٘أَ ْػيَ ٌُ ث‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)

Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka dasar tentang
metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut adalah:
a. Bil hikmah
Kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu
pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan

16
apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan,
konflik, maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame
of reference, field of reference, dan field of experience, yaitu situasi total yang
mempengaruhi sikap pihak komunikan (objek dakwah).
Menurut syekh nawawi al bantani, dalam tafsir al-munir bahwa al-hikmah
adalah “dalil-dalil (argumentasi) yang qath‟i dan berfaedah bagi kaidah-kaidah
keyakinan.
Metode hikmah dalam kegiatan dakwah muncul berbagai bentuk, seperti
mengenal strata mad‟u, kapan harus bicara dan kapan harus diam, mencari titik
temu, toleran tanpa kehilangan sibghah, memilih kata yang tepat, cara berpisah,
uswatun hasanah, dan lisan al-hal, atau komunikasi yang benar dan menyentuh
jiwa. Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da‟i dalam memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u.
Dakwah dengan metode ini adalah dakwah melalui ilmu pengetahuan,
kecakapan memilih materi dakwah yang sesuai dengan kemampuan mad‟u,
pandai memilih bahasa sehingga mad‟u tidak merasa berat dalam menerima
Islam. (2011: 9)
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleg seorang da‟i dalam
berdakwah. Karena dengan hikmah ini akan berakhir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah dakwah, baik secara metodologis maupun praktis. oleh
karena itu, hikmah memiliki multidefinisi tergantung dari sisi mana melihatnya.
(2011: 250)
b. Mauidhah hasanah
Mau‟izah hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya adalah memberikan
nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah
kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan di hati, menyentuh
perasaan, lurus di pikiran, menghindari sikap kasar, dan tidak mencari atau
menyebut kesalahan audiens sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan
atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek
dakwah. Jadi, dakwah itu bukan propaganda.
Menurut A. Karni, metode ini dapat dikelompokkan menjadi, pertama,
mau‟idzah itu lebih dekat sebagai dalil, kedua, berkaitan dengan kepuasan hati
dan jiwa. Maka mau‟idzoh adalah pelajaran yang disampaikan dengan dalil-dalil
atau argumentasi-argumentasi yang tepat dan dapat memuaskan sasaran dakwah
yang dihadapi, sehingga jiwanya menjadi tenang. (2011: 10)
Mau‟idzah hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
1) Nasihat atau petuah
2) Bimbingan, pengajaran. (pendidikan)
3) Kisah-kisah
4) Kabar gembira dan peringatan.
5) Wasiat (pesan positif) (2011: 252)

17
Seorang da‟i sebagai subjek dakwah harus mampu menyesuaikan dan
mengarahkan pesan dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup
pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan pribadi atau
masyarakat dapat terwujud.
c. Mujadalah
Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi
yang ada. Dakwah dengan metode ini adalah dakwah dengan cara debat terbuka,
argumentative dan jawaban dapat memuaskan masyrakat luas.
Menurut M. Quraish Shihab mujadalahterdiri dari tiga macam. Pertama, jidal
buruk yakni “yang disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan
lawan, serta yang menggunakan dalih-dalih yang tidak benar.” Kedua, jidal baik
yakni “yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih
walau hanya yang diakui oleh lawan.” Ketiga, jidal terbaik yakni “yang
disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi membungkam
lawan.”

3. Macam-Macam Metode Dakwah

Di dalam berdakwah ada beberapa metode dakwah yang biasa digunakan yaitu
diantaranya sebagai berikut:

a. Metode ceramah
Metode ini adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan
keterangan, petunjuk, pengertian dan penjelasan tentang sesuatu kepada mad‟u
dengan menggunakan lisan. Metode ini harus diimbangi dengan kepandaian
khusus tentang retorika, diskusi, dan faktor-faktor lain yang membuat mad‟u
merasa simpatik dengan ceramahnya.
b. Metode tanya jawab
Adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya jawab untuk
mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami
atau menguasai matei dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian
mad‟u. Tanya jawab sebagai salah satu metode cukup dipandang efektif apabila
ditempatkan dalam usaha dakwah, karena objek dakwah dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasai oleh mad‟u sehingga akan terjadi
hubungan timbal balik antara subjek dan objek dakwah.
c. Metode diskusi
Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran fikiran (gagasan, pendapat, dan
sebagainya)antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu
yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.
Dakwah dengan metode ini dapat memberikan peluang peserta diskusi untuk ikut
memberi sumbangan pemikiran terhadap suatu masalah dalam materi dakwah.

18
Melalui metode ini juga, da‟i dapat mengembangkan kualitas mental dan
pengetahuan agama para peserta dan dapat memperluas pandangan tentang materi
dakwah yang didiskusikan. Metode ini juga dapat menjadikan peserta terlatih
menggunakan pendapat secara tepat dan benar tentang materi dakwah yang
didiskusikan, dan mereka akan terlatih berfikir secara kreatif dan logis (analisis)
dan objektif.
d. Metode propaganda.
Suatu upaya untuk menyiarkan islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk
massa secara masal, persuasive, dan bersifat otoritatif (paksaan).
Pelaksanaan dakwah dengan metode ini, dapat digunakan melalui berbagai
media, baik auditif, visual, maupun audio visual. Kegiatannya dapat disalurkan
melalui pengajian akbar, pertunjukan seni hiburan, pamphlet, dan lain-lain.
Dakwah dengan menggunakan metode ini akan dapat menyadarkan orang dengan
cara bujukan (persuasive), beramai-ramai (massal), luwes (fleksibel), cepat
(agresif), dan retorik. Usaha tersebut dalam rangka menggerakkan emosi orang
agar mereka mencintai, memeluk, membela, dan memperjuangkan agama islam
dalam masyarakat.
e. Metode keteladanan
Dakwah menggunakan metode keteladanan atau demonstrasi berarti suatu cara
penyajian dakwah dengan memberikan keteladanan langsung sehingga mad‟u
akan tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.
Metode ini dapat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara
bergaul, cara beribadah, berumah tangga, dan segala aspek kehidupan manusia.
f. Metode drama
Suatu cara menjajakan materi dakwah dengan mempertunjukkan dan
mempertontonkan kepada mad‟u agar dakwah dapat tercapai sesuai dengan
target. Dalam metode ini, materi dakwah disuguhkan dalam bentuk drama yang
dimainkan oleh para seniman yang berprofesi sebagai da‟i atau da‟i yang
berprofesi sebagai seniman. Dakwah dengan metode ini terkenal sebagai
pertunjukan khusus untuk kepentingan dakwah.
g. Metode silaturrahim
Dakwah menggunakan metode home visit yaitu dakwah yang dilakukan dengan
mengadakan kunjungan kepada objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi
dakwah kepada penerima dakwah.
Dakwah dengan metode ini dapat dilakukan melalui silaturahim, menengok orang
sakit, ta‟ziyah, dan lain-lain. Dengan cara seperti ini, manfaatnya cukup besar
dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Metode home visit dimaksudkan agar
da‟i dapat memahami dan membantu meringankan beban moral yang menekan
jiwa mad‟u. da‟i juga dapat mengetahui secara dekat kondisi mad‟u dan dapat
meringankan kesulitan mad‟u. Dari uraian metode dakwah di atas, maka metode
itu sendiri dapat bersumber dari: Al-Qur‟an, Sunnah Rasul,Sejarah hidup sahabat
dan pengalaman (2011: 255).

19
C. Strategi Dakwah Islam
1. Asas dalam Strategi Dakwah Islam

Strategi dakwah artinya metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam
aktivitas (kegiatan) dakwah. Untuk mencapai keberhasilan dakwah Islam secara
maksimal, maka diperlukan berbagai faktor penunjang, diantaranya adalah strategi
dakwah yang tepat sehingga dakwah Islam mengena sasaran.
Strategi yang digunakan dalam usaha dakwah haruslah memperhatikan beberapa asas
dakwah, diantaranya adalah:
1. Asas filosofi: Asas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.
2. Asas kemampuan dan keahlian da‟I (Achievement and professionalis): Asas ini
mentangkut pembahasan mengenai kemampuan dan profesionalisme da‟I sebagai
subjek dakwah.
3. Asas sosiologis: Asas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat,
mayoritas agama di suatu daerah, filosofi sasaran dakwah, sosiokultural sasaran
dakwah dan sebagainya.
4. Asas psikologis: asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan
kejiwaan manusia. Seorang da‟I adalah manusia, begitu pula sasaran dakwahnya
yang memiliki karakter unik dan berbeda satu sama lain. Pertimbangan-
pertimbangan masalah psikologis harus diperhatikan dalam proses pelaksanaan
dakwah.
5. Asas efektivitas dan efisiensi: Maksud asas ini adalah di dalam aktivitas dakwah
harus diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang
dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya. Sehingga hasilnya dapat maksimal.
Dengan mempertimbangkan asas-asas di atas, seorang da‟I hanya butuh
memformulasikan dan menerapkan strategi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u
sebagai objek dakwah.

2. Strategi Pendekatan Dakwah

Agar dalam berdakwah bisa diterima dengan baik maka diperlukan strategi
pendekatan dakwah yang secara global disebutkan dalam al-Qur‟an dalam Q.S. An-Nahl
(16): 125.
“Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah (bijaksana) dan ajaran-ajaran
(nasihat-nasihat) yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya,
dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk”
Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat diatas, jelas ada tiga strategi yang biasa
dilakukan untuk melaksanakan dakwah, yaitu:

20
a. Hikmah (dengan kebijaksanaan);
b. Mau‟izhah Hasanah (Nasihat-nasihat yang baik);
c. Mujadalah bil latii hiya ahsan (Diskusi dengan cara yang baik).

Menurut Ali Mustafa Yakub, strategi pendekatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW setidak-tidaknya ada enam, yaitu

1. Pendekatan personal (Manhaj As-Sirri)


2. Pendidikan pendidikan (Manhaj At-Ta‟lim)
3. Pendekatan penawaran (Manhaj Al-„ardh)
4. Pendekatan misi (Manhaj Al-Bi‟tsah)
5. Pendekatan korespondesi (Manhaj Al-Mukatabah)
6. Pendekatn diskusi (Manhaj Al-Mujadalah)

Selain beberapa strategi pendekatan di atas, secara umum ada dua strategi pendekatan
dakwah lain yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pendekatan Struktural
Yaitu pengembangan dakwah dapat melalui jalur structural formal misalnya
melalui pemerintahan. Hal ini yang pernah ditempuh oleh Prof. Dr. H. Amien
Rais, dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
2. Pendekatan Kultural
Yaitu pengembangan dakwah melalui jalur kultural nonformal, misalnya
melalui pengembangan masyarakat, kebudayaan, sosial, dan bentuk nonformal
lainnya. Hal ini pernah dikembangkan oleh KH.Abdurrahman Wahid dengan
Nhdlatul Ulama (NU).

C. Langkah Strategi Dakwah di Masa Depan

Masa depan dakwah tergantung pada para penganjur dakwah itu sendiri dalam
menerapkan strategi bagaimana melakukan aktivitas dakwah kepada masyarakat.
Adapun untuk menghadapi era dakwah ke depan, ada tiga hal utama yang harus
dilakukan.
Pertama, pembinaan kader harus dilakukan dengan baik, harus ditanamkan keimanan
yang mendalam, pemahaman yang juga baik dan cermat tentang keislaman, lingkungan,
konsep-konsep apa saja yang perlu diketahui dan sebagainya. Kemudian mempunyai
amal yang berkesinambungan serta keterikatan dalam tim kerja yang baik. Pembinaan
kader ini tidak dapat ditawar-tawar, karena mereka para da‟I mempunyai tugas qiyadah
al-ummah (memimpin umat), menerapi dan mengobati penyakit masyarakat.
Kedua, pemerataan dakwah ke masyarakat dan penumbuh basis-basis social. Apa saja
yang dapat menyentuh masyrakat akan berhadapan dengan kekuatan masyrakat itu.
Terbentuknya basis social, akan menjadi teman utama bagi para kader dakwah nantinya.
Sebab kader-kader itu sendiri dibesarkan dari mereka dan harus kembali kepada mereka.

21
Basis sosial tadi akan menopang para da‟I dengan simpati, dukungan, dan
pengorbanannya. Minimal mereka memahami secara umum garis perjalanan dakwah dan
arahnya. Mereka tau para kader dakwah ini mempunyai cita-cita dan tujuan yang baik.
Tidak adanya basis sosial ini menyebabkan masalah besar, yaitu banyak gagasan-
gagasan kader yang tidak dipahami masyrakat, dan sebaliknya banyak masyrakat yang
justru banyak mendukung sesuatu yang tidak patut didukung hanya karena symbol-
simbol, pengaruh-pengaruh, dan opini-opini yang berhasil di buat oleh kelompok yang
ingin memanipulasi, memanfaatkan, dan mengeksploitasi suara mayoritas.
Ketiga, berjalannya proses pencetakan dan penyebaran opini umum, apa yang disebut
siyarah ila al-amal al-Islami. Suatu pembentukan opini umum yang Islami diarahkan
tepat kepada penerimaan dengan sadar akan institusi umat sebab umat ini baru menjadi
wacana „kata‟ belum menjadi sense bagi masyarakat.dakwah harus diarahkan pada
bagaimana mengenal dan dakwah memahami umat, kemauan untuk saling memahami
(Tafahum Al-Ummat Al-Iskamiyah). Bahkan tidak hanya memahami, tetapi juga taqabbul
(menerima) institusinya. Walaupun institusinya belum terbangun, tetapi keberadaan apa
yang disebut umat itu mereka pahami.
Penerapan stratedi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u sebagai objek dakwah,
akan menghasilkan dakwah yang tepat. Dimana nantinya akan dengan mudah diterima
oleh masyrakat sebagai objek dakwah. Para walisongo di Jawa misalnya. Karena dakwah
sifatnya kompleks dan multidimensi maka diperlukan pengamatan yang jeli oleh pelaku
dakwah untuk dapat menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi mad‟u. dengan
demikian, aktualisasi dan elaborasi nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat akan berhasil
dengan baik.
Tugas kewajiban dakwah Islam dalam Sejarah Islam, bukan suatu yang dipikirkan
sambil lalu saja, melainkan sesuatu yang sejak semula diwajibkan bagi pengikut-
pengikut Islam. Kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kadar
kemampuannya.
Di samping itu, para pejuang Islam telah mengembangkan dakwah Islam kepada
masyarakat dengan bijaksana dan dengan ketekunan yang tinggi. Buckle dalam
Miscellaneous and Posthumous menilai bahwa “The Mohammedan missionaries are
very judicious” (Para muballigh Islam itu sangat bijaksana). Oleh karena itu, jejak para
juru dakwah yang telah menerapkan strategi dakwah dengan tepat itu, patut ditiru oleh
para pengemban dakwah Islam sehingga tugas dakwah harus dikembangkan melalui
berbagai strategi pendekatan.
Bahwa tugas dakwah adalah tugas suci yang terpuji dan ini harus dikembangkan oleh
setiap yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim. (Q.S Fushshilat (41):33)

22
BAB V
BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KLASIK

A. Biografi dan Penyebaran Islam Pada Zaman Nabi Muhammad SAW.


1. Biografi

Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam cabang keluarga Hasyim dari


keluarga besar suku Quraisy, yang berkuasa pada awal abad ke 7 di mekkah, yaitu
pusat perdagangan besar di Arabia.( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan
Rahmani Astuti Dan Elyas Hasan.1991. Dan Muhammad Adalah Utusan Allah. Hal
21-22 ).
Sejak kelahirannya, Muhammad diserahkan dalam perlindungan kakeknya, „
Abdul Muthalib‟, yang meninggal kira-kira dua tahun setelah wafat ibunya, Aminah.
Anak yatim yang masih kecil itu selanjutnya dipercayakan kepada pamannya, Abu
Thalib. Ketika Muhammad telah mencapai umur kira-kira 25 tahun, wanita yang
menjadi pemodalnya Khatijah menjadi istrinya karena terkesan akan kejujuran dan
ketulusan Muhammad. ( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan Rahmani Astuti
Dan Elyas Hasan. Hal 23-24 ).

Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi Nabi oleh Allah SWT. Ia
mewahyukan kepada Muhammad berupa al-Quran yang seluruh manusia dan jin
tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para
nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya.

Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat
masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah.
Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi dapat
diketahui melalui tiga jalan:
a. Pengakuan sebagai Nabi.
Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengakui dirinya
sebagai Nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan
berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu
mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali
di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.

b. Kelayakan menjadi nabi.


Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku dirinya menjadi nabi harus
memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus
orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala

23
karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw.
Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat
sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap
karakterisitik yang buruk.
c. Mukjizat.
Sebagai seorang Nabi, beliau dikaruniai banyak mukjizat diantarany yang
terbesar adalah al-Quranul Kariim.

2. Dakwah pada Masa Rasulullah SAW

Setelah Muhammad SAW menerima wahyu pertama ( 16 Agustus 610


M ). Sebagai lambang hari pelantikannya menjadi rasul, yang sekaligus
menjadi kepala Negara, maka beliau menjalankan dakwah islamiah secara
diam-diam sebagai langkah pertama mempersiapkan suatu umat Islam.

Untuk menghadapi perjuangan yang berat maka pada taraf pertama


rasull melakukan persiapan dalam bidang mental dan moral ( rohani dan
akhlak ), dimana beliau mengajak manusia untuk mengesakan Allah,
mensucikan, membersikan jiwa dan hati. (Agus Hermawan, 2015:24)

B. Biografi dan Dakwah pada Masa Khulafaurrsyidiin

1. Abu Bakar As-Sidiq

Abu Bakar As-Shiddiq adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam
(assabiqunal awwalun), sahabat Rasullullah Saw., dan juga khalifah pertama yang
dibaiat (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan dengan tahun kelahiran
Nabi Muhammad Saw.pada 572 Masehi di Mekah, berasal dari keturunan Bani Taim,
suku Quraisy. Nama aslinya adalah Abdullah ibni Abi Quhaafah.

Berdasarkan keterangan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang


pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai
sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana
kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat
anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit dipercaya bahwa
Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal
dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraisy lain pada
mengikutinya (memeluk Islam).

Abu Bakar berarti „ayah si gadis‟, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi
Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka‟bah (artinya „hamba
Ka‟bah‟), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya „hamba
Allah‟). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu
Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar Ash-Siddiq (yang

24
dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW pada saat Abu Bakar mempercayai
peristiwa Isra‟ dan Mi‟raj sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-
Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita
Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi
dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke Madinah pada 622 Masehi.

Menjelang wafatnya Rasullullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat


menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan
posisi Nabi memimpin umat. Setelah wafatnya Rasullullah, maka melalui
musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar memilih Abu Bakar sebagai khalifah
pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim
Syiah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai
penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu
Bakar sebagai khalifah.

Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh
pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah
meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kazab (Musailamah si
pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi
Muhammad Saw, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau
membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Mereka beranggapan
bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasullullah. Setelah usainya
pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi
Muhammad menyiarkan syiar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-
orang kepercayaannya ke Bizantium dan Sassanid sebagai misi menyebarkan agama
Islam. Khalid bin Walid yang ditunjukknya sebagai panglima perang juga sukses
menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah.

Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal
pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam
Rasullullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah digantikan oleh Umar bin Khatab.

Selama berdakwah beberapa langkah strategis yang dilakukan Abu Bakar dalam
upaya mengembangkan dakwah islam, diantaranya adalah :
a) Menciptakan stabilitas melalui pembinaan, pembenahan, dan penyelesaian persoalan
intern dikalangan kaum muslimin, yakni menumpas dan meluruskan situasi anarkis
dalam negeri yang timbul akibat pemberontakan kaum munafik dan gerakan
penentang kewajiban zakat yang lahir dari fanatisme kesukuan, dan munculnya
pengakuan nabi palsu.
b) Mengalihkan perhatian pada upaya melakukan futuhat, ekspedisi ke Syiria demi
pengembangan wilayah Islam.
c) Merintis majelis Syura.

25
d) Upaya memelihara dan mengumpulkan ayat-ayat Al-qur‟an sebagai rujukan dasar
dakwah

2. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua
setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran
Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling
berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.

Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan
nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong
keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu
merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana
ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa
itu.Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia
juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah
berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup
demi menjaga kehormatan Umar.

Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh


Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu‟aim
bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah
memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al-


Qur‟an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya.
Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian
meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang
oleh isi Al Qur‟an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering
mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw.
Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syiria.

Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu sahabat yang
sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah
dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan
hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.

26
Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut
memakamkan Rasullullah.

Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu
penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634,
atas wasiat Abu Bakar, Umarpun ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh
seluruh perwakilan muslim saat itu.

Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-
negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran
sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syiria, Afrika Utara dan Armenia
dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat
para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang
dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang
mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya
digantikan oleh Utsman bin Affan.

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan Umar ibn Al-khattab
diantaranya;
a) Pembenahan manajemen dan admimistrasi kepemerintahan
b) Pembenahan dan pembentukan pranata hukum dan sistem pengadilan
c) Penetapan sistem kalender hijriah
d) Memperkokoh majelis syura dan sistem konstitusi negara berdasarkan sistem teo
demokratis
e) Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan dibangunnya beberapa
sarana umum, seperti irigasi pertanian, sistem keuangan negara, bait al-maal dan
sebagainya
f) Pembinaan masyarakat dan upaya futuhat keberbagai wilayah strategis bagi
pengembangan dakwah

3. Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi dan juga khalifah ketiga dalam
Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan seorang ekonom

27
yang handal serta sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya
kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang
berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi
puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama
ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu
Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama
masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai
pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh
Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, „Abu Bakar masuk
tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau
pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk
engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa? Rasullullah menjawab,
“Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena
meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan
kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga
tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi
Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman
dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan
Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di
Ka‟bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana


Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah.
Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda,
ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan
sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan
kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi
seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada
waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah


musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah
yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf,
Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya
Abdurrahman bin Auff, Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara

28
masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.Maka
diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua,
serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan
Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul
mapan dan terstruktur.

Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-
Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam
yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan
bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara
yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria,
Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk
angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan
kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.

Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang


tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih
kredibel.Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga
mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian
dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga
Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak,
namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya
wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para
pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang
membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal
kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di
Madinah.

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah


Usman ibn Affan diantaranya;
a) Mengadakan pembenahan dan menyelesaikan gerakan pembangkang, berupaya
memelihara stabilitas wilayah yang semakin luas.
b) Menyebarkan para cendekiawan ke wilayah-wilayah kekuasan Islam.
c) Upaya menyeragamkan naskah mushaf Al-Qur‟an, semi keutuhan dan
kepentingan dakwah.
d) Mempertahankan dan memelihara sistem pemerintahan dengan memelihara
majelis syura‟
e) Mengadakan pembinaan dan futuhat ke wilayah Timur dan Barat.

4. Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam

29
(assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah,
Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib.
Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti
memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.

Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10
tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama
masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk
belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan
bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk
membuka gudang tersebut.

Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat


tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra.

Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam
medan perang. Bersama Dzulfikar sebutan pedangnya Ali, Ali banyak berjasa
membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang
Khandaq, dan Perang Khaibar.

Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan


diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah
mempersiapkan Ali sebagai khalifah.Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat
sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.

Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau.
Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali
segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya
khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali
harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.

Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan
merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai
khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh
Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19

30
Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan
tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa
riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.

Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga


Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah Ali
ibn Abi Thalib diantaranya;
a) Berupaya menyelesaikan persoalan intern diantara kaum muslimin
b) Mengadakan kompromi politis dengan elit politisi
c) Berusaha menjadikan mesjid sebagai tempat menyelesaikan persoalan (sentral
kegiatan)
d) Menampilkan sosok kepemimpinan yang tidak ambisius.

D. Dakwah Klasik pada Masa Walisanga


1. Dakwah Memperbaiki Akhlak dengan Pendekatan Budaya
Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas dan globalisasi yang
membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi negatifnya
yakni terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya semacam ini ternyata
menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan sosial umat manusia. Generasi
mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke dalam perilaku-perilaku amoral dari
akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang seharusnya menjadi pegangan dalam
berperilaku yang sesuai dengan budi pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak
siswa-siswa yang berani membolos hanya karena ingin bermain game online, play
station, atau pergi ke tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran
antar pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi
saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih banyak lagi
permasalahan yang timbul pada siswa di zaman globalisasi dan modern seperti sekarang
ini. Dalam hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan
menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk
menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda agar lebih
baik perilakunya di masyarakat.
Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media budaya.
Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan itulah terdapat beragam nilai-nilai
luhur yang akan membentuk suatu karakter yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan.
Kebudayaan sendiri menyangkut adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan
sebagai sumber pendidikan karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya

31
banyak terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4). Melalui karya
sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud dari setiap pernyataan
atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita yang biasanya sarat akan nilai
dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam membangun karakter diri manusia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter melalui karya seni
sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni sembilan wali yang berdakwah
menyebarkan agama Islam. Salah satu wali yang paling populer bagi masyarakat Jawa
adalah Sunan Kalijaga. Beliau banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa
khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga
lebih populer dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan
Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk berpakaian
sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari keluarga pejabat pada masa
itu.
Wali Sembilan atau yang lebih terkenal dengan sebutan Wali Songo adalah dewan
wali yang beranggotakan para ulama dari berbagai disiplin ilmu yang diyakini masyarakat
sebagai orang yang alim, abid, shaleh, wara‟ dan tentunya memiliki berbagai macam
kelebihan spiritual atau karamah, serta berjasa di dalam menyebarkan agama Islam
khususnya di pulau Jawa dan Nusantara pada umumnya. Wali Sembilan yang termasyhur
dikenal oleh masyarakat terdiri dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Muria,dan
Sunan Gunung Jati. (Agus Hermawan, 2017, 203)

2. Pemikiran Walisanga dalam Penyebaran Islam

Jumlah sembilan orang merupakan komposisi anggota dewan walisongo yang selalu
dipertahankan dengan mengganti orang manakala ada salah satu anggota wali yang wafat
atau kembali kenegaranya. Adapun beberapa pemikiran sebagian para wali antara lain:

a. Pengenalan irigasi pertanian dan penyembuhan herbal oleh Maulana Malik Ibrahim.
b. Ajaran Molimo, Pondok Pesantren yang diperkenalkan Sunan Ampel
c. Masjid, ajaran Suluk, Syair Liir iliir, Gundul-Gundul Pacul, Wayang, Bedug, Seni
bangunan seperti Tatal Masjid, Seni Ukir yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.
d. Beberapa Karya sastra seperti Sinom, Maskumambang, beberapa permainan anak
seperti Betengan, Sluku-sluku Batok, dan masih banyak pemikiran wali lainnya.

32
BAB VI

BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KONTEMPORER

A. Pengertian Dakwah Kontemporer

Kata “kontemporer” berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Sehingga menegaskan bahwa kontemporer adalah secara tematik merefleksikan
situasi waktu yang sedang dilalui atau masa kini.
Dakwah kontemporer adalah dakwah yang dilakukan dengan cara
menggunakan teknologi yang sedang berkembang. Dakwah kontemporer sangat
cocok dilakukan dilingkungan kota atau masyarakat yang memiliki latar belakang
pendidikan menengah atas. Jika dakwah kulturar dilakukan dengan cara
menyesuaikan budaya masyarakat setempat, tetapi dakwah kontemporer dilakukan
dengan cara mengikuti teknologi yang sedang berkembang.

Persaingan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ini, khususnya dalam


bidang periklanan merupakan tantangan bagi para da‟i kita untuk segera berpindah
dari kebiasaan dakwah kultural ke dakwah kontemporer. Dakwah kontemporer yang
dimaksud di sini adalah dakwah yang menggunakan fasilitas teknologi modern
sebagaimana iklan yang lagi semarak seperti saat ini.

Mengingat aktivitas dakwah tidak terlepas dari masyarakat, maka


perkembangannya pun seharusnya berbanding lurus dengan perkembangan
masyarakat. Artinya aktivitas dakwah hendaknya dapat mengikuti perkembangan dan
perubahan masyarakat. Selama ini aktivitas dakwah jauh tertinggal dengan
perkembangan dan perubahan masyarakat sehingga dakwah terkesan jalan di tempat.
Dakwah belum dijadikan pedoman atau panduan oleh masyarakat dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi.

B. Kondisi Dakwah di Indonesia pada Era Modern

Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan
problematika yang semakin kompleks. Hal ini tidak terlepas dari adanya
perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin maju dan beradab. Pada
madyarakat agraris di mana kehidupan manusia penuh dengan kesederhanaan dan
kesahajaan tentunya terdapat problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat
kontemporer sekarang ini yang cenderung materialistik dan individualistik. Begitu
juga tantangan dan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai persoalan
yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang ini.

Ada tiga problematika besar yang dihadapi dakwah pada era kontemporer ini,
yaitu: Pertama, pemahaman masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih

33
diartikan sebagai aktivitas yang bersifat oral communication (tabligh) sehingga
aktivitas dakwah lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan ceramah atau tabligh. Di
satu sisi, kegiatan ceramah memberikan keuntungan tersendiri seperti adanya kontak
langsung antara da'i dengan audiens (mad'u), seorang da'i tidak membutuhkan
persiapan yang matang, mad'u tidak memerlukan energi yang banyak untuk berpikir,
dan audiens ceramah bisa bersifat heterogen maupun homogen. Di sisi lain, ada
kelemahan-kelemahan mendasar dari kegiatan ceramah, di antaranya: mad'u harus
menyediakan waktu yang cukup untuk memgikuti kegiatan ceramah. Padahal di era
kontemporer ini, masyarakat banyak yang tidak memiliki waktu dikarenakan
kesibukan dalam bekerja. Selain itu, ceramah dapat membosankan dan menjenuhkan,
tidak efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah disebabkan daya tangkap
manusia sangat terbatas, dan kelemahan-kelemahan lain yang terkait dengan
kompetensi yang dimiliki oleh seorang da'i.

Kedua, problematika yang bersifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang


bukan hanya bersifat rutinitas, temporal dan instant, tetapi dakwah membutuhkan
paradigma keilmuan. Dengan adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait
dengan langkah-langkah strategis dan teknis dapat dicari rujukannya melalui teori-
teori dakwah. Selama ini, aktivitas dakwah berjalan terus-menerus tanpa
menggunakan kerangka teoritis yang jelas. Akibatnya, aktivitas dakwah berjalan
tanpa perencanaan dan evaluasi.

Ketiga, problem yang menyangkut sumber daya manusia. Aktivitas dakwah


masih dilakukan secara sambil lalu atau menjadi pekerjaan sampingan. Implikasinya
banyak bermunculan da'i-da'i yang kurang profesional, rendahnya penghargaan
masyarakat terhadap profesi da'i, dan lemahnya manajerial yang dilakukan oleh da'i
dalam mengemas kegiatan dakwah. Banyak da'i yang gagap dengan teknologi yang
sedang berkembang, tidak adanya penelitian dan perencanaan yang matang secara
sistematis dan kurangnya koordinasi antar organisasi dan Perguruan Tinggi yang
bergerak di bidang dakwah. Idealnya, seorang da'i tidak hanya memiliki kompetensi
yang bersifat substantif saja seperti kemampuan dari sisi materi-materi dakwah dan
akhlak da'i, tetapi juga membutuhkan kompetensi lain berupa metodologi sehingga
kompetensi substantif yang dimilikinya dapat ditransformasikan kepada masyarakat
secara efisien dan efektif.

34
C. Biografi Para Tokoh Dakwah Kontemporer.
1. Biografi Yusuf Mansur

Yusuf Mansur atau Jam‟an Nurkhatib Mansur (lahir di Jakarta, 19


Desember 1976; umur 42 tahun) adalah seorang tokoh pendakwah, penulis
buku dan pengusaha dari Betawi, sekaligus pimpinan dari pondok pesantren
Daarul Quran Ketapang, Cipondoh, cikarang Tangerang dan pengajian Wisata
Hati.

Terlahir dengan nama Jam‟an Nurkhatib Mansur. Ia lahir dari keluarga


Betawi berkecukupan pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrifíah dan
sangat dimanja orang tuanya. Sejak kecil, ia anak yang cerdas, sehingga
nampak kecerdasannya itu dari cara menangkap pelajaran di Madrasah
Ibtidaiyah Chairiyah Mansuriyah Jembatan Lima, Tambora Jakarta Barat.
(Didirikan oleh Uyutnya, K.H. Muhammad Mansur yang dikenal dengan
panggilan, Guru Mansur, yang belakangan dikelola oleh Uwanya, K.H.
Ahmadi Muhammad. Yusuf Mansur memanggilnya, Ayah Mamat).

Sejak usia 9 tahun, kelas 4 MI (Madrasah Ibtidaiyah), ia sering tampil


di atas mimbar untuk berpidato pada acara Ihtifal Madrasah yang
diselenggarakan setiap tahun menjelang Ramadhan. Tamat MI , kemudian
melanjutkan ke MTs (Madrasah Tsanawiyah) Chairiyah Mansuriyah, yaitu
lembaga pendidikan yang dikelola oleh keluarganya; KH. Achmadi
Muhammad. Dan Yusuf Mansur, adalah siswa paling muda usianya
dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Karena di Usia, 14 tahun, ia
lulus dari MTs. Chairiyah Mansuriyah, pada tahun 1988/1989, sebagai siswa
terbaik. Dari MTs. Chairiyah Mansuriyah, kemudian ia melanjutkan ke
Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol sebagai lulusan terbaik. Lulusan Madrasah
Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di
Fakultas Hukum, Jurusan Syari'ah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini
tertuang dalam pengantar bukunya "Lukmanul Hakim Mencari Tuhan yang
Hilang" yang diungkap oleh Prof. Dr. H. Amin Suma, MA., M.H. Namun,
berhenti tengah jalan karena lebih suka balapan motor.

Pada tahun 1996, dia terjun di bisnis Informatika. Sayang bisnisnya


malah menyebabkan ia terlilit utang yang jumlahnya miliaran. Gara-gara utang
itu pula, Ustadz Yusuf merasakan dinginnya hotel prodeo selama 2 bulan.
Setelah bebas, Ustadz Yusuf kembali mencoba berbisnis tapi kembali gagal
dan terlilit utang lagi. Cara hidup yang keliru membawa Ustadz Yusuf kembali
masuk bui pada 1998.

Saat di penjara itulah, Ustadz Yusuf menemukan hikmah tentang


shodaqoh. Selepas dari penjara, Ustadz Yusuf berjualan es di terminal Kali
Deres. Berkat keikhlasan sedekah pula, akhirnya bisnis Ustadz Yusuf

35
berkembang. Tak lagi berjualan dengan termos, tapi memakai gerobak, Ia juga
mulai punya anak buah.

Hidup Ustadz Yusuf mulai berubah saat ia berkenalan dengan polisi


yang memperkenalkannya dengan LSM. Selama kerja di LSM itulah, Ustadz
Yusuf membuat buku Wisata Hati Mencari Tuhan Yang Hilang. Buku yang
terinspirasi oleh pengalamannya di penjara saat rindu dengan orang tua. Tak
dinyana, buku itu mendapat sambutan yang luar biasa.

Ustadz Yusuf sering diundang untuk bedah buku tersebut. Dari sini,
undangan untuk berceramah mulai menghampirinya. Di banyak ceramahnya,
ia selalu menekankan makna di balik sedekah dengan memberi contoh-contoh
kisah dalam kehidupan nyata.

Karier Ustadz Yusuf makin mengkilap setelah bertemu dengan Yusuf


Ibrahim, Produser dari label PT Virgo Ramayana Record dengan meluncurkan
kaset Tausiah Kun Faya Kun, The Power of Giving dan Keluarga.

Konsep sedekah pula yang membawanya masuk dunia seni peran.


Melalui acara Maha Kasih yang digarap Wisata Hati bersama SinemArt, ia
menyerukan keutamaan sedekah melalui tayangan yang didasarkan pada kisah
nyata.

Ustadz Yusuf juga menggarap sebuah film berjudul Kun Fa Yakuun


yang dibintanginya bersama Zaskia Adya Mecca, Agus Kuncoro, dan Desy
Ratnasari. Film ini merupakan proyek pamungkas dari kegiatan roadshow
(ceramah keliling) berjudul sama selama Januari-April 2008.

Melalui Wisata Hati, ia menyediakan layanan SMS Kun Fayakuun


untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada. Ia juga menggagas
Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA), sebuah program unggulan
dan menjadi laboratorium sedekah bagi seluruh keluarga besar Wisata hati.
Donasi dari PPPA digunakan untuk mencetak penghafal Alquran melalui
pendidikan gratis bagi dhuafa Pondok Pesantren Daarul Quran Wisata hati.

2. Biografi Aa Gym (Abdullah Gymnastiar)

Aa Gym adalah ustadz yang terkenal dengan pendidikan Manajemen


Qolbu dan mendirikan Ponpes Daarut Tauhiid. Aa Gym lahir pada hari Senin
tanggal 29 Januari 1962 dengan nama lengkap Yan Gymnastiar, beliau adalah
putera tertua dari empat bersaudara pasangan letnan kolonel (letkol) H.
Engkus Kuswara dan Ny. Hj. Yeti Rohayati. Saat ini Aa Gym memakai nama

36
lengkap Abdullah Gymnastiar agar lebih Islami. Begitupun saudara kandung
lainnya : Abdurrahman Yuri, Agung Gunmartin, dan Fathimah Genstreed.

Aa Gym lahir dari keluarga yang dikenal religius dan disiplin,


meskipun religius tetapi pendidikan agama yang ditanamkan oleh orang
tuanya sebenarnya sama dengan keluarga lain pada umumnya, akan tetapi
disiplin ketat namun demokratis telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari pola hidupnya sejak kecil, karena ayahnya adalah seorang perwira
angkatan darat.

Sebagai putera seorang tentara, dia bahkan pernah diamanahkan


menjadi komandan resimen mahasiswa (menwa) Akademi Teknik Jenderal
Ahmad Yani, Bandung. “Disini kepanduan namanya, disiplin tidak selalu
berbentuk militerisasi, kami disini menegakkan disiplin tanpa kekerasan dan
kekasaran, tidak ada kekuatan tanpa disiplin” ujar Aa‟ Gym seperti dikutip
harian Kompas (22/06/2000). Dan ternyata kekuatan yang semacam inilah
yang justru membuat dirinya dan dua orang adiknya memiliki rasa percaya
diri, mampu hidup prihatin, pantang menyerah, dan kental dengan rasa
kesetiakawanan.

Latar belakang pendidikan formal Aa Gym, apalagi bila dikaitkan


dengan posisi dirinya sekarang ini tampak cukup unik. Diawali dari SD
(Sekolah Dasar) Sukarasa III Bandung, SMP (Sekolah Menengah Pertama) 12
Bandung, SMA (Sekolah Menegah Atas) 5 Bandung, kemudian dilanjutkan
dengan kuliah selama satu tahun di Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan
(PAAP) Unpad, terakhir di Akademi Teknik Jenderal Ahmad Yani (kini
Universitas Ahmad Yani -Unjani-) hingga sarjana muda, waktu itu Aa Gym
meraih gelar Bachelor of Electrical Engineering. Sebenarnya Aa Gym ingin
meneruskan kuliahnya hingga S1, namun waktu itu ia sudah jarang kuliah dan
dia tidak enak karena tidak mengikuti prosedur yang semestinya.

Dari prestasi akademik beliau juga masuk peringkat yang lumayan,


misalnya waktu SD ia menjadi siswa berprestasi kedua dengan selisih hanya
satu angka dari sang juara. Dan sewaktu kuliah pun nilai-nilai akademik Aa
Gym tetap terjaga dengan baik sehingga beliau sempat terpilih untuk mewakili
kampusnya dalam pemilihan mahasiswa teladan. Dengan kata lain, banyak
prestasi yang diperoleh pada waktu remaja dan beranjak sebagai pemuda. Di
rumah Aa Gym berjejer rapi piala dan penghargaan lain akibat prestasi Aa
Gym tersebut.

Pada tahun 1990, Aa Gym telah diberi amanah oleh jama‟ahnya untuk
menjadi ketua Yayasan Darut Tauhid, Bandung. Dari sini terlihat bahwa
secara formal Aa Gym sebenarnya tidak dibesarkan atau dididik di lingkungan
pesantren yang ketat ( terutama pesantren dalam pengertian tradisional).

37
Dalam kaitan ini Aa Gym mengakui ada hal-hal yag tidak biasa dalam
perjalanan hidupnya. “Secara syari‟at memang sulit diukur bagaimana saya
bisa menjadi Aa yang seperti sekarang ini” ujarnya. “Akan tetapi, lanjutnya,
saya merasakan sendiri bagaimana Allah seolah-olah telah mempersiapkan diri
saya untuk menjadi pejuang di jalan-Nya”. Dengan hati-hati dan tawadhu ia
menuturkan pencarian jati dirinya yang diwarnai beberapa peristiwa aneh yang
mungkin hanya bisa disimak lewat pendekatan imani.

Diantara tulisan lepas beliau adalah : Getaran Allah di Padang Arafah,


Indahnya Hidup Bersama Rasulullah, Nilai hakiki Do‟a, Seni Menata Hati
Dalam Bergaul, Membangun Kredibilitas : Kiat Praktis, Menjadi Orang
Terpercaya, Seni Mengkritik dan Menerima Kritik, Mengatasi Minder,
Ma‟rifatullah, Lima Kiat Praktis Menghadapi Persoalan Hidup, Bersikap
Ramah Itu Indah dan Mulia, Menuju Keluarga Sakinah, dll.

Seiring waktu Daarut Tauhiid mengalami pertumbuhan yang pesat.


Dengan perjuangan umat Islam yang ikhlas, Daarut Tauhiid kemudian
didirikan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, dan dakwah tersiarkan
melalui media radio, radio internet, video streaming, twitter, facebook,
youtube, sms Tauhiid dan media lainnya. tentu dengan adanya sarana ini
dakwah Aa Gym bisa melintasi batas negara dan mencapai Jerman, Kanada,
Malaysia, Jepang, dan China.

3. Biografi KH. Anwar Zahid

KH. Anwar Zahid lahir pada tahun 1974, di dukuh Patoman, Desa
Simorejo, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Dalam menyampaikan
ceramah, kata-katanya yang kadang mengandung humor dengan menggunakan
logat Bojonegoro yang khas dan juga kadang menggunakan bahasa Jawa dan
juga bahasa Indonesia menjadikan setiap majelis yang beliau hadiri selalu
ramai, selain itu dengan gaya bahasa sederhana dan tidak terkesan menggurui
dan juga mudah dicerna oleh semua kalangan lapisan masyarakat Jawa Timur
menjadikan tausiyah yang beliau sampaikan seolah-olah sebagai oase bagi
sanubari masyarakat.

Kata “Qul Hu ae lek” yang merupakan perpaduan potongan dari al


quran surat al Ikhlas menjadi salah satu ikon ucapan yang mudah dihapali baik
anak-anak maupun dewasa. Kata “Qul Hu ae lek suwen” menjadi pembicaraan
yang khas dari KH. Anwar Zahid. Selain kata-katanya yang humor dan juga
lucu, dalam setiap tausiahnya KH. Anwar Zahid selalu lebih mengutamakan
hal-hal yang sangat sederhana yang sering banyak masyarakat lupa, tak cukup
hanya itu beliau juga lebih mengedepankan pendekatan masalah yang sering
sekali terjadi di masyarakat konflik antar tetangga dan juga dengan lingkungan

38
sering menjadi topik utama, sehingga masyarakat akan dengan mudah
mencerna kata demi kata yang beliau sampaikan.

Selain dengan masalah-masalah yang sederhana KH. Anwar Zahid


juga paham betul dengan kondisi masyarakat kelas menengah ke bawah mulai
dari permasalahan keuangan sampai dengan urusan di dalam rumah antar
suami istri. Hal inilah yang menjadikan jamaah seperti menemukan
kehidupannya yang telah lama jauh dari ruh Islam, semua itu berkat
kepiawaian dari KH. Anwar Zahid tersebut.

KH. Anwar Zahid tumbuh besar layaknya anak pada umumnya, beliau
juga bermain dan belajar layaknya anak pada umumnya. KH. Anwar Zahid
mendapatkan pelajaran agama untuk pertama kalinya dari ayahanda beliau
yang juga seorang kyai kampung di desa tersebut dengan tempaan sang ayah
nilai-nilai akidah islam dan juga nilai bermasyarakat ia peroleh.

Menjelang masuk masa SMP pada tahun 1988 beliau melanjutkan


studinya dengan belajar nyantri di sebuah pondok pesantren. Pondok pesantren
tersebut sangat terkenal mencetak generasi islami di Jawa Timur yaitu Pondok
Pesantren Langitan dibawah asuhan Romo Kyai Abdullah Faqih. Pada masa-
masa di Pondok Pesantren Langitanitulah KH. Anwar Zahid memanfaatkan
waktu dengan sebaik-baiknya untuk mempelajari agama dengan begitu baik
dan juga mendalam. Selain mendalami ilmu agama beliau juga dilatih dengan
metode-metode dakwah yang mumpuni sehingga disinilah bakat-bakat beliau
dalam berdakwah dan menyiarkan agama Islam mulai terasah dengan baik.

Tiga tahun berlalu Di Pondok Pesantren Langitan, ketika menjelang


masa SMA beliau dengan segala kerendahan hatinya sowan kepada Romo
Kyai Abdullah Faqih untuk melanjutkan studinya di Gresik. Romo Kyai
Abdullah Faqih yang mengetahui niat baik dan ketulusan yang dimiliki dari
santrinya tersebut memberikan restu dan juga doanya kepada KH. Anwar
Zahid.

Setelah restu dan juga doa dari Romo Kyai Abdullah Faqih diperoleh
berangkatlah KH. Anwar Zahid menuju pesantren “APTQ” Sampurnan
Bungah Gresik. Pada pesantren itu KH. Anwar Zahid ingin memperdalam
ilmu dalam bidang Al-Quran dan juga hafalannya. Di pondok pesantren ini
KH. Anwar Zahid di gembleng dengan pemahaman akan Al Quran secara
mendalam baik dari segi pelafalan tafsir dan juga hafalan Al-quran.

Berkat gemblengan dari Pondok Pesantren Langitan dan juga Pondok


Pesntren APTQ Sampurnaan Bungah Gresik saat ini beliau mampu dengan
baik menjalankan misi dakwah dan juga keumatan. KH. Anwar Zahid sudah
pernah berkeliling nusantara untuk berdakwah kepada masyarakat luas.

39
Bahkan menurut beberapa orang yang dekat dengan beliau mengisahkan
bahwa dalam satu hari saja KH. Anwar Zahid bisa sampai enam atau tujuh kali
berdakwah tergantung tempatnya, asalkan tempatnya runtut dan juga
bergandengan dan tidak begitu jauh beliau akan selalu siap dalam melayani
semua lapisan masyarakat yang membutuhkan siraman rohani beliau.

Selain itu yang membuatnya dinantikan oleh jamaahnya adalah beliau


tidak pernah memberikan target uang kepada setiap yang mengundang beliau.
Beliau akan senantiasa ikhlas berapapun uang yang akan beliau terima dari
yang mengundangnya.

Tak hanya eksis dan juga terkenal di dalam negeri saja, KH. Anwar
Zahid juga pernah beberapa kali terlihat mengisi acara dakwah di luar negeri,
banyak TKI dan TKW yang ada di luar negeri yang dengan sumbangan secara
sukarela mendatangkan beliau untuk memberikan siraman rohani bagi mereka
yang selama ini jauh dengan tanah air.

Dalam hal berdakwah beliau pun juga tak lupa dengan masyarakat
yang ada di sekelilingnya dengan cara membuat sebuah pesantren yang ada di
dekat rumah beliau. Pesantren tersebut digunakan beliau sebagai salah satu
cara untuk membaktikan ilmu yang telah ia terima dan juga sebagai salah satu
cara mendidik kader-kader muda di daerahnya agar senantiasa memiliki ilmu
yang mumpuni dalam agama, dan juga memiliki kemampuan dalam
berdakwah seperti beliau. Tak hanya itu saja beliau juga mendirikan sebuah
majelis yang ia beri nama Maqoomam Mahmudah majelis tersebut merupakan
sebuah majelis dzikir yang mengajarkan kepada jamaahnya untuk selalu
mengingat Allah SWT sang maha pencipta semesta Alam.

Pengajian KH. Anwar Zahid ini dapat kita lihat dibeberapa media
sosial seperti You Tube, Face Book dan Kaset VCD/ DVD yang diperjual
belikan di pasar-pasar. Dengan sudah diunggahnya Pengajian di media sosial
ini masyarakat bisa melihat, mendengar dan mengakses kapan saja, dimana
saja karena tidak terbatas ruang dan waktu.

40
BAB VII

LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN BERDAKWAH

1. Langkah-Langkah Persiapan Dakwah

Dalam menjalankan kegiatan dakwah seorang da‟i alangkah baiknya


mempersiapkan langkah- langkah Sebelum menjalankan proses dakwahnya , hal ini
ditujukan agar proses kegiatan dakwah dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada
kendala yang menjadi penghambat dalam proses dakwah tersebut.

Adapun hal-hal yang harus dipersiapan dalam berdakwah bagi seorang


pendakwah (Da‟i) antara lain sebagai berikut :
a. Perencanaan dakwah
Perencanaan dakwah adalah proses pemikiran dan pengambilan keputusan yang
matang atau sistematis, mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa
yang akan datang dalam rangka menyelengarakan dakwah. Di dalam perencanaan
dakwah sendiri terdapat berbagai langkah yang benar-benar harus diperhatikan, adapun
langkah-langkah perencanaan dakwah yaitu :
1) Langkah untuk masa kini dan langkah untuk masa depan
2) Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah
3) Penetapan tindakan-tindakan dakwah
4) Penentuan metode dakwah
5) Penentuan dan penjadwalan waktu
6) Penetapan lokasi atau tempat dakwah, biaya, fasilitas.

b. Bekal yang diperlukan seorang da‟i


Seorang da‟i yang mau berdakwah juga harus mempuyai suatu bekal dalam
dirinya, adapun bekal seorang Da‟i diantaranya:

1) Akhlak Da‟i dan Sifat-sifatnya


Seorang Da‟i harus memiliki akhlak yang baik dan sifat yang mulia, dikarenakan
ia menjadi publik figur, menjadi uswah hasanah bagi umatnya yang menerima
maudhah hasanahnya. Adapun akhlak yang paling urgen yang harus dimiliki oleh
seorang da‟i ialah: Jujur, ikhlas, berdakwah kepada Allah SWT dengan bashirah,

41
penyantun, lembut, lunak, sabar, kasih sayang, pemaaf, lapang dada, tawadhu,
menepati janji, itsar (lebih mementingkan orang lain), takwa, memiliki keinginan
yang kuat yang mencakup tekad (azimah) yang kuat, bercita-cita yang tinggi,
optimisme, teratur, lihai (teliti), menjaga waktu, bangga dengan Islam, mengamalkan
sesuatu yang didakwahkannya agar menjadi qudwah (teladan) yang baik, zuhud,
wara‟, istiqamah, tanggap terhadap lingkungan, adil dan seimbang, selalu merasa
akan adanya mu‟iyatullah, tsiqah terhadap Allah SWT, bertahap dalam berdakwah,
dan memulai dari yang terpenting kemudian yang penting, sebagaimana yang
dilakukan oleh nabi Saw, dan diperhatikan olehnya kepada Muadz bin Jabal ketika
diutus kenegeri Yaman sebagai muallim (pengajar). Sifat wajib seorang Da‟i di
dalam berdakwah ia harus jujur perkataannya, cerdas dalam menyampaikan pesan
dakwah, amanah dalam menyampaikan wahyu Illahi.
Kredibilitas seorang da‟i tidak tumbuh dengan sendirinya, ia harus dibina dan
dipupuk. Memang kredibilitas erat kaitannya dengan kharisma walaupun yang
kredibilitas tinggi adalah seorang yang memiliki kompetensi di bidang yang ingin ia
sebarkan, mempunyai jiwa yang tulus dan beraktifitas, senang terhadap pesan-pesan
yang ia miliki, berbudi luhur, serta punya status yang cukup walau tidak harus
tinggi. Dari sana berarti seoran da‟i yang ingin memiliki kredibilitas tinggi harus
berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh.
Di samping itu, agar seorang da‟i dengan mudah mengkomunikasikan pesan-
pesan kepada komunikan, diperlukan pribadi yang cerdas, peka terhadap
masyarakat, percaya terhadap dirinya, stabil emosinya, berani, bersemangat tinggi,
penuh inisiatif, tegas tetapi juga hati-hati, kreatif serta berbudi luhur.
Firman Allah yang menjelaskan tentang sikap berdakwah ada didalam (Qs. Ali
Imran: 159) yang artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma‟afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Seungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
(Qs. Ali Imran: 159.

2) KompetensiJuruDakwah

42
Agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan efektif
dan efisien maka juru dakwah harus mempunyai kemampuan dibidang yang berkaitan dengan
tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang profesional maka semakin meningkat
pula keberhasilan tugas dakwahnya.
Da‟i akan berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika dibekali kemampuan-
kemampuan yang berkaitan dengannya. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da‟i
antara lain:
a) Kemampuan berkomunikasi
b) Kemampuan penguasaan diri
c) Kemampuan pengetahuan psikologi
d) Kemampuan pengetahuan kependidikan
e) Kemampuan pengetahuan di bidang pengetehuan umum
f) Kemampuan di bidang al-Qur‟an
Tidak cukup sampai di sini, para pendakwah juga harus mengetahui situasi negara atau
daerah yang dituju, agar pembicaraan dan perbuatannya berhasil dan berfaedah. Pendakwah
harus menguasai sejarah dan sistem pemerintahan negeri tersebut, kepercayaan tradisi dan
sistem ekonomi.
Karena situasi berubah dari waktu ke waktu dan dari satu daerah ke daerah. Allah SWT
mengajak untuk persiapan pendakwah dalam firmannya yang artinya:
Artinya: tidak sepatutnya bagi orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (Q.S., 9 : 122).

2. Persiapan khusus seorang da’i


Pendakwah yang hebat pastinya sebelum melakukan dakwah terdapat persiapan-
persiapan khusus, dan materi dakwah yang akan di sampaikan masyarakat mestinya harus
mengandung tiga bidang yaitu:
a. Aqidah, yang menganut sistem keimanan/ kepercayaan terhadap Allah SWT,
b. Berikutnya Syariat, rangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas manusia
muslim di dalam semua aspek kehidupan
c. Akhlaq, yaitu tata cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah SWT.

43
Sebelum berdakwah hendaknya para pendakwah itu senantiasa mengingat Allah SWT dengan
jalan berdzikir yang tertera dalam firmannya yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir
yang sebanyak-banyaknya. (Qs. Al-Ahzaab: 41). Kita diminta selalu mengingatNya baik
dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring.

Dzikir dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan Allah menuntun mereka
menuju kebenaran yang tidak di ketahui orang lain, mengetahui jalan yang di tempuh orang
lain yang mengantarkan menuju kekafiran, bid ah, dan kesesatan. Di akhirat Allah SWT
mengamankan mereka dari ketakutan terbesar, memberi mereka naungan rahmat, malaikat
memberi berita gembira mendapatkan surga dan selamat dari neraka sebagai wujud sayang
dan cinta pada mereka.

44
BAB VIII
TATA CARA KHUTBAH JUM’AT, KHUTBAH IDHUL FITRI/ADHA

Di antara yang membedakan antara shalat id (Idul Fitri atau Idul Adha) dan shalat
sunnah pada umumnya adalah adanya khutbah. Keberadaan khutbah yang mengiringi
pelaksanaan shalat bisa dianggap penanda bahwa shalat tersebut ada pada momen yang
penting, seperti khutbah jum‟at yang digelar pada hari berjuluk sayyidul ayyâm (rajanya hari)
dan khutbah istisqa‟ kala umat Islam dilanda kekeringan.
Idul Fitri dan Idul Adha adalah waktu istimewa. Karena posisinya yang spesial ini,
Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk berduyun-duyun keluar rumah untuk bersama-
sama merayakan hari bahagia tersebut. Perempuan haid juga bisa turut melakukan hal yang
sama, meski terpisah dari tempat shalat (lihat hadits riwayat Imam Bukhari Nomor 928).
Mereka berhak mendengarkan khutbah, melantunkan takbir, doa, atau dzikir lainnya.
Dalam kitab al-Fiqh al-Manhajî „ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi„î karya Musthafa al-
Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji diterangkan bahwa berbeda dari shalat
jum‟at, khutbah pada shalat id dilaksanakan setelah shalat dua rakaat usai, bukan sebaliknya.
Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menjelaskan bahwa Nabi Muhammad, Abu
Bakar, dan Umar juga menunaikan dua shalat id sebelum khutbah.
Hukum khutbah dalam shalat id memang sunnah. Namun, ketika dikerjakan ia harus
tetap memenuhi rukun khutbah. Rukun khutbah pada shalat id tidak berbeda dari rukun
khutbah pada shalat jum‟at, yakni memuji Allah, membaca shalawat, berwasiat tentang
takwa, membaca ayat Al-Qur'an pada salah satu khutbah, serta mendoakan kaum Muslimin
pada khutbah kedua.

Khatib yang disyaratkan berdiri (bila mampu) saat berkhutbah disunnahkan menyela
kedua khutbah dengan duduk sebentar. Sebagaimana diungkap dalam hadits Ubaidullah bin
Abdullah bin Utbah yang berkata:

‫ال س نة أن ي خطب اإلمام ف ي ال ع يدي ه خط ب ت يه ي ف صل ب ي نهما ب ج لوس‬

“Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha),
dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi‟i).
Pada khutbah pertama khatib disunnahkan memulainya dengan membaca takbir
hingga sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua membukanya dengan takbir tujuh kali.
Saat khutbah berlangsung, jamaah diperintahkan untuk tenang, mendengarkannya secara
seksama, agar memperoleh proses kesempurnaan shalat id. Wallâhu a‟lam.

Khutbah akan menjadi syah apabila memenuhi rukun dan syarat-syarat khutbah. Adapun
rukun khutbah hendaklah diucapkan dengan bahasa Arab. Adapun rukun khutbah tersebut
ada lima sebagai berikut: (1) Mengucapkan Alhamdulillah, dengan bentuk ucapan apa pun
yang mengandung pujian pada Allah. (2) Bershalawat pada Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam dengan ucapan apa pun yang menunjukkan shalawat. Di sini dipersyaratkan nama
Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam disebut secara jelas, seperti menyebut dengan
Nabi, Rasul atau Muhammad. Tidak cukup dengan dhomir (kata ganti) saja. (3) Wasiat takwa
dengan bentuk lafazh apa pun. Ketiga rukun di atas adalah rukun dari dua khutbah. Kedua
barulah sah jika ada ketiga hal di atas. (4) Membaca salah satu ayat dari Al Quran pada salah
satu dari dua khutbah. Ayat yang dibaca haruslah jelas, tidak cukup dengan hanya membaca

45
ayat yang terdapat huruf muqotho‟ah (seperti alif laa mim) yang terdapat dalam awal surat.
(5) Berdoa kepada kaum mukminin pada khutbah kedua dengan doa-doa yang sudah ma‟ruf.

Adapun syarat-syarat khutbah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Berikut syarat dua khutbah pada shalat Jumat menurut madzhab Syafi‟i.

1- Khatib berdiri pada dua khutbah ketika ia mampu dan kedua khutbah dipisah dengan
duduk.

Dari „Abdullah bin „Umar radhiyallahu „anhuma, ia berkata,

ِ ْ َ‫َِّب – صلى اهلل عليه وسلم – ََيْطُب ُخطْبَت‬


‫ْي يَ ْق ُع ُد بَْي نَ ُه َما‬ ُّ ِ‫َكا َن الن‬
ُ
“Nabi shallallahu „alaihi wa sallam melakukan dua khutbah dan duduk di antara keduanya.”
(HR. Bukhari no. 928).

Juga dari Ibnu „Umar radhiyallahu „anhuma, ia berkata,

‫ َك َما تَ ْف َعلُو َن اآل َن‬، ‫وم‬ ِ ُ‫َكا َن النَِِّب – صلى اهلل عليه وسلم – ََيْط‬
ُ ‫ب قَائ ًما ُُثَّ يَ ْق ُع ُد ُُثَّ يَ ُق‬
ُ ُّ
“Nabi shallallahu „alaihi wa sallam biasa berkhutbah sambil berdiri kemudian duduk lalu
beliau berdiri kembali. Itulah seperti yang kalian lakukan saat ini.” (HR. Bukhari no. 920
dan Muslim no. 862)

2- Khutbah dilakukan kemudian shalat.

Hal ini berdasarkan banyak hadits yang menerangkannya dan adanya ijma‟ atau kata sepakat
para ulama dalam hal ini.

3- Khatib suci dari hadats kecil maupun hadats besar, suci pula dari najis yang tidak
dimaafkan yaitu pada pakaian, badan dan tempat, begitu pula khatib harus menutup aurat.

Khutbah itu seperti shalat dan sebagai gantian dari dua raka‟at yang ada pada shalat Zhuhur.
Oleh karenanya sama halnya dengan shalat, disyaratkan pula syarat sebagaimana shalat.

4- Rukun khutbah diucapkan dengan bahasa Arab.

Rukun khutbah mesti diucapkan dengan bahasa Arab walaupun rukun khutbah tersebut tidak
dipahami. Jika tidak ada yang paham bahasa Arab dan berlalunya waktu, maka semuanya
berdosa dan Jumatan tersebut diganti dengan shalat Zhuhur.

Adapun jika ada waktu yang memungkinkan untuk belajar bahasa Arab, maka rukun khutbah
yang ada boleh diterjemahkan dengan bahasa apa saja. Seperti ini Jumatannya jadi sah.

5- Berurutan dalam mengerjakan rukun khutbah, lalu berurutan pula dalam khutbah pertama
dan kedua, lalu shalat.

46
Jika ada jarak yang lama (yang dianggap oleh „urf itu lama) antara khutbah pertama dan
kedua, juga ada jarak yang lama antara kedua khutbah dan shalat, khutbah jadi tidak sah. Jika
mampu, wajib dibuat berurutan. Jika tidak, maka shalat Jumat diganti shalat Zhuhur.

6- Yang mendengarkan rukun khutbah adalah 40 orang yang membuat jumatan jadi syah.

47
DAFTAR PUSTAKA

Agus Hermawan, Sirah Nabawiah, Kudus: LPSK, 2017


Agus Hermawan, Pengantar Studi Islam Indonesia, Kudus, Yayasan Hj. Kartini, 2006
Agus Hermawan, Jurnal At-Tarbiyah N0.1 Tahun XXV,Januari-Juni 2015.
Al-Qordlowi, Yusuf, Dr. Retorika Islam, Jakarta : Al-Kautsar, Cet. 1. 2004.
Basit, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dwi, Condro Triono, Ilmu retorika untuk mengguncang dunia, Irtikaz,Yogyakarta, 2009.
Effendy, Onong Uchjana, MA. Prof. Drs. Komunikasi Teori Dan Raktek, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Cet. 21. Tahun. 2007.

Efendi dan Faizah, 2006, Psikologi Dakwah, Prenada Media: Jakarta


Hendrikus, Dori Wuwur, Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegosiasi, Yogyakarta : Kanisius. 1999.

Ilaihi Wahyu, 2010, Komunikasi Dakwah, P.T Remaja Rosdakarya: Bandung


Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline
Musyafa, Retorika Dakwah Dalam Pengajian, Semarang: Karya Ilmiah, Skripsi Uin Kalijaga.

Omar Yahya, 2004, Islam & Dakwah, P.T Almawardi Prima: Jakarta
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Amzah, Jakarta, 2009,

Sukur, Asmuru. 1983. Dasar-dasarStrategiDakwah. Surabaya: Al Ikhlas

Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers

Syihata, Abdullah. 1978. Da‟wah Islamiyah. Jakarta: Rofindo


Toha Yahya Omar, Islam & Dakwah, PT Alwardi Prima, Jakarta, 2004

Musthofa al Khin dkk, Al Fiqhu Al Manhaji „ala Madzhabi Al Imam Asy Syafi‟i, terbitan
Darul Qalam, cetakan kesepuluh, tahun 1430 H.

Omar Yahya, 2004, Islam & Dakwah, P.T Almawardi Prima: Jakarta
Malida, Tria.Dakwah Kontemporer.diakses pada tanggal 24 Oktober 2017 pukul 20.00
WIB.https://treamalidha.wordpress.com/2014/03/18/dakwah

Wijaya,Rony . Biografi Aa Gym (Abdullah Gymnastiar). diakses pada tanggal 24 Oktober


2017 pukul 21.00 WIB.http://bio.or.id/biografi-aa-gym-abdullah-gymnastiar/

Wikipedia. Yusuf Mansur. .diakses pada tanggal 24 Oktober 2017 pukul 20.00
WIB.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Yusuf_Mansur
48
BIOGRAFI PENULIS

Agus Hermawan, S.Pd.I, M.A (Pak Agus, lahir 22 Agustus 1978) adalah
putera bungsu dari tiga bersaudara pasangan Ki sumbodo trah Notobratan Pangeran Wijil V
(Keturunan ke 14 dari R.M. Said/ Sunan kalijaga Kadilangu Demak) dengan pasangan Ibu Hj. Kartini
dari Undaan Kidul Kudus. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar dan mengaji serta bekerja
membantu orang tuanya. SD, MTs (Kudus), SMA (Jepara), S1 /PAI; S.Pd.I (Lulusan Cumlaude
STAIN Kudus tahun 2003) Lulusan Tercepat,Termuda S2/Psikologi Pendidikan Islam; M.A (UMY
Yogyakarta tahun 2005).

Sekarang ini pak Agus beraktivitas sebagai Dosen di IAIN Salatiga, Universitas Muria Kudus
(UMK), Ketua Yayasan Hj. Kartini Kudus, Ketua Yayasan Nurul Muttaqiin Kalirejo, Sekretaris
Majlis Dakwah Islamiyah, Sekretaris KAHMI Kudus, Ketua takmir Masjid, Direktur RTQ-Madrasah
Diniyah Nurul Muttaqiin dan juga Penyelenggara KB Kartini serta beliau juga aktif menulis beberapa
buku yang telah dipublikasikan, berorganisasi non politik, dan memberi ceramah keliling di
masyarakat dan Perguruan Tinggi setempat serta memberi layanan konseling di rumahnya. Jabatan
lainnya yang pernah diduduki beliau adalah sebagai Dosen sekaligus Koordinator Administrasi dan
Keuangan di FKIP Universitas Satyagama Jakarta kelas jauh di Kudus(2006/2007). Dosen sekaligus
Kepala Perpustakaan di Fakultas Agama Islam UNISFAT Demak (2010-2015).

Pengalaman sebagai guru selama 10 tahun telah mengampu 21 mata pelajaran (2000-2010),
Kepala Sekolah termuda dan berprestasi tingkat MAS/ SLTA se Propinsi Jawa Tengah (2006-2010),
Pimpinan BPD termuda (usia 21 tahun) telah menjadikan mantan pimpinan redaksi Bulletin Al
Hikmah HMJ STAIN Kudus ini semakin terpacu untuk selalu belajar dalam segala hal. Mantan
Aktivis Mahasiswa ini telah mengajar beberapa mata kuliah diantaranya; Psikologi Umum, Psikologi
Pendidikan di Universitas Satyagama Jakarta (2007/2008), Bimbingan dan Konseling Islam,
Metodologi Ketrampilan Konseling, Psikologi Sosial di UNISFAT Demak, mata kuliah PAI dan
Filsafat Ilmu di UMK Kudus. Beberapa buku beliau diantaranya; Bengkeli Hati Qta dengan Kata
Mutiara (2011), Pantun Advice For US (2011), Pengantar Bimbingan Konseling Islam (2011), Nabi
Muhammad Sang Penyelamat Umat (2011), Pengantar Psikologi Pendidikan Islam (2011), Pengantar
Ilmu Sosial, Budaya dan alamiah Dasar (2011), Buku Panduan Wisuda Sarjana (2011), Pengantar PAI
di Perguruan Tinggi (2011), Metodologi dan Ketrampilan Konseling (2011) Pengantar Filsafat Ilmu
(2012) Sirah Nabawiah (2016), Pengantar Bimbingan dan Konseling Islam (2012), Pengantar Studi
Islam Indonesia (2016), Pengantar Akhlak tasawuf (2016), Studi Islam Indonesia (2017), Retorika
Dakwah (2018).

Penulis sekarang bertempat tinggal di Desa Kalirejo RT 02 RW II Gang 02, Desa Undaan
Kidul gang 10B Undaan Kudus dengan 3 anaknya Risyad Hisyam Ash Shiddieqi, Anas Dhaiyaul
Haq al Qudsi dan Qaisara Rania Assyabiya didampingi isteri tercinta Erlina Wijayanti, S.Pd yang
berprofesi sebagai PNS di Kementerian Agama Kabupaten Demak. Semoga buku sederhana ini
bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amaliah penulis. Aamiin.

49
50

Anda mungkin juga menyukai